nilainya berada di atas taraf signifikansi 0,05 5 dan sehingga dapat dikatakan bahwa H
5
ditolak dan H diterima, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa audit report lag tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Hubungan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern
Variabel pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan pertumbuhan penjualan memiliki koefisien -2,369 dengan tingkat signifikansi 0,078 lebih
besar dari 0,05, artinya bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap terhadap pemberian opini audit going concern.
Tanda koefisien yang negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan arah, yang berarti semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan perusahaan
semakin baik pula perusahaan mempertahankan eksistensinya dalam dunia bisnis sehingga semakin kecil pula kemungkinan auditor memberikan opini
audit going concern. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Solikah 2007 dan Sinaga 2009 yang memberikan bukti
bahwa pertumbuhan perusahaan yang diproksikan dengan penjualan tidak menjadi pertimbangan dalam memberikan opini audit going concern.
2. Hubungan Kepemilikan Institusional terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern
Variabel kepemilikian institusional memiliki koefisien sebesar 4,276 dengan tingkat signifikansi 0,535 lebih besar dari 0,05, artinya dapat
disimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit. Going concern. Tanda positif pada koefisien
kepemilikan institusional menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio kepemilikan institusional suatu perusahaan manufaktur maka semakin besar
pula kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern. Keberadaan ternyata belum menjamin tidak diberikannya opini going
concern karena kinerja perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor bisa internal maupun eksternal. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan
Ismiyanti 2007 yang menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan institusional akan dapat meningkatkan keefektifan pengawasan serta
monitoring keputusan manajemen oleh pihak institusi yang menanamkan dananya pada perusahaan sehingga mengurangi potensi kebangkrutan.
3. Hubungan Debt Default terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern Variabel debt default memiliki koefisien 4,657 dengan tingkat signifikansi
0,000 lebih kecil dari 0,05. Artinya dapat disimpulkan bahwa debt default berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian opini audit going
concern. Kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutang dan atau bunga merupakan indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam
menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Apabila perusahaan sedang berada dalam kondisi default maka auditor cenderung untuk mengeluarkan opini audit going concern kepada perusahaan,
dimana auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu
tahun sejak tanggal laporan keuangan yang diaudit. Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ramadhany 2004, Praptitorini dan Januarti 2007 serta Tamba 2009 yang menemukan bukti yang kuat antara status debt default dengan pemberian opini
audit going concern. Dilihat dari nilai koefisien variabel debt default sebesar 4,657 dengan
tingkat signifikansi 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa debt default merupakan faktor yang dominan yang mempengaruhi pemberian opini audit
going concern.
4. Hubungan Audit Report Lag terhadap Pemberian Opini Audit Going Concern
Variabel audit report lag memiliki koefisien -0,037 dengan tingkat signifikansi 0,063 lebih besar dari 0,05. Artinya dapat disimpulkan bahwa
audit report lag tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern. Nilai signifikansi 0,063 menunjukkan bahwa variabel audit report
lag belum dapat memberikan bukti yang konsisten tentang pengaruhnya terhadap pemberain opini audit going concern pada perusahaan manufaktur di
Indonesia.
Hal ini juga tampak pada hasil analisis statistik deskriptif yang menunjukkan perusahaan yang memiliki audit report lag terpanjang yaitu 193
hari justru kelompok perusahaan yang menerima opini non going concern NGCO sedangkan perusahaan dengan audit report lag yang terkecil 47 hari
termasuk dalam kelompok perusahaan yang menerima opini going concern GCO.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Sinaga 2009 yang menyatakan bahwa auditor menunda pengeluaran laporan
audit dengan harapan agar perusahaan dapat memecahkan masalah keuangan dan menghindari pemberian opini going concern GCO.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan