Outlet Obstuction True Incontinence Established Incontinence

18 Gb.6.1 Patofisiologi stress incontinence SUI karena hipermobilitas uretra. Normalnya, tekanan uretra saat istirahat lebih besar dari tekanan kandung kemih; dengan stress manuver seperti batuk, mengedan, tertawa atau membungkuk, peningkatan tekanan intraabdominal akan ditransmisikan secara merata ke kandung kemih dan outlet sehingga seseorang tetap kering. Pada wanita dengan hipermobilitas uretra, uretra proksimal menonjol melalui diafragma urogenital ke dalam pelvis saat dilakukan stress manuver. Karena tekanan abdominal tidak lagi ditransmisikan secara merata, terjadilah kebocoran. Dari Resnick, N.M.: Urinary Incontinence-a treatable disorder. In : Rowe J.W., and Besdine, R.W. Eds. Geriatric Medicine, 2 nd ed. Boston, Little, Brown Co., 1988, p.246 Penyebab stress incontinence yang jarang terjadi adalah tipe 3 stress urinary incontinence , dimana sfingter pada kondisi ini memang lemah Blaivas and Olsson, 1988; McGuire 1981a. Selain kebocoran terjadi dengan stress manuver, kondisi ini juga terjadi pada saat pasien duduk ataupun berdiri; kondisi yang sangat bermanfaat untuk melakukan diagnostik dan terapi, karena banyak wanita yang tetap tidak mengalami keluarnya urin jika volume kandung kemih dibawah ambang batas kebocoran 200-400ml. Sphincter incompetence secara umum dapat disebabkan karena trauma operatif pelvis yang radikal, iradiasi penyakit keganasan seperti karsinoma servik dan rektal atau diabetes, tetapi pada wanita tua tidak ada faktor presipitasi lain selain perubahan atrophik. Penyebab lain yang jarang terjadi adalah urethral instability, dimana sfingter secara mendadak dan tidak beraturan mengalami relaksasi tanpa disertai kontraksi detrusor McGuire, 1978 1,8,6,12 .

4. Outlet Obstuction

Outlet Obstruction merupakan penyebab ke dua paling banyak untuk pria tua dengan inkontinensia dan jarang terjadi pada wanita. Pada pria hal ini biasanya disebabkan karena hipertrofi prostat, walaupun sebagian besar pria yang mengalami obstruksi tidak selalu menjadi inkontinen. Selain itu dapat juga disebabkan oleh karena adanya striktur uretra. Gejalanya akan tampak sebagai suatu frekuensi, nokturia, urgensi atau hesitancy, dribbling setelah berkemih dan retensi urin 7 . Jika timbul DO sekunder karena hal ini maka secara klinis akan tampak sebagai urge incontinence dan jika timbul dekompensasi detrusor akan timbul sebagai overflow incontinence . Jika obstruksi terjadi karena penyakit neurologis, sering hal ini dihubungkan dengan lesi spinal cord. Pada situasi ini, jalur ke pusat miksi pontine terganggu sehingga outlet akan berkontraksi secara simultan saat kandung kemih berkontraksi 19 sehingga menyebabkan timbulnya obstruksi outlet berat yang dikenal dengan nama “Christmas tree bladder”, hydronephrosis, dan gagal ginjal. Kondisi ini juga dikenal sebagai detrusor-sfingter dyssynergia. Lebih sering terjadi juga adalah kondisi obstruksi yang disebabkan oleh karena pembesaran prostat, karsinoma, striktur uretra, cystocele yang besar yang mengalami prolaps dan menekan urethra jika pasien mengedan McGuire, 1981b. Obstruksi anatomis jarang terjadi pada wanita, salah satu penyebabnya mungkin stenosis uretra, kinking cystocele besar, atau suspensi leher kandung kemih sebelumnya 6,8 . Secara klinis sangat bermanfaat untuk membagi ulang 4 patofisiologi dasar ini menjadi dua kategori : 1 Gangguan pada penyimpanan DO atau outlet incompetence Kondisi dimana kandung kemih mengosongkan tidak pada waktu yang tepat. Kandung kemih dalam kondisi normal. 2 Gangguan pada pengeluaran detrusor underactivity atau outlet obstruction dengan dekompensasi detrusor Kondisi dimana kandung kemih mengosongkan urin secara tidak lengkap, sehingga terjadi akumulasi urin yang progresif dan timbullah overflow. Pada kondisi ini kandung kemih mengalami distensi.

C. Inkontinensia fungsional