Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Inkontinensia Urin Terhadap Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di RSU Kabupaten Tangerang
PERAWATAN INKONTINENSIA URIN DI RSU
KABUPATEN TANGERANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH :
WALIDATUL LAILI MARDLIYAH
NIM: 109104000051
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/ 2013 M
(2)
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juli 2013
Walidatul Laili Mardliyah
(3)
iii JAKARTA
Undergraduate Thesis, July 2013
Walidatul Laili Mardliyah, NIM: 109104000051
Correlation between Nurse’s Knowledge of Urinary Incontinence and Nursing Practice of Urinary Incontinence in RSU Kabupaten Tangerang
xviii + 87 pages + 11 tables + 3 schemes + 11 attachments
ABSTRACT
Urinary incontinence is consider as serious clinical problem and causes significant disability and dependence. The prevalence of urinary incontinence both in the world and in Indonesia ranges from 4%-32.2%. Nurses as health professionals have an important role in handling this problem. However, the main challenge in the implementation of urinary incontinence care is the level of nurse’s knowledge about urinary incontinence management. It occurs because knowledge is basic domain in practice changes.
The purpose of this study was to determine the correlation between nurse’s knowledge about urinary incontinence and nursing practice of urinary incontinence in RSU Kabupaten Tangerang. This research was an analytical quantitative research with cross sectional design at α = 0.05 level. Data collection was conducted on 46 respondents using questionnaires. The result of this study showed that there is a correlation between knowledge and practice of urinary incontinence (p = 0.035, r = 0.311).
The result is expected to be a consideration for health agencies to be able to give guidance to increase knowledge, awareness, and responsibilities of nursing staffs in dealing with urinary incontinence during the treatment process in order to minimize complications from urinary incontinence and improve the health status of patients in hospitals.
Keywords: Knowledge, Practice, Nurse, Urinary Incontinence Reference : 44 (years 1996-2013)
(4)
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2013
Walidatul Laili Mardliyah, NIM: 109104000051
Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin terhadap Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di RSU Kabupaten Tangerang
xviii + 87 halaman + 11 tabel + 3 skema + 11 lampiran
ABSTRAK
Inkontinensia urin merupakan masalah klinis yang cukup besar serta menyebabkan kecacatan dan ketergantungan secara signifikan. Prevalensi inkontinensia urin baik di dunia maupun di Indonesia berkisar antara 4%-32.2%. Perawat sebagai tenaga kesehatan mempunyai peran penting dalam menangani masalah tersebut. Namun, tantangan utama dalam pelaksanaan perawatan inkontinensia adalah tingkat pengetahuan perawat tentang praktik penatalaksanaan inkontinensia urin. Hal ini karena pengetahuan merupakan domain yang mendasar dalam perubahan praktik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin pada pasien di RSU Kabupaten Tangerang. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan desain cross sectional dengan α = 0.05. Pengambilan data dilakukan pada 46 responden dengan menggunakan kuisioner. Hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik perawatan inkontinensia urin (p = 0.035, r = 0.311).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi instansi kesehatan agar dapat melakukan pembinaan guna meningkatkan pengetahuan serta kesadaran dan tanggung jawab staf perawat dalam menangani masalah inkontinensia urin selama proses perawatan sebagai guna meminimalisir komplikasi akibat inkontinensia urin dan meningkatkan derajat kesehatan pasien di rumah sakit.
Kata kunci: Pengetahuan, Praktik, Perawat, Inkontinensia Urin Referensi : 44 (tahun 1996-2013)
(5)
v
Skripsi dengan judul
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
INKONTINENSIA URIN TERHADAP PRAKTIK
PERAWATAN INKONTINENSIA URIN
DI RSU KABUPATEN TANGERANG
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
Walidatul Laili Mardliyah NIM: 109104000051
Pembimbing I
Nia Damiati, S.Kp, M.SN NIP. 19790114 200501 2007
Pembimbing II
Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc NIP. 19790210 200501 2002
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(6)
vi
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
INKONTINENSIA URIN TERHADAP PRAKTIK
PERAWATAN INKONTINENSIA URIN
DI RSU KABUPATEN TANGERANG
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh :
Walidatul Laili Mardliyah NIM: 109104000051
Pembimbing I
Nia Damiati, S.Kp, M.SN NIP. 19790114 200501 2007
Pembimbing II
Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc NIP. 19790210 200501 2002
Penguji I
Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep NIP. 19700122 200801 2005
Penguji II
Nia Damiati, S.Kp, M.SN NIP. 19790114 200501 2007
Penguji III
Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc NIP. 19790210 200501 2002
(7)
vii
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
INKONTINENSIA URIN TERHADAP PRAKTIK
PERAWATAN INKONTINENSIA URIN DI RSU KABUPATEN
TANGERANG
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh :
Walidatul Laili Mardliyah NIM: 109104000051
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(8)
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : WALIDATUL LAILI MARDLIYAH
Tempat, tanggal Lahir : Lamongan, 19 Mei 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Dsn Pengaron RT/RW 01/01 Pengumbulanadi
Tikung Lamongan 62281
HP : +6285730913411
E-mail : [email protected]
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/
Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. TK Kartini Pengumbulanadi 1996-1997
2. Sekolah Dasar Negeri Pengumbulanadi II Tikung 1997-2003
3. MTsM 01 Pondok Modern Paciran 2003-2006
4. MAM 02 Pondok Modern Paciran 2006-2009
(9)
ix
SO VERILY, WITH THE HARDSHIP, THERE IS RELIEF VERILY, WITH THE HARDSHIP, THERE IS RELIEF
(QS Al-Insyirah:5-6)
Sesungguhnya perjuangan tidak pernah merugi
tiap peluhnya akan menjadi mutiara
air matanya menjadi cahaya
lelahnya penembus dosa
dan... gugurnya bernilai syurga
Bismillah….
Skripsi ini aku persembahkan untuk:
Ibu, motivator terhebat di jagad raya ini. Alhamdulillah, bisa terlahir dari rahimmu. Alhamdulillah, menikmati pelukan dan ciumanmu. Alhamdulillah, hati selalu merasa rindu ketika tak bersamamu. My life is for you, Mom
Bapak, laki-laki pertama yang kucinta, yang hingga detik ini pun engkau masih tetap menjadi satu-satunya di hatiku. Tak pernah mencintai laki-laki secinta ini. Terima kasih untuk semuanya, you’re the greatest man who I ever knew. Love you more and more
Adikku, I don’t know what must I say, I think nothing to say, you`re the naughtiest one who I ever knew, but you’re the only one who I have. Being better my brotha... I love you
Semua orang yang mendoakan aku dalam sholatnya tanpa aku ketahui. Terima kasih, semoga apapun doa kebaikan untukku dari kalian, akan berlaku untuk kalian, Aamiin Yaa Rabb...
(10)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Inkontinensia Urin Terhadap Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di RSU Kabupaten Tangerang”.
Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta serta menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah.
Penulis telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi dan sistematik sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis dalam melihat fakta, memecahkan masalah yang ada, serta mengeluarkan gagasan ataupun saran-saran. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka dan rasa terima kasih.
Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tajuddin, Sp. And., selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM, selaku Ketua Program Studi dan Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nia Damiati, S.Kp, M.SN, dan Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep, Ibu Nia Damiati, S.Kp, M.SN, dan Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku Dosen Penguji Skripsi, terima kasih sebesar-besarnya atas saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah membimbing, menjadi tempat curhat, dan memberi motivasi selama 4 tahun duduk di bangku kuliah.
(11)
xi
kepada saya selama duduk di bangku kuliah.
7. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
8. Staff karyawan RSU Kabupaten Tangerang yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk melakukan penelitian.
9. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh selama proses perkuliahan, tanpa beasiswa tersebut saya belum tentu bisa menikmati indahnya nikmat kuliah gratis.
10.Orang tuaku, Bpk. Murtadlo Wahyudi dan Ibu Suni yang telah mendidik, mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo’akan keberhasilan penulis, serta memberikan bantuan baik moril maupun materiil kepada penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa, Adikku, Gilang Aminuddin dan seluruh keluargaku yang selalu memberikan semangat tanpa pamrih.
11.Teman-teman FKIK 2007-2012, PSIK 2009, CSS MoRA 2009, BEM FKIK, BEMJ-IK, PIM Lovers, Sahabat-sahabat terbaikku, Cime, Nuyung, Dhea, Inggar, Rusmanto, Ummi, Eva, Dila, Leli, Luluk, Vina, Omi, Zizah, Iqbal Nurmansyah, Badra, Indri, yang berjalan dan berjuang bersama, memberi inspirasi, menghibur, memberi masukan, dan mengundang tawa saya selama menyelesaikan skripsi ini, serta semua pihak yang telah
mendo’akan selama proses pembuatan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Jakarta, Juli 2013
(12)
xii DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Pernyataan Keaslian Karya ... ii
Abstract ... iii
Abstrak ... iv
Pernyataan Persetujuan ... v
Lembar Pengesahan ... vi
Daftar Riwayat Hidup ... viii
Lembar Persembahan ... ix
Kata Pengantar ... x
Daftar Isi ... xii
Daftar Singkatan ... xv
Daftar Tabel ... xvi
Daftar Bagan ... xvii
Daftar Lampiran ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 6
C.Pertanyaan Penelitian ... 7
D.Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Inkontinensia Urin ... 10
1. Definisi Inkontinensia Urin ... 10
2. Etiologi Inkontinensia Urin ... 11
3. Tipe-tipe Inkontinensia Urin ... 15 Halaman
(13)
xiii
1. Definisi Perawat ... 18
2. Peran dan Fungsi Perawat terhadap Inkontinensia Urin ... 19
C.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perawatan Inkontinensia Urin ... 20
D.Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin ... 25
1. Definisi Pengetahuan ... 25
2. Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin ... 28
E. Praktik Perawatan Inkontinensia Urin ... 29
1. Definisi Praktik ... 29
2. Praktik Perawatan Inkontinensia Urin ... 30
F. Kerangka Teori ... 35
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS A.Kerangka Konsep ... 36
B.Definisi Operasional ... 37
C.Hipotesis ... 39
BAB IV METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ... 40
B.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40
C.Populasi dan Sampel ... 41
D.Instrumen Penelitian ... 44
E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46
F. Langkah-langkah Pengumpulan Data ... 49
G.Etika Penelitian ... 51
H.Pengolahan data ... 52
I. Analisis Data ... 53
(14)
xiv BAB V HASIL PENELITIAN
A.Profil RSU Kabupaten Tangerang ... 56
B.Hasil Preliminary Analysis ... 61
C.Hasil Analisis Univariat ... 62
D.Hasil Analisis Bivariat ... 66
BAB VI PEMBAHASAN A.Analisis Univariat ... 68
B.Analisis Bivariat ... 80
C.Keterbatasan Penelitian ... 84
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 85
B.Saran ... 86
Daftar Pustaka Lampiran
(15)
xv UIN RSU RSUPN NOBLE PUSAKA RN ICS DIAPPERS WHO AHCPR CI TT SDK PPK-BLUD GKM CT-Scan USG EEG EKG VIP ICU NICU AC : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Universitas Islam Negeri Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum Pusat Negara
National Overactive Bladder Evaluation
Pusat Santunan Keluarga
Registered Nurse
International Continence Society
Delirium/confusional state, Infection–urinary (symptomatic), Atrophic urethritis/vaginitis, Pharmaceuticals, Psychological, Excessive urine output, Restricted mobility, danStool impaction
World Health Organization
Agency for Health Care Policy and Research Confidence Interval
Tempat Tidur
Sekolah Djuru Rawat
Pola Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
Gugus Kendali Mutu
Computed Temography Scan
Ultrasonografi Elektroensefalogram Elektrokardiogram
Very Important Person Intensive Care Unit
Neonatal Intensive Care Unit Air Conditioner
(16)
xvi DAFTAR TABEL Halaman 3.1 4.1 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 Definisi Operasional
Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Versi de Vaus
Rekapitulasi Kegiatan Pelatihan, Kursus, serta Simposium oleh Instalasi Diklat RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2012 Hasil Uji Normalitas Data
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Kerja di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Praktik di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013 Korelasi Pengetahuan dan Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
37 55 61 62 63 63 64 64 65 66 66
(17)
xvii
Halaman 2.1
2.2 3.1
Kerangka model Henderson tentang pengetahuan, praktik, keyakinan, dan sikap terkait inkontiensia urin
Kerangka Teori Kerangka Konsep
24
35 36
(18)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuisioner
Lampiran 4. Denah RSU Kabupaten Tangerang
Lampiran 5. Susunan Organisasi RSU Kabupaten Tangerang Lampiran 6. Fasilitas Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas
Lampiran 8. Hasil Olahan SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 9. Hasil Olahan SPSS Univariat
Lampiran 10. Hasil Olahan SPSS Bivariat Lampiran 11. Rekapitulasi Jawaban Responden
(19)
1 A. Latar Belakang
Inkontinensia urin merupakan masalah klinis yang cukup besar serta menyebabkan kecacatan dan ketergantungan secara signifikan (Henderson, 1996). Inkontinensia urin didefinisikan sebagai ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin (Kozier, 2004). Meskipun prevalensi inkontinensia urin lebih sering terjadi pada lansia, kehilangan urin bisa juga terjadi pada orang dewasa dari segala usia (Henderson, 1996).
National Overactive Bladder Evaluation (NOBLE), program yang meneliti inkontinensia urin pada 5204 orang dewasa di Amerika Serikat memperkirakan jumlah perempuan di Negara tersebut yang mengalami inkontinensia urin sebesar 14,8%, sepertiga di antaranya merupakan inkontinensia urin tipe campuran 34,4% (Stewart et al. 2001, dalam Yuliana, 2011). Adapun survei tentang kejadian inkontinensia urin yang dilakukan di negera-negara Asia dengan total populasi 5506 orang menunjukkan hasil yang bervariasi, di mana prevalensi terbesar terdapat di Thailand sebesar 17% dan terkecil di China dan Singapura sebesar 4%, sedangkan Indonesia sebesar 5%. Adanya perbedaan prevalensi ini dimungkinkan karena alasan budaya dan sosial, di mana masyarakat Asia memiliki rasa malu yang lebih tinggi dalam mengungkapkan inkontinensia dibanding masyarakat Amerika (Diokno, 2003). Namun, peneliti juga belum menemukan penelitian tentang rasa malu pada masyarakat Asia yang dimungkinkan bisa menyebabkan inkontinensia urin.
(20)
2
Di Indonesia, survei inkontinensia urin dilakukan oleh Divisi Geriatri Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo pada 208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) di Jakarta pada tahun 2002. Survei ini menghasilkan angka kejadian inkontinensia urin tipe stres sebesar 32,2%. Sedangkan survei yang dilakukan di poliklinik Geriatri RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo (2003) terhadap 179 pasien Geriatri didapatkan angka kejadian inkontinensia urin tipe stres pada laki–laki sebesar 20,5% dan pada perempuan sebesar 32,5%. Adapun survei inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan RSU Dr.Soetomo tahun 2008 terhadap 793 penderita, prevalensi inkontinensia urin pada pria 3,02% sedangkan pada wanita 6,79%. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi inkontinensia urin pada wanita lebih tinggi daripada pria (Yuliana, 2011).
Inkontinensia masih dianggap sebagai suatu yang tabu untuk dibicarakan atau diakui untuk masyarakat Indonesia. Orang yang mengalami inkontinensia merasa tidak senang, tidak bermartabat, dan bahkan sangat memalukan. Pasien dengan inkontinensia urin juga memiliki kualitas hidup yang lebih rendah di setiap domain (fungsi fisik, fungsi peran, fungsi sosial, kesehatan mental, persepsi kesehatan, dan nyeri). Selain itu, inkontinensia urin dapat menyebabkan pasien membatasi aktivitas sosial dan kemasyarakatan. Orang yang mengalami inkontinensia menunjukkan suatu rentang emosi mencakup peningkatan depresi, iritabilitas, cemas, dan perasaan tidak berdaya (Booker, 2009). Sedangkan dari segi ekonomi, biaya terkait konsekuensi inkontinensia urin diperkirakan mencapai $16.3 miliar per tahun. Sedangkan untuk biaya perawatannya, jumlah
(21)
yang dibutuhkan berkisar antara $860 sampai $960 per bulan (Doughty, 2006). Oleh karena itu, kasus ini memerlukan perhatian intensif dari perawat untuk menjadi prioritas intervensi dan praktik keperawatan.
Intervensi yang efektif dapat menyelesaikan masalah inkontinensia urin. Petugas kesehatan, khususnya perawat mempunyai peran penting dalam menangani masalah tersebut. Namun, tantangan utama dalam pelaksanaan perawatan inkontinensia adalah tingkat pengetahuan perawat tentang penilaian dan pengobatan inkontinensia urin (Saxer et al, 2008). Hal ini karena pengetahuan merupakan domain terendah dalam perubahan sikap maupun praktik. Sikap dan praktik yang tidak didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak diimbangi oleh praktik yang berkesinambungan juga tidak akan mempunyai makna yang berarti bagi kehidupan (Notoatmodjo, 2007). Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan praktik merupakan komponen penting yang harus dimiliki perawat dalam menangani masalah inkontinensia urin pada pasien di rumah sakit.
Henderson (1996) mengembangkan suatu model dimana terdapat saling keterkaitan antara pengetahuan, praktik, kepercayaan, dan sikap terkait inkontinensia urin. Di sisi lain, model Henderson & Kashka (2000, dalam Saxer et al, 2008) juga menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan terhadap sikap perawat, serta antara sikap perawat terhadap praktik perawatan inkontinensia urin. Sementara itu, penelitian yang dilakukan Saxer et al (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan praktik, khususnya dalam hal mengatur kebiasaan minum dan eksresi serta mengkaji dan menggali informasi tentang
(22)
4
inkontinensia urin. Hasil penelitian ini memberi kesan bahwa praktik perawatan inkontinensia urin bisa diperbaiki dengan pengetahuan yang baik dan sikap yang positif dari perawat.
Berkaitan dengan pengetahuan dan praktik perawatan inkontinensia urin, hasil penelitian Henderson (1996) menunjukkan bahwa hubungan antara pengetahuan dan praktik itu sangat kuat dengan nilai p=0.033 (<0.05). Sementara itu, hasil penelitian Zurcher et al (2011) menunjukkan bahwa prevalensi perawat yang mengenali dan menyelesaikan masalah inkontinensia urin di ruang perawatan akut masih sangat minimal, yaitu sebesar 24,4 %. Adapun hasil penelitian Saxer et al (2008) menunjukkan bahwa dari segi pengetahuan, 96-98% dari Registered Nurses (RN) menjawab dengan benar pada tiga item pernyataan berikut: Inkontinensia urin dapat lebih sering terjadi pada saat bersin, batuk dan berjalan; Stroke dapat menyebabkan inkontinensia; Toilet training dapat memperbaiki inkontinensia pada pasien. Sedangkan sekitar 85% RN tidak tahu jawaban yang tepat untuk pernyataan: Perempuan lebih sering mengalami inkontinensia daripada laki-laki; Lebih dari 80% penduduk di panti jompo menderita inkontinensia urin. Dalam hal praktik, 91.5% RN dilaporkan menjawab ‘selalu’ melakukan pengkajian terhadap kebiasaan minum dan ekskresi pasien, 35% RN dilaporkan ‘tidak pernah’ memberikan informasi terkait inkontinensia urin kepada pasien, 40% RN dilaporkan ‘tidak pernah’ mendokumentasikan seberapa banyak pasien kehilangan urin dalam periode inkontinensia, dan 92% RN dilaporkan menjawab ‘selalu’ memberikan bantuan kepada pasien, misalnya untuk menuju toilet.
(23)
Dari data di atas, beberapa perawat mungkin masih tidak menganggap perawatan inkontinensia urin sebagai bagian dari kewajiban mereka. Mereka hanya memiliki pengetahuan minimal terkait pengkajian dan manajemen inkontinensia urin. Oleh karena itu, pengkajian terhadap pengetahuan perawat dan praktik perawatan inkontinensia urin sangat penting dilakukan sehingga nantinya perawat bisa mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang adekuat tentang perawatan pasien dengan inkontinensia urin.
Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Tangerang merupakan rumah sakit rujukan utama di Kabupaten Tangerang. Kunjungan pertahun di rumah sakit ini diperkirakan mencapai 20.000 pasien. Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pelayanan Keperawatan RSU Kabupaten Tangerang per Mei 2013, distribusi jumlah perawat yang merawat pasien di RSU Kabupaten Tangerangsebanyak 363 perawat, 121 di antaranya merupakan perawat di Ruang Rawat Inap Dewasa. Ruang Rawat Inap Dewasa ini merupakan ruangan dimana pasiennya merupakan orang dewasa dengan berbagai macam gangguan penyakit. Berdasarkan wawancara dengan perawat, inkontinensia urin merupakan salah satu masalah yang seringkali ditemukan di sini. Namun, Bidang Pendidikan dan Pelatihan rumah sakit ini mengaku belum pernah melakukan survei pencatatan jumlah prevalensi inkontinensia urin secara detail.
Di samping itu, berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap beberapa perawat selama praklinik, peneliti mendapatkan bahwa pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin cukup baik. Sedangkan dalam praktik perawatannya, perawat biasanya mengkaji adanya inkontinensia urin, namun selanjutnya perawat hanya memakaikan under pad atau kateter saja dan hanya
(24)
6
mendokumentasikan intake dan output cairan. Pemberian informasi dan dukungan
toileting terhadap pasien dengan inkontinensia urin masih sangat jarang dilakukan, bahkan tidak pernah. Hal ini memberi kesan bahwa perawat membutuhkan pengetahuan yang lebih luas sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik.
Peran perawat dalam menangani masalah inkontinensia urin ini merupakan hal yang sangat penting karena banyak sekali dampak negatif yang diakibatkan oleh inkontinensia urin. Namun, saat ini masih jarang ditemukan adanya seminar-seminar atau pelatihan-pelatihan yang spesifik membahas praktik perawatan inkontinensia urin. Selain itu, peneliti juga belum menemukan hasil penelitian yang spesifik membahas pengetahuan dan praktik perawatan inkontinensia urin di Indonesia.
Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam terkait hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, peneliti menyimpulkan bahwa inkontinensia urin merupakan masalah klinis yang cukup besar dan membutuhkan tatalaksana yang baik. Inkontinensia urin bisa menyebabkan kecacatan dan ketergantungan secara signifikan (Henderson, 1996). Prevalensi inkontinensia cukup tinggi baik di dunia maupun di Indonesia. Di Amerika Serikat, prevalensi inkontinensia urin sebesar 14,8% , sedangkan di Asia berkisar antara 4% - 17 % (Stewart et al. 2001, dalam Yuliana, 2011; Diokno, 2003). Sedangkan di Indonesia, prevalensinya berkisar antara 14.74%-32.2% (Yuliana,
(25)
2011). Inkontinensia urin ini dapat menyebabkan pasien membatasi aktivitas sosial dan kemasyarakatan. Orang yang mengalami inkontinensia menunjukkan suatu rentang emosi mencakup peningkatan depresi, iritabilitas, cemas, dan perasaan tidak berdaya (Booker, 2009). Di sisi lain, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan praktik keperawatan inkontinensia urin sangat diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan mereka (Henderson, 1996; Saxer et al, 2008; Zurcher et al, 2011). Sementara itu, peneliti belum menemukan hasil penelitian tentang pengetahuan dan praktik perawatan inkontinensia di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti lebih dalam terkait hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran karakteristik perawat di RSU Kabupaten Tangerang? 2. Bagaimana pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin?
3. Bagaimana praktik perawatan inkontinensia urin pada pasien di RSU Kabupaten Tangerang?
4. Bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang?
D. Tujuan Penelituan 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang
inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang.
(26)
8
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik perawat di RSU Kabupaten Tangerang
b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin
c. Untuk mengetahui gambaran praktik perawatan inkontinensia urin pada pasien di RSU Kabupaten Tangerang
d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perawat
Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan serta kesadaran dan tanggung jawab perawat dalam menangani masalah inkontinensia urin selama proses perawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi pihak rumah sakit untuk melakukan pembinaan guna meningkatkan pengetahuan serta kesadaran dan tanggung jawab staf perawat dalam menangani masalah inkontinensia urin pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit.
3. Bagi Perkembangan Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan keperawatan, khususnya Keperawatan Medikal Bedah mengenai pentingnya pengetahuan tentang inkontinensia urin
(27)
untuk meningkatkan kualitas praktik perawatan inkontinensia urin pada pasien. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi landasan dalam pengembangan evidence based ilmu keperawatan, khususnya mengenai praktik penatalaksanaan inkontinensia urin pada pasien.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Metode pengambilan data dengan menyebarkan kuisioner yang terdiri dari data demografi dan Urinary Incontinence Scales yang dibuat oleh Henderson (1996). Subjek yang diteliti adalah perawat di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang. Waktu penelitian berkisar dari April sampai Mei 2013.
(28)
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Inkontinensia Urin
1. Definisi Inkontinensia Urin
Menurut Pranaka (2009), inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari serta dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering sehingga mengakibatkan masalah/gangguan kesehatan atau sosial. Menurut Lewis et al. (2011), inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan. Sedangkan menurut Saxer et al (2008), inkontinensia urin didefinisikan oleh International Continence Society (ICS) sebagai keluhan atas kebocoran urin yang tidak disadari. Selain itu, Mauk (2010) juga mendefinisikan inkontinensia urin sebagai pengeluaran urin yang tidak disengaja dan merupakan masalah kesehatan umum yang bisa menyebabkan kecacatan dan penurunan kualitas hidup. Meskipun inkontinensia urin ini umumnya terjadi pada lansia, namun hal ini juga bisa terjadi pada orang dewasa dari segala usia (Henderson, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa inkontinensia adalah suatu kondisi pengeluaran/kebocoran urin tanpa disadari, tidak terkendali, terjadi di luar keinginan, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering, serta bisa menyebabkan kecacatan dan penurunan kualitas hidup.
(29)
2. Etiologi Inkontinensia Urin
Menurut Doughty (2006), penyebab inkontinensia urin biasa disebut dengan singkatan DIAPPERS yang merupakan kependekan dari
Delirium/confusional state, Infection–urinary (symptomatic), Atrophic urethritis/vaginitis, Pharmaceuticals, Psychological, Excessive urine output, Restricted mobility, danStool impaction.
a. Delirium
Seseorang dikatakan delirium jika terjadi gangguan status mental atau penurunan kesadaran secara situasional yang disebabkan karena penggunaan obat, alkohol, atau reaksi anastesia paska operasi. Kondisi seperti ini bisa menyebabkan seseorang menjadi inkontinensia urin (Doughty, 2006).
b. Infeksi saluran kemih
Infeksi traktus urinarius yang simptomatik seperti sistitis dan urethritis dapat menyebabkan iritasi kandung kemih sehingga timbul frekuensi, disuria, dan urgensi yang mengakibatkan seseorang tidak mampu mencapai toilet untuk berkemih (Doughty, 2006).
c. Atrofi vagina atau urethra
Atrofi vagina atau urethra merupakan salah satu perbahan yang terjadi pada lansia. Pada kondisi ini, jaringan vagina atau urethra menjadi tipis, mudah teriritasi, dan mudah rusak sehingga menyebabkan timbulnya gejala rasa terbakar pada uretra, disuria,
(30)
12
infeksi traktus urinarius berulang, dispareunia, urgensi, dan inkontinensia (Doughty, 2006).
d. Psikologis
Proses psikologis yang menyebabkan timbulnya inkontinensia belum pernah diteliti secara detail. Namun, depresi dan kecemasan yang disebabkan karena operasi mayor, diagnosa penyakit kronis, atau hospitalisasi yang lama diyakini dapat memicu terjadinya inkontinensia urin. Mekanisme ini biasanya merupakan kombinasi dari bladder overactivity dan relaksasi sfingter uretra yang tidak tepat (Doughty, 2006).
e. Farmakologis
Doughty (2006) mengungkapkan bahwa obat-obatan yang sering dihubungkan dengan inkontinensia, di antaranya:
1) Obat-obatan diuretik akan meningkatkan pembebanan urin di kandung kemih sehingga bila seseorang tidak dapat menemukan toilet pada waktunya akan timbul inkontinensia urgensi.
2) Agen antikolinergik dan sedatif dapat menyebabkan timbulnya atonia sehingga timbul retensi urin kronis yang berujung pada inkontinensia overflow.
3) Sedatif, seperti benzodiazepin juga dapat berakumulasi dan menyebabkan konfusi dan inkontinensia sekunder, terutama pada lansia.
(31)
4) Alkohol, mempunyai efek serupa dengan benzodiazepin, mengganggu mobilitas dan menimbulkan diuresis.
5) Calcium-channel blockers untuk hipertensi dapat menyebabkan berkurangnya tonus sfingter uretra eksternal dan gangguan kontraktilitas otot polos kandung kemih sehingga menstimulasi timbulnya inkontinensia stres. Obat ini juga dapat menyebabkan edema perifer, yang menimbulkan nokturia.
6) Agen α-adrenergik yang sering ditemukan pada obat influenza akan meningkatkan tahanan outlet dan menyebabkan kesulitan berkemih, sebaliknya obat-obatan ini sering bermanfaat dalam mengobati beberapa kasus inkontinensia stres.
7) Alpha blockers, yang sering dipergunakan untuk terapi hipertensi dapat menurunkan kemampuan penutupan uretra dan menyebabkan inkontinensia stres.
f. Sistem endokrin
Diabetes mellitus melalui efek diuresis osmotik yang dapat menyebabkan suatu kondisi overactive bladder. Diabetes insipidus juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi urin hingga 10 liter per hari pada kandung kemih sehingga menimbulkan inkontinensia overflow. Kondisi hipertiroid dapat menginduksi kandung kemih menjadi overactive, sehingga menimbulkan kondisi inkontinensia urgensi. Disamping itu, kondisi hipotiroidisme juga
(32)
14
dapat menyebabkan kandung kemih hipotoni dan menimbulkan inkontinensia overflow (Doughty, 2006).
g. Produksi urin yang berlebihan (excessive)
Output urin yang berlebihan bisa disebabkan oleh karena intake cairan yang banyak, minuman berkafein, dan adanya masalah endokrin (Doughty, 2006).
h. Restriksi/hambatan mobilitas
Umumnya hal ini yang sering menimbulkan inkontinensia pada lansia. Keterbatasan mobilitas ini dapat disebabkan karena kondisi nyeri arthritis, deformitas panggul, deconditioning fisik, stenosis spinal, gagal jantung, penglihatan yang buruk, hipotensi postural atau post prandial, claudication, perasaan takut jatuh, stroke, masalah kaki atau ketidakseimbangan karena penggunaan obat-obatan (Doughty, 2006).
i. Stool impaction (impaksi feses)
Impaksi feses akan mengubah posisi kandung kemih serta menekan syaraf yang mensuplai uretra dan kandung kemih sehingga akan dapat menimbulkan kondisi retensi urin dan inkontinensia overflow
(Doughty, 2006).
Sementara itu, Pranaka (2009) menyebutkan bahwa penyebab inkontinensia urin berasal dari:
(33)
b. Kelaianan neurologi; misalnya stroke, trauma pada medula spinalis, dan demensia
c. Lain-lain; misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang tidak memadai/jauh, dan sebagainya.
Adapun kondisi-kondisi yang menyertai inkontinensia urin menurut Wagg et al (2006) di antaranya:
a. Artritis
b. Penyakit paru kronis c. Gangguan kognitif d. Gagal jantung kongestif e. Konstipasi
f. Kontraktur g. Demensia
h. Diabetes mellitus
i. Jatuh/fraktur hip j. Penyakit Parkinson
k. Penyakit vaskular
perifer
l. Infeksi saluran kemih berulang
m. Stroke
n. Kelainan vena
3. Tipe-tipe Inkontinensia Urin
Lewis et al (2011) mengklasifikasikan inkontinensia urin menjadi: a. Inkontinensia stres
Inkontinensia ini terjadi akibat dari peningkatan mendadak pada tekanan intra-abdomen. Tipe inkontinensia ini paling sering ditemukan pada wanita yang mengalami cedera obstetrik, lesi kolum vesika urinaria, kelainan ekstrinsik pelvis, fistula, disfungsi destrusor, dan sejumlah keadaan lainnya. Selain itu, gangguan ini
(34)
16
dapat pula terjadi akibat kelainan kongenital, seperti ekstrofi vesika urinaria atau ureter ektopik (Lewis, 2011).
b. Inkontinensia urgensi
Inkontinensia ini terjadi bila pasien merasakan dorongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet. Pada banyak kasus, kontraksi kandung kemih yang tidak dapat ditahan merupakan faktor yang menyertai. Keadaan ini dapat terjadi pada pasien disfungsi neurologi yang kontraksi kandung kemihnya terhambat atau pada pasien dengan gejala iritasi lokal akibat infeksi/tumor pada saluran kemih (Lewis, 2011).
c. Inkontinensia overflow
Inkontinensia ini ditandai oleh eliminsi urin yang sering dan terjadi hampir terus menerus. Kandung kemih tidak dapat mengosongkan isinya secara normal dan mengalami distensi yang berlebihan. Inkontinensia overflow dapat disebabkan oleh kelainan neurologi (yaitu lesi pada medula spinalis) atau oleh faktor-faktor yang menyumbat saluran keluar urin, yaitu: penggunaan obat-obatan, tumor, striktur, dan hiperplasia prostat (Lewis, 2011).
d. Inkontinensia refleks
Inkontinensia ini ditandai dengan keluarnya urin yang tidak disadari yang disebabkan oleh adanya lesi pada medula spinalis sakrum S2 ke atas. Hal ini menyebabkan terjadinya hiperrefleksia destrusor
(35)
kandung kemih dan mengganggu jalur koordinasi antara kontraksi dan relaksasi sfingter (Lewis, 2011).
e. Inkontinensia paska trauma atau operasi
Inkontinensia ini terjadi karena adanya fistula vesiko-vaginal atau urethro-vaginal pada wanita. Selain itu, inkontinensia ini juga merupakan komplikasi paska operasi transurethral, perineal, atau prostatektomi retropubik (Lewis, 2011).
f. Inkontinensia fungsional
Ini merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang membuat pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien tidak mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi (Lewis, 2011).
4. Dampak Inkontinensia Urin
Inkontinensia urin juga memiliki efek terhadap kualitas hidup, bahkan pada kegiatan sehari-hari sederhana, seperti bekerja, berjalan, kegiatan interpersonal, aktivitas fisik, fungsi seksual, dan tidur. Pasien dengan inkontinensia urin juga memiliki kualitas hidup yang lebih rendah di setiap domain (fungsi fisik, fungsi peran, fungsi sosial, kesehatan mental, persepsi kesehatan, dan nyeri). Sedangkan dari segi ekonomi, biaya terkait konsekuensi inkontinensia urin diperkirakan mencapai $16.3
(36)
18
miliar per tahun. Sedangkan untuk biaya perawatannya, jumlah yang dibutuhkan berkisar antara $860 sampai $960 per bulan (Doughty, 2006).
Menurut Booker (2009), inkontinensia urin memiliki beberapa dampak, di antaranya:
a. Perubahan pada kesejahteraan emosi, sosial, fisik, dan ekonomi individu yang mengalami inkontinensia urin.
b. Ketakutan akan kehilangan kontrol yang disaksikan oleh orang lain menyebabkan pasien membatasi aktivitas sosial dan kemasyarakatan. c. Orang yang mengalami inkontinensia menunjukkan suatu rentang
emosi mencakup peningkatan depresi, iritabilitas, cemas, dan perasaan tidak berdaya.
Adapun menurut Continence Essential Guide (2009), dampak inkontinensia urin antara lain:
a. Jatuh b. Depresi
c. Luka dekubitus d. Masalah bowel e. Infeksi kulit
f. Isolasi
g. Penurunan kualitas
hidup
h. Peningkatan perhatian institusi kesehatan
B. Peran dan Fungsi Perawat terhadap Perawatan Inkontinensia Urin 1. Definisi Perawat
Sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK 02.02/MENKES/148/I/2012, perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di
(37)
dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka, dan usia lanjut (Elis & Hartley, 1980 dalam Priharjo, 2008). Sedangkan menurut Kusnanto (2004), perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan dalam melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan.
Fokus dari praktik keperawatan adalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Seorang perawat dikatakan profesional ketika dirinya mampu mengasuh, merawat dan melindungi pasien secara komprehensif, melakukan aktifitas keperawatan sesuai dengan kode etik keperawatan, serta memberikan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan (Kusnanto, 2004).
2. Peran Perawat terhadap Perawatan Inkontinensia Urin
Salah satu peran dan fungsi perawat yang penting dalam pendidikan kesehatan, di antaranya: menjaga kesehatan, mencegah dan mengurangi komplikasi, serta menyesuaikan diri dengan perawatan dan masalah kesehatan (Mauk, 2010). Peran dan fungsi tersebut saat ini menjadi lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara komprehensif. Perawat kontemporer menjalankan fungsi dalam berbagai peran, yaitu: pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan
(38)
20
advokat bagi klien, manajer kasus, rehabilitator, pembuat kenyamanan, komunikator, dan pendidik (Potter & Perry, 2005). Peran dan fungsi tersebut juga diterapkan dalam perawatan inkontinensia urin pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perawatan Inkontinensia Urin
Praktik perawatan inkontinensia urin pada pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan bentuk perilaku kesehatan, dimana perawat menjadi salah satu pihak yang bertanggung jawab di dalamnya. Perilaku itu sendiri didefinisikan sebagai tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. (Kwick, 1974 dalam Notoatmodjo, 2003).
Beberapa teori yang mengungkap determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan perilaku kesehatan, antara lain:
1. Teori Lawrence Green
Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2007) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan dari 3 faktor, yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
(39)
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya obat-obatan, alat-alat, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:
dimana:
B = Behaviour RF = Reinforcing factors
PF = Predisposing factors f = fungsi
EF = Enabling factors
2. Teori World Health Organization (WHO)
Sementara itu, WHO (1984, dalam Notoadmodjo, 2007) menganalisis bahwa hal-hal yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah:
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
b. Kepercayaan (Beliefs)
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
(40)
22
c. Sikap (Attitudes)
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering dipengaruhi oleh pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi objek lain.
d. Orang-orang penting (References)
Perilaku seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu dianggap penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau ia lakukan cenderung untuk dicontoh. e. Sumber-sumber daya (Recources)
Sumber daya di sini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh (baik positif maupun negatif) terhadap perilaku seseorang.
f. Kebudayaan (Culture)
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber akan menghasilkan suatu pola hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan.
Teori ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
dimana: B = Behaviour R = Resources
f = fungsi PR = Personal References
TF = Thoughts and feelings C = Culture
(meliputi pengetahuan,
kepercayaan, dan sikap)
(41)
Kedua teori di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya. Di samping itu, ketersediaan fasilitas dan perilaku petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku yang biasa diwujudkan dengan praktik/tindakan yang nyata. Hal tersebut juga berlaku pada praktik perawatan inkontinensia urin pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
3. Teori Henderson
Dalam hal inkontinensia urin, Henderson (1996) mengembangkan suatu model di mana terdapat saling keterkaitan antara pengetahuan, praktik, keyakinan, dan sikap terkait inkontiensia urin (lihat bagan 2.1). Adapun keempat faktor tersebut adalah:
a. Sikap (Attitudes)
Sikap merupakan kepedulian perasaan terhadap objek sosial dan perhatian terhadap target atau objek tertentu. Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan yang terorganisir untuk berpikir, merasakan, memahami, dan bersikap terhadap suatu acuan atau objek kognitif. Ini merupakan struktur berkelanjutan dari keyakinan yang mempengaruhi individu untuk acuan berperilaku selektif (Kerlinger, 1986 dalam Henderson, 1996). Sikap lebih mudah dipengaruhi oleh pendapat, pandangan, perspektif, dukungan, kelakuan, dan postur tubuh (Rodale, 1978 dalam Henderson, 1996).
(42)
24
b. Kepercayaan (Beliefs)
Kepercayaan tidak terlalu sering digunakan sebagai domain
pengukuran. Kata “kepercayaan” dan “sikap” seringkali dipertukarkan dalam literatur bahkan beberapa menyimpulkan bahwa keduanya adalah sama. Kepercayaan dikaitkan dengan kata-kata yang menunjukkan perasaan yang sudah mendarah daging dengan baik, termasuk jaminan, kepastian, harapan, kepercayaan, doktrin, dogma, prinsip, postulat, teori, konsep, persuasi, dan posisi (Rodale, 1978 dalam Henderson, 1996).
c. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan ini didefinisikan sebagai pemahaman terhadap fakta atau informasi yang diperoleh, dalam hal ini dispesifikkan pada inkontinensia urin (Henderson, 1996).
d. Praktik (Practice)
Praktik didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan perawat yang relevan dengan masalah inkontinensia urin (AHCPR, 1992 dalam Henderson, 1996).
Bagan 2.1 Kerangka model Henderson tentang pengetahuan, praktik, keyakinan, dan sikap terkait inkontiensia urin
Sikap
Praktik
Pengetahuan Keyakinan
(43)
Bagan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara keempat faktor; sikap, kepercayaan, pengetahuan, dan praktik terkait inkontinensia urin.
D. Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin 1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Menurut Taksonomi Bloom (1987, dalam Notoatmodjo, 2007) pengetahuan mencakup enam tingkat domain kognitif, yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang mengetahui tentang apa yang
(44)
26
dipelajari, antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, atau meramalkan objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi juga dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
(45)
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Rogers (1974, dalam Notoatmodjo, 2007) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut sudah terjadi proses berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Pada proses ini, sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial (mencoba), dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
(46)
28
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).
2. Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin
Pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin didefinisikan sebagai penguasaan dan dan pemahaman perawat yang diperoleh dari fakta atau informasi tentang inkontinensia urin (Henderson, 1996).
Bekerja dengan populasi yang sakit memerlukan pengetahuan dasar yang kuat sehingga nantinya bisa menilai tanda dan gejala penyakit secara akurat, melakukan penatalaksanaan dengan benar, dan memperoleh hasil tindakan sesuai dengan harapan.
Menurut Saxer et al (2008), pengetahuan yang harus dikuasai oleh perawat yang merawat pasien dengan inkontinensia urin adalah mencakup: a. Prevalensi dan insidensi inkontinensia urin
Angka kejadian inkontinensia urin cenderung meningkat seiring dengan penambahan usia. Akan tetapi, prevalensi dan insidensi inkontinensia ini bervariasi. Hal ini disebabkan karena perbedaan populasi, metode penelitian, dan cara pengumpulan data.
b. Etiologi inkontinensia urin
Perawat harus memahami hal-hal yang menjadi penyebab dan faktor resiko terjadinya inkontinensia urin.
c. Tipe-tipe inkontinensia urin
Ada berbagai macam tipe inkontinensia urin, di antaranya: tipe stres, urgensi, overflow, dan fungsional.
(47)
d. Penatalaksanaan/praktik perawatan inkontinensia urin (akan dibahas selanjutnya)
E. Praktik Perawatan Inkontinensia Urin 1. Definisi Praktik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), praktik didefinisikan sebagai pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Beberapa tingkatan dalam praktik menurut Notoatmodjo (2003) antara lain:
a. Persepsi (perception)
Pada tingkat ini individu mampu mengenal dan memilih berbagai objek terkait dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon terpimpin (guide response)
Indikator pada tingkat ini adalah individu mampu untuk melakukan sesuatu dengan urutan yang benar.
c. Mekanisme (mechanism)
Pada tingkat ini, individu sudah menjadikan suatu tindakan yang benar menjadi suatu kebiasaan.
d. Adopsi (adoption)
Pada tingkat ini, individu sudah mampu memodifikasi suatu tindakan tanpa mengurangi nilai kebenaran dari tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung dengan cara wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh individu
(48)
30
sebelumnya atau secara langsung dengan cara mengobservasi tindakan atau kegiatan individu tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Sedangkan yang dimaksud dengan praktik perawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerja sama bersifat kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Lingkup kewenangan perawat dalam praktik keperawatan profesional meliputi sistem klien (individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat) dalam rentang sehat-sakit sepanjang daur kehidupan (Kusnanto, 2004).
2. Praktik Perawatan Inkontinensia Urin
Perawat dapat memposisikan diri untuk mengkoordinasikan seluruh spektrum perawatan, meliputi: pemeliharaan kesehatan, pencegahan, intervensi, dan pengobatan sehingga meningkatkan kualitas pelayanan sekaligus memastikan efektivitas biaya (Mauk, 2010). Oleh karena itu, perawat juga harus mampu mengkoordinasikan seluruh spektrum praktik perawatan inkontinensia urin.
Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR)
mendefinisikan praktik perawatan inkontinensia urin sebagai sumber daya perilaku yang diidentifikasi sebagai tindakan yang diambil oleh perawat yang relevan untuk merawat klien dengan inkontinensia urin (Henderson, 1996).
(49)
Saxer et al (2008) membagi praktik perawatan inkontinensia urin menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Penatalaksanaan kebiasaan minum dan ekskresi b. Pengkajian dan informasi terkait inkontinensia urin c. Dokumentasi penatalaksanaan inkontinensia urin
d. Sistem dukungan/bantuan untuk pasien dengan inkontinensia urin. Salah satu faktor penting dalam penatalaksanaan inkontinensia urin adalah pengkajian. Adapun pengkajian terhadap pasien dengan inkontinensia urin yang terdapat dalam Continence Essential Guide
(2009), diantaranya:
a. Pengkajian tentang riwayat kontinensia
Dalam aspek ini, perawat harus mengkaji riwayat berkemih dan proses pengosongan kandung kemih pasien. Berikut ini adalah aspek pengkajian riwayat kontinensia beserta contoh pertanyaan yang bisa diajukan kepada pasien, di antaranya:
1) Frekuensi berkemih 2) Frekuensi nokturia 3) Faktor yang memperberat 4) Nyeri
5) Kehilangan urin yang terus-menerus
6) Susah atau berusaha keras dalam mengosongkan kandung kemih 7) Aliran kemih yang terhambat – indikasi obstruksi kandung kemih 8) Kencing yang menetes – indikasi obtruksi saluran kemih
(50)
32
b. Pengkajian tentang fungsi kognitif
Pasien dengan gangguan kognitif biasanya kurang kooperatif ketika dilakukan intervensi terhadap inkontinensia mereka. Oleh karena itu, perawat diharapkan untuk mengkaji fungsi kognitif mereka.
c. Pengkajian tentang kebutuhan pasien dalam mengenakan pampers
Dalam hal ini, hal-hal yang perlu diperhatikan perawat meliputi: 1) Fungsi kognitif pasien, apakah dia mampu mengganti
pampers-nya sendiri atau tidak.
2) Jadwal bladder training mungkin bisa membantu pasien mengenakan pampers.
3) Derajat mobilitas yang memungkinkan pasien bisa mengambil /meletakkan pampers kembali.
4) Kemampuan untuk pergi ke toilet dan mengganti pampers
5) Kuantitas pampers yang dibutuhkan pasien 6) Ukuran pampers yang dibutuhkan pasien
7) Terjadi dermatitis akibat pampers yang jarang diganti.
Intervensi praktik perawatan yang efektif bisa membantu menangani masalah inkontinensia urin. Lewis et al (2011) menyebutkan beberapa intervensi praktik perawatan inkontinensia urin, di antaranya: a. Behavioral intervention, yang terdiri dari:
1) Bladder training (menolak/menghambat desakan berkemih, menunda berkemih, membatalkan berkemih sebelum waktunya)
(51)
2) Habit training (berkemih sesuai dengan waktu yang ditentukan, penjadwalan berkemih)
3) Prompted voiding (mengajarkan bagaimana cara meminta bantuan ketika terjadi inkontinensia). Untuk pasien yang mengalami gangguan kognitif, prompted voiding dilakukan dengan cara:
a) pemantauan reguler dengan dorongan agar pasien melaporkan status kontinensia mereka
b) mendorong pasien untuk pergi ke toilet secara terjadwal c) memberikan pujian dan umpan balik positif ketika pasien
berusaha untuk pergi ke toilet sendiri
4) Latihan otot-otot panggul (kontraksi otot panggul dan
pulbocoxigeal)
5) Corong vagina (kontraksi otot dengan corong yang berguna untuk memperkuat otot panggul dan pulbocoxigeal)
6) Biofeedback (metode untuk memberikan informasi tentang tubuh pasien dengan menggunakan sadapan elektromiogram (EMG) yang dipasang di vagina yang nantinya memberi umpan balik tentang kondisi normal dan abnormal neuromuskular dan aktivitas otonom dalam bentuk analog, binary, signal auditory, maupun visual)
b. Terapi farmakologis dengan menggunakan propantelin, oxybutinin,
(52)
34
dicyclomin, penilpropanolamin, estrogen, kombinasi alfa agonis adrenergik dan terapi estrogen, imipramin, atau propanolol
c. Penatalaksanaan lainnya, seperti: kateter intermitten, pengumpulan urin, klem penis, dan perawatan kulit.
Penilaian tentang pengetahuan dan praktik perawatan inkontinensia urin ini bisa dilakukan dengan menggunakan instrumen Urinary Incontinence Scales yang dikembangkan oleh Henderson (1996). Dimensi pengetahuan pada instrumen ini terdiri dari 23 item terkait fakta dan pernyataan tentang inkontinensia urin, sementara dimensi praktik terdiri dari 23 item terkait tindakan perawat dalam menangani inkontinensia urin (Henderson, 1996).
Cara pemberian skor dilakukan dengan skala Guttman untuk dimensi pengetahuan dan skala Likert untuk dimensi praktik. Dengan skala
Guttman dan Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pernyataan. Adapun jawaban untuk semua pernyataan pada dimensi pengetahuan dan praktik kemudian diberi skor:
a. Pernyataan untuk pengetahuan
Skor untuk jawaban benar adalah 1, skor untuk jawaban salah adalah 0 b. Pernyataan untuk praktik
Skor Selalu adalah 3, skor Sering adalah 2, skor Kadang-kadang adalah 1, dan skor Tidak Pernah adalah 0. (Henderson, 1996)
(53)
F. Kerangka Teori
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Etiologi:
a. Delirium/demensia b. Infeksi saluran kemih c. Atrofi vagina atau urethra d. Psikologis
e. Farmakologis f. Sistem endokrin (DM)
g. Produksi urin yang berlebihan (excessive)
h. Restriksi/hambatan mobilitas i. Stool impaction (impaksi feses) j. Penyakit Degeneratif
k. Penyakit Parkinson
(Doughty, 2006; Wagg et al, 2006)
Inkontinensia Urin:
Dampak Inkontinensia Urin:
a. Jatuh
b. Luka dekubitus c. Masalah bowel d. Infeksi kulit e. Isolasi
f. Penurunan kualitas hidup secara fisik dan ekonomi g. Pembatasan aktivitas sosial h. Peningkatan depresi,
iritabilitas, cemas, dan perasaan tidak berdaya.
(Continence Essential Guide 2009; Booker, 2009)
a. Pengetahuan
b. Kepercayaan c. Sikap
d. Orang-orang penting (Manajemen RS) e. Sumber daya yang tersedia
f. Kebudayaan
(WHO, 1984 dalam Notoatmodjo, 2007)
a. Predisposing factors (pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dsb)
b. Enabling factors (lingkungan fisik, tersedianya
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya obat-obatan, alat-alat, dsb)
c. Reinforcing factors (sikap dan perilaku petugas
kesehatan)
(Green, 1980 dalam Notoatmodjo, 2007) a. Pengetahuan
b. Kepercayaan c. Sikap
(Henderson, 1996)
Perilaku Kesehatan
Praktik Perawatan Inkontinensia Urin:
a. Pengkajian riwayat kontinensia, fungsi kognitif, dan kebutuhan penggunaan pads b. Behavioral intervention: Bladder training,
Habit training, Prompted voiding, Kegel’s Exercise, Corong vagina, dan Biofeedback c. Terapi farmakologis
d. Penatalaksanaan lain, seperti: kateter intermitten, pengumpulan urin, klem penis, dan perawatan kulit.
(Continence Essential Guide 2009; Lewis et al, 2011)
(54)
36
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, variabel bebas (independen) yang ingin diketahui yakni pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin, sedangkan variabel terikat (dependen) yang akan diteliti yaitu praktik perawatan inkontinensia urin.
Variabel pengetahuan merupakan variabel yang sangat mempengaruhi praktik perawatan inkontinensia urin yang dilakukan oleh perawat, dimana pengetahuan merupakan domain dari perilaku (Notoatmodjo, 2007; Henderson, 1996; dan Saxer et al, 2008). Hal ini perlu diketahui dan diteliti dengan baik sehingga perawat dapat melakukan perawatan dan meminimalkan terjadinya komplikasi inkontinensia urin. Di bawah ini dijelaskan mengenai kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di RSU Kabupaten Tangerang.
Bagan 3.1. Kerangka konsep penelitian tentang hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia
urin di RSU Kabupaten Tangerang
Praktik perawatan inkontinensia urin
Kebiasaan minum dan ekskresi
Pengkajian dan informasi Dokumentasi
Dukungan
Pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin
Prevalensi dan insidensi
Etiologi inkontinensia urin Tipe-tipe inkontinensia urin Penatalaksanaan
(55)
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin
Pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin adalah kemampuan perawat dalam
memahami inkontinensia urin secara umum yang berkaitan dengan
prevalensi dan insidensi, etiologi, tipe-tipe, serta penatalaksanaan
inkontinensia urin pada pasien di rumah sakit.
Kuisioner Kuisioner Urinary Incontinence Scale
dimensi pengetahuan Kuisioner ini terdiri dari 20 item
pernyataan Pemberian skor menggunakan skala Guttman:
Jawaban benar = 1 Jawaban salah = 0
(Henderson, 1996)
1. Baik = jika
prosentase jawaban benar 76%-100% (skor 16-20) 2. Cukup = jika
prosentase jawaban benar 51%-75% (skor 11-15) 3. Kurang = jika
prosentase jawaban benar ≤50% (skor ≤10) (Nursalam, 2008)
(56)
38
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
2. Praktik perawatan inkontinensia urin
Praktik perawatan
inkontinensia urin adalah tindakan nyata dari perawat untuk melakukan perawatan terhadap pasien dengan inkontinensia urin, meliputi: kebiasaan minum dan ekskresi, pengkajian dan
informasi, dokumentasi, dan dukungan.
Kuisioner Kuisioner Urinary Incontinence Scale
dimensi praktik Kuisioner ini terdiri dari 23 item
pernyataan Pemberian skor menggunakan skala Likert:
Selalu = 3 Sering = 2
Kadang-kadang = 1 Tidak Pernah = 0
(Henderson, 1996)
1. Baik = jika skor jawaban ≥ 46 {x ≥ (µ+1.0σ)} 2. Cukup = jika skor
jawaban 23≤ x <46 { (µ-1.0σ) ≤ x < (µ+1.0σ)}
3. Kurang = jika skor jawaban < 23 {x < (µ-1.0σ)} (Azwar, 2012)
(57)
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesis penelitian yang muncul adalah:
1. Ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang.
(58)
40
BAB IV
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi analitik kuantitatif dengan desain studi partial correlation. Partial correlation adalah desain studi yang digunakan untuk mengendalikan kemungkinan pengaruh variabel pengganggu sehingga memungkinkan peneliti bisa mendapatkan gambaran yang lebih akurat tentang hubungan antara dua variabel yang diinginkan (Pallant, 2011). Penelitian ini dilakukan dalam satu waktu sehingga disebut cross sectional. Penelitian cross sectional meneliti suatu kejadian pada titik waktu dimana variabel dependen dan independen diteliti sekaligus pada saat yang sama (Setiadi, 2007).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei tahun 2013 di Ruang Rawat Inap Dewasa Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Tangerang, tepatnya di Paviliun Dahlia, Soka, Kenanga, Flamboyan, Cempaka, Seruni, Mawar, dan Melati. Alasan peneliti memilih RSU Kabupaten Tangerang sebagai lokasi penelitian karena di rumah sakit ini kejadian inkontinensia urin cukup sering, letaknya yang terjangkau, kemudahan dalam hal birokrasi, dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang.
(59)
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di Ruang Rawat Inap Dewasa (Paviliun Dahlia, Soka, Kenanga, Flamboyan, Cempaka, Seruni, Mawar, dan Melati) RSU Kabupaten Tangerang dengan jumlah 121 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, atau sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Hidayat, 2007). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, yaitu memberikan kesempatan yang sama kepada anggota populasi untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel dan setiap elemen dipilih secara acak (Nursalam, 2008). Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang. Agar sampel yang digunakan match,
peneliti menentukan kriteria inklusi:
a. Perawat laki-laki dan perempuan yang bekerja di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang
b. Perawat yang sehat secara fisik dan mental
(1)
Rekapitulasi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Pelaksanaan Praktik
per Item Pernyataan Variabel Praktik
Peringkat
No.
Item
Pernyataan
∑responden x
skor jawaban
%
1
6
Menyarankan pasien yang mengalami inkontinensia urin untuk menanyakan lebih lanjut tentang kondisinya kepada dokter atau tenaga kesehatan lain104
75.36
2
4
Memberitahu dokter jika pasien mengalamiinkontinensia urin
102
73.91
3
10
Menyarankan pasien untuk memberitahudokter jika terjadi inkontinensia urin
100
72.46
4
16
Menanyakan pasien apakah sebelumnyapernah mengalami inkontinensia urin
100
72.46
5
15
Meninjau penggunaan obat-obatan yangsaat ini digunakan termasuk obat-obatan yang tidak diresepkan
98
71.01
6
8
Mengeksplorasi gejala-gejala yangmenyertai inkontinensia urin
97
70.29
7
13
Mengkaji riwayat genitourinaria (misalnya infeksi saluran kemih, pembesaran prostat, dll)97
70.29
8
7
Menanyakan tentang penggunaan pampers atau penggunaan alat bantu penampung urin lainnya96
69.56
9
22
Mengkaji riwayat penyakit sebelumnya(seperti diabetes, hipertensi, dll)
94
68.12
10
18
Mengkaji riwayat neurologis (sepertistroke, penyakit parkinson, dll)
93
67.39
11
14
Mencatat jumlah dan jenis intake cairan yang diminum, apakah mengandung kafein atau diuretik91
65.94
12
9
Mengeksplorasi seberapa banyak(2)
Peringkat
No.
Item
Pernyataan
∑responden x
skor jawaban
%
13
12
Mengeksplorasi durasi dan karakteristikinkontinensia urin
90
65.22
14
11
Menanyakan perubahan yang terjadi padakebiasaan BAB saat inkontinensia urin
89
64.49
15
21
Mencatat jumlah kehilangan urin (sepertiyang terlihat pada celana dalam atau pampers yang basah)
89
64.49
16
1
Mengeksplorasi waktu berkemih (misalnyasaat bangun pagi, saat malam hari, dll)
87
63.04
17
17
Mendiskusikan penatalaksanaan yang tepatbeserta dampak-dampaknya
87
63.04
18
19
Mengkaji frekuensi inkontinensia (misalnya sekali dalam seminggu, beberapa saat saja namun setiap hari, dll)83
60.14
19
20
Mengeksplorasi gejala yang terjadi pada saluran kemih bawah (seperti urgensi, frekuensi, dll)80
57.97
20
3
Mengeksplorasi faktor-faktor pencetus inkontinensia urin (misalnya batuk, air mengalir, dll)70
50.72
21
5
Menanyakan kepada pasien tentangperubahan fungsi seksual
69
50.00
22
23
Menginisiasi penatalaksanaan inkontinensia urin (seperti menjadwalkan rencana, membantu proses toileting, mengajarkan latihan otot panggul (Kegel exercise), dll)66
47.83
23
2
Mengeksplorasi frekuensi berkemih(3)
Rekapitulasi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan
NoResponden
Item Pernyataan
TOTAL A1 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A19 A20 A21 A22
1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 14
2 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 11
3 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 15
4 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 9
5 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 14
6 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 16
7 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 8
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 16
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 16
10 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 13
11 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 15
12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 16
13 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 15
14 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 14
15 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 12
16 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 10
17 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 14
18 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 14
19 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 12
20 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14
21 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 8
22 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 14
(4)
No Responden
Item Pernyataan
TOTAL A1 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A19 A20 A21 A22
24 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 8
25 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 15
26 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 15
27 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 15
28 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 15
29 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 13
30 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 14
31 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 14
32 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 16
33 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 7
34 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 13
35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 16
36 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 7
37 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 15
38 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 16
39 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 13
40 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 12
41 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 12
42 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 6
43 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 12
44 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 16
45 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 14
46 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 12
(5)
Rekapitulasi Jawaban Responden pada Variabel Praktik
NoResponden
Item Pernyataan
TOTAL B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14 B15 B16 B17 B18 B19 B20 B21 B22 B23
1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 0 31
2 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 0 0 0 0 0 0 0 42
3 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 34
4 1 1 1 3 1 1 3 3 2 0 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 39
5 1 0 1 3 0 2 3 2 3 3 2 1 2 0 1 2 2 2 1 2 1 2 1 37
6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 68
7 1 1 1 3 1 1 3 3 2 0 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 38
8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 69
9 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 69
10 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 43
11 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 25
12 2 0 1 3 1 3 3 3 3 3 2 2 1 2 3 3 3 3 1 1 2 3 3 51
13 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 0 33
14 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 0 33
15 3 1 0 3 3 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 0 1 1 2 1 40
16 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 1 0 1 0 8
17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23
18 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 30
19 2 2 2 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 0 1 0 0 22
20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23
21 1 1 1 3 2 2 3 3 2 0 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 40
22 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 41
(6)
No Responden
Item Pernyataan
TOTAL B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14 B15 B16 B17 B18 B19 B20 B21 B22 B23
24 1 1 1 3 1 1 3 3 2 0 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 38
25 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 34
26 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 0 33
27 3 1 1 3 1 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 59
28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23
29 3 1 1 3 1 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 54
30 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 65
31 2 1 1 3 1 3 2 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 46
32 3 1 2 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 56
33 1 0 1 2 1 3 1 1 2 3 3 2 3 3 2 2 0 3 3 3 3 2 1 45
34 3 1 2 3 1 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 0 42
35 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 67
36 1 0 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 64
37 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 67
38 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 63
39 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 2 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 16
40 3 1 2 3 1 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 0 42
41 3 1 2 3 1 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 0 42
42 1 1 0 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 60
43 3 1 1 2 0 3 1 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 52
44 3 2 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 65
45 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 69
46 3 1 1 2 0 3 1 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 1 3 3 2 51