Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
14 - 8
7.6 Penambanga
Kegiatan pertambangan di daerah Pasaman dikenal terutama di daerah Kinandam,
Balimbing, Salibawan dan Pamicikan untuk bahan galian emas, di beberapa daerah lainnya
masyarakat setempat melakukan penggalian di aliran sungai untuk memperoleh emas dengan
melakukan pendulangan seperti di daerah Muara Tambangan. Selain bahan galian emas
beberapa bahan galian non logam telah diusahakan seperti kaolin daerah Bonjol desa
Ganggo Mudik, tanah liat di Kecamatan Rao Mapat Tunggal dan batugamping di daerah
Kecamatan Talamau. a.
Kinandam
Penambangan dilakukan dari tahun 1917 – 1918 dan diperoleh 89 kg Au dan 60 kg Ag dari
6000 ton bijih. Produksi yang dicapai perhari adalah 10 – 15 ton bijih, dengan perbandingan
Au : Ag 1 : 2 b.
BalimbingBonjol
Tambang Balimbing dari tahun 1931 - 1934 dapat menghasilkan 492 kg emas dan 335 kg
perak dari 75.000 ton bijih dengan kadar bijih 6.6 gramton emas dan 4.5 gram perak dengan
kapasitas penambangan 65 tonhari. Di daerah ini antara lain di Desa Ganggo Mudik
endapan kaolin pernah diusahakan oleh masyarakat untuk pembuatan kerajinan
keramik, tetapi saat ini usaha tersebut telah terhenti.
c.
Pamicikan
Penambangan dilakukan selama 3 tahun kira-kira pada tahun 1910 dan hasil
penambangan di bawa dengan kuda ke pengolahan di daerah Kinandam.
d.
Salibawan
Informasi yang didapat dari penduduk disekitar daerah ini bahwa aktifitas
penambangan oleh Belanda dilakukan pada tahun 1928 – 1935 pada 3 lokasi : Tambang
Surian, Tambang Rasam dan Tambang Sibeliung.
7.7
Cara penambangan
Saat ini di daerah Kinandam, Balimbing, Pamicikan dan Salibawan panambangan
dilakukan oleh penambang tanpa izin PETI dengan sistem tambang dalam dan
menggunakan alat sederhana : linggis, balincong, palu, pacul dan lain-lain. Pembuatan
lobang tambang dimulai dari bagian lereng- lereng bukit ke arah mendatar menyerupai
terowongan. Tinggi terowongan ½ m – 1m dengan panjang bervariasi sesuai dengan
panjang urat yang diambil, ada juga lobang mendatar ke arah lain seperti “cross cut” dan
lobang tegak seperti “shaft” yang mengikuti arah urat. Dalam pembuatan lobang-lobang ini
pengambilan uratbijih dilakukan bersamaan dan untuk mengeluarkan bijih apabila lobang
cukup panjang dilakukan dengan menggunakan kereta dorong sederhana dan lobang arah tegak
menggunakan timba ember yang diikat dengan tali. Umumnya pengambil bijih ini hanya
dilakukan pada urat-urat yang kandungan emas tinggi. Diluar lobang material di masukan
kedalam karung dan diangkut ketempat
pengolahan untuk dipecah-pecah ditumbuk dengan menggunakan palu sampai ukuran
sekitar 0,5 cm – 1 cm. Setelah ditumbuk material dimasukan ke gelundungan yang berisi
batangan besi atau bola besi dan diputar dengan menggunakan tenaga air sampai ukuran kira-
kira 10 mesh selanjutnya ditambah air raksa untuk dilakukan proses amalgamasi selama
selama 8 – 24 jam,. Karena penggerak gelundungan menggunakan tenaga air,
umumnya pengolahan dilakukan pada aliran sungai atau aliran air sungai dialirkan dengan
membuat saluran ke kincir air penggerak gelundungan, di daerah Kinandam beberapa
penambang menggunakan tenaga generator diesel untuk pengolahan bijih emas ini. Setelah
proses amalgamasi selesai dilanjutkan dengan proses pemisahan antara amalgam dengan
tailing dengan cara dekantasi atau panning. Amalgam yang masih bercampur dengan air
raksa disaring biasanya dengan kainbahan kaos untuk memperoleh amalgam Au, Ag dan Hg
dan kemudian digarang pada suhu 400° C untuk dijadilan bullion.
Dengan menambahkan flux borax dan soda abu bullion ini ditempatkan di cawan
selanjutkan dipanaskan pada suhu sekitar 1000° C sehingga diperoleh emas dan perak.
Umumnya pembakaran bullion dilakukan dekat pengolahan atau di kampung.
Dari kegiatan penambangan ini dikwatirkan terjadi pencemaran lingkungan disebabkan oleh
adanya air raksa yang bercampur tailing hasil proses amalgamasi yang langsung dibuang ke
sungai atau ditampung dalam bak di dekat pengolahan yang apabila hujan turun air sungai
meluap akan menggenangi bak-bak tersebut sehingga material terbawa air sungai ke hilir.
Pencemaran dapat juga terjadi saat peleburan amalgam yang dilakukan dalam alat yang
terbuka.
Hasil Kegiatan Subdit Konservasi, TA. 2005
14 - 9
8.
PEMBAHASAN KONSERVASI BAHAN GALIAN
Beberapa aspek konservasi yang perlu dibahas akibat penambangan yang telah
dilakukan dan penambangan oleh para PETI dapat dijelaskan sebagai berikut.
8.1
Cara penambangan Pembuatan lobang tambang lobang
bukaan oleh PETI umumnya dimulai dari lereng-lereng bukit dengan tinggi ½ m – 1 m
dan kadang-kadang tanpa kayu penyangga dan ventilasi. Untuk penambangan yang benar
pembuatan lobang bukaan mempunyai ketinggian sekitar 1.5 m – 2.0 m dan lebar
sekitar 1 m serta dilengkapai dengan kayu penyanggah untuk daerah batuan yang lemah.
Apabila terowongan mencapai 50 m harus dilengkapi dengan ventilasi atau pengatur udara.
Hasil penggalian berupa tanah atau batuan yang tidak mengandung emas dan tailing dapat
digunakan sebagai material untuk menutup lobang-lobang yang sudah tidak mengandung
emas lagi.
Penggalian yang dilakukan oleh para PETI untuk memperoleh material mengandung emas
umumnya memberi kecenderung tertinggalnya bahan galian, karena umumnya mereka hanya
mengambil urat-urat berkadar tinggi. Beberapa conto batuanurat mempunyai kandungan emas
110 ppm. 8.2
Cara pengolahan Analisis beberapa conto tailing
memperlihatkan kandungan emas dan Hg yang cukup tinggi. Hal ini dapat diakibatkan oleh
cara pengolahan yang tidak optimal dengan mengabaikan aspek lingkungan. Pengolahan
yang dilakukan oleh PETI umumnya batuan langsung diproses dengan cara amalgamasi
memakai gelundungan yang berfungsi ganda, yaitu sebagai penggiling dan tempat kontak
antara air raksa dengan emas dan perak. Pengolahan yang dilakukan dengan cara
demikian amalgamasi langsung biasanya menyebabkan kehilangan air raksa yang cukup
besar sekitar 1 – 2 kg per ton bijih Syari Munir, 1993.
8.3
Sumber daya tertinggal Tidak diperoleh data mengenai besarnya
sumber daya pada tambang Kinandam, Balimbing, Pamicikan dan Salibawan dari hasil
penyelidikan terdahulu. Pemboran dan penyelidikan yang dilakukan PT Mangani
Mineral di daerah Kinandam maupun di daerah Balimbing, Pamicikan dan Salibawan juga tidak
menginformasikan sumber daya yang ada. Dari hasil pemboran tersebut perusahaan telah
memperkirakan bahwa potensi bahan galian emas di daerah ini tidak ekonomis untuk
tambang sekala besar.
Sampai saat ini tidak diketahui besarnya produksi emas dari hasil kegiatan PETI, apabila
diperkirakan perolehan perhari setiap kelompok di daerah Kinandam 1 - 4 gram maka dalam 20
tahun terakhir emas yang telah diperoleh oleh para PETI mencapai antara 144 kg – 576 kg
emas. Dari hasil perolehan para PETI daerah ini mungkin saja daerah ini atau daerah lainnya
dapat dikembangkan menjadi tambang sekala kecil, akan tetapi untuk memperkirakan sumber
daya tertinggal di daerah-daerah bekas tambang pada daerah diperlukan penyelidikan lebih
lanjut 8.4
Upaya optimalisasi bahan galian Untuk mengupayakan bahan galian
tertinggal di dalam tambang perlu dilakukan eksplorasi rinci. Upaya lain adalah dengan
memantau atau memberi bimbingan atau arahan kepada para PETI sehingga dapat melakukan
penambangan dan pengolahan secara benar. 8.5
Dampak negatif dari PETI Dampak negatif yang kelihatan nyata
dilapangan adalah kerusakan lingkungan akibat penggalian, material hasil penggalian dibuang
pada aliran sungai seperti di daerah Balimbing. Dengan kemiringan lereng yang curam suatu
waktu dapat mengakibatkan terjadinya longsoran.
Pencemaran juga terlihat dengan berubahnya warna air sungai akibat tailing yang
tidak dikelola dengan baik, umumnya para penambang memasukan tailing kedalam karung
plastik yang mudah rusak dan ditumpuk dekat gelundungan atau membuat bak yang relatif
kecil. Hal ini dilakukan dekat aliran air sungai atau di bantaran-bantaran sungai yang mana
apabila hujan turun tailing tersebut dapat hanyut ke dalam sungai.
Analisis yang dilakukan pada beberapa sedimen sungai memperlihatkan kandungan Hg
yang tinggi, hal ini menunjukan pencemaran lingkungan disekitar penambangan sudah sangat
tinggi. Dikarenakan umumnya penambangan dilakukan di hulu-hulu sungai pencemaran ini
juga akan mempengaruhi kualitas air sungai di hilir dan akan mempegaruhi kesehatan bagi
penduduk yang tinggal di sepanjang sungai yang menggunakan air sungai tersebut.
8.6 Bahan galian lain