Universitas Indonesia
semakin rendah tingkat pemahaman ajaran agama, serta rendahnya keinginan untuk menambah pemahaman agamanya contoh:
membaca buku agama, mengikuti pengajian, dll. 5. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara skor sikap
terhadap perilaku homoseksual dengan skor dimensi konsekuensi pada dewasa muda muslim. Dalam arti, semakin positif sikap
terhadap perilaku homoseksual, maka semakin rendah perilaku sosial yang mendapat pengaruh dari ajaran agama contoh:
bersikap jujur, berderma, dll.
5.1.2 Hasil Data Tambahan
Selain menganalisis dan menginterpretasi data utama, peneliti juga melakukan analisis dan interpretasi pada data kontrol sebagai analisis tambahan.
Berikut ini hasil analisis tambahan: 1. Terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku masturbasi yang signifikan
ditinjau dari jenis kelamin. 2. Terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku pornografi yang signifikan
ditinjau dari jenis kelamin. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi ritualperibadatan ditinjau
dari status perkawinan. 4. Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi pengalamaneksperensial
ditinjau dari status perkawinan. 5. Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi pengetahuanintelektual
ditinjau dari status perkawinan. 6. Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi konsekuensi ditinjau dari
status perkawinan.
5.2. Diskusi
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa sikap terhadap perilaku hubungan seksual, masturbasi dan homoseksual memiliki hubungan negatif yang signifikan
dengan dimensi-dimensi religiusitas. Hanya sikap terhadap perilaku pornografi saja yang tidak memiliki hubungan signifikan dengan dimensi-dimensi
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
religiusitas. Sehingga dapat dikatakan sebagian besar perilaku seksual yang diangkat dalam penelitian ini memiliki hubungan dengan dimensi-dimensi
religiusitas. Pada sikap terhadap perilaku hubungan seksual dinyatakan memiliki
hubungan negatif
yang signifikan
dengan dimensi
ritualperibadatan, pengalamaneksperensial, intelektualpengetahuan, dan konsekuensi. Hal ini
berarti semakin positifterbuka sikap individu terhadap perilaku hubungan seksual, maka individu memiliki sikap yang kurang religius dalam hal ritual peribadatan,
penghayatan pengalaman religius, pemahaman mengenai agama Islam, dan dalam perilaku sehari-harinya yang mencerminkan ajaran agama Islam.
Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian, yakni di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Murray, K. M. et al 2007 yang mengatakan
semakin religius seseorang maka ia akan semakin menolak terhadap sikap orang lain yang menyetujui hubungan seks bebas. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Pluhar et al dalam Beckwith Morrow, 2005 terhadap mahasiswa menunjukkan bahwa partisipan yang dinilai religius memiliki sikap yang konservatif terhadap
perilaku hubungan seksual pranikah. Pengukuran kereligiusan yang digunakan pada kedua penelitian tersebut dengan menghitung frekuensi individu berkunjung
ke tempat ibadah, organisasi keagamaan yang diikuti, dan melihat kereligiusitasan yang datangnya dari dalam diri intrinsicsubjective religiosity. Hal tersebut
hampir serupa dengan dimensi-dimensi religiusitas yang digunakan dalam penelitian ini, dimana frekuensi kunjungan ke tempat ibadah dapat dimasukan
kedalam dimensi ritualperibadatan, dan intrinsicsubjective religiosity dapat dikategorikan sebagai penghayatan pengalaman religius, pemahaman ajaran
agama, yang kemudian tergambarkan dalam perilaku sehari-hari. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara sikap terhadap perilaku hubungan seksual dengan dimensi kepercayaanideologi. Dalam dimensi kepercayaanideologis, individu diharapkan
berpegang teguh terhadap pandangan teologis tertentu, peneliti berasumsi tidak adanya hubungan yang signifikan antara perilaku hubungan seksual dengan
dimensi kepercayaanideologis disebabkan karena perilaku tersebut tidak terdapat dalam doktrin-doktrin teologis yang utama dalam agama Islam. Perilaku
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
hubungan seksual mendapat porsi pembahasan yang lebih, dalam kaitannya dengan ajaran agama Islam yang lain,yakni dalam aturan berperilaku dengan
sesama manusia. Pada perilaku masturbasi dinyatakan memiliki hubungan negatif yang
signifikan pada dimensi kepercayaanideologis, sedangkan pada keempat dimensi lainnya, masturbasi dikatakan tidak memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Faulkner dan Dejong dalam Wulff, 2001 yang menyatakan bahwa dimensi kepercayaanideologis memiliki
korelasi yang cukup tinggi terhadap keempat dimensi lainnya. Menurut peneliti terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan perbedaan hasil penelitian,
diantaranya yakni adanya kemungkinan subjek tidak terbuka dalam menanggapi perilaku masturbasi. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Miracle et
al., 2003 yang mengatakan seksualitas merupakan topik yang cukup berat value-laden untuk dibahas, sehingga memungkinkan munculnya jawaban yang
tidak benar-benar sesuai dengan diri subjek. Kemungkinan yang lain, karena perilaku masturbasi sudah dianggap sebagai suatu hal yang normal, sehingga tidak
mempengaruhi kereligiusitasan seseorang. Dalam hasil analisis, perilaku pornografi dikatakan tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan dimensi-dimensi religiusitas. Peneliti berasumsi, terdapat beberapa hal yang mungkin mempengaruhi hasil analisis
tersebut. Yang pertama, dikarenakan batasan pornografi yang belum jelas, sehingga menyebabkan subjek memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam hal
pornografi. Kedua, kemungkinan terjadi ketidakterbukaan dalam pengisian kuesioner, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa topik bahasan
mengenai seksualitas merupakan salah satu topik yang cukup berat untuk dibahas, sehingga ada kemungkinan subjek tidak memberikan jawaban yang benar-benar
menggambarkan dirinya. Hasil analisis sikap terhadap perilaku homoseksual menyatakan bahwa
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara perilaku ini dengan dimensi ritualperibadatan,
pengalamaneksperensial, intelektualpengetahuan,
dan konsekuensi. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lefkowitz et al 2004 kepada 220 orang dewasa muda yang menyatakan bahwa
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
individu yang lebih religius memiliki sikap yang lebih konservatif dalam hal perilaku seksual bila dibandingkan dengan individu yang kurang religius.
Pada analisis data tambahan ditemukan adanya perbedaan sikap terhadap perilaku masturbasi yang signifikan jika dilihat dari jenis kelamin. Lelaki dewasa
muda memiliki sikap terhadap perilaku masturbasi yang lebih positif bila dibandingkan perempuan dewasa muda. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
oleh Michael et al., dalam Kelly, 2001 dimana masturbasi dipandang sebagai suatu hal yang positif oleh kaum laki-laki daripada kaum perempuan. Hal ini
dapat disebabkan karena laki-laki cenderung lebih sering melakukan masturbasi dari pada perempuan Oliver dan Hyde dalam Miracle, 2003.
Perbedaan sikap yang signifikan juga ditemukan antara jenis kelamin dengan sikap terhadap pornografi. Lelaki dewasa muda memiliki sikap yang lebih
positif bila dibandingkan dengan perempuan dewasa muda. Hal ini dapat disebabkan karena laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi dalam
penggunaan media yang mengandung unsur pornografi dibandingkan perempuan Kim Bailey dalam Kelly, 2001. Kecenderungan atau intensi terhadap suatu
hal dinyatakan memiliki hubungan sejalan dengan sikap terhadap hal tersebut Ajzen, 2005. Sehingga dapat dikatakan ketika individu memiliki intensi yang
positif terhadap perilaku pornografi, maka sikapnya terhadap pornografi juga turut positifterbuka..
Berkaitan dengan dimensi-dimensi religiusitas, ditemukan adanya perbedaan
yang signifikan
pada dimensi
ritualperibadatan, pengalamaneksperensial, pengetahuanintelektual, dan konsekuensi bila dilihat
dari status perkawinan. Individu yang telah menikah disebutkan memiliki tingkat religius yang lebih tinggi dari pada individu yang belum menikah dalam dimensi
ritualperibadatan, pengalamaneksperensial,
pengetahuanintelektual dan
konsekuensi. Dalam Blood 1969 dikatakan agama memiliki pengaruh dalam kehidupan setelah perkawinan. Berbagai macam bentuk ritual peribadatan sendiri
dinilai dapat meningkatkan keeratan dan kebanggaan dalam keluarga Bossard Boll dalam Blood, 1969. Ketika memasuki kehidupan perkawinan, individu lebih
sering melakukan ritual-ritual agama, baik ritual ibadah, maupun perayaan hari-
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
hari keagamaan, baik karena mendapat undangan dari teman ataupun adanya keinginan untuk melakukan perayaan Blood, 1969.
Berkaitan antara
status perkawinan
dengan dimensi
pengalamaneksperensial, pengetahuanintelektual, dan konsekuensi dapat dijelaskan melalui penelitian yang dilakukan oleh Booth et al., dalam Larson
Olson, 2006 yang mengatakan adanya hubungan antara aktivitas religius dengan perkawinan. Menurut peneliti, penghayatan pengalaman religius, pemahaman
ajaran agama, dan perilaku kehidupan sehari-hari dapat dikategorikan sebagai bentuk aktifitas religius.
Sedangkan pada dimensi keyakinanideologis dinyatakan tidak adanya perbedaan yang signifikan dengan status perkawinan, hal ini dapat disebabkan
karena pada dimensi keyakinanideologis lebih bersifat intrinsik, keyakinan tersebut datang dari diri sendiri yang hanya kecil kemungkinannya mendapat
pengaruh dari luar, baik itu yang datangnya dari kehidupan perkawinan dalam Robertson, 1988.
Dalam hasil data tambahan juga dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara dimensi-dimensi religiusitas dengan jenis kelamin. Hal ini tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Freud dalam Wulff, 2001, Freud mengungkapkan bahwa perempuan, baik yang berusia muda dan tua, selalu
menghasilkan skor yang tinggi pada indikator kereligiusan, baik indikator yang mengukur kepercayaan, sikap, pengalaman, dan partisipasi dalam hal keagamaan.
Peneliti berasumsi terjadi ketidakterbukaan subjek dalam pengisian kuesioner sehingga hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian lain.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan antara lain penggunaan metode pengumpulan data berupa kuesioner. Meskipun kuesioner dianggap
sebagai cara yang paling efisien dan ekonomis dalam hal pengumpulan data skala besar, namun lebih sulit untuk mendeteksi ketidakjujuran dalam menjawab,
kesalahanpemahaman isi kalimat, sikap yang berlebihan, dan kecerobohan dalam pengisian kuesioner Kelly, 2001. Hal ini juga ditambah dengan topik bahasan
yang cenderung menyentuh wilayah pribadi dari subjek, sebagaimana yang diungkapkan oleh Miracle et al., 2003 yang mengatakan seksualitas merupakan
topik yang cukup berat value-laden untuk dibahas, demikian halnya dengan
Hubungan Antar..., Akses Tri Handayani, F.PSI UI, 2008
Universitas Indonesia
topik religiusitas yang kerap dekat dengan kemungkinan adanya social desirebility Spilka et al., 2003 sehingga memungkinkan munculnya jawaban yang tidak
benar-benar sesuai dengan diri subjek. Pada saat penelitian selesai dilakukan, peneliti menemukan beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi sikap terhadap perilaku seksual dalam hal ini perilaku hubungan seksual, masturbasi, pornografi dan homoseksual. Faktor-
faktor yang mempengaruhi sikap terhadap perilaku seksual yakni: faham filosofis individu tentang kehidupan, pengalaman terkait dengan masalah seksual dan
pembelajaran nilai-nilai moral yang didapat dari orang tua, teman sebaya atau masyarakat Beckwith Morrow, 2005. Faktor-faktor tersebut tidak diketahui
oleh peneliti sebelumnya, sehingga kemungkinan hasil penelitian dipengaruhi oleh hal tersebut.
5.3. Saran