Keterkaitan Antarwilayah Kondisi Umum

III.I-13 Keterkaitan antarwilayah saat ini masih belum optimal. Berdasarkan data Input Output Antardaerah tahun 2005, perdagangan antarwilayah di Sumatera, Jawa Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara masih sangat terbatas. Arus perdagangan antarwilayah sebagian besar terjadi antara Jawa-Bali dan Sumatera. Sementara, perdagangan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara sebagian besar hanya terjadi dengan wilayah Jawa Bali. Kondisi ini menyiratkan bahwa keterkaitan ekonomi di kawasan barat Indonesia lebih berkembang dibanding kawasan timur Indonesia. Bahan baku sebagian besar diperoleh dari masing-masing wilayah 80,65 persen, dari perdagangan antarwilayah mencapai 8,21 persen, dan dari impor mencapai 10,09 persen. Perdagangan bahan baku antara wilayah Jawa-Bali dan Sumatera mencapai 4,78 persen, Jawa-Bali dan Kalimantan mencapai 1,46 persen, Jawa- Bali dan Sulawesi mencapai 1,01 persen, Jawa-Bali dan Maluku mencapai 0,08 persen, Jawa-Bali dan Papua mencapai 0,61 persen, dan Jawa-Bali dan Nusa Tenggara mencapai 0,40 persen. Sementara, perdagangan bahan baku antarwilayah di luar Jawa Bali hanya 0,93 persen Gambar 1.9. Tantangan dalam lima tahun mendatang adalah membuka jalur dan dan memperluas jaringan perdagangan antardaerah dengan dukungan infrastruktur, pengembangan pusat-pusat perdagangan, penghapusan hambatan perdagangan antardaerah, serta pengembangan jaringan transportasi dan komunikasi. III.1-14 GAMBAR 1.9 ALIRAN INPUT PRODUKSI ANTARWILAYAH DALAM PERSEN TERHADAP TOTAL INPUT NASIONAL Sumber : Tabel Inter Regional Input Output 2005 diolah Dalam perdagangan hasil produksi output antarwilayah, hasil produksi yang digunakan sendiri di masing-masing wilayah mencapai 74,40 persen, diperdagangkan antarwilayah mencapai 8,59 persen, dan diekspor ke luar negeri mencapai 17,01 persen. Perdagangan hasil produksi antara wilayah Jawa-Bali dan Sumatera mencapai 4,77 persen dari total nilai output, antara wilayah Jawa-Bali dan Kalimantan mencapai 1,43 persen, antara wilayah Jawa-Bali dan Sulawesi mencapai 0,84 persen, antara wilayah Jawa-Bali dan Maluku mencapai 0,07 persen, antara wilayah Jawa-Bali dan Papua mencapai 0,42 persen, dan antara wilayah Jawa-Bali dan Nusa Tenggara mencapai 0,39 persen. Dengan demikian, perdagangan hasil produksi antarwilayah di luar Jawa Bali hanya 0,67 persen Gambar 1.10. Kondisi ini menunjukkan bahwa pusat perdagangan masih terbatas di Jawa-Bali. Dengan demikian, tantangan dalam lima tahun mendatang adalah membuka jalur dan dan memperluas jaringan perdagangan antardaerah, serta mendorong pengembangan pusat-pusat perdagangan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Keterangan: III.I-15 GAMBAR 1.10 ALIRAN OUTPUT PRODUKSI ANTARWILAYAH DALAM PERSEN TERHADAP TOTAL OUTPUT NASIONAL Sumber : Inter Regional Input Output 2005 diolah Wilayah Jawa-Bali menjadi pusat perdagangan bahan baku dan hasil produksi nasional. Dengan pola perdagangan seperti itu, kegiatan investasi baik di Jawa-Bali maupun di luar Jawa-Bali akan memberikan nilai tambah lebih besar bagi wilayah Jawa- Bali baik berupa meningkatnya permintaan bahan baku maupun meningkatnya permintaan konsumsi hasil produksi. Kenaikan investasi di luar Jawa-Bali akan diikuti oleh meningkatnya bahan baku yang berasal dari wilayah Jawa Bali seperti pupuk, bahan kimia, semen, mesin, kendaraan dan alat-alat berat. Peningkatan pendapatan wilayah luar Jawa-Bali sebagai hasil kegiatan investasi akan diikuti oleh meningkatnya permintaan berbagi hasil produksi dari Jawa-Bali berupa tekstil, barang-barang elektronik, kendaraan, makanan olahan dan hasil produksi lainnya. Kondisi ini akan menyebabkan pemusatan kegiatan ekonomi di wilayah Jawa-Bali dan menyebabkan ketimpangan antarwilayah sulit teratasi. Tantangan yang harus diatasi dalam lima tahun mendatang adalah mendorong pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Keterangan: E = ekspor ke luar negeri III.1-16 Dengan memperhitungkan nilai perdagangan luar negeri ekspor dan impor, lemahnya keterkaitan ekonomi antarwilayah telah mengakibatkan terjadinya kehilangan nilai ekonomi yang cukup besar. Dalam perdagangan bahan baku, nilai impor total lebih besar dibanding nilai perdagangan domestik antarwilayah. Rasio bahan baku yang digunakan di wilayah Jawa-Bali dari impor dan bahan baku dari perdagangan antarwilayah adalah sebesar 2,15. Hal ini menyiratkan bahwa perluasan dan penguatan keterkaitan produksi dan perdagangan antarwilayah akan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Selain itu, nilai perdagangan bahan baku dengan luar negeri untuk seluruh wilayah lebih besar dari nilai perdagangan antarwilayah, kecuali untuk wilayah Maluku, Nusa Tenggara dan Papua. Sebagai wilayah kepulauan yang tidak memiliki prasarana pendukung kegiatan ekspor-impor berskala besar, hasil produksi yang dihasilkan wilayah Maluku dan Nusa Tenggara lebih banyak dikirim ke wilayah Jawa- Bali. Kondisi ini menegaskan bahwa pengembangan pusat produksi dan perdagangan di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua menjadi penting dan mendesak dalam memperkuat keterkaitan antarwilayah. Perdagangan internasional merupakan salah satu upaya memacu pembentukan nilai tambah yang lebih besar. Salah satu persyaratan adalah membangun rantai kegiatan mulai dari hulu sampai hilir untuk menghasilkan komoditas yang memiliki nilai tambah tinggi dengan menggunakan sumber daya lokal. Dari data Input Output Antardaerah 2005 diketahui bahwa wilayah Jawa-Bali memasok bahan baku dan hasil produksi ke wilayah lain dalam bentuk hasil produksi industri pengolahan yang dikonsumsi langsung seperti makanan dan minuman, tekstil, alas kaki, pulp dan kertas serta karet dan barang dari karet, serta bahan baku produksi seperti bahan kimia, semen, besi baja dan logam dasar bukan besi, mesin listrik dan peralatan listrik, serta alat angkutan dan perbaikannya. Struktur produksi wilayah Jawa Bali menunjukkan 44 persen dari nilai output total diperoleh dari sektor industri pengolahan dengan menggunakan bahan baku sebagian besar dari impor. Sementara, wilayah Sumatera, Kalimantan dan Papua, nilai produksi total berasal dari hasil primer baik berupa hasil hutan maupun hasil tambang. Komposisi produksi primer di wilayah Sumatera mencapai 37,29 persen, Kalimantan mencapai 57,29 persen, dan Papua mencapai 79,18 persen. Kondisi tersebut menyiratkan bahwa peningkatan permintaan konsumsi di seluruh wilayah akan diikuti dengan peningkatan hasil produksi industri pengolahan di wilayah Jawa-Bali dan sekaligus diikuti oleh peningkatan impor bahan baku industri pengolahan. Sementara, pembiayaan impor dilakukan dengan meningkatkan ekspor bahan primer yang dihasilkan dari wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua. Pola produksi seperti itu akan menyebabkan eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan di wilayah tersebut dan kurang berkembangnya keterkaitan ekonomi antarwilayah. Struktur ekonomi yang demikian akan mempercepat terjadinya degradasi lingkungan, terkurasnya sumber daya alam, meningkatnya ketergantungan terhadap impor dan meningkatnya kesenjangan antara wilayah Jawa III.I-17 Bali dengan wilayah lainnya. Oleh sebab itu, tantangan dalam lima tahun mendatang adalah mengembangkan perekonomian nasional dengan memperkuat keterkaitan antarwilayah, membangun dan memperkuat rantai industri hulu hilir produk unggulan berbasis sumber daya lokal, mengembangkan pusat-pusat produksi dan perdagangan di luar wilayah Jawa Bali yang didukung dengan penyediaan prasarana dan sasraan, peningkatan SDM, pusat-pusat penelitian, pembangkit listrik dan penyediaan air bersih; serta perbaikan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal. Penguatan keterkaitan antarwilayah juga perlu mempetimbangkan struktur ekonomi wilayah terutama dari segi sektor penyumbang PDRB, sektor pendorong pertumbuhan ekonomi dan sektor penyerap tenaga kerja. Struktur ekonomi nasional didukung oleh sektor industri pengolahan sebesar 25,91 persen, sektor perdagangan 18,46 persen dan sektor pertanian 15,27 persen. Sektor pertanian menjadi penyumbang utama PDRB di seluruh wilayah dengan kontribusi terbesar wilayah Maluku 32,6 persen dan terrendah wilayah Jawa Bali 11,3 persen. Sementara, sektor industri pengolahan berkembang di tiga wilayah, yaitu Sumatera, Jawa-Bali dan Kalimantan. Di wilayah lainnya sektor industri pengolahan tidak terlalu dominan. Selain itu, terdapat pula sektor pertambangan yang termasuk tiga besar dalam menyumbang perekonomian wilayah di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara serta Papua. TABEL 1.5 STRUKTUR PEREKONOMIAN, PERTUMBUHAN DAN SERAPAN TENAGA KERJA MENURUT PROVINSI TAHUN 2005-2008 Provinsi Sektor Utama Penyumbang PDRB Sektor Utama Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Sektor Utama Penyerap Tenaga Kerja Nanggroe Aceh Darussalam Pertanian 25,54, Pertambangan dan penggalian 24,06, Industri Pengolahan 13,99 Listrik, Gas dan Air Bersih8,31, Bangunan9,78, Pengangkutan dan Komunikasi 8,33 Pertanian54,16, Perdagangan, Hotel dan Restoran6,41, Jasa-jasa14,38 Sumatera Utara Pertanian 25,4, Industri Pengolahan 24,71, Perdagangan hotel dan restoran 18,57 Bangunan10,81, Pengangkutan dan Komunikasi11,75, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan10,59 Pertanian49,69, Perdagangan, Hotel dan Restoran20,98, Jasa-jasa10,76 Sumatera Barat Pertanian 25,26, Perdagangan, hotel dan Restoran 17,21, Pengangkutan dan Listrik, Gas dan Air Bersih8,73, Pengangkutan dan Komunikasi9,45, Keuangan, Persewaan dan Pertanian50,04, Perdagangan, Hotel dan Restoran20,93,Jasa- jasa,12,19 III.1-18 Provinsi Sektor Utama Penyumbang PDRB Sektor Utama Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Sektor Utama Penyerap Tenaga Kerja komunikasi 14,79 Jasa Perusahaan7,02 Riau Pertanian 20,82, Pertambangan dan penggalian 43,39, Industri Pengolahan 18,66 Pertanian3,16, Bangunan1,4, Jasa- jasa4,97 Pertanian46,67, Perdagangan, Hotel dan Restoran17,25, Jasa- jasa,14,34 Jambi Pertanian 21,79, Pertambangan dan penggalian 21,86, Industri Pengolahan 18,25 Bangunan13,48, Perdagangan, Hotel dan Restoran7,81, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan12,79 Pertanian58,22, Perdagangan, Hotel dan Restoran15,24, Jasa- jasa,11,12 Sumatera Selatan Pertanian 18,10, Pertambangan dan penggalian 26,08, Industri Pengolahan 22,06 Pengangkutan dan Komunikasi11,91, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan8,69, Jasa- jasa8,91 Pertanian62,56, Perdagangan, Hotel dan Restoran14,91, Jasa- jasa8,43 Bengkulu Pertanian 38,57, Industri Pengolahan 10,06, Perdagangan hotel dan restoran 16,29 Pertanian6,39, Listrik, Gas dan Air Bersih7,03, Jasa- jasa6,93 Pertanian65,25, Perdagangan, Hotel dan Restoran12,52, Jasa- jasa10,16, Lampung Pertanian 35,89, Industri Pengolahan 14,43, Perdagangan, Hotel dan Restoran 14,61 Pertanian5,84, Pengangkutan dan Komunikasi6,22, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan7,98 Pertanian59,63, Perdagangan, Hotel dan Restoran15,58, Jasa- jasa9,22 Bangka Belitung Pertanian 23,72, Pertambangan dan Penggalian 17,46, Industri Pengolahan 18,84 Bangunan8,21, Perdagangan12,87, Jasa- jasa10,42 Pertanian32,80, Pertambangan dan Penggalian24,58, Perdagangan, Hotel dan Restoran17,61 Kepulauan Riau Pertambangan9,81, Industri pengolahan53,49, Pedagangan, Hotel dan Restoran13,40 Listrik,Gas dan Air bersih53,66, Bangunan23,5, Pengangkutan dan Komunikasi12,24 Pertanian30,54, Industri Pengolahan18,81, Perdagangan, Hotel dan Restoran15,93 III.I-19 Provinsi Sektor Utama Penyumbang PDRB Sektor Utama Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Sektor Utama Penyerap Tenaga Kerja DKI Jakarta Industri Pengolahan 16,67, Perdagangan, Hotel dan Restoran 20,32, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 28,99 Bangunan7,11, Perdagangan7,01, Pengangkutan dan Komunikasi12,24 Industri Pengolahan17,56, Perdagangan, Hotel dan Restoran34,57, Jasa- jasa26,51 Jawa Barat Industri Pengolahan 36,90, Perdagangan Hotel dan Restoran 19,69, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9,9 Pertanian6,42, Industri Pengolahan7,32, Bangunan8,98 Pertanian27,52, Industri Pengolahan18,18, Perdagangan, Hotel dan Restoran25,59 Jawa Tengah Pertanian 19,75, Industri Pengolahan 33,58, Perdagangan, Hotel dan Restoran 19,8 Pertamabangan dan Penggalian7,75, Listrik, Gas dan Air Bersih6,56, Pengangkutan dan Komunikasi6,77 Pertanian37,09, Industri Pengolahan21,73, Perdagangan, Hotel dan Restoran12,36 D.I Yogyakarta Petanian 17,99, Perdagangan, Hotel dan Restoran 28,4, Jasa-jasa 28,23 Pertanian11,32, Pengangkutan dan Komunikasi4,76, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan5,43 Pertanian35,34, Perdagangan, Hotel dan Restoran22,98, Jasa- jasa16,29 Jawa Timur Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan Hotel dan Rrestoran Pertanian9,41, Listrik, Gas dan Air Bersih8,08, Pengangkutan dan Komunikasi6,48 Pertanian44,32, Industri Pengolahan19,27, Perdagangan, Hotel dan Restoran12,21 Banten Pertanian 10,63, Industri Pengolahan 46,3, Perdagangan, Hotel dan Restoran 18,85 Pertambangan dan Penggalian7,86, Perdagangan, Hotel dan Restoran9,79, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan11,26 Pertanian22,72, Industri Pengolahan26,26, Perdagangan, Hotel dan Restoran14,28 Bali Pertanian23,00, Perdagangan, Hotel dan Restoran26,47, Jasa-jasa15,91 Listrik, Gas dan Air Bersih6,82, Perdagangan Hotel dan Restoran5,62, Pengangkutan dan Komunikasi6,38 Pertanian34,59, Industri Pengolahan22,21, Perdagangan, Hotel dan Restoran14,02 III.1-20 Provinsi Sektor Utama Penyumbang PDRB Sektor Utama Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Sektor Utama Penyerap Tenaga Kerja Nusa Tenggara Barat Pertanian24,60, Prtambangan dan Penggalian31,40, Perdagangan, Hotel dan Restoran11,91 Listrik, Gas dan Air Bersih9,77, Bangunan12,51, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan6,99 Pertanian49,58, Perdagangan, Hotel dan Restoran14,89, Jasa-jasa12,51 Nusa Tenggara Timur Pertanian35,48, Perdagangan, Hotel dan Restoran15,57, Jasa- jasa16,37 Perdagangan, Hotel dan Restoran6,48, Pengangkutan dan Komunikasi7,58, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan6,64 Pertanian74,82, Industri Pengolahan5,86, Jasa- jasa7,46 Kalimantan Barat Pertanian18,72, Industri Pengolahan32,27, Prdagangan, Hotel dan Restoran20,97 Pertanian9,37, Pertambangan dan Penggalian8,68, Pengangkutan dan komunikasi6,10 Pertanian62,80, Perdagangan, Hotel dan Restoran12,24, Jasa- jasa8,13 Kalimantan Tengah Petanian30,35, Perdagangan, Hotel dan Restoran22,53, Jasa- jasa12,97 Pertambangan dan Penggalian143,31, Listrik,Gas dan Air Bersih11,64, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan32,64 Pertanian62,54, Perdagangan, Hotel dan Restoran12,54, Jasa- jasa10,30 Kalimantan Selatan Pertanian21,05, Pertambangan dan penggalian25,62, Perdagangan, Hotel dan Restoran13,96 Pertambangan dan Penggalian20,69, Bangunan8,07 Perdagangan, Hotel dan Restoran10,95 Pertanian47,35, Perdagangan, Hotel dan Restoran22,04 ,Jasa- jasa9,82 Kalimantan Timur Pertambangan41,26, Industri Pengolahan34,44, Pedagangan, Hotel dan Restoran6,98 Perdagangan8,99, Pengangkutan dan Komunikasi9,92, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan9,58 Pertanian38,43, Perdagangan, Hotel dan Restoran17,26, Jasa- jasa12,17 Sulawesi Utara Pertanian23,65, Bangunan12,92, Perdagangan, Hotel dan Restoran18,54 Listrik, Gas dan Air Bersih10,14, Pengangkutan dan Komunikasi7,57, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan7,97 Pertanian39,65, Perdagangan, Hotel dan Restoran15,17, Jasa- jasa14,83 III.I-21 Provinsi Sektor Utama Penyumbang PDRB Sektor Utama Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Sektor Utama Penyerap Tenaga Kerja Sulawesi Tengah Pertanian36,59, Perdagangan, Hotel dan Restoran13,12, Jasa- jasa12,00 Pertambangan dan Penggalian34,10, Industri Pengolahan10,33, Pengangkutan dan Komunikasi13,02 Pertanian62,70, Perdagangan, Hotel dan Restoran12,39, Jasa- jasa11,84 Sulawesi Selatan Pertanian17,66, Pertambangan dan Penggalian25,70, Industri Pengolahan24,50 Listrik, Gas dan Air Bersih7,51, Bangunan6,98, Pengangkutan dan Komunikasi7,64 Pertanian52,76, Perdagangan, Hotel dan Restoran17,99, Jasa- jasa9,14 Sulawesi Tenggara Pertanian33,40, Perdagangan, Hotel dan Restoran25,70, Jasa- jasa13,80 Industri Pengolahan11,05, Listrik, Gas dan Air Bersih11,36, Pengangkutan dan Komunikasi10,24 Pertanian57,95, Perdagangan, Hotel dan Restoran14,98, Jasa- jasa10,90 Gorontalo Pertanian33,14, Perdangangan, Hotel dan Restoran16,07, Jasa- jasa15,93 Pertambangan dan Penggalian9,50, Pengangkutan dan Komunikasi8,39, Jasa- jasa10,37 Pertanian54,19, Perdagangan, Hotel dan Restoran11,48, Jasa- jasa15,13 Sulawesi Barat Pertanian20,44, Pertambangan dan penggalian52,49, Perdagangan, Hotel dan Restoran6,42 Pertambangan dan Penggalian16,21, Bangunan14,41, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan15,33. Pertanian63,43, Perdagangan, Hotel dan Restoran12,60, Jasa-jasa8,72 Maluku Pertanian34,33, Perdagangan, Hotel dan Restoran22,66, Jasa- jasa18,65 Industri Pengolahan6,83, Bangunan6,12, Pengangkutan dan Komunikasi9,08 Pertanian64,47, Perdagangan, Hotel dan Restoran9,93, Jasa- jasa12,00 Maluku Utara Pertanian43,97,Industri Pengolahan10,97, Perdagangan, Hotel dan Restoran18,29 Perdagangan Hotel dan Restoran7,15, Pengangkutan dan Komunikasi9,21 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan7,32. Pertanian60,44, Perdagangan, Hotel dan Restoran12,56, Jasa- jasa10,68 Papua Barat Pertanian26,64, Pertambangan dan Penggalian16,68, Industri Bangunan13,02, Pengangkutan dan Komunikasi12,87, Keuangan, Persewaan dan Pertanian48,40, Perdagangan, Hotel dan Restoran12,11, Jasa-jasa19,20 III.1-22 Provinsi Sektor Utama Penyumbang PDRB Sektor Utama Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Sektor Utama Penyerap Tenaga Kerja Pengolahan20,50 Jasa Perusahaan13,49. Papua Pertanian11,99 Pertambangan dan Penggalian64,95, Perdagangan, Hotel dan Restoran5,50 Pertambangan dan Penggalian4,65, Pengangkutan dan Komunikasi3,66, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan16,44 Pertanian75,79, Perdagangan, Hotel dan Restoran6,75, Jasa- jasa8,47 Sumber : Badan Pusat Statistik diolah Dengan memperhatikan perbedaan karakteristik antarwilayah, pembangunan berbasis kewilayahan merupakan jawaban untuk mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing nasional dengan mengutamakan pengelolaan sumber daya lokal secara lebih efisien dan efektif guna mendorong keserasian dan keseimbangan pembangunan antarwilayah, serta memperhatikan kaidah pembangunan secara berkelanjutan dan menjaga kesinambungan pembangunan.

1.3 Arahan Umum dalam RPJPN 2005-2025

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN 2005-2025 menyebutkan bahwa visi pembangunan nasional adalah terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Salah satu misi pembangunan jangka panjang yang terkait dengan pembangunan wilayah adalah mewujudkan pemerataan pembangunan dan mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Selain itu, arahan RPJPN 2005-2025 untuk RPJMN 2010-2014 menyebutkan bahwa pembangunan diarahkan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian.

1.4 Arah Pengembangan Wilayah dalam RPJMN 2010-2014

Berdasarkan arahan umum pembangunan wilayah RPJPN 2005-2025, dan prioritas dalam RPJMN 2010-2014, maka arah pengembangan wilayah ditujukan untuk 1 mendorong terwujudnya kemakmuran, kesejahteraan dan kemajuan secara adil dan merata di seluruh wilayah; 2 mendorong pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah secara terpadu sebagai kesatuan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya dukung lingkungannya; 3 menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan berfungsi lindung III.I-23 dan budidaya dalam satu ekosistem pulau dan perairannya; 4 menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah darat, laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil dalam satu kesatuan wilayah kepulauan; 5 meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan lintas wilayah yang konsisten dengan kebijakan nasional; 6 memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan; 7 menciptakan kesatuan dan keutuhan wilayah darat, laut dan udara sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia; 8 mengurangi gangguan keamanan; dan 9 menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Selain itu, pengembangan wilayah juga ditujukan untuk mewujudkan seluruh wilayah nusantara sebagai satu kesatuan sosial, budaya, ekonomi, politik dan pertahanan dan keamanan yang semakin maju, produktif dan berkembang sebagai landasan utama dalam menyambut terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN.

1.5 Strategi Pengembangan Wilayah dalam RPJMN 2010-2014

Berdasarkan arah pengembangan wilayah tersebut diatas, maka strategi pengembangan wilayah 2010-2014 adalah sebagai berikut : 1. mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera; 2. meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antar pulau untuk mendukung perekonomian domestik; 3. meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah; 4. mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana; serta 5. mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan. Arah dan strategi kebijakan pengembangan di tiap wilayah mengacu pada strategi dan arah kebijakan yang berbasiskan perencanaan wilayah darat melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan berbasiskan perencanaan wilayah laut melalui Arah Pengembangan Wilayah Laut.

1.5.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan: 1 ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; 2 keharmonisan