Putusan pengadilan negeri nomor: 61/PID.B/2011/PN.PWR tentang pencurian disertai pembunuhan berencana dalam tinjauan hukum pidana islam

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR:
61/PID.B/2011/PN.PWR. TENTANG PENCURIAN
DISERTAI PEMBUNUHAN BERENCANA DALAM
TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

Oleh :
Mikail El Dhafin
1110045100021

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M


ABSTRAK

Mikail El Dhafin. NIM 1110045100021. Putusan Pengadilan Negeri Nomor
: 61/Pid.B/2011/PN.Pwr. Tentang Pencurian Disertai Pembunuhan Berencana
Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam. Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program
Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun 1436 H/2014 M. iv + 71 halaman + 1 lampiran.
Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai pencurian yang
menebabkan meninggalnya seseorang yang terdapat dalam putusan nomor
61/Pid.B/2011/PN.Pwr yang memvonis Adriawan Bin Subarjo dengan penjara
seumur hidup atau selama- lamanya dua puluh tahun. Skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana Putusan Pengadilan Negeri Purworejo terhadap terdakwa
Adriawan Bin Subarjo ditinjau dari hukum pidana Islam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berarti penulis tidak
menggunakan sample. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan,
penulis melakukan pengidentifikasian secara sistemis dari sumber yang berkaitan
dengan objek kajian. Setelah data diperoleh penulis menganalisis secara yuridis
normatif data yang diperoleh terhadap objek kajian (Putusan Nomor
61/Pid.B/2011/PN.Pwr).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdakwa tidak layak dikenakan

hukuman seumur hidup, sebab ditinjau dari hukm pidana Islam mengenai sanksi
bagi tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa yakni pencurian yang disertai
pembunuhan sekalipun ulama berbeda pendapat akan tetapi semua pendapat tersebut
menunjukkan kepada hukuman mati yang membedakan hanya penambahan
hukuman salib dan amputasi tangan dan kaki secara silang.
Kata Kunci: hirâbah
Pembimbing : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag
Daftar Pustaka : Tahun 1967 s.d. Tahun 2013

i

   
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahman dan rahim-Nya
kita diberikan pilihan untuk hidup dan bersikap sewajarnya manusia yang berfikir,
tanpa lupa akan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Shalawat serta salam
kepada Nabi kita Muhammad SAW, semoga kita menjadi pengikut beliau yang
diakui serta diberikan syafa’atnya di akhirat kelak. Ậmîn.
Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang, baik
secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian skripsi

ini.
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA.
2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. Dra. Hj. Maskufa, M.Ag
dan Dra. Hj. Rosdiana, M.Ag.
3. Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag selaku dosen pembimbing, yang dengan
arahan dan bimbingan beliau saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Segenap dosen fakultas syari’ah dan hukum

yang dengan ikhlas

menyampaikan ilmu dan pengetahuannya dalam kegiatan belajar mengajar.

ii

5. Kedua orang tua penulis, Ayah Lukman El Hakim, S.H dan Umah Titin
Sumarni, atas semua yang telah diberikan dan dikorbankan, termasuk
motivasi dan masukan yang diberikan keduanya kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi dan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ghozian El Shidqi, Faris Luthfan El Haidi, dan Maryam Almas El Shabrina

selaku adik yang selalu memberi motivasi khususnya selama penulisan skripsi
ini berjalan.
7. Teman- Teman seperjuangan Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi
Pidana Islam angkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan motivasi
selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Kepada sahabat-sahabatku dalam kelompok Kampak Mintul Farid Fauzi
(Narji), Ridwan Daus, M. Fadillah (Bedil), Masrur Fuadi (Mas Mukey), Edo
Fahmi (Edos), dan Badru Tamam (Gondes) Terima kasih sebanyakbanyaknya yang selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi maupun
berpetualang.
9. Kepada sahabatku yang setia menamaniku dalam pembuatan skripsi, Aiza
Faqih (Bang Bor), Irsyad Trianto (Sadun), Muhammad Ilham, Ahmad Rijal
(Qwill) dan Ahmad Farid Zamani saya ucapkan beribu-ribu terimakasih.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberi mereka balasan yang
jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan dan berikan, khususnya kepada penlis,
umumnya kepada semua pihak, baik yang menyangkut penulisan skripsi ini atau hal

iii

lainya. Peulis berharap semoga skripsi ini Allah jadikan wasîlah yang dapat
memberikan manfaat khususnya terhadap diri saya sendiri, umumya bagi pembaca

sekalian.
Ậmîn yâ Rabb al- ‘Ậlamîn.
Jakarta, 30 Maret 2015

Mikail El Dhafin

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... v
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 5
D. Metode Penelitian .................................................................................. 8
E. Sistematika Pembahasan ..................................................................... 10


BAB II

DESKRIPSI UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
DISERTAI KEKERASAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA
NYAWA ORANG LAIN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM
A. Definisi Pencurian dan Definisi Kekerasan yang Menyebabkan
Hilangnya Nyawa Orang Lain Dalam Hukum Pidana Islam .............. 13
B. Macam-macam Pencurian Dalam Hukum Pidana Islam ..................... 14
C. Sanksi Tindak Pidana Pencurian Disertai Dengan Kekerasan yang
Menyebabkan Kematian Dalam Hukum Pidana Islam........................ 21
D. Sanksi tindak pidana pencurian disertai dengan kekerasan yang
menyebabkan kematian dalam hukum pidana Islam ........................... 25

BAB III DESKRIPSI UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
DISERTAI KEKERASAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA
NYAWA ORANG LAIN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF
A. Definisi Pencurian disertai kekerasan yang mengakibatkan kematian
(pembunuhan) dalam hukum positif .................................................... 28
B. Unsur-unsur pencurian dan kekerasan yang menyebabkan kematian

(pembunuhan sengaja) dalam hukum positif ....................................... 31

v

C. Sanksi tindak pidana pencurian yang disertai kekerasan dalam hukum
positif ................................................................................................... 36
D. Sanksi tindak pidana pencurian disertai dengan kekerasan yang
menyebabkan kematian dalam hukum pidana positif.......................... 43
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI NOMOR 61/PID.B/2011/PN.PWR
A. Deskripsi kasus pencurian yang disertai kekerasan yang menyebabkan
kematian Pengadilan Negeri nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr .............. 46
B. Putusan Pengadilan Negeri nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr ................ 49
C. Analisis

Sanksi

Putusan

Pengadilan


Negeri

nomor

61/Pid.B/2011/PN.Pwr Perspektif Hukum Pidana Islam .................... 51
BAB V

Penutup
A. Kesimpulan .......................................................................................... 63
B. Saran .................................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65

vi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pencurian adalah salah satu jenis kejahatan yang tidak saja melanggar normanorma sosial yang terbentuk dalam kehidupan masyarakat, tetapi lebih jauh lagi,
kejahatan ini juga bisa mengganggu keharmonisan dan stabilitas masyarakat. Tindak
pidana pencurian di Indonesia, dalam pengertian pencurian menurut hukum beserta
unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362, 363, 364, dan 365 KUHP. Pencurian
dalam hukum positif merupakan perbuatan mengambil barang, yang sama sekali atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan
melawan hukum.1
Pencurian dengan Kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP yang berbunyi:
“(1) diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan Tahun, pencurian yang
didahului disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap
orang, dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam
hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta
lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya”.2

1

R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional Offset Printing, 1980)

2


Moeljanto, KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) h.

h. 376.
129

1

2

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 365 KUHP merupakan gequalificeerde
diefstal atau suatu pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan
unsur-unsur memberatkan. Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP
sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan
pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang, dari kejahatan pencurian
dengan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang.3 Maka sudah jelas bahwa pada
hakekatnya, pencurian dengan kekerasan adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma
agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan
kehidupan

masyarakat,


bangsa

dan

negara.

Ditinjau

dari

kepentingan

nasional,

penyelenggaraan pencurian dengan kekerasan merupakan perilaku yang negatif dan
merugikan terhadap moral masyarakat.

Indonesia adalah negara hukum, demikian ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai konsekuensi logis dari pengaturan tersebut,
maka seluruh tata kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia harus
berpedoman pada norma-norma hukum. Salah satu perwujudan dari norma hukum
tersebut, khususnya hukum publik adalah keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang ditegakkan dengan hukum acara pidana dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP).4
Namun, di sisi lain Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk
yang mayoritas beragama Islam. Islam sendiri memiliki aturan hukum yang juga

3

Simons, Leerboek van het Nederlandse Strafrecht II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2005, h 106.
4
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.273.

3

harus dipatuhi dan ditegakkan oleh para pemeluknya, jika tidak, maka akan
digolongkan ke dalam orang-orang yang kâfir, fâsiq atau dzâlim.
Pencurian merupakan suatu pelanggaran norma yang hidup di masyarakat
yaitu norma agama dan norma hukum. Agama manapun melarang tindakan suatu
pencurian karena hal tersebut merupakan dosa yang harus di pertanggung jawabkan
oleh pelakunya di akhirat nanti. Hukum juga melarang suatu tindak pencurian, karena
merugikan orang lain dan melanggar hak-hak pribadi dari setiap orang, Salah satunya
adalah hak memiliki setiap benda.5
Akhir-akhir ini tindak pidana pencurian dengan kekerasan banyak terjadi
dalam masyarakat dan mengakibatkan kerugian baik fisik maupun non fisik yang
sangat besar. Sebaga contoh yang terdapat dalam putusan pengadilan Negeri
Purworejo dengan nomor perkara 61/pid.B/2011/PN.Pwr dimana terdakwa pada
awalnya hanya berniat untuk mencuri, akan tetapi korban mengetahui perbuatan
terdakwa sehingga terdakwa membacok kepala korban sampai meninggal dunia.6
Dari hal inilah penulis tertarik untuk menganalisa kriteria dan sanksi terhadap tindak
pidana pencurian dengan kekerasan.
Berangkat dari latar belakang di atas, menurut hemat penulis sanksi tindak
pidana pencurian yang disertai kekerasan yang mengakibatkan kematian menjadi hal
yang menarik untuk dikaji. Dalam skripsi ini penulis melakukan analisis terhadap

5

Sabri Samin, Pidana Islam Dalam Politik Hukum Pidana Indonesia Efektisme dan
Pandangan Non Muslim, (Jakarta, Kholam Publishing)
6
Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 61/Pid.B/2011/PN.Pwr

4

“Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 61/Pid.B/2011/PN.Pwr Tentang Pencurian
Yang Mengakibatkan Kematian Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Tindak Pidana pencurian tentunya mempunyai ruang lingkup yang
sangat luas. Dengan demikian, fokus masalah dalam studi ini dibatasi pada
pandangan hukum pidana Islam dan hukum pidana positif terkait pencurian
berencana yang mengakibatkan orang lain mati dalam putusan Pengadilan
Negeri nomor : 61/Pid.B/2011/PN.Pwr.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas perumusan masalah skripsi ini
diformulasikan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah pandangan hukum pidana positif mengenai pencurian
disertai pembunuhan berencana?
b. Bagaimanakah pandangan hukum pidana Islam mengenai pencurian
disertai pembunuhan berencana?
c.

Bagaimana

sanksi

putusan

Pengadilan

Negeri

61/Pid.B/2011/PN.Pwr dilihat dari perspektif hukum pidana Islam?

nomor:

5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum, studi ini bertujuan, pertama, menjelaskan tentang
pandangan hukum positif mengenai pencurian disertai pembunuhan
berencana; kedua, merumuskan dan menjelaskan pandangan hukum Islam
mengenai pencurian disertai pembunuhan berencana yang mengakibatkan
orang lain mati; dan ketiga, menjelaskan analisis hukum pidana Islam
terhadap sanksi dalam putusan PN 61/Pid.B/2011/PN.Pwr. Secara spesifik,
penelitian ini bertujuan :
a. Menjelaskan secara komprehensif pandangan hukum positif mengenai
pencurian disertai pembunuhan berencanai;
b. Menjelaskan secara komprehensif pandangan hukum Islam mengenai
pencurian disertai pembunuhan berencana;
c. Menjelaskan secara komprehensif analisis hukum pidana Islam terhadap
sanksi dalam putusan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih
mendalam mengenai pencurian yang disertai kekerasan dan pembunuhan
berencana dalam hukum pidana positif.

6

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membuka pemikiran, terkait
pencurian yang disertai kekerasan dan pembunuhan berencana dalam
hukum pidana Islam.
c. Hasil

penelitian

perbandingan

ini

selanjutnya

mengenai

sanksi

diharapkan
terhadap

dapat

putusan

memberikan
PN

nomor

61/Pid.B/2011/PN.Pwr dengan sanksi yang berlaku dalam hukum pidana
Islam yang sesuai dengan perkara pidana tersebut.
3. Tinjauan Pustaka/ Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung penelaahan yang lebih mendalam terhadap masalah
tersebut penyusun berusaha melakukan penelitian terhadap literatur yang
relevan terhadap masalah yang menjadi objek penelitian. Sehingga
mendapatkan referensi tepat yang berkaitan dengan kasus pencurian disertai
kekerasan.
Penelitian terkait masalah pencurian yang mengakibatkan hilangnya
nyawa orang lain memang sudah ada hanya saja penelitian yang secara
spesifik meneliti dalam tinjauan hukum islam belum ditemui oleh penulis.
Tetapi penulis tetap mengambil kerangka penelitian terhadap hasil-hasil
karya ilmiah terdahulu untuk membantu melengkapi dan menjadi bahan acuan
penulisan skripsi ini. Adapun hasil penelitian terdahulu yang menunjang
penelitian ini adalah :
a. Skripsi karya AIDIL MUHARRAM SAGALA, alumni Universitas
Sumatera Medan, yang berjudul KEJAHATAN PENCURIAN DISERTAI

7

KEKERASAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG
LAIN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM DAN KRIMINOLOGI DI
KECAMATAN MEDAN HELVETIA.7 Dalam skripsi ini lebih menekankan
aspek kriminologi hukum terhadap pencurian yang disertai kekerasan
yang mengakibatkan kematian. Hasil penelitian ini menjabarkan faktorfaktor yang mendorong terjadinya tindak pidana pencurian yang disertai
kekerasan yang menyebabkan kematian dan cara menangulanginya.
Perbedaannya dengan penelitian penulis adalah bahwa penelitian ini tidak
memfokuskan pembahasan terhadap sanksi dari tindak pidana pencurian
tersebut serta tidak meninjaunya dari hukum pidana Islam.
b. Skripsi

karya

LEONARD

MARUATAL

TAMBUNAN,

alumni

Universitas Padjadjaran Bandung, yang Berjudul Studi Kasus Putusan
Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:44/Pid.B/2011/Pn. Pwr Mengenai
Perkara Pencurian Disertai Pembunuhan.8 Pada skripsi ini membahas
mengenai tindak pidana pencurian yang disertai pembunuhan yang
ditinjau dari hukum positif terhadap suatu putusan, dalam hal ini, putusan
pengadilan negeri Purwokerto.

7

Aidil Muharram Sagala, Kejahatan Pencurian Disertai Kekerasan Yang Menyebabkan
Hilagnya Nyawa Orang Lain Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Kriminologi Di Kecamatan Medan
Helvetia, (Sumatera, Universitas Sumatera Utara Medan, 2005).
8
Leonard Maruatal Tambunan, Yang Berjudul Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri
Purwokerto Nomor:44/Pid.B/2011/Pn. Pwr Mengenai Perkara Pencurian Disertai Pembunuhan,
(Bandung, Universitas Padjadjaran Bandung, 2012)

8

Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah
bahwa penelitian tersebut tidak membahas atau menganalisis hasil putusan
dari aspek hukum pidana Islam.

D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, artinya
penulis tidak membutuhkan populasi dan sampel. Objek pembahasan ini
tertuju pada penelitian suatu putusan pengadilan, maka kajian ini termasuk
pada penelitian hukum normatif. Penelitian yuridis normatif yang bersifat
kualitatif, adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta normanorma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.9
Sumber-sumber penelitian terdiri dari dua sumber diantaranya adalah
sumber primer dan sumber sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan
hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan
primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam

pembuatan

perundang-undangan

dan

putusan-putusan

hakim.

Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

9

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 105.

9

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan.
a. Data Primer: Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek
yang diteliti.10 Konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan tindak
pidana pencurian disertai kekerasan, dalam hal ini mengenai Putusan PN
nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr.
b. Data Sekunder: Data Sekunder yaitu data pendukung yang berupa
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk
laporan dan lain sebagainya.11
Peter Marzuki mengemukakan bahwa di dalam penelitian hukum
terdapat sejumlah pendekatan, yakni (a) pendekatan undang-undang (statute
approach), (b) Pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan
pendekatan konseptual (conceptual approach).12 Dari sudut pandang tersebut,
penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menerapkan pendekatan
kasus (case approach).
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan metode
penelitian kepustakaan. Kajian kepustakaan adalah upaya pengidentifikasian

10

Adi Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta; Granit, 2004, hlm. 57.
Amirudin Zaianal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grafindo
Persada, 2006, hlm. 30.
12
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008), h. 93.
11

10

secara sistemis dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang
memuat informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah
penelitian.13
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini untuk hukum
positif adalah KUHP sebagai pedoman hukum acara pidana yang berlaku di
Indonesia, dan untuk hukum Islam-nya, sumber data yang digunakan adalah
kitab-kitab fiqih.
Sehubungan dengan ini, maka teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah studi kepustakaan.
3. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan metode
penelitian kepustakaan. Kajian kepustakaan adalah upaya pengidentifikasian
secara sistemis dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang
memuat informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah
penelitian.14

E. Sistematika Pembahasan
Materi laporan penelitian skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab. Bab Pertama
bertajuk “Pendahuluan”. Di dalam bab ini diuraikan pokok-pokok pikiran yang

13

Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 17.
14
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 17.

11

melatarbelakangi penelitian ini, yang diorganisir menjadi 6 (enam) sub-bab, yaitu (1)
latar belakang masalah, (2) pembatasan dan perumusan masalah, (3) tujuan
penelitian, (4) penelitian terdahulu yang relevan, (5) metode penelitian, (6)
sistematika pembahasan, (7) Rancangan Out Line dan (8) Daftar Pustaka Sementara
Bab Kedua berjudul “Deskripsi Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian
Disertai Kekerasan Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain Perspektif
Hukum Pidana Islam”. Bab ini terdiri dari 4 ( empat ) sub-bab, yaitu (1) definisi
pencurian disertai pembunuhan berencana dalam hukum pidana Islam. (2) macammacam Pencurian dalam hukum pidana Islam. (3) unsur-unsur pencurian dalam
hukum pidana Islam. (4) sanksi tindak pidana pencurian disertai pembunuhan
berencana dalam hukum pidana Islam.
Bab Ketiga bertajuk “Deskripsi Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian
Disertai Kekerasan Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain Perspektif
Hukum Positif”. Dalam bab ini diuraikan mengenai bagaimana pembuktian dalam
hukum positif khususnya di Indonesia dan pembuktian dalam hukum pidana Islam.
Bab ini menyajikan 4 ( tiga ) sub-bab, yaitu (1) definisi Pencurian disertai kekerasan
yang mengakibatkan kematian (pembunuhan) dalam hukum positif. (2) unsur-unsur
pencurian dan kekerasan yang menyebabkan kematian (pembunuhan sengaja) dalam
hukum positif. (3) unsur-unsur tindak pidana pencurian dan pembunuhan berencana
dalam hukum pidana positif. (4) sanksi tindak pidana pencurian yang disertai
kekerasan dalam hukum positif.

12

Bab Keempat berjudul “Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nomor
61/Pid.B/2011/PN.Pwr ”. Komposisi dari bab ini akan terdiri dari 3 (tiga) sub-bab,
yaitu (1) Deskripsi kasus pencurian yang disertai kekerasan yang menyebabkan
kematian PN nomor 61/Pid.B/2011/PN.Pwr, (2) Putusan Pengadilan Negeri nomor
61/Pid.B/2011/PN.Pwr, dan (3) Analisis sanksi Putusan Pengadilan Negeri nomor
61/Pid.B/2011/PN.Pwr perspektif hukum pidana Islam.
Bab Kelima merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan rekomendasi.
Dalam bab ini diuraikan pokok-pokok/inti temuan penelitian yang dihasilkan. Selain
itu, dimuat juga saran terkait tindak lanjut atas temuan penelitian.

BAB II
DESKRIPSI UMUM TINDAK PIDANA PENCURIAN DISERTAI
PEMBUNUHAN BERENCANA DALAM PERSPEKTIF
HUKUM PIDANA ISLAM

A. Definisi Pencurian dan Definisi Pembunuhan Dalam Hukum Pidana Islam.
Pencurian secara etimologi berasal dari kata
berarti



1

, yang

“ yaitu mengambil harta orang lain secara sembunyi-

sembunyi.2 Atau “

“ yang artinya, mengambil

sesuatu dari orang lain atas jalan sembunyi- sembunyi.3 Sedangkan secara
terminologi pencurian dalam hukum pidana Islam adalah :

Artinya: “Seorang mukallaf yang mengambil harta orang lain secara
sembunyi- sembunyi (minimal) sekadar sepuluh dirham hal keadaannya melakukan
spekulasi terhadap suatu barang yang dijaga di suatu tempat atau oleh suatu
penjagaan tanpa syubhat kepemilikan mengenai barang tersebut.”4
Menurut hukum Islam pembunuhan disebut dengan ‫ الْقتْل‬berasal dari kata ‫قتل‬
yang sinonimnya ‫ امات‬artinya mematikan. Abdul Qadir Audah memberikan definisi
pembunuhan sebagai berikut:
1

Mahmûd Yûnus, Qâmûs ‘Arabî- Indûnisî, Jakarta; Mahmud Yunus Wa al-Dzurriyyah, 1990,

hlm. 168.

Ibrâhîm Anîs, ‘Abdu al-Halîm Muntasir, dkk. al-Mu’jam al-Wasît, (Mesir: Maktabat alSyurûq al-Dauliyyah, 2010) hlm. 444
3
Alî bin Muhammad al-Jurjânî, al-Ta’rîfât, (T.tp: al-Haramain, 2001), hlm. 117.
4
Alî bin Muhammad al-Jurjânî, al-Ta’rîfât, hlm. 117.
2

13

14

Artinya: “Pembunuhan adalah perbuatan manusia yang menghilangkan
kehidupan yakni pembunuhan itu adalah menghilangkan nyawa manusia dengan
sebab perbuatan manusia lain”.5
Pembunuhan merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara’, Allah SWT
berfirman dalam Al-Quran Surah Al-An’am ayat 151:

        
Artinya: “janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”.6
B. Macam-macam Pencurian dan Pembunuhan Dalam Hukum Pidana Islam.
Dalam syarî’ah Islam, pencurian terbagi kepada 2 (dua) macam : (1)
pencurian yang hukumannya hadd, (2) pencurian yang hukumannya ta’zîr.
1. Pencurian yang hukumannya had
Pencurian yang hukumannya hadd terbagi kepada 2 (dua) macam: (a)
pencurian ringan dan (b) pencurian berat.
a. Pencurian ringan adalah mengambil harta orang lain secara sembunyisembunyi.
b. Pencurian berat adalah mengambil harta orang lain dengan cara kekerasan.
Perbedaan antara pencurian ringan dan pencurian berat adalah
bahwasanya pencurian ringan adalah mengambil harta tanpa sepengetahuan
Abdul Qadir Audah, At-TAsyri Al-Jina’I Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanun Al-Wad’I
(Beirut: Al-Risalah, 1998), Juz II, hlm. 6
6
Lihat Al-Quran Surah Al-An’am (6) ayat 151
5

15

korban dan tanpa adanya ridâ dari si korban. Dan mesti ada kedua syarat ini
dalam pencurian kecil, sebab jika tidak ada salah satu dari kedua syarat
tersebut maka tidak lah dianggap pencurian ringan.
Barang siapa yang mengambil harta dari sebuah rumah, di mana yang
punya rumah melihat perbuatannya tersebut, dan tidak ada kekerasan dalam
pencurian tersebut, maka pencurian tersebut tidak dianggap pencurian ringan,
sebab tidak adanya syarat “secara sebunyi-sembunyi” di dalam tersebut, maka
pencurian tersebut disebut Ikhtilâs. Dan barang siapa yang merampas harta
dari orang lain, maka tidak pula perbuatan tersebut dianggap pencurian
ringan.
Ikhtilâs,7 nahb,8 dan gasab9 semuanya merupakan gambaran dari
pencurian, akan tetapi tidak dihukum dengan hukuman hadd bagi
pelakunya.10
Barang siapa yang mengambil harta dari rumah seseorang dengan
adanya ridâ dari pemilik barang tersebut sekalipun tanpa sepengetahuan si
pemilik harta, maka tidaklah perbuatan tersebut dianggap pencurian ringan,

7

Apabila pelaku mengambil harta orang lain secara terang- terangan dan berpegangan kepada
lari. Lihat, Ibrâhîm al- Bâjûrî, Hâsyiyah al-Syaikh Ibrâhîm al- Bâjûrî ‘Alâ Syarh al- ‘Allâmah Ibn
Qâsim al- Gazi, (Ttp, Dâr al- Kutub al- Islâmiyyah, Ttt), jilid. 2, hlm. 241.
8
Apabila pelaku mengambil harta orang lain secara terang- terangan dan berpegangan kepada
kekuatan. Lihat, Ibrâhîm al- Bâjûrî, Hâsyiyah al-Syaikh Ibrâhîm al- Bâjûrî ‘Alâ Syarh al- ‘Allâmah Ibn
Qâsim al- Gazi, jilid. 2, hlm. 241
9
Memiliki atau menguasai hak orang lain sekalipun hak orang lain tersebut berupa
kemanfaatan. Lihat, Abû Bakar Syattâ, Hâsyiyah I’ânah al- Tâlibîn ‘Alâ Hilli Alfâdzi Fathi al- Mu’în
Li Syarh Qurrati al-‘Ain Bi Muhimmâti al- Dîn, (Beirût: Dâr al- Fikr, Ttt), jilid. 3, hlm. 136.
10
Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid.
2, hlm. 514.

16

sebab tidak adanya syarat yang kedua, yakni “tanpa adanya ridâ dari si
korban”
Adapun pencurian berat adalah mengambil harta korban dengan
sepengetahuan korban akan tetapi dengan tanpa adanya ridâ dari si korban
dengan jalan kekerasan. Maka jika tidak ada unsur kekerasan dalam perbuatan
tersebut, maka perbuatan tersebut adalah Ikhtilâs, nahb, atau gasab selama
tidak adanya ridâ dari si korban.11
2. Pencurian yang hukumannya ta’zîr
Pencurian yang dihukum dengan hukuman ta’zîr ada 2 (dua) macam:
(1) masuk ke dalamnya tiap- tiap pencurian kategori hudûd akan tetapi tidak
mencukupi syarat- syarat hudûd di dalamnya, atau ditolak hudûd pada
perbuatan tersebut karena adanya syubhah, dan (2) mengambil harta orang
lain dengan tanpa sembunyi- sembunyi, yakni dengan sepengetahuan korban
dan tanpa ridâ si korban namun tanpa adanya unsur kekerasan, kategori ini
juga masuk ke dalam Ikhtilâs, gasab, dan nahb, seperti orang yang mengambil
pakaian orang lain, kemudian ia lari dengan sepengetahuan si korban.12
Kedua kategori pencurian di atas tidak ada hukuman hadd bagi
pelakunya, yakni tidak diamputasi tangannya berdasarkan atas sabda Nabi :

Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid.
2, hlm. 514-515.
12
Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid.
2, hlm. 515.
11

17

Artinya: “Dari Jabir bin Abdillah, bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda: seorang penghianat, perampas dan pencopet tidak dipotong
tangannya. (H.R. Ibn Mâjah)”13
Sedangkan dalam hukum Islam tindakan menghilangkan nyawa
manusia ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1. Pembunuhan Sengaja (‘amd).
Pembunuhan

sengaja

yaitu

tindak

pembunuhan

terencana

menggunakan alat yang dapat mematikan, baik berupa benda tumpul
seperti kayu atau batu maupun benda tajam seperti pisau dan sejenisnya.14
Menurut Abdul Qadir Audah,

Artinya: “Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan dimana
perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa itu disertai dengan niat
untuk membunuh korban”.15
Adapun dasar hukum penghukuman bagi pelaku pembunuhan ini
adalah ayat Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 178

           

           

13

Ibn Yazîd al- Qazwînî, Sunan Ibn Mâjah, (Beirût: Dâr al- Fikr, Ttt), jilid. 2, hlm. 864.
Wahbah, Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi’I Al-Muyassar, (Beirut: Darul Fikr, 2008), hlm. 154
15
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islam Muqaranan bi Al-Qanun Al-Wad’I, hlm.
10 Paragraf 6.
14

18

              

    

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan
wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari
saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang
baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih”.16
Dasar Hukum dari Hadits Nabi adalah:

Artinya: “Dari Abi Syuraih Al-Khuza’I ia berkata: telah bersabda
Rasulullah Saw. Maka barangsiapa yang salah seorang anggota
keluarganya menjadi korban pembunuhan setelah ucapanku ini,
keluarganya memiliki dua pilihan: adakalanya memilih diat, atau memilih
kisas”. (Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nasa’i).
Berdasarkan ayat dan hadits di atas hukuman bagi pembunuhan
sengaja adaah terdiri dari dua pilihan, yaitu: kisas dan diat mughallazah
apabila keluarga memaafkan.17 Selain dari kedua itu sbagian fukaha
berpendapat dalam hukuman pokok terdapat hukuman lain yaitu takzir dan
kafarat, ini merupakan hukuman pengganti. Hukuman tambahan dari

16
17

Lihat Al-Quran Surah Al-Baqarah (2) ayat 178
Muhammad Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah, hlm. 7.

19

pembunuhan ini ada dua: pencabutan hak waris, dan pencabutan hak
menerima wasiat.18
2. Pembunuhan tidak sengaja (Khata’)
Pembunuhan tidak sengaja

yaitu pelaku tidak berencana

melakukan pembunuhan. Misalnya dia melempari sesuatu seperti tembok,
hewan, atau pohon lalu lemaparan itu mengenai orang; atau dia terjatuh
dari tempat yang tinggi dan menimpa orang di bawahnya hingga tewas.
Pada contoh pertama pelaku sengaja melakukan sesuatu (lemparan) tanpa
maksud mengenai target seseorang, sedangkan yang kedua pelaku tidak
merencanakan keduanya.
Sayid Sabiq memberikan definisi sebagai berikut:

Artinya ; “Pembunuhan karena kesalahan adalah apabila seorang
mukallaf melakukan perbuatan yang diperbolehkan untuk dikerjakan,
seperti menembak binatang buruan atau membidik suatu sasaran, tetapi
kemudian mengenai orang yang dijamin keselamatannya dan
membunuhnya”.19
Dasar Hukum penghukuman pembunuhan ini adalah Al-Quran Surah
An-Nisa ayat 92.

18
19

Alie, Yafie, Ensiklopedi Hukum Islam III, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu), hlm. 271
Sayid Sabiq, Fiqh As-sunnah Juz II, hlm. 331

20

            

           

Artinya: “dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh
seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) dan
Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) bersedekah”.20
Pembunuhan ini mendapatkan hukuman berupa kewajiban
membayar diat ringan (mukhaffafah) terhadap ahli waris ashabah (‘aqilah)

pelaku yang dibayar dalam jangka waktu tiga tahun.21 Sayid Sabiq
menerangkan bahwasannya tidak hanya sebatas diat ringan tetapi pelaku
juga menunaikan kafarah, yaitu memerdekakan budak mukmin, jika tidak
mampu maka pelaku harus berpuasa dua tahun berturut-turut.22
3. Pembunuhan Semi Sengaja (Syibh ‘amd)
Pembunuhan Semi Sengaja (syibh ‘amd) atau Sengaja tapi kelirua
(‘amdal-khata’), yaitu berencana melakukan pembunuhan dengan alat
yang biasanya tidak mematikan. Misalnya memukul seseorang dengan
tongkat yang ringan atau cambuk dan sebagainya yang tidak mematikan,
lalu dia tewas.23

20

Lihat Al-Quran Surah An-Nisa (4) ayat 92
Wahbah, Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi’i Al-Muyassar,hlm. 154
22
Sayid, Sabiq, Fiqh As-Sunah Juz II, hlm. 331
23
Wahbah, Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi’i Al-Muyassar,hlm. 154
21

21

Abdul Qadir Audah berpendapat,

Artinya: “Pembunuhan menyerupai sengaja adalah suatu
pembunuhan dimana pelaku sengaja memukul korban dengan tongkat
cambuk, batu, tangan, atau benda lain yang mengakibatkan kematian”.24
Jenis hukuman pembunuhan ini adalah diat mughallazah yang
diberikan waktu dan kafarat. Hukuman pengganti yaitu takzir sebagai
pengganti diat dan puasa sebagai pengganti kafarat, yaitu memerdekakan
budak atau bersedekah sesuai dengan harganya. Hukuman tambahan
pencabutan hak menerima wasiat.

C. Unsur- Unsur Tindak Pidana Pencurian Dalam Hukum Pidana Islam.
Unsur- unsur tindak pidana pencurian dalam hukum pidana Islam ada 4
(empat) yaitu: (1) mengambil secara sembunyi- sembunyi, (2) barang yang diambil
berupa harta, (3) harta yang diambil tersebut milik orang lain, dan (4) melawan
hukum.25
1. Mengambil secara sembunyi- sembunyi.
Pengertian dari “mengambil secara sembunyi- sembunyi” adalah
bahwasanya pelaku mengambil mengambil sesuatu (dalam hal ini adalah
harta) dengan tanpa sepengetahuan si korban dan tanpa adanya ridâ dari si
24
25

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, hlm. 141.
M. Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 114

22

korban. Seperti seseorang yang mengambil harta orang lain dari rumahnya
pada saat korban tidak ada dirumahnya atau korban sedang tertidur, atau
seperti orang yang mengambil hasil produksi dari tempat penimbunan
seseorang pada saat orang tersebut tidak ada atau saat orang tersebut sedang
tertidur. Jika pencurian di lakukan pada saat adanya si korban, dan tanpa
adanya kekerasan, maka perbuatan tersebut disebut ikhtilâs, bukan pencurian
(sariqoh). Dan jika pencurian dilakukan dengan tanpa sepengetahuan korban,
akan tetapi dengan adanya ridâ dari korban, maka perbuatan tersebut tidak
dianggap sebagai tindak pidana.26
Proses pencurian ini harus sempurna, tidak cukup hanya dengan
adanya pelaku yang berada di dakat barang curian. Perihal mengambil barang
orang lain ini harus memenuhi tiga syarat. Pertama, pencuri mengambil
barang curian itu dari tempat penyimpanan. Kedua, barang curian tersebut
dikeluarkan dari pemeliharaan pihak korban. Ketiga, barang curian berpindah
tangan dari pihak korban kepada pihak pelaku. Kalau syarat-syarat ini tidak
terpenuhi maka proses pencurian dinilai tidak sempurna dan hukumannya
berupa ta’zir, bukan potong tangan.27
2. Barang yang diambil berupa harta
Wajib bahwasanya sesuatu yang dicuri adalah berupa harta. Konsep
harta dalam Islam tampaknya terjadi pergeseran makna antara sebelum dan
Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid.
2, hlm. 517.
27
M. Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 114
26

23

sesudah dihapuskannya perbudakan oleh PBB. Sebelum dihapuskannya
pebudakan atau pada masa perbudakan masih merajalela, hamba sahaya/
budak laki- laki maupun perempuan merupakan termasuk ke dalam kategori
harta, dari sisi bahwasanya mereka memungkinkan untuk dipergunakan
layaknya harta, sekalipun dari sisi lain mereka juga manusia. Adapun setelah
dihapuskannya perbudakan, maka tidak mungkin manusia menjadi objek
pencurian, ini adalah pendapat Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad. Adapun
Imam Malik berpendapat bahwasanya anak kecil yang belum mumayyiz28
dapat disebut objek pencurian sekalipun orang merdeka, dan wajib diamputasi
tangan pelakunya, sebagaimana diamputasi tangan pelaku pencurian harta.29
Selanjutnya, agar pelaku pencurian dapat dikenai hukuman potong
tangan, harus memenuhi beberapa persyaratan yang dikemukakan oleh Abdul
Qadir Auda berikut.
Harta yang dicuri harus memenuhi beberapa syarat agar pelaku dapat
dihukum potong tangan. Syarat-syarat dimaksud (1) berupa harta yang
bergerak, (2) berupa benda berharga, (3) disimpan di tempat penyimpanan,
dan (4) harus mencapai nisab.

28

Mumayyiz dapat dikatakan, mengetahui sisi kanan dan sisi kiri, ada juga yang berpendapat,
memahami pembicaraan orang yang mengajak bicara, dan dapat menjawabnya, dan ada juga yang
berpendapat bahwasanya mumayyiz adalah mengetahui yang manfaat dan yang bahaya. Lihat, Abû
Bakar Syattâ, Hâsyiyah I’ânah al- Tâlibîn ‘Alâ Hilli Alfâdzi Fathi al- Mu’în Li Syarh Qurrati al-‘Ain
Bi Muhimmâti al- Dîn, (Beirût: Dâr al- Fikr, Ttt), jilid. 1, hlm. 24
29
Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid.
2, hlm. 542.

24

Perihal harta yang dicuri, yaitu berupa benda berharga dan mencapai
nisab. Adapun perihal harta yang berupa benda bergerak dan disimpan di
tempat penyimpanan, dijelaskan oleh Abdul Qadir Auda. Menurutnya, harta
yang berupa benda bergerak adalah benda yang memungkinkan untuk
dipindahtangankan dan tidak harus berupa benda yang secara fisik dapat
dilihat mata.30
3. Harta yang di ambil adalah milik orang lain.
Hal ini penting, karena kalau ternyata harta yang diambil itu milik
pelaku, sekalipun dilakukan dengan sembunyi-sembunyi tetap tidak dapat
disebut pencurian. Demikian pula kalau harta tersebut menjadi milik bersama
antara pelaku dan korban, juga tidak termasuk pencurian. Hal serupa juga
berlaku antara pelaku dan korban yang memiliki hubungan kekerabatan,
seperti ayah yang mengambil harta anak atau sebaliknnya (menurut Imam AlSyafi’I dan Ahmad).31
4. Melawan hukum.
Sebuah tindakan pengambilan terhadap harta orang lain tidak dianggap
pencurian, kecuali apabila telah tercukupi unsur yang keempat ini di sisi si
pelaku. Dan tercukupi unsur melawan hukum ini manakala pelaku mengambil
harta orang lain dan dia mengetahui bahwasanya perbuatan tersebut

30
31

M. Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 115
M. Nurul Irfan, Masyrofah, Fiqh Jinayah, hlm. 116

25

diharamkan, dan selama ia bermaksud untuk memiliki harta tersebut serta
tanpa adanya ridâ dari korban.32

D. Sanksi Tindak Pidana Pencurian Disertai Pembunuhan Berencana Dalam
Hukum Pidana Islam.
Apabila tindak pidana pencurian telah dapat dibuktikan maka pencuri dapat
dikenai dua macam hukuman, yaitu sebagai berikut: (1) penggantian kerugian, dan
(2) hukuman potong tangan.33 Hukuman potong tangan sudah pasti dilaksanakan,
akan tetapi bagi hukuman penggantian kerugian, terdapat perbedaan pendapat di
dalamnya. Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya berpendapat bahwasanya apabila
telah terbukti suatu tindak pidana pencurian, maka pelaku wajib menanggung/
mengganti harga harta barang yang dicuri, dan wajib diamputasi tangannya. Akan
tetapi mereka berpendapat bahwasanya sanksi ganti rugi dan sanksi amputasi tangan
tidak dapat digabungkan. Apabila tangan si pelaku telah diamputasi, maka pelaku
tidak wajib mengganti harta yang telah dicurinya, dalilnya adalah bahwa al-Qur’an
hanya memerintahkan untuk mengamputasi saja.
Sedangkan Imam Malik mewajibkan mengembalikan harta yang dicuri
sekalipun tangan si pelaku telah di amputasi selama harta yang dicuri masih ada, baik
harta tersebut masih di tangan si pelaku maupun sudah berpindah tangan. Dan di sisi

Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid.
2, hlm. 608
33
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004),
hlm.90.
32

26

lain Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwasanya sanksi amputasi dan
sanksi ganti rugi dihimpun bagaimanapun keadaannya. Karena bahwasanya pelaku
tindak pidana pencurian datang dengan suatu perbuatan yang mewajibkan amputasi,
dan sekaligus yang mewajibkan harga harta yang dicuri, yakni tindak pidana
pencurian.34
Hanafiyyah berpendapat apabila pelaku mengambil harta, maka diamputasi
tangan dan kaki pelaku secara silang. Jika pelaku membunuh saja, maka sanksinya
juga hukuman mati. Jika pelaku membunuh dan mengambil harta, maka Imam/
pemerintah dapat memilih, ia bisa saja mengamputasi tangan dan kaki pelaku secara
silang kemudian membunuhnya atau mensalibnya, atau bisa saja tidak mengamputasi,
yaitu langsung membunuh atau menyalibnya. Jika pelaku hanya meneror, tidak
membunuh dan mengambil harta maka sanksinya di asingkan dari bumi, yakni di
penjara dan di hukum dengan hukuman ta’zîr,
Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat apabila pelaku mengambil harta,
maka diamputasi tangan dan kaki pelaku secara silang. Jika pelaku membunuh dan
tidak mengambil harta, maka sanksinya hukuman mati saja, tidak disalib. Jika pelaku
membunuh dan mengambil harta, maka sanksinya hukuman mati dan disalib. Jika
pelaku hanya melakukan teror, maka sanksinya dipenjara.
Imam Malik berpendapat, perkara sanksi bagi pelaku tindak pidana hirâbah
dikembalikan kepada Ijtihâd Imam/ pemerintah, pandangan dan musyawarahnya

Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqâranan Bi al-Qânûn al-Wad’î, jilid.
2, hlm. 618-620
34

27

dengan pada Fuqaha untuk menjatuhkan sanksi yang lebih mengedepankan maslahah
dan menolak mafsadah, dan tentunya tidak boleh seorang Imam memutuskan perkara
seenaknya/ sesuai dengan nafsunya. Jika pelaku memberi teror, maka Imam dapat
memilih antara menyali, membunuh, mengamputasi tangan dan kaki secara silang,
mengasingkan, dan memukulnya, perinciannya adalah sebagai berikut:
Jika yang melakuakan teror adalah orang yang menjadi otak kejahatan dan
seseorang yang mempunyai kekuatan, maka sisi Ijtihâd Imam adalah membunuh dan
menyalibnya, apabila pelaku hanya mempunyai kekuatan, maka Imam mengamputasi
tangan dan kakinya secara silang, dan jika pelaku tidak mempunyai kedua sifat di
atas, maka Imam memberikan sanksi yang paling ringan, yaitu memukul dan
mengasingkan.
Jika pelaku melakukan pembunuhan, maka Imam mesti memberikan sanksi
hukuman mati, dan tidak ada pilihan bagi Imam untuk memberi hukuman amputasi
atau mengasingkan, sebab hakim hanya diberi pilihan antara membunuh atau
menyalib.
Jika pelaku hanya mengambil harta dan tidak membunuh, maka Imam diberi
pilihan antara menghukum mati, menyalib, mengamputasi tangan dan kaki secara
silang dan mengasingkannya.35

Wahbah bin Mustafâ al-Zuhailî, al-Tafsîr al-Munîr Fî al-‘Aqîdah Wa al-Syarî’ah Wa alManhaj, (Damaskus: Dâr al-Fikr, 1418 H), juz. 7, hlm. 405-407
35

BAB III
DESKRIPSI UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DISERTAI
KEKERASAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG
LAIN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA POSITIF

A. Definisi Pencurian dan Definisi Kekerasan yang Menyebabkan Hilangnya
Nyawa Orang Lain dalam Hukum Pidana Positif
Pencurian merupakan suatu bentuk tindak pidana, hal ini berarti bagi siapa
pun orangnya yang melakukan pencurian atau mengambil barang milik orang lain
secara melawan hukum harus dikenai sanksi pidana sesuai dengan pasal yang
mengaturnya. Pengenaan sanksi tersebut dilakukan melalui suatu proses pengadilan.
Berikut ini akan diuraikan. tentang beberapa pengertian pencurian yaitu :
Menurut Kamus Hukum “Pencurian adalah : Perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk mengambil barang milik orang lain secara melawan hukum.”
Pencurian adalah: “Mengambil barang milik orang lain dengan sengaja dan
secara diam-diam dengan maksud untuk dimiliki secara hukum”.1 Ada juga yang
memberi pengertian, pencurian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
atau beberapa orang untuk mengambil barang, sebagian atau seluruhnya milik orang
lain dengan melawan hukum.2

1

Mr. J. M. Van Bemmelen, Hukum Pidana 3 Bagian Khusus Delict Khusus, Cetakan I,
(Bandung; Bina cipta, 1986), hal. 133.
2
R. Soesilo, Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, (Bogor: Politiea, 1967), hlm. 215.

28

29

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil
milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi.
Sedangkan arti “pencurian” proses, cara, perbuatan.

Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan
dalam Pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya
yang berbunyi: barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian
milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam
karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 Tahun atau denda paling
banyak Rp.900,00-.3
Pengertian di atas menjelaskan bahwa tindak pidana pencurian berupa
perbuatan seseorang untuk mengambil barang kepunyaan orang lain dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum.4
Kata mencuri artinya mengambil barang orang lain dengan diam-diam dengan
sembunyi-sembunyi tanpa diketahui pemilik barang, perbuatan pencurian itu dapat
dibedakan antara pencurian ringan, pencurian berat dan pencurian dengan kekerasan.
Pencurian ringan adalah pencurian yang dilakukan dengan mengambil barang orang
lain dengan sembunyi-sembunyi dan harga barang yang dicuri biasanya relatif
rendah, sedangkan pencurian berat adalah pencurian yang dilakukan dengan
mengambil barang orang lain dengan maksud untuk dimiliki dengan cara melawan
hukum, dan dalam pencurian dangan kekerasan tidak jauh beda dengan pencurian
3

Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm.

4

Sudarto, Hukum Pidana 1, (Semarang: FH- UNDIP, 1990), hlm. 32.

128.

30

berat, tetapi dalam pencurian dengan kekerasan ini lebih menekankan pada cara yang
digunakan yaitu dengan kekerasan yang dapat mengakibatkan luka atau matinya
seseorang.
Di dalam bahasa sehari-hari mengambil barang orang lain dengan kekerasan
itu bisa disebut perampokan atau penodongan, apabila dilihat dari cara para pelaku
melakukan pencurian tersebut.5
Tindak pidana pencurian disertai kekerasan pada dasarnya identik sekali
dengan tindak pidana pembegalan atau perampokan. Hal ini berkaitan dengan cara
pengambilan harta itu sendiri, yaitu dilakukan dengan caraterang-terangan dan
menggunakan unsur kekerasan di dalamnya.6 Tindak pidana pencurian dengan
kekerasan itu oleh pembentuk undang-undang yang telah diatur dalam pasal 365
KUHP berbunyi :
Ayat (1)

Diancam dengan p