BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi
penyakit trofoblastik Ammiruddin dkk, 2007. Preeklampsia terjadi karena adanya mekanisme imunolog yang kompleks, aliran darah ke plasenta berkurang, akibatnya
suplai zat makanan yang dibutuhkan janin berkurang. Penyebabnya karena penyempitan pembuluh darah yang unik, yang tidak terjadi pada setiap orang selama
kehamilan Indiarti, 2009 Cuningham, 2001. Perdarahan, infeksi, dan eklampsia, merupakan komplikasi yang tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya dan mungkin
saja terjadi pada ibu hamil yang telah diidentifikasikan normal Senewe Sulistiawati, 2006.
Di seluruh dunia, insiden atau kejadian preeklampsia berkisar antara 2 dan 10 dari kehamilan. Insiden dari preeklampsia awal bervariasi di seluruh dunia.
WHO World Health Organization mengestimasi insiden preeklampsia hingga tujuh kali lebih tinggi di negara-negara berkembang 2,8 dari kelahiran hidup
dibandingkan dengan negara maju 0,4 Osungbade dan Ige, 2011.
Menurut WHO preeklampsia memengaruhi tujuh sampai sepuluh persen dari seluruh kehamilan di Amerika Serikat WHO, 2009. Di Inggris kurang dari 10
wanita meninggal akibat preeklampsia setiap tahunnya, dan mempengaruhi maternal yang mengakibatkan kematian, di negara yang kurang berkembang terdapat 50.000
kematian maternal yang disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia Champman, 2006. Pada sisi lain insiden dari eklampsia pada negara berkembang sekitar 1 kasus
per 100 kehamilan sampai 1 kasus per 1700 kehamilan. Pada negara Afrika seperti Afrika Selatan, Mesir, Tanzania dam Etiopia bervariasi sekitar 1,8 sampai dengan
7,1. Di Nigeria prevalensinya sekitar 2 sampai dengan 16,7 Osungbade dan Ige, 2011.
Angka Kematian Ibu AKI di Sub Sahara Afrika 270100.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 188100.000 kelahiran hidup dan di negara-negara ASEAN
seperti Singapura 14100.000 kelahiran hidup, Malaysia 62100.000 kelahiran hidup, Thailand 110100.000 kelahiran hidup, Vietnam 150100.000 kelahiran hidup,
Filipina 230100.000 kelahiran hidup dan Myanmar 380100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN
lainnya. Kematian ibu akibat komplikasi dari kehamilan dan persalinan tersebut terjadi pada wanita usia 15-49 tahun diseluruh dunia Widyawati, 2010. Indonesia
merupakan negara yang mempunyai AKI tertinggi di ASEAN. Pada tahun 2010, AKI menjadi 228 per-100.000 Depkes RI, 2010.
Berdasarkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan sebesar 28 perdarahan, 24 eklampsia, 11 Infeksi, 5 abortus, 5 persalinan lama, 3
emboli obat, 8 komplikasi masa puerperium, 11 lain – lain Widyawati, 2010. Kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh multifaktor, baik faktor secara langsung
maupun faktor tidak langsung, 90 kematian ibu disebabkan oleh faktor langsung yaitu terjadlnya komplikasi pada saat kehamilan dan segera setelah bersalin dengan
rincian 28 akibat pendarahan, 24 akibat eklampsia dan 11 akibat infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain ibu hamil yang kurang asupan energi
atau kekurangan energi protein sebesar 37, dan adanya kejadian anemia sebesar 40 Depkes RI, 2001. Salah satu penyebab kematian terbanyak adalah
preeklampsia dan eklampsia yang bersama infeksi dan pendarahan, diperkirakan mencakup 75-80 dari keseluruhan kematian maternal. Kejadian preeklampsia-
eklampsia dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila CFR PE-E mencapai 1,4-1,8 Ammiruddin dkk, 2007.
Angka kejadian preeklampsiaeklampsia lebih banyak terjadi di negara berkembang dibanding pada negara maju. Hal ini disebabkan oleh karena di negara
maju perawatan prenatalnya lebih baik. Kejadian preeklampsia dipengaruhi oleh paritas, ras, faktor genetik dan lingkungan. Kehamilan dengan preeklampsia lebih
umum terjadi pada primigravida, sedangkan pada multigravida berhubungan dengan penyakit hipertensi kronis, diabetes melitus dan penyakit ginjal Baktiyani, 2005.
Di negara maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6-7 dan eklampsia 0,1-0,7, sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan
eklampsia di negara berkembang masih tinggi. Preeklampsia salah satu sindrom yang
dijumpai pada ibu hamil di atas 20 minggu terdiri dari hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema Amelda, 2009.
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT tahun 2010 menunjukkan jumlah kematian ibu masih sangat tinggi yaitu 228 kematian pada setiap 100.000
kasus dimana penyebab kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, seperti pendarahan yang mencapai 28, eklampsia atau keracunan saat kehamilan
24, infeksi 11 Sri, 2011. Berkat kemajuan dalam bidang anestesi, teknik operasi, pemberian cairan
infus dan transfusi dan peranan antibiotik yang semakin meningkat, maka penyebab kematian ibu karena perdarahan dan infeksi dapat diturunkan dengan nyata. Namun
penderita preeklampsia dapat berkembang menjadi preeklampsia berat karena ketidaktahuan dan sering terlambat mencari pertolongan. Sehingga angka kematian
ibu karena preeklampsia belum dapat diturunkan Haryono, 2006. Frekuensi terjadinya preeklampsia dan eklampsia bertambah seiring dengan
tuanya kehamilan, umumnya pada Primigravida Triwulan III, umur diatas 35 tahun, bisa dijadikan penyebab pada kejadian preeklampsia dan eklampsia Mochtar, 2006.
Ibu hamil haruslah mempunyai keberdayaan atau kemandirian untuk mengambil sikap melakukan pemeriksaan antenatal care, sehingga dapat diketahui terjadinya
masalah preeklampsia dalam kehamilannya dan dapat dengan segera dilakukan pencegahan pada kondisi yang lebih berat preeklampsia berat Rejeki dan Hayati,
2005.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 dilaporkan bahwa pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan sudah lebih baik, yaitu 84. Akan tetapi masih ada
2,8 tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, dan 3,2 masih memeriksakan kehamilan ke dukun. Selain itu diketahui akses K1 adalah 92,8 ibu hamil
mengikuti pelayanan antenatal, akan tetapi hanya 61,3 selama kehamilan memeriksakan kehamilan minimal 4 kali K4 Suparyanto, 2011.
Ibu hamil perlu mewaspadai Preeklampsia dan Eklampsia PE-E karena di Indonesia menjadi penyebab 30-40 kematian perinatal. Di beberapa rumah sakit di
Indonesia, Preeklampsia-Eklampsia menjadi penyebab utama kematian maternal, menggeser Perdarahan dan Infeksi. Fakta ini terungkap dalam Simposium Pelantikan
Dokter Periode 163 Universitas Sebelas Maret UNS Surakarta Kompas, 2008. Asuhan antenatal penting untuk menjamin agar proses alamiah tetap berjalan
normal selama kehamilan. WHO memperkirakan bahwa sekitar 15 dari seluruh wanita yang hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan
kehamilan serta dapat mengancam jiwanya. Tujuan utama dari asuhan antenatal adalah untuk mempersiapkan ibu dan bayinya dalam keadaan sehat dengan cara
membangun hubungan saling percaya dengan ibu, mendeteksi tanda bahaya yang mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan kepada ibu
Depkes RI, 2002. Antenatal Care merupakan pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasi
kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan memberikan ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar
Rozikhan, 2006. Pemeriksaan antenatal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan terdidik dalam bidang kebidanan. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan antenatal sebanyak 4 kali, yaitu pada setiap trimester dan trimester terakhir sebanyak 2 kali Kartika, 2001. Dengan kunjungan ANC yang teratur dan
rutin dapat diketahui tanda-tanda preeklampsia, yang sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia Wiknjosastro, 2007.
Preeklampsia berat merupakan risiko yang membahayakan ibu di samping membahayakan janin. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia berisiko tinggi
mengalami gagal ginjal akut, pendarahan otak, pembekuan darah intravaskular, pembengkakan paru-paru, kolaps pada sistem pembuluh darah dan eklampsia. Risiko
preeklampsia pada janin antara lain plasenta tidak mendapat asupan darah yang cukup, sehingga janin bisa kekurangan oksigen dan makanan Hal ini dapat
menimbulkan rendahnya bobot tubuh bayi ketika lahir dan juga menimbulkan masalah lain pada bayi seperti kelahiran prematur sampai dengan kematian pada saat
kelahiran Prawirohardjo, 2008. Faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan ibu hamil berdasarkan Program
Keluarga Harapan PKH adalah antenatal care, gizi ibu hamil tablet zat besi dan imunisasi tetanus toxoid Prasetyawati, 2012. Menurut hasil penelitian Rozikhan
2004 menyatakan bahwa ibu hamil mempunyai risiko 1,5 kali lebih besar untuk mengalami preeklampsia berat karena kurang dalam melakukan antenatal care.
Menurut hasil penelitian Langelo 2012 di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makasar menyatakan bahwa antenatal care berhubungan dengan kejadian
preeklampsia karena berguna untuk mengawasi dan memonitor kesehatan ibu dan bayi sehingga semuanya berjalan lancar dengan nilai OR 2,72 95 CI. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Rozanna 2009 menunjukkan bahwa ibu yang tidak melakukan antenatal care merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia
dengan nilai OR 2,66 95 CI. Kepatuhan seorang ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya sangat
diperlukan agar setiap keluhan dapat ditangani sedini mungkin dan informasi yang penting bagi ibu hamil dapat tersampaikan sehingga angka kematian ibu dapat
ditekan menjadi seminimal mungkin. Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan antenatal care adalah
penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri Kandrawilko, 2009.
Menurut Roeshadi 2006 yang mengutip hasil penelitian Sukatendel tahun 2005 tentang kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Pirngadi Medan dan Rumah
Sakit Haji Adam Malik tahun 2004 bahwa masalah yang sering dihadapi pada penderita preeklampsia dan eklampsia adalah penderita tidak melakukan pemeriksaan
antenatal secara teratur dan sering datang terlambat ke rumah sakit. Sekitar 40 serangan kejang pada penderita eklampsia biasanya terjadi sebelum penderita masuk
ke rumah sakit.
Konseling yang diberikan petugas kesehatan dapat membantu ibu untuk memantau perkembangan dan kesehatan pada masa kehamilan. Informasi yang
diberikan petugas kesehatan kepada ibu yang memiliki risiko preeklampsiaeklampsia dapat melakukan upaya-upaya pencegahan dengan melakukan pemeriksaan rutin,
menghindari konsumsi makanan yang dapat menimbulkan hipertensi dalam kehamilannya. Selain itu penyebab kematian ibu dan perinatal dapat dicegah dengan
pemeriksaan kehamilan antenatal care yang memadai Manuaba, 2008. Target cakupan kesehatan ibu yang dicapai pada tahun 2009 masing-masing sebesar 94
untuk akses pelayanan antenatal cakupan ibu hamil K1, 84 untuk cakupan pelayanan ibu hamil sesuai standar K4 Depkes RI, 2010.
Pelaksanaan antenatal care dilakukan minimal 4 kali, yaitu l kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Namun jika terdapat
kelainan dalam kehamilannya, maka frekuensi pemeriksaan disesuaikan menurut kebutuhan masing- masing. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan
dikatakan teratur jika melakukan pemeriksaan kehamilan ≥ 4 kali kunjungan, kurang
teratur jika pemeriksaan kehamilan 2-3 kali kunjungan dan tidak teratur jika ibu hamil hanya melakukan pemeriksaan kehamilan kurang dari 2 kali kunjungan WHO,
2006. Penelitian yang dilakukan Soedjones pada tahun 1983 di 12 RS. Pendidikan
Indonesia, didapat kejadian preeklampsia dan eklampsia 5,30 dengan kematian perinatal 10,831000 4,9 x lebih besar dibanding kehamilan normal. Sedangkan
penelitian Lukas dan Rambulangi tahun 1994, di 12 RS pendidikan di Makasar
insiden preeklampsia berat 2,61, eklampsia 84 dan angka kematian akibatnya 22,2 Ridwananiruddin, 2007. Menurut Sunidaya 2000 mendapatkan angka
kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus 5,1 dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus 4,2 dan eklampsia 13 kasus 0,9.
Pada tahun 2010 di RS DR.Pirngadi Medan juga ditemukan 43 kasus preeklampsia berateklampsia per 531 8,1 kehamilan. Pada tahun 2011 ditemukan
73 kasus per 644 11,3 kehamilan. Berdasarkan data tersebut terjadi peningkatan kasus preeklampsia dan eklampsia disebabkan karena tidak teraturnya pemeriksaan
antenatal care yang pernah dilakukan ibu hamil sehingga tidak dapat mendeteksi dini secara dini gangguan kesehatan yang dialami selama kehamilan dan kunjungan
pemeriksaan yang dianjurkan belum dilaksanakan sehingga keterpaparan informasi yang diberikan petugas kesehatan melalui konseling masih terbatas. Penyakit
preeklampsia harus dideteksi sedini mungkin, karena penyakit tersebut merupakan masalah kebidanan yang belum dapat ditanggulangi dengan tuntas. Kehamilan
dengan preeklampsia dapat terjadi pada wanita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah yang normal. Kehamilan dengan preeklampsia dapat dicegah, jika sebelumnya
ibu patuh dalam melakukan antenatal care. Sebab tidak semua ibu hamil dapat dan mau melaksanakan perawatan kehamilan secara teratur dan patuh terhadap nasehat
yang diberikan oleh tenaga kesehatan utuk mencegah memberatnya penyakit.
Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu ibu dijumpai peningkatan kasus pre eklampsia setiap tahun. Pada tahun 2011 terdapat 32 kasus preeklampsia dan pada
tahun 2012 terdapat peningkatan kasus preeklampsia sebanyak 37 kasus. Preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan yang
baik pada ibu hamil. Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring,
dalam hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat,
garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan
diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang baik Wiknjosastro, 2006.
Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik yang dilakukan secara simtomatis menurut etiologi preeklampsia. Penanganan obstetrik bertujuan
agar dapat melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan dan sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus Manuaba, 1998.
Keberhasilan penangan preeklampsia pada preeklampsia ringan terjadi penurunan tekanan darah diastolik di bawah 15 mmHg dan tidak ditemukan
proteinuria. Tidak ditemukan adanya edema. Meminimalkan gejala-gejala ke arah preeklampsia berat. Pertumbuhan janin, denyut jantung janin dan gerakan janin baik.
Pemberian obat antihipertensi, jika tekanan diastoliknya di atas 110 mmHg. Keberhasilan dalam penanganan preeklampsia berat dan eklampsia diketahui dengan
penurunan tekanan darah diastolik diatas 110 mmHg sampai mencapai antara 90-100 mmHg, tidak ditemukan edema paru, tidak terjadi dekompensasi kordis atau gagal
ginjal akut, tidak terjadi kejang dan trauma, tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin dalam keadaan baik, tidak terjadi pembekuan darah, dan tidak terjadi
depresi neonatal Saifuddin, 2002. Kemampuan mengenali dan mengobati preeklampsia ringan agar tidak
berlanjut menjadi preeklampsia berat dan mencegah preeklampsia berat menjadi eklampsia. Hal ini hanya bisa diketahui bila ibu hamil memeriksakan dirinya selama
hamil, meliputi pengukuran tensi setiap saat serta pemberian vitamin dan mineral. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda-tanda
sedini mungkin preeklampsia ringan, dan diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Adanya selalu kewaspadaan terhadap
kemungkinan terjadinya preeklampsia. Memberikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak,
serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan Putri, 2009.
Berdasarkan hasil survei awal pada 6 orang ibu hamil yang pernah menderita preeklampsia diketahui seluruhnya ibu masih menganggap kehamilan sebagai hal
yang biasa, alamiah dan kodrati. Ada 4 orang ibu yang merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke pelayanan kesehatan karena sebelumnya
merasa tidak pernah mengalami preeklampsia, 2 orang ibu mempunyai 1 orang anak dan usianya di atas 37 dan 38 tahun dan 2 orang lagi berusia 39 tahun, sedangkan 2
orang ibu hamil lagi ada kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan, ibu belum pernah mempunyai anak dan ibu tersebut tidak patuh mengikuti anjuran
peugas kesehatan untuk melakukan ANC. Kedua ibu tersebut hanya 1 kali melakukan pemeriksaan ANC pada trimester pertama. Salah satu berusia 35 tahun dan yang
satunya lagi berusia 36 tahun. Ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang mungkin dialami.
Risiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan
disebabkan ibu hamil tersebut tidak mematuhi anjuran dokter untuk melakukan pemeriksaan ANC, mengatur pola makan dan istirahat yang cukup.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka ingin dilakukan penelitian tentang “Pengaruh kepatuhan ibu hamil terhadap keberhasilan penanganan
preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013.”
1.2 Permasalahan
Adanya peningkatan kejadian preeklampsia berat yang dijumpai pada ibu hamil, sehingga rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana “Pengaruh
kepatuhan ibu hamil terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan Tahun 2013.”
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepatuhan ibu hamil kepatuhan dalam Antenatal Care, kepatuhan dalam pola makan dan kepatuhan dalam
istirahat terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh kepatuhan ibu hamil kepatuhan dalam Antenatal Care, kepatuhan dalam pola makan dan kepatuhan dalam istirahat terhadap keberhasilan
penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya penanganan preeklampsia dan tempat pelayanan kesehatan maternal lainnya.
2. Agar tenaga kesehatan dapat melaksanakan perawatan kehamilan yang berkualitas guna mendeteksi secara dini dalam upaya pencegahan preeklampsia.
3. Memberi masukan kepada tenaga kesehatan pentingnya memberikan pendidikan kesehatan bagi ibu hamil agar patuh melakukan perawatan kehamilan dalam
pencegahan preeklampsia. 4. Manfaat bagi penelitian lainnya, agar dapat digunakan sebagai bahan referensi
tentang penanganan preeklampsia untuk penelitian selanjutnya.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA