1
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembelajaran sejarah sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial IPS di SMP Negeri 1 Kadipaten belum berlangsung secara optimal. Pada umumnya
peserta didik di sekolah ini masih menganggap pelajaran sejarah sebagai pelajaran yang kurang penting jika dibandingkan dengan pelajaran lainnya, terutama jika
dibandingkan dengan pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional. Sejarah dipandang sebagai pelajaran yang tidak menarik bahkan cenderung membosankan
karena hanya berisi fakta-fakta usang dari masa lalu yang disampaikan oleh guru dengan hanya menggunakan metode ceramah. Berbagai persoalan tersebut
menyebabkan guru yang akan dijadikan sebagai kolaborator peneliti dalam penelitian ini melakukan inovasi yaitu dengan berupaya mengembangkan
pembelajaran sejarah baik dalam variasi metode pembelajaran maupun dalam penggunaan media.
Kelas VII H yang dijadikan sebagai lokasi penelitian termasuk ke dalam kelas yang memiliki potensi belajar dengan kualitas yang baik. Hal ini terlihat dari
kemauan serta antusiasme mereka dalam belajar. Pada umumnya peserta didik di kelas VII H memiliki ketertarikan dalam belajar sejarah, namun mereka masih
menghadapi persoalan jika dihadapkan dengan tugas menulis. Keterampilan menulis, terutama menulis sejarah dianggap sebagai suatu keterampilan yang
sangat sulit dilakukan, kesulitan tersebut terlihat ketika siswa diminta untuk membuat artikel dengan tema sejarah yang akan diterbitkan di majalah dinding
sekolah ternyata artikel yang dibuat masih jauh dari kriteria sebuah karya ilmiah. Keterampilan menulis masih dianggap sebagai suatu hal yang tidak
penting bahkan dihindari. Menulis yang baik akan berawal dari fakta bukan bersadarkan kepada opini atau pendapat penulis semata. Hal ini memerlukan suatu
proses latihan yang dilakukan secara terus menerus. Apalagi dalam tantangan dunia globalisasi seperti saat ini dimana berbagai informasi datang dan pergi
2
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
dalam intensitas yang tinggi memerlukan keterampilan dari diri siswa untuk membedakan mana fakta dan mana opini. Banyaknya tulisan yang tidak berawal
dari fakta, seperti iklan-iklan politik yang dewasa ini semakin sering dilihat, dibaca dan didengarkan oleh kita termasuk oleh para siswa di sekolah
memerlukan suatu keterampilan dalam diri mereka untuk menyeleksi informasi tersebut sehingga apa yang mereka peroleh merupakan suatu fakta yang
sebenarnya bukan hanya opini yang justru menyesatkan bagi mereka. Keterampilan menulis merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki oleh peserta didik agar kelak mereka mampu menjadi warga negara yang mampu berpartisipasi aktif dalam masyarakat serta mampu menghadapi tantangan
global. Menulis merupakan kemampuan akademis yang diperoleh peserta didik dari proses berpikir secara sistematis, logis, kritis, dan tanggap terhadap masalah-
masalah yang terjadi di lingkungannya sehingga mereka sanggup memberikan solusi alternatif dalam memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Dalam
pandangan Yep, Laurence dikemukakan sebuah peryataan yang menarik, yaitu I think of writing as a way of seeing. Its a way of bringing out the specialness of
ordinary things Cantu, 2000. Kelemahan atau ketidak mampuan peserta didik dalam menulis sudah lama
dikeluhkan oleh kalangan pendidik di Indonesia, padahal dalam prakteknya pelajaran menulis sudah diberikan sejak peserta didik masuk ke jenjang
pendidikan formal maupun non formal. Namun ironisnya kemampuan menulis peserta didik tidak mengalami perkembangan berarti seiring berkembangnya usia
anak dan meningkatnya jenjang pendidikan. Bahkan untuk mengerjakan tugas yang berkaitan dengan menulis, siswa terlihat begitu kesulitan dan terkesan malas
untuk mengerjakannya. Menurut Tabroni 2007:17, bagi sebagian orang menulis seringkali dipandang sebagai sesuatu yang sangat menyulitkan, memberatkan dan
tidak mudah dilakukan. Fenomena tersebut hampir terjadi di seluruh jenjang pendidikan baik Pendidikan Dasar, Menengah maupun Tinggi. Hal ini merupakan
suatu permasalahan yang harus dihadapi oleh setiap praktisi pendidikan, terutama yang berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, termasuk pendidikan
3
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
sejarah baik sebagai satu disiplin ilmu maupun sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial IPS.
Belum berhasilnya pendidikan di sekolah dalam meningkatkan kemampuan peserta didik menulis dapat kita lihat dalam berbagai pendapat diantaranya yang
diungkapkan oleh Walshe 2001:116, menurutnya : The secondary school, with few exceptions, have not succeeded in causing
children to write willingly and well; they have not caused children to view writing as a valued, useful, satisfying means of learning and
communication, or of self expression and self discovery, all of which it has been for some individuals and it potentially can be for everyone.
Dari uraian tersebut kita dapat melihat bahwa pembelajaran sejarah di jenjang Sekolah Menengah pada umumnya belum berhasil dalam menumbuhkan
kesadaran bagi peserta didik untuk menulis dengan sukarela dan dengan kualitas baik, mereka belum mampu menumbuhkan kesadaran pada peserta didik bahwa
menulis merupakan sesuatu yang harus dihargai, berguna, merupakan sarana pembelajaran dan komunikasi serta dapat menjadi wahana untuk mengekspresikan
dan menemukan jati diri mereka. Kondisi tersebut sangat disayangkan, mengingat dalam perkembangan
informasi yang demikian pesatnya seperti sekarang ini, menulis bisa menjadi salah satu profesi yang sangat menjanjikan dan merupakan keterampilan sosial
yang harus dimiliki oleh peserta didik ketika mereka memasuki dunia kerja di kemudian hari. Generasi muda yang optimis kedepan diharapkan membiasakan
diri menulis, karena dengan menulis karya kita akan dikenang walaupun kita sudah tiada. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer dalam Maryani 2012 bahwa :
“Sepandai apa pun seseorang, jika tidak menulis, ia akan dilupakan sejarah”. dengan demikian menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Menurut Walshe 2001:107, diuraikan bahwa sejarawan selalu dihargai ketika mereka menulis. Hal itu sangat masuk akal karena adanya kesadaran bahwa
penemuan tulisan yang memungkinkan lahirnya sejarah. begitu juga sumber utama bagi penulisan sejarah adalah dokumen tertulis. Dengan demikian perlu
4
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
adanya transformasi kesadaran historis tersebut kepada peserta didik untuk memproduksi karya sejarah dengan menulis. Lebih lanjut diungkapkan :
Too many of us- until recently, at least- have peddled a dryasdust academic prose which sacrificed interest and liveliness on the harsh altar
of objectivity-at-all-costs. We have taken writing too much for granted. Have of course moralised in abstract about its virtues, but have mostly
failed to knowledge its difficulty. Failed to make use of its potential university, and failed in practical ways to help the young to write well.
Pembelajaran sejarah di sekolah menjadi pelajaran yang membosankan, yang terlalu banyak menjejalkan prosa akademik dengan mengorbankan
kreatifitas dan keaktifan peserta didik. Mereka dihadapkan pada objektivitas yang kaku serta mengarahkan peserta didik pada pengerjaan soal tes. Menurut
Supriatna 2007:158, salah satu kelemahan dalam pembelajaran ilmu sosial adalah terlalu menekankan pada ceramah dan ekspositori atau transfer of
knowledge yang menjadikan guru sebagai pusat kegiatan belajar mengajar. Pendapat tersebut sejalan dengan praktisi pendidikan lainnya yang
menekankan bahwa kritik para ahli kurikulum terhadap pembelajaran sejarah saat ini lebih kepada kenyataan bahwa pembelajaran sejarah didominasi oleh hafalan
serta lebih menekankan memorisasi dan mengabaikan usaha pengembangan kemampuan intelektual yang lebih tinggi. Selain itu ada anggapan bahwa
pembelajaran sejarah tidak memiliki relevansi dengan kebutuhan peserta didik. Lebih lanjut diuraikan bahwa guru sejarah kurang mementingkan penerapan
kemahiran berpikir kreatif dan kritis dalam pembelajarannya. Pembelajaran sejarah lebih didominasi oleh situasi
“too much chalk and talk and by a lack of involvment of children in their own learning” Parington dalam Widja, 1989:103.
Sedangkan menurut Wineburg 2006:323-324, penyajian materi sejarah yang membosankan, penjejalan informasi tentang masa lalu, papan tulis yang
terlalu banyak coretan tanpa arti, keharusan siswa menghafal fakta-fakta dengan cepat dan kemudian dengan cepat pula mereka melupakannya merupakan
gambaran buruk suatu pembelajaran sejarah yang terjadi di Amerika Serikat. Gambaran tersebut terjadi juga di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
5
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Pembelajaran sejarah di banyak sekolah baik sebagai ilmu yang berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari IPS seperti di jenjang Sekolah Menengah Pertama
SMP tidak lebih dari transfer ilmu dari guru kepada siswa di dalam kelas melalui komunikasi satu arah. Siswa hanya menjadi objek pasif yang mempunyai
kewajiban menghafal catatan yang disampaikan guru supaya dapat menjawab soal yang akan diujikan pada setiap akhir bab atau akhir suatu materi. Dalam
pandangan Hafid 2011:24, metode pembelajaran sejarah yang membosankan dan tidak memiliki sentuhan emosional kepada siswa akan menimbulkan
timbulnya perasaan dalam diri siswa jika mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran yang kaku berakibat buruk dalam jangka panjang dan berpotensi memunculkan generasi yang mengalami amnesia sejarah, yaitu yang
melupakan sejarah bangsa sendiri. Jika kita melihat pernyataan di atas, nampak bahwa dalam pembelajaran sejarah di sekolah masih terdapat relasi kuasa power
relation, antara guru sebagai dominant groups dengan peserta didik sehingga tidak terjadi proses dialog yang dilandasi kesetaraan equality serta saling
keterhubungan intersubjektivity, antara siswa dengan lingkungan sosialnya, antara para guru dengan siswa serta lingkungan space tempat mereka berada
Fereire dalam Supriatna, 2007:5. Setianto 2012:481 mengungkapkan bahwa sejarah suatu bangsa juga tak lepas dari tokoh besar. Thomas Cartyle
dengan “the great man theory
”-nya, berpendapat bahwa, “the great man dominates all history”. Pendapat Cartyle memberikan gambaran bahwa tokoh besar masih
mendominasi dalam penulisan sejarah, namun pada hakekatnya setiap individu dapat menjadi pusat dalam proses penelitian serta penulisan sejarah. Selain itu
orang biasapun dapat menjadi pusat kajian dalam suatu proses penulisan sejarah. Menurut Giroux 1995 dalam Supriatna 2007:5 bahwa :
critical theory merupakan alternatif untuk mengubah relasi kuasa melalui upaya mendekonstruksi reproduksi budaya serta terpusatnya kuasa pada
kelompok dominan kepada kelompok terpinggirkan serta rakyat kebanyakan yang memori kolektifnya, pengetahuannya serta identitasnya terancam atau
termanipulasi melalui relasi kuasa serta konsepsi pengetahuan yang dipersepsi oleh kelompok hegemoni hegemoni groups.
6
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Pembelajaran sejarah bukan hanya menyampaikan fakta-fakta kering tentang berbagai peristiwa yang terjadi pada masa lalu, pembelajaran sejarah
harus mampu menumbuhkan kemampuan siswa berfikir secara kritis. Menurut Jane dalam Wineburg 2006:211 :
Sejarah bukan daftar mati fakta-fakta, seperti yang dibayangkan orang selama ini. Sejarah adalah serangkaian peristiwa yang melibatkan manusia
dan keinginannya secara berkesinambungan sejarah mengandung banyak tekstur dan nilai kehidupan.
Sedangkan menurut Himmelfarb 1987:14 dalam buku The New History and Old dideskripsikan bahwa :
the new history tends be analytic rather than narrative, thematic rather than chronological.... the new history focuses on classes and ethic groups,
social problems and institutions, cities and communitis, work and play, family and sex, birth and death, chilhood and old age, crime and insanity...
Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa kita harus memaknai sejarah bukan hanya terdiri dari rangkaian fakta-fakta yang tidak memiliki keterikatan
dengan peserta didik, kita harus bisa berfikir secara kritis melewati fakta-fakta tersebut, serta mampu memilih materi sejarah yang benar-benar memiliki
keterkaitan dengan sisi emosional mereka misalnya sejarah tokoh yang ada disekitar peserta didik maupun berbagai persoalan yang dekat dengan mereka,
bahkan pengalaman historis yang mereka alami. Hampir semua tema dapat dijadikan sebagai kajian sejarah serta dapat disampaikan di dalam kelas dengan
metode yang bisa menumbuhkan kemampuan siswa dalam menulis. Dengan demikian tujuan belajar sejarah agar peserta didik mampu berpikir kritis dan
mampu menuangkan hasil pemikirannya kedalam satu penulisan sejarah dapat terwujud.
Hal yang dikemukakan di atas sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Sartono Kartodirdjo Widja, 1989:109, bahwa :
Apabila sejarah hendak tetap berfungsi dalam pendidikan, maka harus dapat menyesuaikan diri terhadap situasi sosial dewasa ini. Jika studi
sejarah terbatas pada pengetahuan fakta-fakta akan menjadi steril dan
7
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
mematikan segala minat terhadap sejarah. hendaknya studi sejarah memberi pengertian yang dalam dan suatu keterampilan skill.
Jika kita mengkaji pendapat tersebut, Kartodirdjo memberikan penekanan pentingnya sejarah menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman, baik dalam
metode, media maupun sumber pembelajaran atau penggalian berbagai informasi sejarah baru, dalam hal ini tafsir tunggal terhadap satu fakta sejarah berdasarkan
narasi besar grand narrative sudah tidak relevan lagi dengan arus perubahan. Selain itu pembelajaran sejarah harus mampu mengembangkan kemampuan atau
keterampilan dalam diri peserta didik, salah satunya adalah kemampuan atau keterampilan menulis sejarah yang selama ini belum dimiliki oleh peserta didik,
keterampilan ini akan sulit terwujud dengan pembelajaran sejarah yang masih konvensional. Menurut British authority
dalam Walshe 2001:108, “The point then is to reduce the difficulty by giving writing the purpose and interest which
has often been lacking in the schools”. Pembelajaran sejarah dengan pendekatan pedagogy kritis critical
pedagogy telah merubah fokus dari hanya kajian narasi besar grand narrative pada masa lalu regress seperti yang berkembang dalam wacana sejarah nasional
yang menekankan kepada kesinambungan dan perubahan continuity and change dalam garis linier kepada narasi kecil small narrative yang menempatkan siswa
dengan segala pengalaman historisnya menjadi bagian dari pelaku sejarah di jamannya dengan materi pembelajaran sejarah sebagai hasil dialog antara guru
dengan siswa dan diantara keduanya dengan dokumen kurikulum Supriatna, 2007:43. Satu diktum yang terkenal dari Carl Becker sebagai salah satu tokoh the
new history adalah : everyman his own historian Himmelfarb, 1987:15, dapat kita maknai bahwa setiap orang adalah sejarawan untuk dirinya sendiri. Dengan
demikian setiap orang dapat menuliskan pengalaman sejarahnya kedalam suatu karya tulis sejarah, baik pengalaman hidupnya sendiri, masyarakat yang ada di
sekitar mereka tinggal, atau pengalaman siswa sebagai seorang yang melakukan inkuiri sejarah. Lebih lanjut ia menguraikan bahwa
“...all he hoped to do was to redress the balance, to recover that part of history, the history of daily life, which
8
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
has be en sorely neglected” Himmelfarb, 1987:15. Sedangkan menurut
Sudartomo yang dikutip oleh Lestari 2009:199 menumbuhkan kemampuan menulis dapat dilakukan dengan mengajak anak untuk menuliskan fenomena yang
dekat dengan anak termasuk pengalamannya sendiri yang pasti dikuasai. Pengalaman sendiri yang dialami siswa merupakan suatu pengalaman
historis yang dapat dikembangkan dalam bentuk tulisan. Pengalaman historis tersebut meliputi konsep-konsep lain diluar sejarah, seperti produksi, konsumsi,
distribusi, tempat atau lokasi, lingkungan masyarakat atau kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tersebut.
Menurut Wineburg 2006:6, sejarah memiliki potensi yang baru sebagian saja terwujud, yaitu untuk menjadikan kita manusia yang berprikemanusian, hal
yang tidak dapat dilakukan oleh semua mata pelajaran yang lain dalam kurikulum sekolah. Setiap generasi harus mengajukan pertanyaan mengapa penting
mempelajari masa lalu, dan mengingatkan dirinya sendiri mengapa sejarah dapat mempersatukan kita dan bukan memecah belah kita seperti yang kita saksikan
akhir-akhir ini. Dengan mengacu pada pendapat tersebut, pengajaran sejarah memiliki peranan yang penting dalam mempersatukan berbagai perbedaan yang
ada sehingga terbentuk satu persatuan nasional. Pembaharuan tersebut harus diarahkan kepada pencapaian tujuan
pendidikan sejarah seperti yang diuraikan oleh Hasan 2012:35 bahwa : ... pengembangan nilai-nilai yang menopang karakter bangsa bersamaan
dengan kemampuan berfikir kritis-analitis, kebiasaan membaca dan kemampuan belajar learning skills menjadi tujuan utama pendidikan
sejarah. Pengenalan dan pemahaman sejarah masyarakat sekitarnya beserta tokoh sejarah daerah dilanjutkan dengan sejarah nasional, penghargaan
terhadap jasa pahlawan, keinginan untuk mencontoh tindakan kepahlawanan adalah penting untuk membangun memory kolektif sebagai bangsa pada
peserta didik.” Jika kita melihat pernyataan di atas, pembelajaran sejarah harus mampu
menumbuhkan kemampuan berfikir kritis dan analitis dalam diri peserta didik serta merupakan media yang efektif dalam pewarisan nilai-nilai kebangsaan.
Selain itu pembelajaran sejarah harus mampu menumbuhkan kemampuan siswa
9
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
dalam menghadapi berbagai isu kontemporer yang mereka hadapi karena pada hakekatnya peserta didik hidup bukan untuk masa lalu, namun hidup untuk masa
kini dan masa yang akan datang dengan tantangan yang semakin berat. Menurut Supriatna 2007:89-90, untuk pembentukan jatidiri bangsa serta
pembangunan dan pembinaan bangsa nation and character building paradigma perenialisme dalam pengembangan pembelajaran sejarah masih relevan. Para
peserta didik dibekali berbagai nilai bangsa, pengalaman budaya termasuk pengalaman sejarah yang diwariskan oleh generasi terdahulu. Melalui
penyeleksian bahan materi pembelajaran contents, pembelajaran sejarah dapat memainkan peranannya untuk membekali peserta didik pemahaman nilai-nilai
moral kebangsaan, cinta tanah air dan patriotisme, sekaligus melatih kemampuan intelektual atau berpikir kritis mengenai pengalaman kolektif bangsa. Lebih lanjut
diungkapkan bahwa dengan strategi yang tepat dalam memahami nilai-nilai sejarah, pembelajaran sejarah dapat mempertinggi sikap kritis dan daya kreatif
bangsa terutama untuk menjawab berbagai tantangan bangsa pada masa kini. Dengan demikian filsafat perenialis saja tidak akan cukup dalam pengembangan
pembelajaran sejarah, diperlukan filsafat lain agar sejarah menjadi lebih bermakna, dalam hal ini termasuk filsafat postmodernism.
Dalam pandangan Hasan 2010:1-2, pendidikan harus memberikan kesempatan yang luas kepada calon anggota masyarakat peserta didik untuk
mempelajari, memahami, menginternalisasikan nilai-nilai hasil pengembangan yang telah dilakukan generasi terdahulu masyarakat bangsanya. Oleh karena itu
pendidikan harus memberikan kepeduliannya dalam mengembangkan nilai-nilai yang menjadi pendukung dari kebajikan bangsa dan jatidiri bangsa. Secara
lengkap Hasan 2012:6 merinci tujuan pendidikan sejarah sebagai bagian dari pendidikan IPS adalah :
1. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai peristiwa sejarah
penting dan esensial untuk membangun memori kolektif sebagai bangsa. 2.
Mengembangkan semangat kebangsaan 3.
Mengembangkan daya pikir kritis dan kreatif
10
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
4. Mengembangkan rasa ingin tahu
5. Peservasi kecermelangan masa lalu
6. Membangun kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab
7. Mengembangkan nilai dan sikap kepahlawanan, kepemimpinan, dan inspirasi
8. Mengembangkan persahabatan dan kepedulian masyarakat
9. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi
10. Mengembangkan kemampuan mencari, mengolah, mengemas dan
mengkomunikasikan informasi. Dari tujuan pendidikan sejarah tersebut, salah satu tujuan yang diharapkan
dapat terwujud adalah mengembangkan kemampuan mencari, mengolah, mengemas dan mengkomunikasikan informasi dalam diri peserta didik, hal ini
merupakan tantangan yang harus disikapi secara kritis oleh pendidik salah satunya dengan pendekatan critical pedagogy. Kemampuan tersebut dapat terwujud jika
peserta didik memiliki daya pikir kritis dan kreatif dengan ditandai oleh besarnya rasa ingin tahu. Dalam penelitian ini peneliti akan melihat bagaimana guru
mengimplementasikan tujuan pembelajaran sejarah tersebut kepada peserta didik dengan menggunakan metode investigasi kelompok terhadap materi sejarah yang
lebih dekat dengan peserta didik. Dalam pandangan Supriatna 2007:269, kajian tentang sejarah dunia yang
jauh dari lokalitas para siswa, serta sejarah nasional yang tidak mengakomodasi karakteristik daerah setempat dapat dikembangkan secara kontekstual sesuai
dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh peserta didik di daerah setempat. Dengan demikian diperlukan perubahan orientasi dari pembelajaran sejarah yang
berfokus pada sejarah dunia atau sejarah nasional kepada sejarah lokal yang relevan dengan persoalan daerah setempat.
Menurut Hasan 2012:26, pendidikan sejarah yang selama ini selalu bersifat nasional telah berhasil memisahkan peserta didik dari lingkungan sosial,
budaya dan sejarah masa lalu komunitasnya. Materi sejarah nasional yang standar selalu dimulai dengan masa prasejarah yang sangat kompleks, jauh dalam ukuran
11
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
waktu dan terkadang juga dalam ukuran geografis dengan diri peserta didik. Akibatnya peserta didik tidak merasa memiliki ikatan emosional dengan tokoh
maupun peristiwa sejarah yang mereka pelajari. Padahal menurut Supriatna 2007:278,
Dalam pembelajaran sejarah, setiap individu atau kelompok masyarakat dapat dipandang sebagai memiliki keunggulan dan local genius, atau
center of a scholarship, dan menjadi pusat keunggulan atau central tradition of scholarship.
Dengan demikian pembelajaran sejarah harus dapat merubah orientasi dari persoalan yang bersifat macro menuju ke arah yang lebih micro sehingga
pelajaran sejarah menjadi lebih bermakna meaningful bagi para siswa sesuai dengan karakter lokal masing-masing. Selain itu pendidikan sejarah harus mampu
mengembangkan potensi peserta didik untuk mengenal nilai-nilai bangsa yang terus bertahan, berubah dan menjadi milik bangsa masa kini. Dengan demikian
melalui pendidikan sejarah peserta didik belajar mengenal bangsanya dan dirinya. Melalui pembelajaran sejarah menggunakan pengalaman historis diharapkan
peserta didik merasa memiliki keterikatan dengan peristiwa sejarah yang ada di sekitar mereka.
Melalui pendekatan sejarah ini siswa dituntut untuk mencoba melakukan pencarian alternatif sumber pembelajaran sejarah selain dari buku atau dokumen
resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam proses pembelajarannya, peserta didik dapat memanfaatkan berbagai sumber sejarah baik yang berupa sumber
tradisional seperti folklor, babad, hikayat, tambo, dokumen pemerintah seperti arsip jaman kolonial, arsip pemerintah Indonesia, arsip desa, artefak, gedung
ataupun bangunan yang memiliki nilai historis bagi peserta didik. Daerah Kadipaten, sebagai lokasi tempat tinggal siswa dan tempat lokasi sekolah berada
memiliki potensi yang masih belum dieksplorasi. Misalnya diwilayah ini terdapat gedung-gedung tua peninggalan pemerintah kolonial Belanda, bekas pabrik gula
yang saat ini sudah beralih fungsi menjadi supermarket, rel kereta api tua, dan peninggalan-peninggalan lainnya.
12
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Kesulitan yang muncul ketika pendidik berupaya menyampaikan materi sejarah dalam dimensi lokal micro history adalah sedikitnya sumber sejarah
lokal yang tersedia. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Hasan 2012:126 yaitu:
Permasalahan besar yang dihadapi dalam mengembangkan materi sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah ketersediaan sumber.
Pendidikan sejarah, sebagaimana pendidikan lainnya, tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila sumber tidak tersedia. Tulisan-tulisan
mengenai berbagai peristiwa sejarah lokal belum banyak tersedia. Tentu saja ini tantangan bagi sejarawan untuk dapat menghasilkan tulisan sejarah
lokal sebagai dasar untuk mengembangkan materi pendidikan sejarah lokal.
Persoalan tersebut bukan sesuatu yang sukar jika pendidik menggunakan pandangan postmodernism seperti pendapat Tuchman 1994 yang dikutip
Supriatna 2007:53 bahwa dalam pandangan postmodern kegiatan sehari-hari yang biasa mundane activities merupakan teks sejarah. Teks sejarah tidak hanya
berupa teks tertulis melainkan juga segala praktek dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian seperti juga pandangan postcolonial, pandangan postmodern
menolak tradisi besar dan lebih memfokuskan diri pada dinamika sosial yang lebih kecil micro.
Persoalan lain yang ada di lapangan menunjukkan masih ada kelemahan- kelemahan dalam pelaksanaan proses pembelajaran Sejarah. Salah satu kelemahan
dalam pembelajaran Sejarah selama ini adalah kurang mengikut sertakan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru tidak mengembangkan berbagai
pendekatan maupun metode dalam pembelajaran. Pada umumnya guru masih terbatas dalam penggunaan metode ceramah yang hanya menuntut peserta didik
untuk menghapal fakta-fakta. Kondisi tersebut bukan hanya muncul pada mata pelajaran Sejarah, melainkan merupakan persoalan yang rumit bagi mata pelajaran
lainnya yang termasuk kedalam rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial IPS seperti yang diuraikan di bawah ini :
Faktor eksternal yang mempengaruhi kualitas proses dan hasil pembelajaran IPS adalah adanya anggapan dari peserta didik, orang tua
bahkan pengambil keputusan dalam bidang pendidikan, bahwa pendidikan
13
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
IPS kurang memiliki nilai manfaat dibandingkan bidang studi lain, misalnya IPA. Padahal kenyataannya, secara intinsrik materi pembelajaran
IPS memerlukan kemampuan intelektual dan motivasi yang tinggi. Hal lain yang menyebabkan pembelajaran IPS tidak menarik dan
membosankan adalah karena pembelajaran IPS dianggap tidak bisa diaplikasikan untuk mengetahui lebih jauh apa yang telah dipalajari
peserta didik. Sehingga pembelajaran IPS dianggap hanya untuk kepentingan sesaat tanpa ada manfaat praktis dalam kehidupan sehari-hari
di masyarakat dan belum menjadi nilai sosial budaya yang berkembang di lingkungan masyarakat yang menjadi sumber belajar bagi peserta didik Al
Muchtar, 2004:220.
Pada saat ini nilai sosial budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat lingkungan peserta didik tidak dijadikan sumber pembelajaran IPS.
Kalaupun dilaksanakan sangat terbatas hanya sebagai bahan pelengkap tidak merupakan inti bahasan untuk melatih kemampuan penalaran nilai, dengan
demikian menjadi kehilangan makna. Sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu maupun bagian dari IPS memiliki potensi yang sangat besar dalam
mengembangkan potensi peserta didik, salah satunya kemampuan menulis, namun sayangnya hal ini belum dikembangkan secara maksimal.
Dampaknya pendidikan IPS pada umumnya, pendidikan sejarah pada khususnya tidak mendekatkan dan mengakrabkan peserta didik dengan
lingkungan sosial budayanya, dengan demikian pendidikan IPS Sejarah belum mampu berperan sebagai media untuk pengembangan kemampuan penalaran nilai
bagi peserta didik. Masalah kedua adalah masih banyak guru yang belum memiliki
pengetahuan dan
keterampilan yang
memadai untuk
memilih dan
mengaplikasikan berbagai metode mengajar ataupun pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan aktifitas, kreatifitas dalam hal ini dalam menulis
sejarah serta memberikan motivasi belajar bagi peserta didik, salah satu diantaranya dengan penggunaan metode investigasi kelompok.
Dari aspek psikologi pembelajaran, pembelajaran dengan investigasi kelompok bersandarkan pada psikologi kognitif yang berasumsi bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku, bukan semata-mata proses menghapal
14
Moh. Taofik Hidayat, 2014 PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
sejumlah fakta, melainkan suatu proses interaksi antara individu dengan lingkungannya. Perkembangan peserta didik tidak hanya terjadi pada aspek
kognitif learning to know, tetapi juga pada aspek afektif learning to life together dan psikomotor learning to do melalui penghayatan secara internal
terhadap masalah yang dihadapinya. Menurut Slavin 2007:215 metode investigasi kelompok tidak akan berhasil diimlementasikan dalam lingkungan
pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji bagaimana pengembangan kemampuan menulis berbasis pengalaman
historis siswa melalui investigasi kelompok di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kadipaten, Kabupaten Majalengka. Adapun metode yang akan digunakan
adalah action research atau Penelitian Tindakan Kelas dengan asumsi bahwa proses pengembangan kemampuan menulis memerlukan suatu tindakan dari
peneliti dengan bekerjasama dengan guru mitrakolaborator di sekolah yang peneliti jadikan sebagai lokasi penelitian.
1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian