BAB VI RELASI DAN FUNGSI

(1)

BAB VI RELASI DAN FUNGSI

6.1.Pendahuluan

Materi pada bab ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu relasi dan fungsi. Topik tentang relasi dibahas pada Minggu ke-12, meliputi pengertian relasi, jenis-jenis relasi, dan relasi ekuivalensi yang memunculkan partisi himpunan. Jenis-jenis relasi yang dibahas mulai dari refleksif, non refleksif, irrefleksif, simetris, antisimetris, asimetris, transitif, non transitif, dan intransitif. Konsep tentang partisi banyak dijumpai dalam teori bilangan, khususnya tentang modulo bilangan.

Selanjutnya, topik tentang fungsi (pemetaan) dibahas pada Minggu ke-13 dan ke-14 meliputi pengertian fungsi, domain, daerah hasil, nilai fungsi, kesamaan dua fungsi, bayangan invers, dan komposisi fungsi. Selain itu dalam bab ini juga dibahas tentang berbagai jenis fungsi, di antaranya fungsi injektif, surjektif, bijektif, fungsi restriksi, dan fungsi karteristik.

Seluruh bidang matematika selalu berhubungan dengan konsep fungsi. Hal ini sangat terlihat pada bidang analisis dan terapan matematika. Demikian juga dengan bidang lain seperti statistik, elektronika, fisika, kehidupan sehari-hari, dan lain-lain. Bagi mahasiswa materi pada bab ini akan sangat bermanfaat dalam studi lebih lanjut, termasuk dalam menerapkan ilmu matematika dalam memahami teori kendali, mekanika, dan optimisasi.

Setelah mempelajari topik bahasan untuk pertemuan pada Minggu ke-12, 13, dan 14 para mahasiswa diharapkan memperoleh Learning Outcomes

:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis relasi beserta contohnya 2. Mahasiswa mampu mengkontruksi partisi himpunan menggunakan relasi

ekuivalensi

3. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi 4. Mahasiswa mampu mengkomposisi fungsi 5. Mahasiswa mampu mencari invers fungsi

6. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian fungsi karateristik dan fungsi restriksi


(2)

7. Mahasiswa mampu mengindentifikasi jenis fungsi injektif, surjektif, dan bijektif

8. Mahasiswa mampu membutkikan sifat-sifat fungsi fungsi injektif, surjektif, dan bijektif

9. Mahasiswa mampu mengaplikasikan sifat-sifat fungsi fungsi injektif, surjektif, dan bijektif dalam bidang matematika

6.2. Relasi (Hubungan).

Relasi atau hubungan antara himpunan merupakan suatu aturan pengawanan antar himpunan tersebut, sebagai contohnya kalimat “ a adalah ayah b” atau kalimat “ 4 habis dibagi 2” dan sebgainya. Relasi dapat menyangkut tidak hanya dua himpunan, tetapi bisa tiga atau lebih. Relasi yang menyangkut dua himpunan dari semestanya disebut relasi binair.

Secara simbolis kalimat “ a berada dalam relasi R dengan b” dapat disajikan dengan

aRb” atau “

 

a,bR”.

Relasi R antara himpunan A dan B merupakan himpunan bagian A× B. Demikian juga, sebarang subhimpunan A B merupakan relasi dari A ke B. Himpunan A disebut domain R yang ditulis DR, himpunan B disebut kodomain R ditulis CR, dan daerah hasil R atau range R yang ditulis R(A) adalah

range(R) =

bB

aA

aRb

.

A B

a 1

b 2

c 3

d 4

5

Contoh 6.2.1. Pada diagram di atas relasi R adalah himpunan R =

       

a,1, c,3, c,4, d,2

.


(3)

Berarti aR1, cR3, cR4, dan dR2. Daerah hasil R, range(R) =

1,2,3,4

, domain relasi DR =

a, b, c, d

, kodomain CR =

1, 2, 3, 4,5

.

Contoh 6.2.2. Pengaitan f dari ke dengan definisi xx1 untuk x yang mungkin menunjukkan Df = ℝ, Cf = ℝ, dan range( f ) = f (ℝ) = [ 0,  ). Untuk x < 1, tidak dapat ditemukan yyang memenuhi (x, y)  f .

6.3. Relasi Invers dan Komposisi Relasi

Misalkan f relasi dari A ke B. Relasi invers f1:BA adalah himpunan

 

 

b,a BA a,bf

. Pada diagram relasi f berikut diperoleh relasi f 1:

A f B B f 1 A

a 1 1 a

b 2 2 b

c 3 3 c

d 4 4 d

5 5

domain f1 adalah ,

1 B

Df  kodomain f 1 adalah Cf1  A, dengan

       

1, , 2, , 3, , 4,

.

1

c c d a f 

Contoh 6.3.1. Pada Contoh 6.2.2 relasi invers f dari ke dengan definisi 1

x

x , adalah relasi f 1 dari ke dengan aturan 2 1

x

x dan

 

 

, 1

1

f

range .

Selanjutnya, dua buah relasi, yaitu relasi f dari A ke B dan relasi g dari B ke C dapat dikomposisikan menjadi relasi gf , dengan definisi

 

 

 

a,c A C b B.a,b A B b,c B C

. f

g          


(4)

A f B B g C

a 1 1 I

b 2 2

c 3 3 II

d 4 4 III

  

 

a,I, b,III, d,III

f g 

karena dapat ditemukan 1,2B, yang memenuhi:

 

a,1  f dan

 

1,I g;

 

b,2 f dan

2,III

g;

 

d,2 f dan

2,III

g.

Contoh 6.3.2. Diketahui relasi f dari ℝ ke ℝ dengan definisi xx1 untuk x yang mungkin dan g dari ℝ ke

0,

dengan definisi 2 2

x

x untuk x

yang mungkin.

Dapat ditentukan, bahwa

, 1 1

dan

, 2

x x -x gx x2  x

f ,

sehingga gf

x,x  1

1x

.

Teorema 6.3.3. Diketahui f :AB dan g:BCrelasi. 1. Jika h:CDrelasi, maka h

gf

 

hg

f.

2.

gf

1  f1g1.

Bukti.

1. h

gf

  

a,dAD

cC

 

.a,cgf

 

c,dh

 

 

 

 

  

a dADcCbB a bfb cgc dh

 , . , , ,

 



  

 

 

a dADcCbB a bfb cgc dh

 , , , ,

 



  

 

 

a dADbBcC a bfb cgc dh

 , , , ,

 

 

 

 

a dADbB a bf  cC b cgc dh

 , . , , ,

 

 

 

 

a dADbB a bf  cC b cgc dh

 , . , , ,

 

 

 

a,dADbB.a,bfb,dhg

hg

f.


(5)

2.

gf

1 

 

c,aCA

 

a,cgf

 

 

 

c aCAbB a bfb cg

 , . , ,

 

 

 

1 1

, ,

.

,         

c a C A b B b a f c b g = f1g1.

Definisi 6.3.3. Suatu relasi R dikatakan determinatif pada A atau antara anggota-anggota A jika dan hanya jika kalimat “aRb” adalah kalimat deklaratif untuk setiap a, b dalam A. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

R determinatif  (a, b A).

 

a,bR

 

a,bR 6.4. Relasi Ekuivalensi.

Berikut diberikan beberapa sifat dari relasi binair.

Definisi 6.4.1. Diketahui A himpunan tidak kosong. Relasi R pada A (dari A ke A) disebut refleksif jika (jika dan hanya jika) untuk setiap anggota dari semestanya berlaku aRa. Secara matematis dinyatakan dengan notasi,

R refleksif  ( a A).aRa.

Misalnya relasi mencintai antara orang-orang adalah relasi yang refleksif, sebab tidak ada orang yang tidak mencintai dirinya sendiri.

Contoh 6.4.2.

1. Relasi kesejajaran antara garis-garis lurus pada bidang ℝ2 refleksif, sebab a sejajar dengan a sendiri, untuk setiap garis a.

2. Relasi R pada ℝ dengan definisi untuk setiap a, b  ℝ, aRb jika ab, merupakan relasi refleksif

3. Diketahui mℕ, dengan m1. Pada ℤ didefinisikan relasi modulo m, ditulis “mod m” dengan definisi

 

a,b modmm

ba

,

yaitu terdapat k, sehingga bakm. Relasimodmreflesif. Notasi lain untuk

 

a,b modm adalah abmodm

Suatu relasi R pada A disebut non-refleksif jika sekurang-kurangnya ada satu a A tidak berada dalam relasi R dengan dirinya sendiri,


(6)

Contoh 6.4.3.

1. Relasi R pada ℝ dengan definisi untuk setiap a, b  ℝ, aRb jika ab, merupakan relasi non-refleksif, sebab 11, jadi

 

1,1 R

2. Didefinisikan relasi R pada ℝ dengan definisi untuk setiap a, b  ℝ,

 

a,bRa

 

b ,

dengan

 

b bilangan bulat terbesar yang tidak lebih dari b. Relasi R non-refleksi.

Definisi 6.4.4. Relasi R pada A disebut irrefleksi jika untuk setiap a  A berlaku:

 

a,aR. Notasi matematisnya,

R irrefleksif  (a,b  A).

 

a,aR. Contoh 6.4.5.

1. Relasi R pada ℝ dengan definisi untuk setiap a, b  ℝ, aRb jika ab, merupakan relasi irrefleksif, sebab aa, untuk setiap aA.

2. Relasi R pada ℝ di Contoh 6.4.3 nomor 2 bukan relasi irrefleksi sebab untuk a ℤ⊂, a

 

a . Akibatnya

 

a,aR.

3. Relasi “” pada himpunan semua garis di ℝ2 atau ℝ3 irrefleksif, sebab untuk setiap garis g pasti tidak tegak lurus dengan g sendiri.

Jenis relasi berikutnya berkaitan erat dengan kesimetrisan relasi antara dua elemen himpunan.

Definisi 6.4.6. Relasi R pada A disebut simetris jika untuk setiap a,b dari semestanya berlaku: aRb  bRa. Notasi matematisnya,

R simetris  (a,b  A).aRb  bRa. Contoh 6.4.7.

1. Relasi kesejajaran antara garis-garis lurus di ℝ2 atau ℝ3 bersifat simetris, sebab g sejajar h, maka h pasti juga sejajar g.

2. Relasi R pada ℝ dengan definisi aRb jika a2 2bb2 2a merupakan relasi simetris, sebab jika a2 2bb22a dapat dipastikan b2 2aa22b.


(7)

3. Relasi “modm” pada Contoh 6.4.2. bersifat simetris, sebab jika

 

a,b modm, maka terdapat kℤ, sehingga bakm. Akibatnya terdapat –kℤ, sehingga ab

ba

  

 k m.

Selanjutnya, jika sekurang-kurangnya terdapat satu pasang a, b A sedemikian hingga

 

a,bRdan

 

a,bR, maka R dikatakan non-simetris. Misalnya relasi mencintai pada himpunan semua manusia.

Contoh 6.4.8.

1. Diketahui X ∅. Relasi “⊂” pada himpunan kuasa P

 

X bersifat non simetris, sebab jika AB, maka AB

2. Diketahui X ∅. Relasi “” pada himpunan kuasa P

 

X bersifat non simetris, sebab untuk XAX , berlaku AX, yang berarti

X A .

3. Pada himpunan M(ℝ) yang memuat semua matriks      d c b a

atas ℝ, didefinisikan relasi R; untuk semua A, B M(),

A,B

R jika

0

AB . Relasi R bersifat non simetris, sebab                    0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1

tetapi

                  0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0

Definisi 6.4.9. Relasi R pada himpunan A dikatakan antisimetris jika

a,bA

 

aRbbRa

ab

Contoh 6.4.10.

1. Diketahui X ∅. Relasi “” pada himpunan kuasa P

 

X bersifat anti simetris, sebab jika AB dan BA, maka AB

2. Pada himpunan ℤ didefinisikan relasi P dengan definisi

k

b a k

aPb   0,1, .  7

Relasi P anti simetris, jika ba 7k dan ab7m, dengan 

k


(8)

Definisi 6.4.11. Relasi R pada himpunan A dikatakan asimetris jika untuk setiap A

b

a,  berlaku, jika

 

a,bR pastilah

 

b,aR. Dengan kata lain R asimetris

a,bA

  

a,bR

 

b,aR

.

Salah satu contoh relasi asimetris yang sudah dikenal dengan baik dalam pelajaran matematika mulai dari SD, SMP, dan SMA adalah relasi lebih kecil “< “ pada himpunan semua bilangan real. Contoh-contoh relasi asimetris yang lain diberikan sebagai berikut.

Contoh 6.4.12.

1. Pada himpunan ℤ didefinisikan relasi P dengan definisi

k

b a k

aPb   1,2, .  7

Relasi P asimetris.

2. Diketahui X ∅. Relasi “” pada himpunan kuasa P

 

X bersifat asimetris.

3. Pada Contoh 6.4.8, relasi R pada M(ℝ) bersifat non simetris, tapi tidak asimetris, sebab

                   0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1

dan

                  0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 .

Definisi 6.4.13. Relasi R pada A dikatakan transitif jika untuk setiap tripel a,b,c di A berlaku apabila aRb dan bRc maka aRc. Notasi matematisnya,

R transitif  (a, b, cA).aRb  bRc  aRc.

Relasi transitif sangat banyak dijumpai dalam konsep-konsep matematika. Semua sistem bilangan seperti ℕ, ℤ, ℚ, ℝ, dan ℂ mengenal relasi “urutan parsial” yang salah satu syaratnya harus transitif. Demikian juga dalam aljabar, dikenal istilah semigrup terurut, lapangan terurut parsial, dan grup kuosien yang proses pembentukannya menggunakan relasi ekuivalensi.

Contoh 6.4.14.

1. Relasi kesejajaran antara garis-garis lurus di ℝ2 atau ℝ3 bersifat transitif.


(9)

a b b a

aRb 22  22

merupakan relasi transitif

3. Relasi “modm” pada Contoh 6.4.2. bersifat transitif, sebab jika

   

a,b , b,c modm, maka terdapat h, kℤ, sehingga bakm.

dan cbhm. Akibatnya terdapat m+kℤ, yang memenuhi

c b

 

b a

hm km

h k

m.

a

c         Jadi

 

c,a modm.

Bentuk ingkaran dari relasi transitif memberi syarat keanggotaan untuk terbentuknya relasi jenis lain. Syarat tersebut menyatakan, jika pada himpunan A dapat ditemukan triple a, b, dan c elemen A, sehingga aRb dan bRc tetapi aRc, maka R dikatakan non-transitif. Dengan kata lain:

Definisi 6.4.15. Relasi R pada himpunan A dikatakan non-transitif jika

a,b,cA

  

a,bR

 

b,cR

 

a,cR

Contoh relasi non-simetris banyak dijumpai dalam bidang matematika dan kehidupan sehari-hari. Relasi “menyukai” atau “bersahabat” pada semesta himpunan semua manusia menunjukkan kondisi yang non-transitif, sebab jika A menyukai B dan B menyukai C, tidak selalu berakibat A menyukai C. Ada beberapa kasus yang secara ekstrim justru menunjukkan A tidak menyukai C. Contoh 6.4.16.

1. Relasi “” pada himpunan semua garis di ℝ3 non transitif, sebab dapat ditemukan garis g = h : sumbu OX dan l : sumbu OY yang memenuhi gldan lh, tetapig//h.

Namun jika diambil g sumbu OX, h sumbu OY, dan l sumbu OZ, diperoleh gl, lh,dan gh

2. Diambil X

 

1,2,3 . Relasi “” pada himpunan kuasa P

 

X bersifat non transitif, sebab

      

1  2,3, 2,3  1,2 , tetapi

  

1  1,2 . Definisi 6.4.17. Relasi R pada himpunan A dikatakan intransitif jika


(10)

Contoh 6.4.18.

1. Dari Contoh 6.4.16, keduannya bukan relasi intransitif.

2. Relasi “” pada himpunan semua garis di ℝ2 merupakan relasi intransitif, sebab jika gldan lh,maka g//h atau gh. Definisi 6.4.19. Relasi R pada himpunan A yang sekaligus memiliki sifat refleksif, simetris, dan transitif disebut relasi ekuivalensi.

Dalam matematika relasi ekuivalensi memegang peranan penting. Contoh-contoh relasi ekuivalensi adalah :

1. Relasi kesejajaran antara garis – garis lurus pada bidang datar. 2. Relasi kesebangunan antara segitiga-segitga dalam bidang datar. Contoh 6.4.20.

1. Relasi R pada ℝ dengan definisi

a b b a

aRb 22  22

merupakan relasi ekuivalensi

2. Relasi “modm” pada Contoh 6.4.2. bersifat ekuivalensi, sebab : 1. Sifat refleksif dipenuhi: a - a = 0.m, sehingga a  a(mod m).

2. Sifat simetris dipenuhi: Jika a – b = k.m, maka b – a = (-k)m, (suatu kelipatan (-k) dari m), sehingga untuk setiap a, b berlaku, jika a  b(mod m) maka b  a(mod m).

3. Sifat transitif dipenuhi, sebab jika a  b(mod m) dan b  c(mod m), maka a – b = km dan b – c = lm, untuk suatu bilangan bulat k dan l, sehingga jika dijumlahkan diperoleh a – c = (k + l)m, dengan k + l bilangan bulat. Jadi a  c(mod m).

Selanjutnya diberikan suatu teorema yang memegang peranan penting dalam matematika, khususnya di bidang aljabar abstrak. Untuk itu sebelumnya didefiniskan pengertian partisi himpunan.

Definisi 6.4.21. Diketahui A himpunan tak kosong dan K = { Hi | i  I } koleksi


(11)

iI

Hi

, Hi A I

i

 , dan

ij

HiHj  Contoh 6.4.22.

1. Diketahui H

1,3,6,8,10,13,19

. Keluarga himpunan

   

1,6,19 , 3,8 ,10 ,13

K

merupakan partisi H

2. Pada himpunan bilangan real ℝ,

2.1. L

n,n 1

nbilangan bulat

merupakan partisi ℝ. 2.2.

   

 

   

   

 , 1 bilangan bulat

2 1 , 2 1 n

n, n n n

M merupakan

partisi ℝ.

Teorema 6.4.23. Relasi ekuivalensi antara anggota-anggota himpunan A, mengakibatkan terbentuk partisi (penggolongan) di dalam A.

Partisi dalam himpunan A membagi A ke dalam himpunan bagian-himpunan bagian (kelas-kelas) yang masing-masing tidak kosong dan saling asing, sehingga setiap anggota dari A berada dalam salah satu dan hanya satu kelas A.

Bukti. Misalkan relasi di atas disebut R. Karena ekuivalensi, maka R memenuhi sifat refleksif, simetris dan transitif. Semua elemen – elemen yang berelasi R dengan a, dikumpulkan dalam suatu hmpunan,sebut Sa. Jadi

Sa = { xS | xRa }.

Himpunan Sa tidak kosong sebab R refleksif, jadi aRa, sehingga aSa dan Sa mempunyai sekurang-kurangnya satu anggota. Daapat disimpulkan bahwa setiap anggota pasti berada dalam sekurang-kurangnya satu kelas, yaitu yang memuat ia sendiri.

Selanjutnya, misalkan Sa dan Sb beririsan tidak kosong, dengan salah satu elemen irisannya c. Karena c Sa, maka cRa; dan karena R simetris maka aRc. Selain itu karena c Sb maka berlaku juga cRb. Dari aRc dan cRb, sehingga dengan menggunakan sifat transitif diperoleh aRb, sehingga a Sb. Selanjutnya


(12)

untuk setiap p Sa berlaku pRa dan karena aRb, dengan menggunakan R transitif, maka pRb. Jadi p Sb, sehingga terbukti, Sa Sb.

Dengan cara yang analog dapat dibuktikan Sb  Sa, sehingga berlaku Sa = Sb. Dengan demikian terbukti bahwa relasi ekuivalensi akan menyebabkan terbentuknya kelas-kelas yang disebut kelas ekuivalensi.

Akibat 6.4.24. Diambil mlebih besar daripada 1. Terhadap relasi modulo m, himpunan ℤ terpartisi menjadi kelas-kelas :

1. 0

n m

n0

,2m,m,0,m,2m,

2. 1

n m

n1

,2m1,m1,1,m1,2m1,

3. i

n m

ni

,2mi,mi,i,mi,2mi,

4. m1

n m

n

m1

,2m1,m1,1,m1,2m1,

Himpunan kelas-kelas:

0,1,2,,m1

. Teorema 6.4.25. Terhadap relasi modm pada berlaku:

1. abmodmcdmodmacbdmodm 2. abmodmcdmodmacbdmodm Relasi mod m juga disebut dengan relasi kongruensi.

Definisi 6.4.26. Relasi R pada A disebut relasi urutan parsial lemah jika memenuhi refleksif, antisimetris, dan transitif. Himpunan A yang dilengkapi urutan parsial lemah disebut himpunan terurut lemah.

Contoh 6.4.27.

1. Pada ℝ didefinisikan relasi lebih kecil atau sama dengan “≤”. Relasi “≤” bersifat refleksif, antisimetris, dan transitif.

2. Diketahui X ∅. Relasi “” pada himpunan kuasa P

 

X bersifat refleksi, anti simetris, dan transitif. Jadi relasi urutan lemah

3. Pada himpunan ℤ didefinisikan relasi P dengan definisi

0,2,4,

 

b a


(13)

merupakan relasi refleksif, anti sinetris, dan transitif. Jadi P urutan parsial lemah

4. Pada himpunan ℝn =

x1,x2,,xn

xi bilangan real,i1,2,,n

didefinisikan relasi R, dengan a

a1,,an

, b

b1,,bn

ℝn

n

n b

a b a

aRb11,, 

Relasi R merupakan urutan parsial lemah.

Selanjutnya, jika R relasi urutan parsial lemah pada A, dengan merujuk notasi “≤” pada contoh 1 di atas, maka “aRb” dapat ditulis dengan “ab” atau “aR b”. Relasi lain yang berkaitan langsung dengan urutan lemah dan banyak digunakan di bidang analisis dikenal dengan relasi urutan parsial tegas.

Definisi 6.4.28. Relasi R pada A disebut relasi urutan parsial tegas jika memenuhi irrefleksif, asimetris, dan transitif. Himpunan A yang dilengkapi urutan parsial tegas disebut himpunan terurut tegas.

Contoh 6.4.29.

1. Pada ℝ didefinisikan relasi lebih kecil “<”. Relasi “<” bersifat irrefleksif,

asimetris, dan transitif. Berarti merupakan urutan parsial tegas.

2. Diketahui X ∅. Relasi subhimpunan sejati “” pada himpunan

kuasa P

 

X bersifat irrefleksi, asimetris, dan transitif. Jadi relasi urutan parsial tegas.

3. Pada himpunan ℤ didefinisikan relasi P dengan definisi

2,4,

 

b a

aPb

merupakan relasi irrefleksif, asinetris, dan transitif. Jadi P urutan parsial tegas

4. Pada himpunan ℝn =

x1,x2,,xn

xi bilangan real,i1,2,,n

didefinisikan relasi R, dengan a

a1,,an

, b

b1,,bn

ℝn

a b an bn i n ai bi

aRb11,,     1,2,, 

Relasi R memenuhi: 1. Irrefleksif:


(14)

Tidak mungkin ditemukan j, 1 jn yang memenuhi ajaj, sehingga

 

a,aR

2. Asimetris:

Jika aRb,maka

a1b1,,anbn

i

1,2,,n

aibi

. Akibatnya tidak mungkin ditemukan j, 1 jn yang memnuhi

j j b

a  . Jadi

 

a,bR 3. Transitif:

Jika aRb dan bRc maka

a1b1,,anbn  i 1,2,,n aibi

, dan

b1 c1,,bncn  j 1,2,,n bjcj

. Akibatnya untuk semua l, 1ln, memnuhi alblcl, aiblcl, dan

j j

j b c

a   . Jadi

 

a,cR

Selanjutnya, jika R relasi urutan parsial tegas pada A, dengan merujuk notasi “<” pada contoh 1 di atas, maka “aRb” dapat ditulis dengan “ab” atau “aR b”.

Salah satu jenis relasi yang disebut urutan trivial adalah relasi R dengan definisi aRb jika a = b. Relasi ini merupakan relasi urutan parsial lemah. Hubungan antara relasi urutan lemah dan relasi urutan tegas nampak dalam teorema berikut ini.

Teorema 6.4.30. Diketahui R relasi pada himpunan A.

1. Jika R relasi urutan parsial lemah di A, maka relasi R dengan definisi b

aR ⇔

aR bab

merupakan relasi urutan tegas.

2. Jika R relasi urutan parsial tegas di A, maka relasi R dengan definisi b

aR

aR bab

merupakan relasi urutan lemah.


(15)

Contoh 6.4.31.

Pada himpunan ℝn =

x1,x2,,xn

xi bilangan real,i1,2,,n

didefinisikan relasi “”, “1”, dan “” dengan

a an

a1,, , b

b1,,bn

ℝn

a b an bn i n ai bi

b

a111,,     1,2,, 

n

n b

a b a b

a  11,,  . ,

,

1

1 b an bn a

b

a    

1. Relasi “” dan “1” merupakan urutan parsial lemah; sedangkan “” merupakan relasi urutan parsial tegas,

2. Jika didefinisikan relasi “” dengan definisi a b jika ab dan b

a , maka “ merupakan relasi urutan tegas; dan berlaku a bab.

3. Jika didefinisikan relasi “” dengan definisi a b jika ab atau b

a , maka “ merupakan relasi urutan parsial lemah; dan berlaku

.

b a b

a  

Dari uraian tersebut jelas, bahwa 1  dan 1.

Selanjutnya, dalam matematika dapat ditemukan himpunan terurut parsial A terhadap relasi urutan R yang di dalamnya terdapat sepasang elemen a dan b yang tidak dapat “dibandingkan” artinya

 

a,b R dan

 

b,a R . Demikian juga dapat ditemukan contoh urutan parsial lemah R pada A yang memenuhi

a,bA



aR bbR a

Relasi urutan yang memenuhi sifat ini dinamakan relasi urutan total (lemah). Pengayaan:

Menurut anda apakah himpunan kosong itu merupakan relasi dari A ke B ? Jelaskan menggunakan logika matematika


(16)

6.5. Fungsi (Pemetaan).

Pada bagian ini akan dibahas konsep yang sangat penting, yaitu konsep fungsi dari suatu himpunan ke himpunan lain. Suatu fungsi juga disebut pemetaan atau mapping. Fungsi merupakan kejadian khusus dari relasi yang telah dibahas sebelumnya.

Definisi 6.5.1. Suatu fungsi dari himpunan S ke himpunan T adalah suatu aturan pengawanan yang memenuhi untuk masing-masing anggota S, mepunyai tepat satu kawan di T. Dengan kata lain fungsi f dari S ke T merupakan relasi dari S ke T yang memenuhi untuk setiap s S terdapat tepat satu t  T sehingga f(s) = t. Dengan kata lain:

f : S  T fungsi (pemetaan) (sS)(!tT). f(s) = t. Definisi tersebut ekuivalen dengan:

1. f  S × T, dan

2. (a  S)(  b, c  T)

   

a,b , a,cfbc

Syarat ke-2 dapat dibaca dengan:

(a, b S)

xyf

 

xf

 

y

.

Himpunan S disebut daerah asal/domain Df dan himpunan T disebut kodomain/daerah kawan Rf . Himpunan

  

t tT, sS f st

f

 

s sS

f

 

S

disebut himpunan nilai fungsi f atau Image f atau range f atau peta S atau

 

S

f atau Rf terhadap f .

Contoh 6.5.2. Diketahui S himpunan empat dadu, yaitu S = {D1, D2, D3, D4} dan

T himpunan bilangan 1 sampai 6, T = {1,2,3,4,5,6}. Suatu lemparan menentukan suatu fungsi dari S ke T.

S 1 T

D1 2

D2 3

D3 4

D4 5


(17)

Diagram di atas memperlihatkan bahwa dadu D1 oleh jatuh dengan mata 3, D2 ke

mata 1, D3 ke mata 3, D4 ke mata 6. Jika f adalah fungsi yang mengaitkan

masing-masing dadu dengan jumlah mata dadunya, maka f =

D1,3

 

, D2,1

 

, D3,3

 

, D4,6

Jika s S, maka kawan (hasil peta) s yang berada dalam T disajikan dengan f(s) dan dikatakan s dipetakan ke f(s), dengan notasi matematis sf

 

s . S f T

a 1

b 2

c 3

d 4

5

Pada fungsi tersebut domain dari f adalah Df = S = {a, b, c, d}, daerah kawan dari f adalah Df = T = {1, 2, 3, 4, 5} dan daerah hasil dari f adalah range

 

f = {2, 4, 5}.

Suatu fungsi dapat juga disajikan dengan suatu rumus sebagai syarat keanggotaan fungsi. Misalnya domain dan kodomain f adalah himpunan semua bilangan real

 

2

.

:s f s s

f  

Jika anggota sembarang dari himpunan S disajikan dengan varibel x” sedangkan anggota sembarang dari himpunan T disajikan dengan variabel y” maka fungsi f di atas dapat disajikan dengan f :xf

 

xx2

Contoh 6.5.3. Diambil fungsi f dari

1,

ke ℝ dengan definisi xx1. Fungsi f

 

x,y yx1

dengan persamaan fungsi f

 

xx1 dan

0,

Rf

0,

f .

6.5.1. Rumus-Rumus.

Berikut ini akan diberikan beberapa konsep dan rumus yang penting. Untuk itu, sebelumnya akan diberikan definisi kesamaan dua fungsi dari S ke T.


(18)

Definisi 6.5.4. Fungsi f dan g dari A ke B dikatakan sama, ditulis f = g jika untuk setiap s S berlaku f(s) = g(s). Notasi matematisnya:

f = g

sS

    

.f xg x .

Selanjutnya, diketahui f :ST, AS,dan BT. Himpunan f

 

A , dengan

 

A

t T

s A

f s t

f

 

s s A

f     . ( )  

disebut peta (bayangan) A terhadap fungsi f.

S f T f (S) A

f (A)

Himpunan f1

 

B , dengan

 

B

s S f s B

f 1   ( )

disebut prapeta (bayangan invers) elemen-elemen B terhadap fungsi f

S f T f (S) f -1(B)

B

Jika yT, maka prapeta y terhadap f ditulis f1

 

y adalah

sS f

 

sy

.

Dengan mudah dapat dibuktikan, bahwa f1

 

y

sS f

   

sy

f 1

 

 

y .

Contoh 6.5.5.

1. Diketahui f :

1,3,4,5,7

 

a,g,n,k,x,y

, dengan

         

a k g k y


(19)

 

1,5,7

A dan B

g,k,x,n

. Dengan mudah dapat ditentukan, bahwa

a,g,k,y

,

Rf  peta A terhadap f adalah f

  

Aa,k,y

, dan pra peta B terhadap f adalah f1

  

B  3,4.5

. Prapeta k terhadap f adalah

 

3,5.

2. Diambil fungsi f dari interval

1,

ke ℝ dengan definisi

 

,  1

x y y x

f , dengan A

x

1,

10 xx2

dan

2, 11

B . Range fungsi f adalah f

1,

Rf

0,

, peta A terhadap f adalah f

 

A

  

0,1  3,

; sedangkan 1

 

 

1,12

B

f .

Prapeta y terhadap f adalah 1

 

 2 1.

y y f

Selanjutnya, diketahui f fungsi dari S ke T. Dari definisi dapat diturunkan sifat-sifat berikut ini:

Teorema 6.5.6. 1. f (∅) = ∅,

2. ABSf

 

Af

 

B

Bukti. Hanya dibuktikan no 1. Andaikan f (∅) ≠ ∅. Akibatnya dapat ditemukan T

x , sehingga x  f (∅). Dengan kata lain terdapat a ∅yang memenuhi. Hal ini tidak mungkin terjadi. Jadi yang berlaku f (∅) = ∅.

Teorema 6.5.7. 1. f -1 (∅) = ∅,

2. ABTf 1

 

Af1

 

B

Bukti. Hanya dibuktikan no 2. Ambil sebarang xf 1

 

A . Sesuai definisi

 

x A B,

f   akibatnya xf 1

 

B . Jadi f 1

 

Af1

 

B.

Teorema 6.5.8. A,BSf(AB) = f(A)f(B).

Bukti. Karena A AB maka menurut Teorema 6.5.6, f

 

Af

AB

. Demikian juga, karena himpunan B  AB, maka f

 

Bf

AB

, sehingga

 

A f

 

B f

A B


(20)

Selanjutnya diambil sebarang xf

AB

. Akibatnya dapat ditemukan

,

b A

a  sehingga f

 

ax. Dengan kata lain terdapat aA atau aB yang memenuhi f

 

ax. Dapat disimpulkan xf

 

A atau xf

 

B. Jadi

A B

f

 

A f

 

B f    .

Teorema 6.5.9. A,BSf(AB)  f(A)f(B).

Bukti. Karena ABA, maka menurut Teorema 6.5.6, f

AB

f

 

A . Demikian juga, f

AB

f

 

B , sehingga f

AB

f

 

Af

 

B .

Perlu diketahui, bahwa kondisi f

 

Af

 

Bf

AB

tidak selalu berlaku. Sebagai contoh diambil fungsi f :

1,2,3,4

 

a,m,h

, dengan definisi

 

f

 

a

f 1  3  dan f

 

2  f

 

4 h. Jika diambil A

 

1,2 dan B

 

3,4 , maka AB∅, sehingga f

AB

∅. Jadi f

 

Af

   

Ba ⊈∅.

Teorema 6.5.10. ABT  f -1(AB) = f -1(A)f -1(B).

Bukti. Karena ABA,B, sesuai Teorema 6.5.7, f1

AB

f 1

 

A dan

A B

f

 

B

f1   1

, sehingga f1

AB

f1

 

Af1

 

B . Sebaliknya, jika diambil xf 1

 

Af 1

 

B

, maka xf1

 

A dan

 

.

1

B f

x  Akibatnya f

 

xA dan f

 

xB, sehingga xf1

 

A dan

 

x A B.

f   Hal ini berarti xf 1

AB

.

Teorema 6.5.11. ABTf -1(AB) = f -1(A)f -1(B). Bukti. Sebagai latihan mandiri.

Teorema 6.5.12. ABTf -1(A–B) = f -1(A) –f -1(B).

Bukti. Diambil sebarang xf1

AB

. Berakibat f

 

xAB, sehingga

 

x A

f  dan f

 

xBC. Dengan kata lain f

 

xB, yang berakibat

 

B f

x 1. dan xf 1.

 

A , sehingga xf1

 

Af1

 

B. Jadi f -1(A–B)  f -1(A) –f -1(B).


(21)

Sebaliknya jika diambil xf 1

 

Af1

 

B

, berakibat xf1

 

A , yang berarti f

 

xA; dan 1

 

.

B f

x  Akibatnya 1

 

,

B f

x  sehingga

 

x B.

f  Jadi f

 

xBC; dan terbukti f

 

xABCAB.

Dengan kata

lain 1

.

B A f

x  

6.5.3. Jenis-jenis Fungsi (Injektif, Surjektif, Bijektif)

Setiap fungsi (pemetaan) dari himpunan S ke himpunan T disebut juga fungsi dari S ke dalam (into) T. Secara umum tidak selalu setiap elemen xT mempunyai prapeta di S yang dipetakan ke x. Dalam kasus x memiliki prapeta di S ditemukan fakta, bahwa prapeta x tersebut bisa tunggal atau jamak. Untuk itu dibahas beberapa jenis pemetaan berdasarkan kondisi prapeta sebarang elemen di dalam kodomai fungsi.

Definisi 6.5.13. Fungsi f :ST dikatakan surjektif atau pada (onto) jika setiap anggota T mempunyai prapeta di S, yaitu

tT



sS

  

.f st. S f T

f -1(t) t

Contoh 6.5.14.

1. Fungsi f :

1,3,4,5,7

 

a,g,n,k,x,y

, dengan

         

a k g k y

f  1, , 3, , 4, , 5, , 7,

bukan fungsi surjektif, karena terdapat n elemen domain yang tidak memiliki prapeta,

2. Fungsi f dari ℝ ke

0,

dengan definisi f

 

x,y yx1

merupakan fungsi surjektif, sebab untuk setiap y0, berlaku 1 y2 1, sehingga terdapat x1, yaitu xy2 1, yang memenuhi


(22)

1 1

2    

x x

y .

Akibatnya yx1, jadi f surjektif.

Teorema 6.5.15. Jika f :ST fungsi surjektif, maka 1. f

 

ST,

2. Jika BT, maka terdapat AS, sehingga f

 

AB.

Bukti. Sifat 1 merupakan kejadian khusus sifat 2. Misalkan BT. Jika B∅, maka terdapat yT, sehinggayB. Karena fungsi f surjektif, maka dapat ditemukan xS, yang memenuhi f

 

xy. Akibatnya ∅ ≠ f 1

 

BS dan

 

1

.

B B f

f  

Seperti diketahui pada fungsi f dari S ke T, sebarang tT mungkin mempunyai lebih dari satu prapeta di S. Untuk itu didefinisikan fungsi yang memiliki sifat setiap tT yang memiliki prapeta tunggal di S.

Definisi 6.5.16. Fungsi f dari S ke T dikatakan injektif jika

s1,s2S

  

f s1f

 

s2s1s2

.

S f T

s f (s) ∥ ⟸ ∥

u f (u)

Kontraposisi dari syarat injektif adalah

s1,s2S

s1s2f

 

s1f

 

s2

.

Kondisi ini dapat digunakan untuk membuktikan bahwa suatu fungsi itu injektif. Contoh 6.5.17. Berikut diberikan contoh fungsi injektif dan fungsi bukan injektif

1. Fungsi f pada Contoh 6.5.44. (1) bukan fungsi injektif, karena terdapat k yang memiliki prapeta tidak tunggal yaitu 3 dan 5


(23)

 

0 1 f

 

2.

f   .

3. Diambil fungsi

g

: ℝ →ℝ, dengan persamaan

 

 3 1.

x x

g Fungsi

g

merupakan fungsi injektif, karena untuk setiap s,xℝ yang memenuhi s3 1 g

   

sg xx3 1 berakibat s3 x3, sehingga

2 2

0 sx ssxx Hanya terpenuhi oleh sx.

4. Fungsi h : ℝ→ℝ, dengan persamaan h

 

x 2x4 merupakan fungsi injektif.

5. Fungsi h : ℝ2 → ℝ2, dengan persamaan h

 

x,y

 

x2y,y3x

merupakan fungsi injektif.

Teorema 6.5.18. Jika f :ST fungsi, maka:

1. Dapat ditemukan US dan fungsi F:UT yang injektif dan

 

u f

 

u ,

F  untuk setiap uU,

2. Dapat ditemukan UT dan fungsi F:SU yang surjektif dan

 

u f

 

u ,

F  untuk setiap uS.

Bukti. Hanya dibuktikan untuk nomor 2. Untuk sebarang uf

 

S berlaku

 

 

u

f 1 ∅, sehingga dapat dipilih tepat hanya satu suf 1

 

uS. Dibentuk

 

s u f S

.

Uu

Himpunan US; dan dengan pengaitan F:UT , uf

 

u jelas bahwa F fungsi injektif yang memenuhi F

 

uf

 

u untuk setiap uU; karena untuk setiap F

 

xF

 

t , berlaku f

 

xf

 

t. Akibatnya hanya terdapat tepat satu

  U,

sf x  yang memenuhi F

 

sf xf

 

sf xf

 

xf

 

t . Akibatnya   t.

s xf x

Jenis fungsi selanjutnya yang perlu dibahas adalah fungsi yang bersifat surjektif sekaligus injektif. Fungsi demikian dikatakan bijektif. Dengan kata lain fungsi bijektif adalah fungsi yang setiap anggota domainya menentukan dengan


(24)

tunggal satu anggota dari kodomain dan sebaliknya. Dapat juga dikatakan sebagai korespondensi satu-satu..

Teorema 6.5.19. Fungsi f :ST dikatakan bijektif jika dan hanya jika

tT



!sS

  

.f st. Bukti.

⇒) Karena f surjektif, maka untuk sebarang tT dapat ditemukan sS, yang memenuhi f

 

st. Selain itu karena f injektif, maka jika

 

u t f

 

s ,

f   untuk suatu u,sS, berlaku us. Akibatnya pernyataan

tT



sS

  

.f st terbukti benar.

⇐) Dari asumsi jelas terlihat f surjektif. Selanjutnya jika f

 

uf

 

sT,

untuk sebarang u,sS, maka terdapat dengan tunggal xS, sehingga

 

t f

 

u f

 

s.

f   Akibatnya uts, yang berarti f injektif Contoh 6.5.20. Berikut diberikan beberapa contoh jenis fungsi.

1. Fungsi f dari ℤ keℤ dengan definisi:

 

    

genap jika

, 2

ganjil jika

, 0

n n

n n

f

adalah fungsi yang surjektif, tapi tidak injektif, sehingga bukan bijektif. 2. Diambil fungsi g : ℕ → ℤ dengan persamaan f

 

n 2n1. Fungsi g

merupakan fungsi injektif, tetapi bukan surjektif, karena untuk m0ℤ

tidak dapat ditemukan n ℕ yang memenuhi g

 

n 0m.. Akibatnya g tidak bijektif.

3. Fungsi h:

1,2,3,4,5,6

 

A,X,U,W,K,L

, dengan

  

   

   

X W A U L K

h 1, , 2, , 3, , 4, , 5, , 6,

merupakan fungsi bijektif, karena untuk setiap x

A,X,U,W,K,L

,


(25)

4. Fungsi g : ℤ → ℤ dengan persamaan g

 

nn3 merupakan fungsi bijektif.

5. Salah satu fungsi bijektif yang sangat dikenal saat SMA adalah fungsi F dari interval 

     2 , 2

ke ℝ, dengan persamaan F

 

x tanx.

6.5.4. Invers Fungsi dan Komposisi Fungsi

Sebagai bentuk khusus relasi, maka dari fungsi f :ST dapat dibentuk relasi f1:TS

sebagai invers f , yaitu

  

, ,

. 1 f t s s t

f  

Dengan definisi tersebut dapat dipastikan f -1 belum tentu merupakan fungsi. Khusus jika f -1 berupa fungsi, maka invers fungsi f disebut fungsi invers.

Contoh 6.5.21.

1. Invers fungsi g : ℕ→ℤ dengan persamaan g

 

n 2n1 adalah relasi

                , 5 , 3 2 1 , 1 n n n g

dari ℤ ke ℕ. Relasi g -1 bukan fungsi, sebab ada -1 ℤ yang tidak memliki peta di ℕ.

2. Invers fungsi h:

1,2,3,4,5,6,7

 

A,X,U,W,K,L

, dengan

  

   

   

  

X W A U L K A

h 1, , 2, , 3, , 4, , 5, , 6, , 7,

adalah 1

  

,1, ,2

     

, ,3, ,7 , ,4

    

, ,5, ,6

.

K L U A A W X

h  Relasi h-1

bukan merupakan fungsi, sebab peta A terhadap h-1 tidak tunggal. 3. Invers fungsi g : ℝ→ℝ dengan persamaan g

 

x 2x1 adalah

                    x x x g 2 1 , 1

merupakan fungsi, sehingga fungsi invers dari g adalah 1.

g 4. Invers fungsi h:

1,2,3,4,5

 

A,B,C,D,E

, dengan

  

 

 

  

B D E C A


(26)

adalah 1

        

,5, ,1, ,4, ,2 , ,3

E D C

B A

h  . Relasi h-1 merupakan

fungsi invers.

Teorema 6.5.22. Jika f :AB fungsi injektif, maka dapat dibentuk fungsi bijektif h: f

 

AA, sehingga  1.

f

h Khususnya f bijektif jika dan hanya

.

1

f

h

Bukti. Perlu diperhatikan, bahwa pernyataan hf1 menunjukkan h sebagai subhimpunan f -1 sebagai relasi karena DhBDf1. Jika f bijektif, maka

,

1

f

h B D

D sehingga hf1.

Dari asumsi f :AB fungsi injektif, maka untuk setiap yf

 

A terdapat xyA yang memenuhi yf

 

xy . Diambil relasi h: f

 

AA dengan definisi h

 

yxy. Mudah dibuktikan, bahwa h fungsi dan untuk setiap

,

A

a berlaku f

   

af A dan h

f

 

a

xf aa, karena elemen A

satu-satunya yang dipetakan ke f

 

a oleh f adalah a. Jadi f surjektif. Selain itu karena f injektif, maka jika h

   

yh u , dengan f

 

xyy dan f

 

xuu berakibat xyh

   

yh uxu. Dengan kata lain uf

 

xuf

 

xyy, sehingga h injektif. Akibatnya h bijektif.

Selanjutnya, jika f :AB fungsi dengan persamaan fungsi yf

 

x dan f 1 adalah fungsi invers dari f , maka dapat ditentukan persamaan fungsi

1

f .

Contoh 6.5.23. Jika g : ℝ → ℝ fungsi dengan persamaan

 

3 3 2,

x x g selidikilah keberadaan g1!

Penyelesaian. Fungsi g bijektif, sehingga menurut Teorema 6.5.22 relasi g1 merupakan fungsi dari ℝ keℝ; dan

 

  

 3 3 2

x x g

y 23 3 

x

y ,

3 2


(27)

sehingga persamaan fungsi g1 adalah

 

,

3 2

3

1  

y

y

g

dengan yℝ.

Untuk keperluan tertentu domain atau range fungsi f :AB dapat dibatasi pada DA atau EB agar relasi f1:BA

menjadi fungsi invers dari D ke E.

Contoh 6.5.24. Diambil fungsi bernilai real

f

: ℝ→

0,

denganpersamaan

 

xx2 2x1.

f Tentukan himpunan terluas D ℝ, sehingga relasi f 1 dari

0,

ke D merupakan fungsi. Kemudian tentukan f 1.

Penyelesaian. Untuk setiap y

0,

:

 

x x2 2x 1 y2

x 1

2 x 1 y,

f

y         

Akibatnya f surjektif tapi tidak injektif, sehingga f 1 dari

0,

ke ℝbukan fungsi. Jika diambil D

1,

atau D

,1

akan berakibat



 0,

:D

f bijektif, sehingga f 1:

0,

D

fungsi.

Selanjutnya, untuk sebarang fungsi f :AB dan g:BCdapat didefinisikan (fungsi) komposisi antara f dan g, yang diberi notasi gf dari A ke C, sebagai komposisi relasi f dan g. Berdasarkan definisi komposisi dua relasi diperoleh

 

 

 

a c A C b B a b f b c g

f

g  ,     . ,   ,  ;

dan dapat dibuktikan gf merupakan fungsi dari A ke C. Nilai x terhadap gf adalah gf

 

xg

f

 

x

.

Bukti. Diambil sebarang

a,c1

 

, a,c2

gf . Akibatnya terdapat b1,b2B,

sehingga

a,b1

 

, a,b2

f dan

b1,c1

 

, b2,c2

g. Karena f fungsi, maka

.

2 1 b

b  Hal ini mengakibatkan

b1,c1

 

, b1,c2

g dan g fungsi, sehingga

.

2 1 c


(28)

Contoh 6.5.25. Sebagai ilustrasi perhatikan diagram berikut ini. A f B B g C

1 a a ⊗ 2 b b ⊕ 3 c c ×

4 d d △ 5 □ Pada diagram di atas gf

         

1,, 2,, 3,, 4,, 5,

.

Contoh 6.5.26. Diketahui

f

: ℝ→

0,

fungsibernilai real denganpersamaan

 

 2 2 1.

x x x

f Jika g :

0,

→ ℝ, dengan g

 

x 2x1, tentukan persamaan fungsi gf !

Penyelesaian:

 

xg

f

 

x

g

x2 2x1

 

2 x2 2x1

1

f g

1 1 2 2 2   

x x

Teorema 6.5.27. Diketahui f :AB dan g:BCfungsi. 1. Jika h:CD fungsi, maka h

gf

 

hg

f.

2. Jika f 1 dan g1 fungsi, maka

gf

1  f1g1 fungsi. Bukti. Lihat kembali bukti Teorema 6.3.3.

Teorema 6.5.28. Diketahui f :AB dan g:BCfungsi. 1. Jika f dan gsurjektif, maka gf surjektif.

2. Jika gf surjektif, maka g surjektif 3. Jika f dan ginjektif, maka gf injektif 4. Jika gf injektif, maka g injektif

5. Jika f dan g bijektif, maka gf bijektif. Bukti. Hanya akan dibuktikan untuk 1, 2, dan 3.

1. Karena gf

 

Ag

f

 

A

  

g BC, maka gf surjektif

2. Ambil sebarang cC. Karena gf surjektif, maka dapat ditemukan

,

A

a sehingga cgf

 

ag

f

 

a

. Akibatnya terdapat yf

 

a yang memenuhi cg

 

y. Jadi g surjektif


(29)

3. Untuk sebarang u,vA yang memenuhi

 

f u

g f

 

u g f

 

v g

f

 

v

g     

berakibat f

 

uf

 

v , karena g injektif. Selebihnya karena asumsi f injektif, maka uv.

Sebagai bagian akhir diktat ini, berikut diberikan beberapa fungsi khusus. Di antaranya fungsi injeksi, identitas, pembatasan, perluasan, dan fungsi karakteristik.

Definisi 6.5.29. Fungsi f :AB dengan AB disebut injeksi jika

aA

  

f aa.

Injeksi dari A ke B diberi notasi iA (Gambar 1). Injeksi dengan domain dan kodomain yang sama A disebut fungsi identitas dengan notasi idA (Gambar 2). Jadi idA adalah fungsi dari A ke A yang memenuhi idA

 

aa untuk setiap

.

A a

B

A iA A A idA A

a a a a

Gambar 1 Gambar 2

Berdasarkan Definisi 6.5.29 di atas mudah dibuktikan sifat berikut ini. Teorema 6.5.30. Diberikan fungsi f :AB.

1. Jika f bijektif, maka f f1 idB

dan f1 fidA 2. fidAf dan idBff.

Definisi 6.5.31. Diberikan fungsi f :AB dan himpunan CA. Fungsi B

C

F:  dinamakan fungsi restriksi (pembatasan) f, jika F

 

xf

 

x untuk setiap xC, dan ditulis dengan Ff C .


(30)

Contoh 6.5.32. Berikut diberikan beberapa contoh fungsi pembatasan.

1. Diketahui

f

: ℝ →

 

1,1 dengan persamaan f

 

x sinx. Fungsi f bukan merupakan fungsi injektif, sehingga f 1 bukan merupakan fungsi. Agar f 1 fungsi, maka Df harus dibatasi untuk itu f dibatasi pada      2 , 2

A . Jadi

 

1,1

2 , 2

:

 

A

f , dengan persamaan

 

x x

f A sin merupakan fungsi pembatasan yang injektif, sehingga

1

A

f merupakan fungsi, dengan persamaan

 

arcsin .

1

x x

f A 

2. Diambil fungsi f :

,

ℝ yang memenuhi

 

x x x x x x f            1 , 1 , 1 , 1 3 1 2

Fungsi F:

,1

 ℝ dengan persamaan F

 

x 2x1 merupakan fungsi pembatasan f pada

,1

.

Definisi 6.5.33. Diketahui f :AB fungsi dan AD. Fungsi F:DB dinamakan fungsi perluasan f, jika F

 

xf

 

x untuk setiap xD.

A f B D F B C f C f

A

Pembatasan Perluasan

Contoh 6.5.34.

1. Pada Contoh 6.5.32. no. 1, jika

 

1,1 2

, 2

:

 


(1)

sehingga persamaan fungsi g1 adalah

 

,

3 2

3

1  

y

y

g

dengan yℝ.

Untuk keperluan tertentu domain atau range fungsi f :AB dapat dibatasi pada DA atau EB agar relasi f1:BA

menjadi fungsi invers dari D ke E.

Contoh 6.5.24. Diambil fungsi bernilai real

f

: ℝ→

0,

denganpersamaan

 

xx2 2x1.

f Tentukan himpunan terluas D ℝ, sehingga relasi f 1

dari

0,

ke D merupakan fungsi. Kemudian tentukan f 1. Penyelesaian. Untuk setiap y

0,

:

 

x x2 2x 1 y2

x 1

2 x 1 y,

f

y         

Akibatnya f surjektif tapi tidak injektif, sehingga f 1 dari

0,

ke ℝ bukan fungsi. Jika diambil D

1,

atau D

,1

akan berakibat



 0, :D

f bijektif, sehingga f 1:

0,

D

fungsi.

Selanjutnya, untuk sebarang fungsi f :AB dan g:BCdapat didefinisikan (fungsi) komposisi antara f dan g, yang diberi notasi gf dari

A ke C, sebagai komposisi relasi f dan g. Berdasarkan definisi komposisi dua relasi diperoleh

 

 

 

a c A C b B a b f b c g

f

g  ,     . ,   ,  ;

dan dapat dibuktikan gf merupakan fungsi dari A ke C. Nilai x terhadap gf adalah gf

 

xg

f

 

x

.

Bukti. Diambil sebarang

a,c1

 

, a,c2

gf . Akibatnya terdapat b1,b2B,

sehingga

a,b1

 

, a,b2

f dan

b1,c1

 

, b2,c2

g. Karena f fungsi, maka

.

2

1 b

b  Hal ini mengakibatkan

b1,c1

 

, b1,c2

g dan g fungsi, sehingga

.

2

1 c


(2)

Contoh 6.5.25. Sebagai ilustrasi perhatikan diagram berikut ini.

A f B B g C

1 a a

2 b b

3 c c × 4 d d

5 □

Pada diagram di atas gf

         

1,, 2,, 3,, 4,, 5,

.

Contoh 6.5.26. Diketahui

f

: ℝ→

0,

fungsibernilai real denganpersamaan

 

 2 2 1.

x x x

f Jika g :

0,

→ ℝ, dengan g

 

x 2x1, tentukan

persamaan fungsi gf ! Penyelesaian:

 

xg

f

 

x

g

x2 2x1

 

2 x2 2x1

1

f g

1 1 2 2 2   

x x

Teorema 6.5.27. Diketahui f :AB dan g:BCfungsi. 1. Jika h:CD fungsi, maka h

gf

 

hg

f.

2. Jika f 1 dan g1 fungsi, maka

gf

1  f1g1 fungsi. Bukti. Lihat kembali bukti Teorema 6.3.3.

Teorema 6.5.28. Diketahui f :AB dan g:BCfungsi. 1. Jika f dan gsurjektif, maka gf surjektif.

2. Jika gf surjektif, maka g surjektif

3. Jika f dan ginjektif, maka gf injektif

4. Jika gf injektif, maka g injektif

5. Jika f dan g bijektif, maka gf bijektif. Bukti. Hanya akan dibuktikan untuk 1, 2, dan 3.

1. Karena gf

 

Ag

f

 

A

  

g BC, maka gf surjektif

2. Ambil sebarang cC. Karena gf surjektif, maka dapat ditemukan

,

A

a sehingga cgf

 

ag

f

 

a

. Akibatnya terdapat yf

 

a yang memenuhi cg

 

y. Jadi g surjektif


(3)

3. Untuk sebarang u,vA yang memenuhi

 

f u

g f

 

u g f

 

v g

f

 

v

g     

berakibat f

 

uf

 

v , karena g injektif. Selebihnya karena asumsi f injektif, maka uv.

Sebagai bagian akhir diktat ini, berikut diberikan beberapa fungsi khusus. Di antaranya fungsi injeksi, identitas, pembatasan, perluasan, dan fungsi karakteristik.

Definisi 6.5.29. Fungsi f :AB dengan AB disebut injeksi jika

aA

  

f aa.

Injeksi dari A ke B diberi notasi iA (Gambar 1). Injeksi dengan domain dan kodomain yang sama A disebut fungsi identitas dengan notasi idA (Gambar 2).

Jadi idA adalah fungsi dari A ke A yang memenuhi idA

 

aa untuk setiap

.

A a

B

A iA A A idA A

a a a a

Gambar 1 Gambar 2

Berdasarkan Definisi 6.5.29 di atas mudah dibuktikan sifat berikut ini. Teorema 6.5.30. Diberikan fungsi f :AB.

1. Jika f bijektif, maka f f1 idB

dan f1 fidA 2. fidAf dan idBff.

Definisi 6.5.31. Diberikan fungsi f :AB dan himpunan CA. Fungsi

B C

F:  dinamakan fungsi restriksi (pembatasan) f, jika F

 

xf

 

x


(4)

Contoh 6.5.32. Berikut diberikan beberapa contoh fungsi pembatasan.

1. Diketahui

f

: ℝ →

 

1,1 dengan persamaan f

 

x sinx. Fungsi f

bukan merupakan fungsi injektif, sehingga f 1 bukan merupakan fungsi. Agar f 1 fungsi, maka Df harus dibatasi untuk itu f dibatasi pada      2 , 2

A . Jadi

 

1,1

2 , 2

:

 

A

f , dengan persamaan

 

x x

f A sin merupakan fungsi pembatasan yang injektif, sehingga 1

A

f merupakan fungsi, dengan persamaan

 

arcsin .

1

x x

f A 

2. Diambil fungsi f :

,

ℝ yang memenuhi

 

x x x x x x f            1 , 1 , 1 , 1 3 1 2

Fungsi F:

,1

 ℝ dengan persamaan F

 

x 2x1 merupakan fungsi pembatasan f pada

,1

.

Definisi 6.5.33. Diketahui f :AB fungsi dan AD. Fungsi F:DB

dinamakan fungsi perluasan f, jika F

 

xf

 

x untuk setiap xD.

A f B D F B

C f C f

A

Pembatasan Perluasan

Contoh 6.5.34.

1. Pada Contoh 6.5.32. no. 1, jika

 

1,1 2

, 2

:

 


(5)

 

x x

f sin , maka:

1.1. Fungsi

F

: ℝ→

 

1,1 dengan F

 

x sinx, dan 1.2. Fungsi

G

:

0,

 

1,1 dengan

 

         , , 1 , , sin

x x x x G

merupakan fungsi perluasan

f

.

2. Fungsi h:

1,2,3,4,5,I

 

A,B,C,D,E,F

, dengan

      

    

D A E D F I B

h 1, , 2, , 3, , 4, , 5, , ,

merupakan fungsi perluasan ho

       

1,D, 3,E, 5,F , I,B

. Definisi 6.5.35. Diketahui DA. Fungsi f :Aℝ yang memenuhi

 

      D x D x x f , 0 , 1

disebut fungsi karakteristik di D.

Pada beberapa bidang ilmu sering dijumpai fungsi dengan persamaan yang hampir sama, yaitu f :Aℝ dengan DAyang memenuhi

 

      D x D x x f , 0 ,

dengan � bilangan real.

Contoh 6.5.36. Diambil fungsi f :

0,

ℝ yang memenuhi

 

       x x x f 5 , 0 5 0 , 1

6.6. Latihan Soal

1. Diketahui ℤ adalah himpunan semua bilangan bulat dan ℕ⋃{0} himpunan bilangan bulat non-negatif. Apakah perkawanan f : ℤ → ℕ⋃{0} dengan

 

 

1   x x x

f suatu fungsi? Apabila demikian apakah surjektif? Injektif? Jelaskan jawaban anda.


(6)

2. Apakah pengaitan g: ℝ → ℝ dengan persamaan x

1

x

x

merupakan fungsi ?

Pengayaan:

1. Menurut anda apakah himpunan kosong itu merupakan fungsi ? Jelaskan jawaban anda !