BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian – kajian tentang kepariwisataan belakangan ini sudah dilakukan oleh para peneliti yang mencermati hal – hal yang layak diteliti. Beberapa kajian yang dilakukan telah dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah untuk menunjang khasanah kepariwisataan dan keilmuan. Aspek yang diteliti juga mencerminkan hal – hal yang bervariasi atau melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang dan berbagai disiplin ilmu.

Arcana (2008), mengungkapkan bahwa faktor internal yang merupakan kekuatan dalam strategi pemasaran industri restoran di Kawasan Ubud adalah kualitas makanan dan minuman, ukuran porsi makanan dan minuman, keragamanan menu, dekorasi restoran, citra (image) restoran, tingkat harga jual makanan dan minuman, jarak lokasi restoran, akses restoran, kualitas pelayanan, sikap dan penampilan karyawan, kompetensi karyawan, staf yang berorientasi menjual, kemitraan dengan pihak luar industri pariwisata dan aliansi dengan perusahaan wisata lainnya.

Penelitian Arcana (2008) membahas tentang strategi pemasaran restoran yang tepat dilakukan oleh restoran di Kawasan Ubud dilihat dari faktor eksternal dan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan restoran di Ubud, sedangkan penelitian ini membahas tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua yang pada akhirnya akan


(2)

menemukan bagaimana pengaruh faktor produk restoran terhadap kepuasan wisatawan dan adakah perbedaan tingkat kepuasan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua.

Dalem (2010), menemukan faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan dalam strategi pemasaran makanan tradisional Bali pada freestanding restaurant di Kelurahan Tanjung Benoa adalah kualitas makanan dan minuman, ukuran porsi makanan dan minuman, desain menu, komposisi menu, nutrisi dan kesehatan, kualitas penampilan, kenyamanan suasana restoran, citra restoran, harga jual makanan dan minuman, pemberian diskon pada tamu tertentu, penerapan "happy hours", tingkat popularitas restoran, jarak lokasi restoran dengan hotel tempat wisatawan menginap, akses dan kemudahan untuk mencapai restoran, kualitas pelayanan, intensitas promosi oleh pramusaji restoran, kreatifitas paket-paket khusus, sikap dan penampilan karyawan restoran, staf restoran yang berorientasi menjual, kerjasama dengan sesama usaha restoran, dan aliansi dengan usaha pariwisata lainnya. Dengan menggunakan analisis SWOT, strategi pemasaran yang tepat dilakukan di kawasan ini adalah strategi penetrasi pasar, strategi pengembangan produk, dan strategi pengembangan pasar secara terbatas.

Penelitian Dalem (2010) membahas tentang strategi pengembangan makanan tradisional Bali di freestanding restaurant Tanjung Benoa. Menggunakan analisis SWOT akhirnya ditemukan faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan dan kelemahan freestanding restaurant di Tanjung Benoa dan strategi pemasaran apa yang dapat diambil, sedangkan penelitian ini membahas tentang kepuasan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua. Penelitian ini menggunakan lima faktor pembentuk produk restoran dan pada akhirnya akan


(3)

menemukan bagaimana kepuasan wisatawan terhadap masing – masing faktor produk tersebut.

Abdullah dan Rozario (2009) melakukan penelitian pada salah satu hotel terkenal di Kuala Lumpur Malaysia, meneliti tentang atribut – atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen staf kafetaria. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah place/ambience, food quality, dan service quality sebagai variabel bebas dan kepuasan konsumen sebagai variabel terikat. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara variabel place/ambience dan service quality terhadap kepuasan konsumen, dan ditemukan hubungan yang negatif antara kualitas produk dengan kepuasan konsumen. Artinya, walaupun persepsi konsumen terhadap kualitas produk rendah, tetapi tingkat kepuasan konsumen tetap tinggi. penelitian ini menggunakan 149 sampel yang merupakan karyawan hotel.

Abdaleeb dan Conway (2006), yang meneliti tentang faktor – faktor yang menentukan kepuasan konsumen pada industri restoran di Pennsylvania, USA. Penelitian ini menggunakan 119 responden, menguji 16 variabel bebas yang kemudian didapat empat faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen antara lain faktor responsiveness, food quality, physical design, dan price. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa faktor utama yang menentukan kepuasan konsumen restoran adalah responsiveness yang merupakan dimensi kualitas pelayanan, diikuti oleh harga di posisi kedua artinya ketika harga tidak sesuai dengan harapan maka kepuasan akan menurun, kualitas makanan menempati tempat ketiga, dan physical design dari restoran tidak berpengaruh terhadap kepuasan konsumen restoran.


(4)

Haemoon Oh (2000), melakukan penelitian pada 107 konsumen fine dining restaurant (restoran mewah) di Midwestern City. Jurnal ini meneliti tentang persepsi konsumen restoran terhadap kualitas, nilai, dan kepuasan, di mana ditemukan antara ketiga variabel ini saling berhubungan tetapi variabel persepsi konsumen terhadap nilai (value) yang paling menentukan konsumen untuk kembali. Nilai menjadi indikator yang paling kuat, ketika tamu mengharapkan nilai yang tinggi, konsumen akan menyatakan ingin berlangganan di restoran tersebut. Sedangkan secara keseluruhan penelitian ini menemukan bahwa ekspektasi dari kepuasan tidak menjadi indikator kuat bagi konsumen untuk membeli, hal ini berbanding terbalik untuk model yang sudah pernah membeli produk restoran, dimana ditemukan bahwa kepuasan merupakan faktor yang kuat untuk membeli kembali. Konsumen yang puas mungkin tidak selalu datang kembali kecuali mereka mengharapkan nilai.

Frasier dkk (2008) meneliti tentang pengaruh waktu tunggu restoran terhadap kepuasan konsumen restoran. Penelitian ini dilakukan di Malaysia menemukan bahwa konsumen tidak suka menunggu dan akan mengambil langkah beralih ke restoran lain. Penelitian ini juga ditemukan bahwa wanita lebih sensitif terhadap waktu tunggu yang lama dan bereaksi tidak akan mengunjungi lagi restoran tersebut. Temuan lainnya adalah pelayanan yang efisien adalah faktor penting bagi konsumen dalam memilih restoran.

Talib dan Kumar (2007) meneliti tentang orientasi pembelian konsumen di restoran mewah di Malaysia. Menggunakan 419 responden dari delapan restoran mewah pada Malaysian International Gourmet Festival. Penelitian ini menggunakan analisis faktor dan menemukan bahwa konsumen restoran dapat dibagi dua yaitu grup konsumen aktif dan grup konsumen pasif. Dengan adanya keragaman konsumen dapat


(5)

membantu restoran – restoran tersebut dalam menyesuaikan produk restoran mereka untuk dapat memberikan kepuasan pada masing – masing grup konsumennya.

Penelitian yang dilakukan oleh Nabhan dan Kresnaini (2005) tentang faktor – faktor yang berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam melakukan pembelian pada Rumah Makan di Kota Batu, menemukan bahwa keputusan pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh variabel produk, pelayanan, harga, kelas sosial, dan promosi. Dari kelima variabel bebas tersebut yang paling besar pengaruhnya terhadap keputusan pembelian konsumen adalah variabel produk/menu. Walaupun demikian pengelola rumah makan hendaknya mempertimbangkan keempat faktor lainnya karena terbukti semua variabel tersebut secara bersama – sama dapat menjelaskan variabel keputusan pembelian yang cukup besar.

Halim dan Hamed (2005) meneliti tentang hubungan dan pengaruh prilaku, kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap intensitas pembelian konsumen. Menggunakan 572 responden penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan konsumen dan intensitas pembelian. Terdapat pula hubungan yang positif pada loyalitas dan prilaku konsumen di kedua restoran.

Samuel dan Foedjiawati (2003) mengukur pengaruh kepuasan konsumen melalui attribute related to the product, attribute related to the service, dan attribute related to the purchase. Menggunakan 110 sampel, penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara kepuasan konsumen dengan kesetiaan merek dimana seluruh atribut mendapat penilaian yang cenderung baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Ingkadijaya dkk mengenai Peran Anggota Keluarga dalam Pemilihan Restoran di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor,


(6)

menemukan atribut restoran yang menjadi prioritas konsumen untuk memilih restoran ada tiga yaitu rasa makanan dan minuman, food hygiene and sanitation, dan kebersihan restoran.

Penelitian yang dilakukan oleh Hutomo tentang pengaruh kualitas produk dan tingkat kepuasan konsumen terhadap loyalitas pelanggan pada produk makanan Tela Krezz Cabang Bekasi menunjukkan bahwa kualitas produk dan tingkat kepuasan konsumen secara bersama – sama berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan, dimana yang paling besar pengaruhnya adalah tingkat kepuasan konsumen. Penelitian ini menggunakan 100 responden.

Berdasarkan beberapa jurnal tentang pariwisata khususnya di bidang layanan makanan dan minuman yang telah dipaparkan diatas, belum ada yang membahas masalah faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua. Penelitian ini ingin melihat faktor produk restoran apa saja yang berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan, dengan menggunakan lima faktor produk restoran yaitu faktor makanan dan minuman, pelayanan, kebersihan dan higienitas, harga, dan atmosfer/suasana. Sedangkan beberapa jurnal diatas membahas masalah pengaruh kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen, persepsi konsumen restoran terhadap kualitas, nilai dan kepuasan, orientasi pembelian konsumen di restoran, dan atribut – atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen staf kafetaria yang menggunakan variabel place/ambience, food quality, dan service quality sebagai variabel bebas dan kepuasan konsumen sebagai variabel terikat.


(7)

2.2 Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian

2.2.1 Kerangka Berpikir.

Pariwisata sangat tergantung dengan kedatangan wisatawan, karena tanpa wisatawan pariwisata tidak akan bisa berkembang. Mellihat persaingan yang semakin ketat antar destinasi saat ini, membuat suatu destinasi harus menyiapkan berbagai fasilitas untuk wisatawan, salah satu fasilitas pariwisata yang harus tersedia adalah restoran. Ada berbagai jenis restoran yang tersedia diantaranya restoran yang berada di dalam hotel maupun restoran yang berada di luar hotel atau lebih dikenal dengan istilah freestanding restaurant.

Restoran harus menerapkan strategi pemasaran yang baik dan sesuai untuk menjaga eksistensinya, seperti menyediakan produk restoran yang sesuai dengan keinginan wisatawan. Produk restoran harus menjadi perhatian serius agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan, sehingga dapat mencapai kepuasan wisatawan dengan lebih maksimal.

Produk adalah bagian penting dari bauran pemasaran. Secara umum produk restoran dapat dilihat dari lima faktor yaitu makanan dan minuman, pelayanan (service), kebersihan dan higienitas, harga, dan atmosfer/suasana. Kelima jenis produk ini dianalisis dengan analisis kuantitatif (analisis faktor dan analisis diskriminan) dengan menggunakan 22 variabel, dan hasil analisis faktor ini menemukan bagaimana pengaruh faktor produk terhadap kepuasan wisatawan di freestanding restaurant. Sedangkan hasil analisis diskriminan menunjukkan adanya perbedaan tingkat kepuasan antara kelompok wisatawan yang menikmati produk di dalam Kawasan BTDC dengan kelompok wisatawan di luar Kawasan BTDC. Hasil analisis faktor dan analisis


(8)

diskriminan ini dijabarkan dengan analisis deskriptif kualitatif sehingga hasilnya dapat dijadikan rekomendasi kepada freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua dalam menentukan konsep produk yang paling tepat diterapkan untuk mencapai kepuasan wisatawan.

2.2.2 Konsep Penelitian 2.2.2.1 Pengertian pariwisata

Kegiatan kepariwisataan adalah kegiatan yang mengutamakan pelayanan dengan berorientasi pada kepuasan wisatawan, pengusaha di bidang pariwisata, pemerintah, dan masyarakat. Sebagai salah satu aktivitas fisik dan psikis manusia, pariwisata didefinisikan oleh banyak ahli dengan definisi yang tidak terlalu jauh berbeda. Menurut Simatupang,V. (2009:24) mengatakan pariwisata adalah semua proses yang ditimbulkan oleh arus perjalanan lalu lintas orang – orang dari luar ke suatu negara atau daerah dan segala sesuatu yang terkait dengan proses tersebut seperti makan/minum, transportasi, akomodasi, dan objek atau hiburan. Sedangkan menurut Spillane (1997:105) dalam Pitana (2005:46) mendefinisikan pariwisata sebagai sebuah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok dan sebagai usaha mencari keseimbangan, keserasian, atau kebahagian dengan lingkungan hidup dalam dimensi, budaya, alam, dan ilmu. Batasan – batasan diatas begitu luas, sehingga pengertian pariwisata seakan tidak bisa dibatasi karena menyangkut hampir semua aspek kehidupan. Dalam Bab I Pasal 1 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.


(9)

Pendit (2003:37) menyebutkan bentuk pariwisata dapat dibagi menurut kategori yaitu: a) menurut asal wisatawan, b) akibat terhadap neraca pembayaran, c) jangka waktu, d) jumlah wisatawan, dan e) menurut alat angkut yang dipergunakan. Jenis pariwisata yang sudah dikenal saat ini antara lain: wisata budaya, wisata kesehatan, wisata olah raga, wisata komersial, wisata industri, wisata politik, wisata konvensi, wisata sosial, wisata pertanian, wisata maritim/bahari, wisata cagar alam, wisata buru, wisata pilgrim, wisata bulan madu, dan wisata petualangan.

2.2.2.2 Wisatawan

Wisatawan (tourist) adalah sebagai subjek dalam kegiatan pariwisata. Wisatawan disebut sebagai subjek karena kegiatan pariwisata tidak bisa terlepas dari pelayanan terhadap wisatawan atau orang sebagai obyek pelayanan. Menurut UNWTO dalam Edgell, dkk (2008:1) wisatawan adalah pengunjung sementara yang tinggal sekurang – kurangnya 24 jam di negara yang dikunjungi, dimana tujuan berkunjungnya antara lain untuk: leisure, rekreasi, berlibur, kesehatan, belajar, tujuan keagamaan atau olahraga, bisnis, urusan keluarga, dan pertemuan (meeting). Menurut Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengatakan wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Pendekatan interaksi menurut Cohen dalam Pitana dan Gayatri (2005:53), mengklasifikasikan wisatawan atas dasar tingkat familiarisasi dari daerah yang akan dikunjungi dan tingkat pengorganisasian dari perjalanan wisatanya. Atas dasar ini, Cohen membedakan wisatawan menjadi empat, yaitu:

1. Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali


(10)

2. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur

perjalanannya sendiri dan tidak mau mengikuti jalan – jalan wisata yang sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum (off the beaten track). Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standar lokal dan tingkat interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi.

3. Individual mass tourist, yaitu wisatawan yang menyerahkan pengaturan

perjalanannya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal.

4. Organized mass tourist, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah

tujuan wisata yang sudah terkenal, dengan fasilitas seperti yang dapat ditemui di tempat tinggalnya dan perjalanannya selalu dipandu oleh pemandu wisata. 2.2.2.3 Kawasan Pariwisata

Kawasan pariwisata disiapkan dengan pemanfaatan secara ekonomis tanah yang tersedia, tanpa mengganggu lingkungan, sementara sarana dan prasarana dimanfaatkan secara optimal dalam rangka pembangunan fasilitas - fasilitas wisata. Kawasan strategis pariwisata dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertanahan dan keamanan.

Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat serta merupakan bagian integral dari rencana tata ruang


(11)

wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

2.2.2.4 Produk Pariwisata

Pariwisata merupakan suatu industri yang memerlukan lahan luas, sangat kompleks dan melibatkan berbagai sektor pendukung. Sulit untuk disamakan antara industri pariwisata dengan industri lain yang memproses sesuatu dalam bentuk barang – barang jadi. Industri pariwisata menciptakan suatu produk yang didalamnya tidak hanya dilihat kualitas fisiknya saja melainkan juga kualitas non fisiknya yang bersifat intangible product. Seorang wisatawan dengan cepat dan mudah bisa mengeluh bila produk yang dibelinya tidak sesuai dengan yang diinginkan.

Menurut Etzel dkk (2001:214), produk adalah gabungan dari atribut tangible dan intangible, termasuk packaging, warna, harga, kualitas dan merek ditambah pelayanan dan reputasi. Produk juga termasuk barang, tempat, orang, atau ide. Morisson (2002:254) menyatakan produk dari industri hospitaliti dan perjalanan sangat beragam. Setiap organisasi dalam industri ini memiliki produk/service mixnya masing – masing, dimana merupakan bauran dari pelayanan dan produk yang disediakan untuk pelanggan. Bauran ini terdiri atas setiap elemen yang dapat dilihat dalam organisasi termasuk antara lain:

1. Tingkah laku pegawai (staff behavior), penampilan, dan seragam karyawan

2. Eksterior bangunan

3. Perlengkapan (equipment)


(12)

5. Signage (penanda) seperti billboard dan tanda arah.

6. Komunikasi dengan pelanggan dan publik lainnya.

Menurut Kotler dkk (2010:230) produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, diterima, digunakan atau dikonsumsi yang mungkin dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan, termasuk objek pisik, pelayanan, orang, tempat, organisasi, dan ide. Konsep produk memiliki fokus yang dalam, dimana konsep produk akan menyokong produk yang paling banyak ditawarkan antara lain: kualitas, performance, dan fitur inovatif. Dalam konsep ini, strategi pemasaran terfokus pada membuat peningkatan produk secara berkelanjutan. Kualitas dan peningkatan produk juga merupakan bagian penting dalam strategi pemasaran. Pelanggan akan mencoba memuaskan kebutuhannya dan mungkin akan mencoba seluruh produk yang berbeda untuk kepuasan kebutuhannya yang lebih baik. Untuk itu perusahaan perlu terus berinovasi dalam hal produk agar tidak ditinggalkan konsumennya.

Menurut Kotler dkk (2010:231-234), produk dalam hospitaliti dibedakan menjadi empat level yaitu:

1. Core product adalah produk inti yaitu apa yang sebenarnya dibeli oleh

konsumen.

2. Facilitating product adalah pelayanan atau barang yang harus disediakan untuk

pelanggan agar dapat menggunakan core product.

3. Supporting product adalah produk ekstra yang ditawarkan untuk menambahkan

nilai pada core product. Produk inti memerlukan facilitating product tetapi tidak harus memerlukan supporting product.


(13)

4. Augmented product termasuk akses (accessibility), atmosfir, interaksi pelanggan

dengan perusahaan jasa, partisipasi pelanggan, dan interaksi antar pelanggan. 2.2.2.5 Kepuasan

Kepuasan pelanggan merupakan suatu hal yang menjadi harapan perusahaan khususnya perusahaan yang bergerak di bidang hospitaliti. Kepuasan diperoleh apabila kebutuhan dan keinginan pelanggan terpenuhi, sedangkan keinginan dan kebutuhan manusia selalu berubah dan tidak ada batasnya (Soekresno, 2000:10). Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan (Kotler,2003:70).

Konsep pemasaran saat ini penekanannya ada pada kepuasan konsumen, sehingga seorang pemasar yang ingin sukses harus memiliki pemahanan yang baik tentang kepuasan dan loyalitas konsumen. Kepuasan konsumen adalah perasaan positif, netral, dan negatif konsumen terhadap nilai yang diterima dari produk (Harrell (2002) dalam Gregoire dan Spears, 2006:604).

Kepuasan adalah persepsi individu dari kinerja (performance) dari produk atau pelayanan yang dihubungkan dengan harapan mereka terhadap produk atau service itu sendiri. Konsep dari kepuasan adalah fungsi atau kegunaan dari ekspektasi/harapan. Pelanggan yang mendapatkan kinerja produk lebih rendah dari harapannya maka pelanggan akan tidak puas, pelanggan yang mendapatkan kinerja produk yang sama dengan harapannya maka mereka akan puas, dan yang mendapatkan kinerja produk melewati harapannya maka pelanggan akan sangat puas atau gembira (Schiffman dan Kanuk, 2007:9).


(14)

2.2.2.6 Freestanding Restaurant

Restoran saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat baik dari segi jumlah dan jenisnya. Menurut Ninemeier (2000:8-15), industri makanan secara garis besar bisa dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Commersial food service operations yaitu layanan makanan yang bertujuan mencari keuntungan maksimum melalui penjualan makanan dan minuman. Contohnya : freestanding restaurant (restoran diluar hotel), restoran didalam hotel (hotel dining room), coffee shops, dan quick-service restaurant.

b. Noncommercial food service operations yaitu layanan makanan yang bertujuan untuk menyediakan layanan makanan dengan biaya rendah tetapi dengan standar gizi yang baik. Contohnya : layanan makanan di sekolah, fasilitas kesehatan, milliter, dan penjara.

Freestanding eating and drinking restaurant oleh Ninemeier (2000:14) merupakan jenis restoran yang memberikan kebebasan kepada pelanggan untuk menikmati makanan dan minuman di dalam restoran, di luar restoran atau dibawa pergi ( take a way). Jam penyajiannya juga tidak di batasi sehingga bisa menyajikan makanan untuk sarapan, makan siang, makan malam, makan tengah malam, makan diantara waktu standar, ataupun menyajikan sekali waktu saja.

Karakteristik dari freestanding eating and drinking restaurant bisa menggunakan bangunan pribadi (independent property), dapat berbentuk chain restaurant, atau franchise (waralaba). Bentuk operasionalnya bisa berbentuk restoran mewah, restoran kasual, atau restoran dengan pelayanan cepat. Pilihan menunya ada yang sangat lengkap ada juga menyediakan menu yang terbatas.


(15)

Berdasarkan pemahaman freestanding eating and drinking restaurant, ada pula freestanding restaurant yang berkembang dari usaha sederhana masyarakat perorangan dengan modal yang terbatas serta hanya dengan melihat prospek lingkungan. Tidak adanya ketergantungan dari perusahaan lain yang sejenis ataupun berbeda sehingga terwujud restoran yang berdiri sendiri yang bukan merupakan bagian dari suatu hotel di sekitarnya. Penelitian yang membahas secara mendalam mengenai jenis restoran tersebut memang belum ada secara tertulis sehingga istilah freestanding restaurant hanya dikenal secara regional di daerah kantong-kantong wisata yang mulai berkembang, dimana pemodal lokal setempat memperoleh kesempatan untuk berkembang (Dalem, 2010).

2.2.2.7 Restoran 1. Definisi restoran

Usaha restoran bisa berada di dalam hotel atau berdiri sendiri di luar hotel (freestanding restaurant). Menurut Marsum (2001:7) restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik berupa makanan maupun minuman. Sedangkan berdasarkan keputusan Nomor KM.95/HK.103 MPPT-87 tentang Ketentuan Usaha Dan Penggolongan Restoran, mengemukakan bahwa restoran adalah salah satu jenis usaha pangan bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan memenuhi ketentuan – ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan ini. Menurut Soekresno (2000:7) restoran adalah suatu usaha komersial yang menyediakan pelayanan makan dan minum bagi umum dan dikelola secara profesional.


(16)

2. Produk restoran

Produk adalah istilah yang digunakan dalam pemasaran yang mengacu pada sekumpulan produk yang memiliki kesamaan karakteristik. Menurut Dittmer (2002:115-119) macam produk dalam operasional makanan dan minuman lebih dari hanya sekedar makanan dan minuman yang ditawarkan untuk dijual, tetapi termasuk didalamnya pelayanan (service) dan ambience (suasana) dari fasilitas yang ditawarkan. Hal ini dikarenakan pelanggan tertarik untuk datang ke restoran dengan berbagai alasan. Komponen dari produk dalam operasional makanan dan minuman adalah :

a. Makanan dan minuman

b. Pelayanan (service) termasuk cara pelayanan, keramahtamahan karyawan, valet parking, perhatian khusus seperti ulang tahun, hiburan, dan komplimentari foto untuk pelanggan.

c. Suasana (ambience), termasuk : tema, lighting, seragam, furniture, kebersihan, perlengkapan, dekorasi, dan penataan meja.

Menurut Cousin dkk (2002:48-53) menyatakan bahwa produk restoran ditentukan oleh lima faktor yaitu : (1) faktor makanan dan minuman terdiri atas variabel jenis /menu masakan, variasi pilihan menu, rasa, tekstur, dan presentasi, (2) faktor pelayanan (service) terdiri atas variabel pilihan jenis pelayanan, fasilitas reservasi atau pemesanan tempat duduk, ketersediaan pembayaran dengan kartu kedit, tersedianya pilihan ukuran porsi, akses terhadap informasi kesehatan, dan ketersediaan kursi untuk balita (highchairs), (3) faktor kebersihan dan higienitas terdiri atas faktor staff grooming, kebersihan pakaian seragam karyawan, daftar menu yang bersih dan rapi, suhu penyajian makanan dan minuman, dan kebersihan area keseluruhan, (4) faktor harga terdiri atas kesesuaian antara kepuasan yang diperoleh dengan sejumlah uang yang


(17)

dikeluarkan pelanggan, dan (5) faktor atmosfir/suasana terdiri atas desain, dekorasi, pencahayaan, pengaturan suhu udara, furnishing, tingkat kegaduhan (noise level), prilaku tamu-tamu yang ada di restoran, dan perilaku karyawan. Atmosfir dalam operasional makanan dan minuman dapat dibagi atas atmosfir yang dilihat, yang didengar, disentuh, dirasakan, dan yang dibaui.

Tabel 2.1

Faktor – Faktor dan Variabel Produk Restoran Faktor – Faktor Produk Restoran Variabel Produk Restoran 1. Makanan dan Minuman a. Jenis/ variasi pilihan menu makanan dan

minuman

b. Rasa makanan dan minuman c. Presentasi makanan dan minuman d. Ukuran porsi makanan dan minuman 2. Pelayanan (service) a. Kecepatan pelayanan

b. Ketepatan pelayanan

c. Fasilitas reservasi atau pemesanan tempat duduk

d. Ketersediaan pembayaran dengan kartu kredit e. Jam operasional restoran

f. Prilaku karyawan yang siap membantu g. Karyawan yang penuh perhatian

3.Kebersihan dan higienitas a. Penampilan karyawan yang bersih dan rapi b. Daftar makanan dan minuman (menu) yang

bersih dan rapi

h. c. Kebersihan area keseluruhan

4.Harga a. Value for money

b. Pemberian diskon c. Happy hour

5.Atmosfer/suasana a. Desain dan dekorasi restoran Pencahayaan yang tepat

c. Penataan meja makan

d. Kenyamanan furnitur e. Hiburan (entertainment)

Sumber: Cousin dkk (2002) dan Dittmer (2002)

Menurut Soekresno (2000:8), produk yang dihasilkan layanan makanan dan minuman adalah totalitas dari makanan, minuman, dan seperangkat atribut lainnya, termasuk didalamnya rasa, warna, aroma makanan, harga, nama makanan dan


(18)

minuman, reputasi restoran, serta jasa pelayanan dengan keramahtamahan yang diterima guna memuaskan keinginan pelanggan. Produk yang dihasilkan layanan makanan dan minuman merupakan produk total dari dua jenis produk yaitu: (a) produk berwujud (tangible product) seperti: makanan dan minuman yang lezat dan berkualitas serta barang fasilitas unggul dan moderen, dan (b) produk tak berwujud (intangible product) seperti: jasa pelayanan, rasa aman, kenyamanan, keramahtamahan, keindahan, kebersihan, reputasi, hygiene dan sanitasi. Untuk lebih jelasnya faktor – faktor pembentuk produk restoran dan variabel – variabel produk restoran dapat dilihat pada Tabel 2.1 diatas.

3. Konsep restoran

Hsu dan Powers (2002:177-178) menyatakan bahwa sebuah konsep restoran terdiri dari lima elemen, yaitu:

a. Menu

Konsep elemen ini meliputi restoran yang menawarkan satu jenis menu (hidangan), seperti restoran es krim dan restoran kue donat, sampai kepada restoran yang menawarkan menu atau hidangan lengkap yang terdiri dari hidangan pembuka, sup, hidangan utama, dan hidangan penutup.

b. Strategi produksi makanan

Beberapa restoran menawarkan hidangan yang cepat saji, seperti hamburger, kentang goreng, dan sandwich, sedangkan restoran lainnya menawarkan makanan yang memerlukan pengelolaan lama dan rumit seperti pada jenis restoran klasik.


(19)

c. Pelayanan (service)

Pelayanan di restoran sangat bervariasi tergantung dari jenis restoran tersebut. Ada restoran yang menawarkan pelayanan formal atau mewah dan ada restoran yang menawarkan pelayanan sederhana seperti pelayanan prasmanan.

d. Harga (price)

Harga yang ditawarkan oleh restoran sangat bervariasi, ada restoran yang menawarkan harga hidangan murah, sedang, dan ada restoran yang menawarkan harga mahal.

e. Dekorasi, suasana, atau lingkungan (decoration,ambience, environment)

Dekorasi atau suasana yang ditawarkan oleh restoran sangat bervariasi, tergantung dari tema restoran itu sendiri. Ada restoran yang menawarkan suasana romantis, suasana santai, suasana yang mewah, atau suasana yang menampilkan ciri khas suatu daerah atau negara.

4. Pelayanan di restoran

a. Definisi pelayanan (service) di restoran

Menurut Strianese, A dan Strianese, P. (2003:10) mendefiniskan pelayanan di restoran dengan dua kata yaitu kompetensi dan keramahtamahan (friendliness). Kompetensi adalah pramusaji menyajikan makanan dan minuman dengan tata cara yang benar kepada tamu, sedangkan keramahtamahan lebih penting dari kompetensi dimana seorang pramusaji restoran harus dapat membuat tamu merasa menjadi tamu di rumah pribadi yang biasanya diterima dengan sangat baik. Seorang pramusaji harusnya bisa menjadi seorang professional yang dapat mengkombinasikan kompetensi dan keramahtamahan dengan tepat. Dalam layanan makanan dan minuman pelayanan


(20)

diidentikkan dengan perbedaan metode pelayanan makanan dan minuman seperti pelayanan cara Amerika, cara Perancis, dan cara Rusia.

b. Jenis – jenis pelayanan makanan

Menurut Goodman (2002:68-88) jenis – jenis pelayanan di restoran dapat dibedakan menjadi:

1). French service (penyajian makanan cara Perancis)

Penyajian makanan cara Perancis (french service) adalah penyajian makanan menggunakan kereta dorong atau gueridon yang berfungsi sebagai tempat masak dan memorsikan makanan diatas piring tamu yang kemudian disajikan diatas meja tamu. Proses ini dilakukan dihadapan tamu diatas kereta dorong atau gueridon. Pada dasarnya dibutuhkan dua orang staf yaitu Chef De Rang yang bertugas meracik, memasak, dan mengatur makanan diatas piring tamu, serta Commis De Rang yang bertugas menghidangkan makanan diatas piring tamu dari sebelah kanan tamu searah jarum jam.

2). Russian service (penyajian makanan cara Rusia)

Biasanya juga dikenal dengan nama platter service. Pada Russian service makanan sudah diolah, dimasak, dan diporsikan, diberi hiasan didapur diatas piring saji (platter), kemudian makanan tersebut dibawa kehadapan tamu dan dipresentasikan. Setelah itu diporsikan diatas piring tamu yang sudah diletakkan dihadapan tamu terlebih dahulu dengan menggunakan sendok dan garpu saji (clam) dari sebelah kiri tamu berlawanan arah dengan jarum jam.

3). American Service (penyajian makanan ala Amerika)

Dalam penyajian ini makanan sudah disiapkan diatas piring tamu di dapur dan langsung dihidangkan di hadapan tamu. Makanan dan minuman disajikan dari


(21)

sebelah kanan tamu. Pelayanan ini disajikan pada restoran yang tidak terlalu formal karena prosedurnya sangat sederhana.

4). Family style service (pelayanan keluarga)

Family style Service biasanya digunakan pada acara makan malam (dinner) khusus yang bertempat diruangan khusus/pribadi pada restoran. Makanan diatur diatas piring saji (platter) yang kemudian dibawa dari dapur dan diletakkan diatas meja tamu beserta dengan peralatan makan. Tuan rumah (host) memorsikan makanan di setiap piring tamu, dan pramusaji harus siap sedia apabila diminta untuk menyajikan makanan kepada tamu yang dihormati oleh tuan rumah atau kepada tamu yang lain.

5). Buffet service

Dalam layanan ini tamu mengambil makanan dari meja buffet dimana makanan ditata diatas meja buffet ini dengan sangat menarik dan mewah atau dengan cara yang sangat sederhana. Pramusaji hanya bertugas mengambil piring kotor dari meja tamu sehingga jenis pelayanan ini memerlukan tenaga pramusaji lebih sedikit dibandingkan keempat jenis pelayanan diatas.

6) Banquet service (pelayanan jamuan)

Pelayanan ini menuntut perencanaan yang matang, karena pelayanan ini dilakukan secara serentak dimana semua tamu dilayani pada waktu yang sama, penataan meja, menu, minuman, dan waktu harus dijadwalkan dengan baik. Biasanya pelayanan ini menggunakan preset menu (menu yang sudah diatur sebelumnya) dengan penataan ruang yang mendukung.


(22)

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori – teori yang relevan dalam menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua. Adapun teori – teori yang digunakan yakni teori motivasi, teori permintaan dan penawaran, dan teori kepuasan pelanggan.

2.3.1 Teori Motivasi

Dalam konteks pariwisata, sangat penting untuk diketahui alasan yang menjadi motivasi utama manusia melakukan perjalanan wisata, karena dengan mengetahui alasan mereka melakukan perjalanan wisata, maka dalam lingkup yang lebih luas komponen pariwisata lainnya (pemerintah, penyedia jasa/pelaku bisnis pariwisata, dan masyarakat lokal) dapat mengantisipasi kebutuhan wisatawan tersebut.

Shapley dalam Pitana dan Gayatri (2005:28) menyebutkan bahwa motivasi merupakan hal yang sangat mendasar, karena motivasi merupakan pemicu dari proses perjalanan wisata, walaupun motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri. Weaver and Lawton (2006:29) menyebutkan beberapa motivasi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata yaitu:

1. Leisure and recreation/liburan dan rekreasi

2. Visiting friend and relatives / mengunjungi teman dan keluarga 3. Business/urusan bisnis

4. Sport/olahraga

5. Sprirituality/spriritual 6. Health/kesehatan


(23)

7. Study/belajar

8. Multipurpose tourism/wisata dengan tujuan ganda

Pitana dan Gayatri (2005:60) menyebutkan bahwa motivasi perjalanan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal wisatawan itu sendiri (intrinsic motivation) dan faktor eksternal (extrinsic motivation). Secara intrinsik motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan dan/atau keinginan dari manusia itu sendiri, sesuai dengan teori hierarki Maslow. Konsep Maslow tentang hierarki kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan prestis, dan kebutuhan akan aktualisasi diri, telah dijadikan dasar untuk meneliti motivasi wisatawan. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang terbentuknya dipengaruhi oleh faktor – faktor eksternal, seperti norma sosial, pengaruh atau tekanan keluarga, dan situasi kerja yang terinternalisasi dan kemudian berkembang menjadi kebutuhan psikologis. Motivasi merupakan faktor penting bagi calon wisatawan didalam mengambil keputusan mengenai destinasi yang akan dikunjungi.

Menurut Morisson (2002:77) motivasi pelanggan sangat penting bagi seorang pemasar untuk mengetahui kebutuhan pelanggan guna memenuhi kepuasan pelanggan di masa mendatang. Pelanggan umumnya memiliki motivasi dalam bertindak untuk memuaskan kebutuhan mereka. Motivasi pembelian suatu produk terkait dengan kebutuhan dan keinginan mendasar manusia. Dalam teori motivasi maslow dengan “Hierarchy of needs” terdiri dari lima tingkatan yaitu:

1. Phycological need / kebutuhan mendasar manusia

2. Safety need / kebutuhan akan rasa aman


(24)

4. Esteem need / kebutuhan akan harga diri

5. Self-actulization need / kebutuhan akan pengakuan

Semua kebutuhan ini akan dipergunakan oleh pelanggan untuk berpikir sebelum bertindak dan menggunakan rasio dalam proses pembuatan keputusan pembelian suatu produk.

Cousins dkk (2002:13) mengemukakan bahwa ada beberapa motivasi atau alasan mengapa konsumen memutuskan untuk makan di restoran, yaitu :

1. Kenyamanan (convenience), misalnya karena konsumen tidak memiliki waktu

cukup untuk pulang dan memasak, sedang bekerja, atau sedang berwisata.

2. Variasi (variety), misalnya karena konsumen ingin mencoba pengalaman baru,

makanan baru, atau ingin lepas dari rutinitas memasak di rumah.

3. Tenaga kerja (labour), karena jika konsumen ingin makan dirumah, maka akan

membutuhkan tenaga kerja untuk membantu menyiapkan, memasak, menghidangkan, dan mencuci peralatan.

4. Status sosial (status), karena adanya perjamuan bisnis atau karena kebiasaan dari

kelompok sosial ekonomi mereka untuk melakukan hal yang sama.

5. Budaya atau tradisi (culture/tradition), misalnya karena adanya perayaan –

perayaan tertentu, untuk beramah tamah, dan saling mengenal satu sama lain. 6. Suasana hati (impulse), misalnya secara mendadak muncul keinginan makan di

restoran.

7. Tidak ada pilihan lain (no choise), misalnya karena keterbatasan kondisi fisik untuk memasak sendiri dan adanya undangan makan dari pihak lain.


(25)

Penelitian yang dilakukan Sparks dkk (2003:9) di daerah wisata Sidney, Melbourne, dan Brisbane, Australia menyatakan alasan yang menjadi motivasi wisatawan untuk menikmati makan di restoran selama liburan menemukan ada enam faktor yang menjadi motivasi wisatawan, yaitu :

1. Kegemaran (indulgence), baik karena kegemaran makan di restoran mewah maupun karena merasa sebagai orang yang bergaya hidup konsumtif.

2. Kenyamanan dan relaksasi (comfort and relaxation), karena ada karyawan restoran yang memberikan keramahtamahan, melayani, memasak, dan mencuci peralatan makan.

3. Pengalaman (experience), karena beranggapan bahwa makan di restoran adalah bagian dari kegiatan berlibur di daerah wisata.

4. Alasan sosial (social reason), karena adanya kesempatan untuk berbaur dengan teman – teman dan keluarga.

5. Petualangan (discovery), yaitu karena keinginan untuk mencoba masakan – masakan tertentu yang berbeda bahan, rasa, dan penampilannya daripada makanan sehari – hari, serta untuk mencoba masakan yang tidak bisa dimasak sendiri di rumah.

6. Kesehatan (healthy), yaitu karena keinginan untuk mengkonsumsi makanan yang sehat.

2.3.2 Teori permintaan dan penawaran pariwisata

Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas, tetapi sangat disayangkan bahwa barang – barang kebutuhan manusia itu sangat terbatas (limited


(26)

resources), oleh karena itu konsumen selalu memilih produk yang memuaskan sesuai dengan uang yang dimilikinya. Bilamana keinginan untuk membeli suatu barang atau produk dengan sejumlah uang, maka hal itu dapat disebut dengan istilah demand (permintaan). Umumnya konsumen melihat suatu produk itu dalam bentuk suatu rangkaian manfaat/benefits (Yoeti, 2003:28).

Permintaan (demand) adalah sejumlah barang ekonomi yang akan dibeli konsumen dengan harga tertentu dalam suatu waktu atau periode tertentu. Dalam ilmu ekonomi permintaan adalah keinginan seseorang terhadap suatu barang tertentu yang diikuti kekuatan untuk membeli (purchasing power). Permintaan sebagai konsep mengandung makna berlakunya hukum tingkah laku terhadap beberapa variabel diantaranya kualitas produk, harga, dan kegunaan atau manfaat barang bagi pemakainya (Yoeti,2006:107). Dalam industri pariwisata, sifat dan karakter permintaan untuk melakukan perjalanan wisata sangat berbeda dengan permintaan untuk produk barang, sifat dan karakter itu adalah:

1. Elasticity artinya permintaan bersifat sangat elastik

2. Sensitivity adalah permintaan sangat peka atau sensitif terhadap keadaan sosial,

politik, dan keamanan suatu daerah yang akan dikunjungi

3. Seasonality adalah permintaan ditentukan oleh musim

4. Expansion adalah permintaan meningkat terus sepanjang tahun karena

kemajuan teknologi, bertambahnya pendapatan, dan waktu luang.

Hukum permintaan menyatakan bahwa suatu hubungan kebalikan terhadap harga suatu produk yang diminta pembeli, jika yang lainnya tetap sama. Hukum


(27)

permintaan digambarkan dalam bentuk grafik yang dikenal sebagai kurva permintaan, dimana sumbu y sebagai harga produk dalam satuan uang dan sumbu x sebagai jumlah produk yang diminta (Sukaatmadja, 2010).

Penawaran/supply dalam ilmu ekonomi adalah sejumlah barang, produk, atau komoditi yang tersedia dalam pasar untuk dijual kepada orang yang membutuhkan. Dalam industri pariwisata penawaran meliputi semua produk yang dihasilkan kelompok perusahaan termasuk dalam kelompok industri pariwisata yang akan ditawarkan kepada wisatawan, baik kepada mereka yang datang secara langsung atau melalui perantara seperti agen perjalanan (Yoeti, 2006:91). Penawanan adalah kuantitas barang ekonomi yang tersedia di pasar dengan maksud untuk dijual dengan harga tertentu, sedangkan permintaan pariwisata adalah hubungan berbagai jumlah barang dan jasa wisata yang dapat dibeli dengan masing – masing harga pada suatu periode tertentu (Sukarsa, 2010). Hukum penawaran menyatakan bahwa terdapat suatu hubungan yang positif antara harga suatu produk yang ditawarkan produsen, jika hal lainnya tetap sama (ceteris paribus). Hukum penawaran biasanya digambarkan dalam bentuk grafik yang dikenal dengan kurva penawaran, dimana sumbu y sebagai harga produk dalam satuan uang dan sumbu x sebagai jumlah produk yang dijual. Variabel lain yang mempengaruhi penawaran adalah kebijakan pemerintah menurunkan pajak untuk mendorong pembangunan pariwisata, atau biaya untuk penyediaan produk menurun (Sukaatmadja, 2010).

2.3.3 Teori Kepuasan Pelanggan 2.3.3.1 Pengertian kepuasan pelanggan

Kepuasan pelanggan merupakan persepsi individu dari kinerja produk atau pelayanan dalam hubungannya dengan harapan (ekspektasi) pelanggan itu sendiri.


(28)

Masing – masing individu akan memiliki ekspektasi yang berbeda – beda. Hubungan tingkat kepuasan pelanggan dengan prilaku pelanggan dapat diidentifikasi beberapa tipe pelanggan yaitu: 1) apostles yaitu pelanggan yang kinerja produk yang didapat melampaui harapannya sehingga mereka dapat memberikan informasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang positif kepada orang lain, atau pelanggan ini sangat puas yang menjadi loyal dan terus membeli, 2) defector adalah pelanggan yang cukup puas (netral) dan siap berhenti membeli, 3) tipe konsumen teroris yaitu pelanggan yang mendapat pengalaman negatif yang dapat menyebarkan isu negatif, 4) hostages adalah pelanggan yang tidak senang yang masih membeli karena beberapa kondisi seperti harga yang murah, pelanggan ini susah diajak berbicara karena mereka sering mengajukan keluhan, dan 5) mercenaries adalah pelanggan yang sangat puas yang tidak sesungguhnya loyal, yang mungkin bisa menjadi defector jika mendapat harga murah di tempat lain. Perusahaan harus dapat menciptakan pelanggan apostles, meningkatkan kepuasan pelanggan defector, dan menjadikan mereka loyal. Perusahaan harus menghindari mempunyai pelanggan yang teroris dan hostages, serta mengurangi jumlah pelanggan yang mercenaries (Schiffman dan Kanuk, 2007:9)

Menurut Kotler dkk (2010:13-14) Kepuasan pelanggan adalah jika perusahaan bisa memenuhi ekspektasi (harapan) pelanggan. Ekspektasi pelanggan didasarkan pada pengalaman membeli sebelumnya, opini dari teman, dan informasi pasar. Seorang pemasar harus hati – hati menyusun level ekspektasi pelanggan secara tepat. Jika mereka menyusun ekspektasi terlalu rendah, pelanggan mungkin puas tetapi gagal menarik pelanggan baru. Jika mereka menetapkan ekspektasi terlalu tinggi, pelanggan/pembeli akan kecewa. Dalam industri hospitaliti sangat mudah menyusun ekspektasi tinggi karena tamu tidak bisa menilai produk sampai mereka menikmati


(29)

produk tersebut. Tetapi jika kenyataannya tidak benar maka pelanggan akan sangat tidak puas. Kepuasan pelanggan tergantung pada product’s perceived performance (kinerja yang dirasakan oleh pelanggan) dalam menyampaikan nilai/value pada ekspektasi pelanggan secara relatif. Jika hasil yang dirasakan pelanggan sesuai dengan harapannya maka mereka puas, jika hasil yang dirasakan melebihi ekspektasi maka pelanggan akan gembira. Perusahaan yang pintar membidik kegembiraan pelanggan, hanya menjanjikan yang bisa mereka berikan dan kemudian memberikan lebih dari yang dijanjikan. Salah satu hal yang paling penting dalam bisnis hospitaliti adalah bagaimana mengembangkan pelayanan/service khususnya budaya pelayanan yang kuat (strong service culture), dimana budaya pelayanan berfokus pada melayani dan memuaskan konsumen.

2.3.3.2 Mengukur kepuasan pelanggan

Kepuasan pelanggan merupakan hal yang cukup sulit dicapai. Untuk memuaskan pelanggan memerlukan proses yang panjang, lama, dan tidak murah. Beberapa teori yang dipakai untuk mengukur kepuasan pelangggan diantarnya Kotler (2003:72)) mengemukakan teori dengan memakai empat metode dalam mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Sistem keluhan dan saran

Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu memberikan kesempatan yang seluas – luasnya bagi mereka untuk menyampaikan saran, pendapat, serta keluhan mereka. Sejumlah perusahaan yang berpusat pada pelanggan menyediakan nomor telepon bebas pulsa / hot lines. Perusahaan juga menggunakan situs web dan e-mail untuk komunikasi dua arah yang cepat.


(30)

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa walaupun para pelanggan kecewa pada satu dari empat pembelian, kurang dari lima persen yang akan mengadukan keluhan. Kebanyakan pelanggan membeli lebih sedikit atau berpindah pemasok. Perusahaan yang tanggap, mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survey secara berkala, sambil mengumpulkan data pelanggan. perusahaan juga perlu bertanya lagi guna mengukur minat membeli ulang dan mengukur kecenderungan atau kesediaan merekomendasikan perusahaan dan merek kepada orang lain.

3. Belanja Siluman

Metode ini dilakukan dengan cara perusahaan membayar orang untuk berperan sebagai calon pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemah yang dialami sewaktu membeli produk perusahaan pesaing. Pembelanja misterius itu bahkan dapat menguji cara karyawan penjualan di perusahaan itu menangani berbagai situasi. Para manajer sendiri harus keluar dari kantor dari waktu ke waktu, masuk ke situasi penjualan di perusahaannya dan para pesaingnya dengan cara menyamar dan merasakan sendiri perlakuan yang mereka terima. Cara yang agak mirip dengan itu adalah para manajer menelepon perusahaannya sendiri guna mangajukan pertanyaan dan keluhan dalam rangka melihat cara menangani telepon.

4. Analisis pelanggan yang hilang

Metode ini sangat unik dimana perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau yang telah beralih ke pemasok lain guna mempelajari alasan kejadian itu. Hal yang terpenting dilakukan adalah melakukan wawancara terhadap pelanggan yang keluar segera setelah berhenti membeli dan memantau tingkat kehilangan pelanggan.


(31)

Dasar yang menjadi pemikiran dalam penelitian ini adalah penyediaan fasilitas pariwisata khususnya fasilitas makanan dan minuman bagi wisatawan di Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Fasilitas makanan dan minuman merupakan fasilitas yang sangat penting dan menunjang pelaksanaan pariwisata dalam mewujudkan kepuasan wisatawan sehingga secara menyeluruh wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini merasa puas dan tingkat kunjungan kembali wisatawan (repeated guest) menjadi lebih tinggi.

Produk dalam bisnis hospitaliti memiliki fokus yang dalam, termasuk objek pisik, pelayanan, orang, tempat, organisasi, dan ide. Produk tidak hanya yang berwujud (tangible) tetapi juga termasuk produk yang tidak berwujud (intangible). Produk freestanding restaurant secara umum dibentuk oleh lima faktor yaitu: makanan dan minuman, pelayanan (service), kebersihan dan higienitas, harga, dan atmosfer/suasana.

Penelitian ini menggunakan 22 item produk freestanding restaurant sebagai variabel penelitian antara lain: (1) jenis / variasi pilihan menu makanan dan minuman, (2) rasa makanan dan minuman, (3) presentasi makanan dan minuman, (4) ukuran porsi makanan dan minuman, (5) kecepatan pelayanan, (6) ketepatan pelayanan, (7) fasilitas reservasi atau pemesanan tempat duduk, (8) ketersediaan pembayaran dengan kartu kredit, (9) jam operasional restoran, (10) prilaku karyawan yang siap membantu, (11) karyawan yang penuh perhatian, (12) penampilan karyawan yang bersih dan rapi, (13) daftar makanan dan minuman/menu yang bersih dan rapi, (14) kebersihan area keseluruhan, (15) value for money, (16) pemberian diskon, (17) happy hour, (18) desain dan dekorasi restoran, (19) pencahayaan yang tepat, (20) penataan meja makan, (21) kenyamanan furnitur, dan 22) hiburan/entertainment.


(32)

Hasil akhir dari tanggapan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant dianalisis dengan analisi faktor dan analisis diskriminan yang nantinya akan dijabarkan dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini akan dapat melihat bagaimana tingkat kepuasan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua, bagaimana pengaruh faktor – faktor pembentuk produk ini terhadap kepuasan wisatawan, dan bagaimana perbedaan tingkat kepuasan kelompok wisatawan yang menikmati produk freestanding restaurant di dalam Kawasan BTDC dengan kelompok wisatawan di luar BTDC yang bisa dipergunakan sebagai bahan rekomendasi kepada pengelola freestanding restaurant yang ada di Kawasan Pariwisata Nusa Dua.

Hal tersebut diatas dapat dilihat pada model penelitian yang digambarkan dengan alur seperti pada Gambar 2.1 berikut ini:

Frestanding Restaurant di Kawasan Nusa Dua Produk Restoran


(33)

Gambar 2.1 Kerangka Model Penelitian: Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Wisatawan Terhadap Produk Freestanding Restaurant di Kawasan Nusa Dua.

KONSEP - Pariwisata - Wisatawan

- Kawasan Pariwisata - Produk Pariwisata - Kepuasan

- Freestanding Restaurant - Restoran

TEORI - Motivasi

- Permintaan dan Penawaran

- Teori Kepuasan

Pelanggan

Analisis Kualitatif Analisis faktor Analisis Diskriminan Hasil penelitian

Rekomendasi Faktor – Faktor Produk Restoran :

1. Makanan dan minuman

2. Pelayanan (service)

3. Kebersihan dan higienitas 4. Harga

5. Atmosfer/suasana

1. Bagaimana tingkat kepuasan wisatawan terhadap produk

freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua

2. Bagaimana pengaruh faktor – faktor produk terhadap

kepuasan wisatawan di freestanding restaurant Kawasan

Nusa Dua

3. Bagaimana perbedaan tingkat kepuasan antara kelompok

wisatawan yang menikmati produk freestanding restaurant di dalam Kawasan BTDC dengan kelompok wisatawan di luar Kawasan BTDC


(34)

(35)

(36)

(37)

(1)

Hasil akhir dari tanggapan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant dianalisis dengan analisi faktor dan analisis diskriminan yang nantinya akan dijabarkan dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini akan dapat melihat bagaimana tingkat kepuasan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua, bagaimana pengaruh faktor – faktor pembentuk produk ini terhadap kepuasan wisatawan, dan bagaimana perbedaan tingkat kepuasan kelompok wisatawan yang menikmati produk freestanding restaurant di dalam Kawasan BTDC dengan kelompok wisatawan di luar BTDC yang bisa dipergunakan sebagai bahan rekomendasi kepada pengelola freestanding restaurant yang ada di Kawasan Pariwisata Nusa Dua.

Hal tersebut diatas dapat dilihat pada model penelitian yang digambarkan dengan alur seperti pada Gambar 2.1 berikut ini:


(2)

Gambar 2.1 Kerangka Model Penelitian: Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Wisatawan Terhadap Produk Freestanding Restaurant di Kawasan Nusa Dua.

40 KONSEP

- Pariwisata - Wisatawan

- Kawasan Pariwisata - Produk Pariwisata - Kepuasan

- Freestanding Restaurant - Restoran

TEORI - Motivasi

- Permintaan dan Penawaran - Teori Kepuasan

Pelanggan

Analisis Kualitatif Analisis faktor Analisis Diskriminan Hasil penelitian

Rekomendasi Faktor – Faktor Produk Restoran :

1. Makanan dan minuman 2. Pelayanan (service) 3. Kebersihan dan higienitas 4. Harga

5. Atmosfer/suasana

1. Bagaimana tingkat kepuasan wisatawan terhadap produk freestanding restaurant di Kawasan Nusa Dua

2. Bagaimana pengaruh faktor – faktor produk terhadap kepuasan wisatawan di freestanding restaurant Kawasan Nusa Dua

3. Bagaimana perbedaan tingkat kepuasan antara kelompok wisatawan yang menikmati produk freestanding restaurant di dalam Kawasan BTDC dengan kelompok wisatawan di luar Kawasan BTDC


(3)

(4)

(5)

(6)