BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka

(1)

2.1 Kajian Pustaka

Kajian terhadap ekowisata telah banyak dilakukan baik dari Penelitian sebelumnya maupun makalah-makalah yang diseminarkan. Ada beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini yakni penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Wahyu Astiti (2008) tentang faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah kunjungan wisatawan di Bagus Agro Pelaga, Desa Pelaga Kabupaten Badung, di mana hasil penelitiannya menyatakan faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah wisatawan ke Bagus Agro Pelaga yang diukur dari kepuasan wisatawan terhadap faktor produk, harga , tempat proses, manusia, evidensi fisik dan promosi, maka diperoleh hasil penelitian bahwa faktor produk yang paling dominan mempengaruhi wisatawan ke Bagus Agro Pelaga. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh I GustiNgurah Widyatmaja (2006) tentang Penerapan Ekowisata Di Elephant Safari Park, Desa Taro Kabupaten Giayar, di mana hasil penelitiannya menyatakan Penerapan Ekowisata Di Elephant Park secara umum sudah diterapkan, namun dampak negatif keberadaan Elephant Safari Park dilihat dari segi ekologis belum dirasakan oleh masyarakat setempat, sedangkan dampak positifnya baik dilihat dari segi ekonomi dan sosial budaya sudah memberikan manfaat terhadap masyarakat. Selain ke dua peneliti di atas, penelitian Ni Ketut Arismayanti (2006) juga membahas tentang Strategi Pengembangan Obyek Dan Daya Tarik Ekowisata Di Jatiluwih, Kabupaten


(2)

Tabanan, di mana hasil penelitiannya menyatakan , Potensi Ekowisata pada obyek dan daya tarik wisata jatiluwih berupa areal persawahan yang bagus dengan Strategi Konservasi Via Integratif Vertikal yaitu mengintegrasikan aktivitas hulu dengan aktivitas hulu berupa penyediaan sarana dan prasarana pariwisata untuk memudahkan wisatawan menuju obyek dan daya tarik wisata jatiluwih dan aktivitas hilir berupa pemasaran produk ekowisata jatiluwih. Sedangkan kajian makalah yang dijadikan sebagai kajian pustaka yaitu berikut ini. Menurut Supriana (1997;60) dalam makalah pengembangan pariwisata alam di kawasan pelestarian alam mengemukakan misi pembangunan pariwisata alam adalah mengelola dan mengembangkan sumber daya alam dan hayati bagi kesejahteraan masyarakat pada masa mendatang. Disamping itu Supriana juga mengatakan bahwa ada tiga aspek penting yang layak dipertimbangkan dalam pembangunan pariwisata alam yakni dampak ekonomi, dampak sosial dan dampak lingkungan alamnya. Sedangkan Coy (1998: 180) mengemukakan lima faktor pokok yang mendasar menentukan batasan prinsip utama ekowisata adalah :

1.1. Lingkungan

Ekowisata harus bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu.

2.1. Masyarakat

Ekowisata harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung kepada masyarakat tuan rumah.


(3)

3.1. Pendidikan dan Pengalaman

Ekowisata harus dapat meningkatkan pembangunan akan lingkungan alam dan budaya terkait sambil memperoleh pengalaman yang mengesankan. 4.1. Keberlanjutan

Ekowisata harus dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi dari lingkungan tempat kegiatan.

5.1. Manajemen

Ekowisata harus dapat dikelola dengan cara yang dapat menjamin daya hidup jangka panjang bagi lingkungan alam dan budaya yang terkait di daerah tempat kegiatan ekowisata.

Selanjutnya Sensudi (1997:173) dalam makalah yang mengangkat kasus ekowisata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, mengemukakan beberapa saran dalam mengubah perilaku pengunjung Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yaitu : (1) perlu diterapkan sistem pendidikan, konservasi dan lingkungan hidup,(2) pemantapan dan perbaikan kegiatan kemah konservasi dan (3) meningkatkan sistem pelayanan informasi baik oleh petugas maupun pihak lain yang berwenang . Begitu juga Taufikurrahman (1997:175} dalam makalah yang berjudul Ekowisata di Tangkuban Perahu dan Ciater Bandung, mengemukakkan manfaat yang diperoleh dari kegiatan ekowisata yaitu ; masyarakat setempat dapat membuka usaha berskala kecil untuk menunjang kegiatan ekowisata di Tangkuban Perahu dan Ciater . Goodwin (1997:120) dalam makalah Ekowisata Teresterial mengatakan ekowisata turut berperan serta dalam usaha melindungi dan mengelola habitat dan spesies di dalamnya dengan tiga cara


(4)

yaitu: (1) ekowisata dapat menghasilkan uang untuk pengelola dan melindungi habitat dan spesies (2) ekowisata memungkinkan penduduk setempat memperoleh manfaat ekonomi (3) ekowisata memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan pentingnya pengetahuan dan pelestarian lingkungan. Persamaan dan perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah persamaannya sama-sama mengkaji tentang Ekowisata (Wisata Alam), sedangkan perbedaannya penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ni Wayan Wahyu Astiti lebih menekankan pada segi kepuasan wisatawan terhadap produk Bagus Agro Pelaga, Sedangkan I Gust Ngurah Widyatmaja dari segi Penerapan Ekowisata Di Elephant Safari Park terhadap dampak ekologi, ekonomi dan sisial budaya dan peneliti Ni Ketut Arismayanti lebih menekankan pada segi potensi ekowisata pada obyek dan daya tarik wisata jati luwih berupa areal persawahan. Sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada faktor wisatawan yang jarang berminat ke hutan bambu sebagai atraksi ekowisata.

2.2 Kajian Konsep 2.2.1 Konsep Ekowisata

Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dimana pada pasal 1 ayat 5 mengatakan bahwa salah satu daya tarik wisata adalah ekowisata, di samping wisata budaya dan wisata minat khusus dan pada pasal 14 ayat 1 menyebutkan bahwa pengusahaan daya tarik ekowisata merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya untuk dijadikan sarana wisata. Di samping itu SK Dirjen PHPA Nomor 129/Kpt/DJ/1996 menyebutkan bahwa ekowisata merupakan sebuah kegiatan dan sebagian dari kegiatan yang


(5)

dilakukan secara sukarela, bersifat sementara dan untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam kawasan konservasi. Kedua kebijakan pemerintah tersebut mengukuhkan bahwa ekowisata merupakan kegiatan yang dapat memberikan harapan masyarakat lokal untuk mengelola potensi alam sekitarnya. Di samping itu ada beberapa sarjana memberikan konsep ekowisata diantaranya : Fandeli (2000:5) memberi batasan ekowisata yaitu suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomis dan mempertahankan keutuhan budaya bagi mayarakat setempat. Berdasarkan pengertian tersebut, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan suatu gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk Sementara Organisasi The Ecotourism Society (2000: 15) mengatakan ekowisata suatu bentuk perjalanan wisata ke daerah alami yang dilakukan dengan aturan mengenai konservasi lingkungan dan pelestarian kehidupan serta kesejahteraan penduduk setempat dan Eplerwood (1999;23) ekowisata adalah bentuk baku dari perjalanan bertanggung jawab di daerah alami dan berpetualangan yang dapat menciptakan industri pariwisata. Di samping itu ia juga mengemukakan delapan prinsip ekowisata yaitu.

1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya.

2) Pendidikan konservasi lingkungan artinya mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi.


(6)

3) Pendapatan langsung untuk kawasan artinya pendapatan yang diperoleh dipergunakan untuk membina melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.

4) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan artinya masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata termasuk melakukan pengawasan.

5) Penghasilan masyarakat artinya keuntungan secara nyata diterima masyarakat dari kegiatan ekonomi dapat mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam.

6) Menjaga keharmonisan dengan alam artinya semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam.

7) Daya dukung lingkungan artinya dalam pengembangan ekowisata harus tetap memperhitungkan daya dukung lingkungan.

8) Peluang penghasilan negara porsinya cukup besar.

Selanjutnya menurut A.A. Gde Raka Dalem ( 2002 ; 4), ekowisata adalah penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat alami atau daerah yang dibuat berdasarkan kaedah alam, mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu disepakati prinsip-prinsip Ekowisata Bali sebagai berikut.

1. Memiliki kepedulian, komitmen dan tanggung jawab terhadap konservasi alam dan warisan budaya

2. Menyediakan interpretasi yang memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaannya terhadap alam


(7)

3. Memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat setempat serta memberdayakan masyarakat setempat.

4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradesi keagamaan masyarakat setempat.

5. Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Pengembangannya harus didasarkan atas musyawarah dengan persetujuan masyarakat setempat.

7. Secara konsisten memberikan kepuasan kepada konsumen.

8. Dipasarkan dan dipromosikan dengan jujur dan akurat sehingga sesuai dengan harapan.

9. Sistem pengelolaan yang serasi dan seimbang sesuai dengan konsep Tri Hita Karana.

2.2.2 Konsep Konservasi

The International Union For Conservation of Nature and Natural Resources dalam Fandeli (2000;7) mengemukakan konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang. Adapun tujuan konservasi itu adalah: 1) Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologi yang tetap mendukung suatu

kehidupan.

2) Melindungi keanekaragaman hayati.

3) Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya .

Selanjutnya Sulthoni (2000;74) mengatakan kawasan konservasi adalah sebagai kawasan yang dilindungi karena memiliki ciri tertentu dari kawasan tersebut. Adapun cirri kawasan konservasi itu adalah; (1) keunikan ekosistemnya,


(8)

(2) adanya sumber daya fauna yang telah terancam kepunahan, (3) keanekaragaman flora dan fauna, (4) panorama atau ciri geofisik yang memiliki nilai estetika dan (5) karena fungsi hidrokologi kawasan

2.2.3 Konsep Pariwisata Alternatif

Pariwisata alternatif dikembangkan di beberapa daerah tujuan wisata, agar dapat mencegah kerusakan alam dan mencegah dampak negatif dari pariwisata masal. Untuk lebih jelasnya apa itu pariwisata alternatif, ada beberapa sarjana memberikan konsep pariwisata alternatif seperti ; Kodhiyat (1997;75) memberikan batasan bahwa pariwisata alternatif memiliki dua pengertian yaitu (1) Sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang alami, bahkan sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pengembangan pariwisata konvensional, (2) Sebagai bentuk kepariwisataan yang berbeda dari pariwisata konvensional untuk menunjang kelestarian lingkungan. Begitu juga Smith dalam Myra (1997;87) memberi batasan pariwisata alternatif sebagai bentuk pariwisata yang konsisten dengan nilai-nilai alami, sosial dan masyarakat memungkinkan baik tuan rumah maupun pengunjung untuk menikmati interaksi yang positif dan benar serta saling membagikan pengalamannya. Beberapa bentuk pariwisata altrnatif seperti : wisata pedesaan, wisata memancing, agrowisata, wisata bersepeda, wisata alam, wisata hiking, trekking dan canoing. Jadi pariwisata alternatif merupakan kecenderungan baru dari bentuk pariwisata yang telah dikembangkan (konvensional) atau sering juga diartikan sebagai suatu bentuk pariwisata yang sengaja disusun dalam skala kecil (small scale tourism) yang lebih memperhatikan aspek lingkungan fisik,


(9)

sosial dan budaya masyarakat setempat. Pariwisata alternatif ini merupakan kombinasi atau gabungan dari beberapa jenis wisata seperti wisata petualangan, wisata alam dan wisata komunitas.

2.2.4 Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu prinsip dari ekowisata adalah pemberdayaan masyarakat lokal dalam mengelola obyek wisata di daerahnya, begitu juga Bawa (1998:14) mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah menyiapkan kemampuan masyarakat atau sumberdaya manusia agar mereka mampu berperan dalam pemrosesan pariwisata itu. Sumodiningrat (1999:44) mengatakan pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat seperti di atas, pemerintah pertama-tama menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang, dengan mengeluarkan kebijakan yang memihak kepada masyarakat setempat.

2.2.5 Konsep Wisatawan

Dalam undang-undang kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009 pasal 1 ayat 2 menyebutkan wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk bersenang-senang atau orang yang melakukan wisata . Lain halnya Norma dalam Yoeti (1985:129) wisatawan adalah seseorang yang memasuki wilayah negeri asing dengan maksud tujuan apapun, asalkan bukan untuk tinggal permanen atau untuk berusaha yang teratur tapi


(10)

hanya melintasi perbatasan dan mengeluarkan uangnya di negeri yang dikunjungi. Dari kedua konsep tersebut, maka karakteristik wisatawan itu adalah : (1) perjalanan yang dilakukan lebih dari 24 jam; (2) untuk sementara waktu (tidak permanen) dan (3) tidak mencari nafkah (bekerja) di negara yang dikunjungi.

2.2.6 Konsep Daya Tarik Wisata

Konsep tentang daya tarik wisata, banyak dikemukakan para sarjana serta tertuang juga dalam undang-undang kepariwisataan nomor 10 tahun 2009, terutama pasal 1 ayat 5 dimana daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam ( ekowisata ), budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Minothi dalam Yoeti (1989:160) mengatakan obyek wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang mau berkunjung. Macam dan jenis daya tarik wisata itu meliputi:

1) Benda-benda yang tersedia di alam semesta seperti pemandangan alam, hutan belukar, kekayaan flora dan fauna.

2) Hasil ciptaan manusia seperti peninggalan sejarah, kebudayaan dan keagamaan.

3) Tata cara hidup masyarakat seperti adat-istiadat, dan kebiasaan hidup masyarakat yang menarik untuk disaksikan.

Supaya daya tarik wisata dapat dikunjungi oleh wisatawan, hendaknya suatu daerah tujuan wisata memenuhi paling sedikit tiga persyaratan yaitu :(1) sesuatu yang dapat dilihat (something to see); (2) sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do) ; dan (3) sesuatu yang dapat dibeli(something to buy).


(11)

2.2.7 Konsep Pengembangan Daya Tarik Wisata

Pengembangan daya tarik wisata merupakan usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan kondisi daya tarik wisata berdasarkan potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Menurut Manuaba (1998:3) mengatakan bahwa pengembangan obyek pariwisata agar tetap berlanjut harus sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Harus dibantu dengan proses perencanaan, dengan partisipasi masyarakat. 2) Harus ada kepastian, adanya keseimbangan sasaran ekonomi sosial dan budaya serta lingkungan.

3) Hubungan antara pariwisata, lingkungan alam, budaya harus dikelola sedemikian rupa sehingga lingkungan lestari untuk jangka panjang.

4) Aktivitas pariwisata tidak boleh merusak sumber alam dan menimbulkan dampak yang tidak dapat diterima oleh masyarakat.

5) Peraturan perundang-undangan secara pasti melindungi obyek wisata serta dilaksanakan dengan baik.

6) Investor dan wisatawan harus dididik untuk menghormati kebiasaan, norma dan nilai masyarakat setempat.

Begitu juga Simpen (1992:20) mengatakan bahwa pengembangan daya tarik wisata meliputi tiga hal yakni :


(12)

1) Pembinaan produk wisata artinya usaha yang berkelanjutan untuk meningkatkan sumber daya manusia dan pelayanan melalui berbagai unsur pokok produksi wisata seperti jasa penginapan, angkutan wisata, hiburan dan melakukan perjalanan ke obyek wisata.

2) Pembinaan masyarakat wisata artinya dalam pengembangan daya tarik wisata sangat diperlukan keterlibatan masyarakat setempat dalam pemeliharaan dan pelestarian serta keberlanjutan obyek tersebut.

3) Pemasaran terpadu artinya pemasaran daya tarik wisata kepada wisatawan juga memakai unsur-unsur pemasaran secara terpadu yang meliputi : produk yang dipasarkan, promosi yang tepat, pasar dan harga yang terjangkau.

2.2.8 Konsep Strategi Pengembangan Obyek Wisata

Pembahasan tentang strategi dan pengembangan sudah banyak ditemukan dalam kajian manajemen dan perencanaan. Salah satu sarjana yang memberikan konsep tentang strategi adalah Lanya (1995:34) yang mengatakan bahwa strategi itu suatu upaya yang terfokus pada implementasi strategi yang harus direncanakan dengan rentang waktu tertentu atau langkah sistematis yang dapat mengantarkan kepada pencapaian hasil yang diharapkan terlebih pada perencanaan manajemen, dengan kegiatan yang sangat spesifik untuk mencapai visi, misi, sasaran dan rencana strategis. Mengenai pengembangan itu sendiri sebagai suatu yang memajukan, memperbaiki dan meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Jadi strategi pengembangan itu adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk memajukan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Adapun strategi pengembangan daya tarik wisata itu adalah upaya-upaya yang


(13)

direncanakan untuk memajukan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi daya tarik wisata sehingga mampu menjadikan obyek tersebut mapan, baik dan ramai dikunjungi oleh wisatawan serta mampu memberikan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat setempat.

2.2.9 Konsep Pengembangan Hutan Bambu sebagai Atraksi Ekowisata

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, memiliki luas hutan yang besar baik itu hutan lindung dan hutan industri, hendaknya dikelola dan dikembangkan dengan baik sehingga dapat dijadikan daya tarik wisata. Dalam pemanfaatan dan pengembangan hutan sebagai daya tarik wisata hendaknya mematuhi peraturan yang sudah ditentukan oleh pemerintah, agar tetap lestari untuk generasi berikutnya. Menurut Wawan Ridwan (2000:16) ada empat sasaran dalam pemanfaatan dan pengembangan hutan yaitu :

1) Membina keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, agar dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang dalam jangka waktu yang panjang.

2) Melestarikan sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang dalam jangka panjang.

3) Mencegah kemerosotan mutu lingkungan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

4) Membimbing manusia Indonesia dari posisi perusak lingkungan menjadi pembina lingkungan.

Ke-empat sasaran pemanfaatan dan pengembangan hutan sebagai daya tarik wisata di atas tetap berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan langkah-langkah penyelamatan hutan sebagai berikut :


(14)

Peningkatan mutu pengusahaan hutan ini sangat terkait dengan usaha menyeimbangkan antara luas area hutan dengan luas daerah masing-masing, sehingga dapat dikelola dengan baik serta mutu hutan dapat dijaga kelangsungannya.

2) Reboisasi dan penghijauan

Reboisasi dan penghijauan sangat penting artinya dalam meningkatkan mutu lingkungan, terutama pemanfaatan lahan kritis. Reboisasi dan penghijauan dapat mengurangi erosi tanah dan banjir, terutama di kawasan daerah aliran sungai. Salah satu pohon yang dikenal mampu menahan tanah, terutama di daerah-daerah curam adalah pohon bambu.

3) Pengembangan Taman Nasional

Tujuan pengembangan taman nasional adalah untuk membangun wilayah penyangga yang mampu menopang kebutuhan penduduk sekitarnya dan mencegah kerusakan hutan. Oleh karena itu perlu dilakukan zona seperti wilayah penyangga (buffer zone), wilayah pengembangan (development zone), wilayah rimba (widerness zone) dan wilayah inti (sanctuary zone).

Bambu sebagai salah satu pohon yang banyak tumbuh di Indonesia, kegunaannya banyak sekali seperti menahan tanah dari erosi, tanah longsor, banjir, bahan baku keperluan rumah tangga, bahan baku kerajinan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, serta sebagai obyek dan daya tarik wisata. Supaya pohon bamboo tidak mengalami kepunahan, maka konservasi sangat diperlukan


(15)

Berdasarkan uraian di atas, beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perencanaan dan teori ekowisata. Adapun perspektif masing-masing teori tersebut diuraikan sebagai berikut :

2.3.1 Teori Perencanaan

Sering didapatkan kenyataan, bahwa suatu daerah tujuan wisata terkenal dan mempunyai reportase baik, semakin hari semakin sepi dikunjungi dan mulai ditinggalkan wisatawan karena perencanaan pengembangan kurang baik dan tidak matang. Menurut Anom (2005 :32), secara umum perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Perencanaan sangat penting dilakukan, karena memiliki beberapa pertimbangan yakni;

(1) Dengan perencanaan dapat disusun urutan-urutan kegiatan menurut skala prioritas dalam mencapai tujuan.

(2) Dengan perencanaan dapat dibuat alokasi sumber daya yang paling baik. (3) Perencanaan merupakan alat ukur dari pada kemajuan ekonomi dan juga

sebagai pengawasan dari pelaksanaan pembangunan.

(4) Melalui perencanaan dapat dibuat perkiraan keadaan di masa yang akan datang.

(5) Perencanaan diharapkan pembangunan tidak akan terputus, sebab sudah direncanakan proses pembangunan secara menyeluruh.

Sejalan dengan pemikiran di atas, maka peranan pemerintah dalam proses perencanaan sangat diperlukan karena pemerintah mempunyai peran strategis


(16)

dalam melakukan inisiatif perencanaan industri wisata, dan melakukan promosi dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang rencana pembangunan obyek wisata. Wearing dan Neil dalam Hakim (2004:141) menyatakan dalam sebuah perencanaan, idealnya harus mencakup tahapan –tahapan yaitu (1) Studi kelayakan (2) Penentuan tujuan (3) Analisis dan sintesis (4) Kebijakan dan formulasi rencana (5) Rekomendasi (6) Implementasi dan Monitoring. Begitu juga menurut Watson and Heywood dalam Hakim (2004:144) bahwa suatu perencanaan harus mampu menjelaskan keterkaitan yang nyata antara kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial. Dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial, perencanaan dipandang akan mampu memperkuat perencanaan daerah, sekaligus menjamin redistribusi manfaat pengelolaan sumber daya alam secara berkesinambungan antar generasi dan yang lebih penting adanya keadilan perolehan keuntungan dari penggunaan sumber daya yang ada. Begitu juga Davey dalam Hakim (2004:145) mengatakan perencanaan kawasan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) Perencanaan hendaknya mempunyai asumsi-asumsi yang khusus, rasional dan kriteria yang jelas (2) Perencanaan harus mempunyai isu pokok (3) Perencanaan harus melibatkan stakeholder (4) Melibatkan tenaga ahli dari daerah setempat (5) Mendapatkan dukungan politik dan (6) Dapat diimplementasikan.

2.3.2 Teori Ekowisata

Wearing dan Neil dalam Hakim (2004:53) mengatakan bahwa ide ekowisata yang berkaitan dengan kegiatan wisata diharapkan dapat mendukung konsevasi lingkungan hidup, karena tujuan dari ekowisata adalah menciptakan sebuah


(17)

kegiatan industri wisata yang mampu memberikan peran dalam konservasi lingkungan hidup dan berdampak rendah terhadap lingkungan. Sehingga ekowisata memiliki karakteristik tertentu yaitu (1) Adanya manajemen lokal dalam pengelolaan(2) Adanya Produk perjalanan wisata yang berkualitas (3) Adanya penghargaan terhadap budaya setempat (4) Pentingnya pelatihan-pelatihan (5) Berhubungan dengan sumber daya alam dan budaya. Menurut Fennel dan Eagles dalam Hakim (2004:174) bahwa ada 6 (enam) prinsip yang harus dipenuhi oleh pengunjung (wisatawan) dalam ekowisata yaitu :

1) Pengunjung harus semaksimal mungkin berusaha meniadakan dampak negatif terhadap lingkungan dan penduduk lokal.

2) Pengunjung melakukan perjalanan wisata dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap alam, dari keunikan budaya lokal.

3) Pengunjung ikut membantu memaksimalkan partisipasi awal dan jangka panjang dari masyarakat lokal dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut penyelenggaraan ekowisata.

4) Selayaknya pengunjung memberikan kontribusi terhadap usaha-usaha koservasi wilayah yang dilindungi.

5) Seharusnya pengunjung memberikan keuntungan ekonomi dari pekerjaan tradisional mereka.

Hal di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Marta Honey dalam Hakim (2004:54), bahwa ekowisata itu harus memiliki beberapa parameter yakni (1) Perjalanan ke kawasan alamiah (2) Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan rendah (3) Membangun keperdulian terhadap lingkungan


(18)

(4) Memberikan dampak keuntungan ekonomi (5) Memberikan dampak keuangan dan pemberdayaan masyarakat lokal (6) Adanya penghargaan terhadap budaya setempat.

2.4 Model Penelitian

Pola pembangunan yang ditetapkan Provinsi Bali meliputi 3 (tiga ) sektor yakni Pembangunan Pertanian dalam arti luas, industri kecil dan menengah serta sektor pariwisata Pembangunan pariwisata yang dikembangkan di Bali adalah Pariwisata Budaya yang dijiwai Agama Hindhu. Dalam perjalanannya Pariwisata Budaya dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap ekonomi, lingkungan fisik dan sosial budaya. Mengenai dampak positif dari pembangunan pariwisata di Bali sudah dirasakan bersama seperti penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan devisa pemerintah, tetapi yang perlu diperhatikan serta dikaji secara menyeluruh adalah dampak negatif yang ditimbulkan seperti sumber daya alam, sumber daya budaya dan terhadap masyarakat setempat, Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, maka dikembangkan Pariwisata Alternatif salah satunya adalah Ekowisata.

Ekowisata yang dikembangkan hendaknya memenuhi prinsip-prinsip ekowisata yang telah disepakati oleh Masyarakat Ekowisata Indonesia. Di samping itu perlu juga mengetahui lingkungan internal dan eksternal hutan bambu baik kekuatan yang dimiliki maupun kelemahannya serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh hutan bambu sebagai ekowisata.


(19)

Setelah mengetahui faktor lingkungan internal dan eksternal, selanjutnya dilakukan identifikasi masalah yang terutama bersumber dari kelemahan dan ancaman yang dimiliki oleh hutan bambu, sehingga masalah tersebut dikaji melalui teori ekowisata dan teori perencanaan. Dari kajian teori tersebut akan muncul strategi pengembangan yang dituangkan dalam visi, tujuan dan sasaran pengembangan serta berisi program-program yang dapat dilaksanakan untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Pada akhirnya dibuat suatu rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah Bangli yang mempunyai otoritas di kabupaten, untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat setempat

Pola Pembangunan Pemkab Bali

Pariwisata Budaya

Pariwisata Alternatif Ekowisata

Lingkungan Internal Hutan bambu

- Kekuatan - Kelemahan

Lingkungan Eksternal Hutan bambu

- Peluang - Ancaman

Identifikasi Masalah

Teori Ekowisata Teori

Perencanaan

Srategi pengembangan


(20)

Gambar Model Penelitian

Program Pengembangan

Rekomendasi Kebijakan


(1)

Berdasarkan uraian di atas, beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perencanaan dan teori ekowisata. Adapun perspektif masing-masing teori tersebut diuraikan sebagai berikut :

2.3.1 Teori Perencanaan

Sering didapatkan kenyataan, bahwa suatu daerah tujuan wisata terkenal dan mempunyai reportase baik, semakin hari semakin sepi dikunjungi dan mulai ditinggalkan wisatawan karena perencanaan pengembangan kurang baik dan tidak matang. Menurut Anom (2005 :32), secara umum perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Perencanaan sangat penting dilakukan, karena memiliki beberapa pertimbangan yakni;

(1) Dengan perencanaan dapat disusun urutan-urutan kegiatan menurut skala prioritas dalam mencapai tujuan.

(2) Dengan perencanaan dapat dibuat alokasi sumber daya yang paling baik. (3) Perencanaan merupakan alat ukur dari pada kemajuan ekonomi dan juga

sebagai pengawasan dari pelaksanaan pembangunan.

(4) Melalui perencanaan dapat dibuat perkiraan keadaan di masa yang akan datang.

(5) Perencanaan diharapkan pembangunan tidak akan terputus, sebab sudah direncanakan proses pembangunan secara menyeluruh.

Sejalan dengan pemikiran di atas, maka peranan pemerintah dalam proses perencanaan sangat diperlukan karena pemerintah mempunyai peran strategis


(2)

dalam melakukan inisiatif perencanaan industri wisata, dan melakukan promosi dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang rencana pembangunan obyek wisata. Wearing dan Neil dalam Hakim (2004:141) menyatakan dalam sebuah perencanaan, idealnya harus mencakup tahapan –tahapan yaitu (1) Studi kelayakan (2) Penentuan tujuan (3) Analisis dan sintesis (4) Kebijakan dan formulasi rencana (5) Rekomendasi (6) Implementasi dan Monitoring. Begitu juga menurut Watson and Heywood dalam Hakim (2004:144) bahwa suatu perencanaan harus mampu menjelaskan keterkaitan yang nyata antara kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial. Dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial, perencanaan dipandang akan mampu memperkuat perencanaan daerah, sekaligus menjamin redistribusi manfaat pengelolaan sumber daya alam secara berkesinambungan antar generasi dan yang lebih penting adanya keadilan perolehan keuntungan dari penggunaan sumber daya yang ada. Begitu juga Davey dalam Hakim (2004:145) mengatakan perencanaan kawasan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) Perencanaan hendaknya mempunyai asumsi-asumsi yang khusus, rasional dan kriteria yang jelas (2) Perencanaan harus mempunyai isu pokok (3) Perencanaan harus melibatkan stakeholder (4) Melibatkan tenaga ahli dari daerah setempat (5) Mendapatkan dukungan politik dan (6) Dapat diimplementasikan.

2.3.2 Teori Ekowisata

Wearing dan Neil dalam Hakim (2004:53) mengatakan bahwa ide ekowisata yang berkaitan dengan kegiatan wisata diharapkan dapat mendukung konsevasi lingkungan hidup, karena tujuan dari ekowisata adalah menciptakan sebuah


(3)

kegiatan industri wisata yang mampu memberikan peran dalam konservasi lingkungan hidup dan berdampak rendah terhadap lingkungan. Sehingga ekowisata memiliki karakteristik tertentu yaitu (1) Adanya manajemen lokal dalam pengelolaan(2) Adanya Produk perjalanan wisata yang berkualitas (3) Adanya penghargaan terhadap budaya setempat (4) Pentingnya pelatihan-pelatihan (5) Berhubungan dengan sumber daya alam dan budaya. Menurut Fennel dan Eagles dalam Hakim (2004:174) bahwa ada 6 (enam) prinsip yang harus dipenuhi oleh pengunjung (wisatawan) dalam ekowisata yaitu :

1) Pengunjung harus semaksimal mungkin berusaha meniadakan dampak negatif terhadap lingkungan dan penduduk lokal.

2) Pengunjung melakukan perjalanan wisata dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap alam, dari keunikan budaya lokal.

3) Pengunjung ikut membantu memaksimalkan partisipasi awal dan jangka panjang dari masyarakat lokal dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut penyelenggaraan ekowisata.

4) Selayaknya pengunjung memberikan kontribusi terhadap usaha-usaha koservasi wilayah yang dilindungi.

5) Seharusnya pengunjung memberikan keuntungan ekonomi dari pekerjaan tradisional mereka.

Hal di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Marta Honey dalam Hakim (2004:54), bahwa ekowisata itu harus memiliki beberapa parameter yakni (1) Perjalanan ke kawasan alamiah (2) Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan rendah (3) Membangun keperdulian terhadap lingkungan


(4)

(4) Memberikan dampak keuntungan ekonomi (5) Memberikan dampak keuangan dan pemberdayaan masyarakat lokal (6) Adanya penghargaan terhadap budaya setempat.

2.4 Model Penelitian

Pola pembangunan yang ditetapkan Provinsi Bali meliputi 3 (tiga ) sektor yakni Pembangunan Pertanian dalam arti luas, industri kecil dan menengah serta sektor pariwisata Pembangunan pariwisata yang dikembangkan di Bali adalah Pariwisata Budaya yang dijiwai Agama Hindhu. Dalam perjalanannya Pariwisata Budaya dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap ekonomi, lingkungan fisik dan sosial budaya. Mengenai dampak positif dari pembangunan pariwisata di Bali sudah dirasakan bersama seperti penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan devisa pemerintah, tetapi yang perlu diperhatikan serta dikaji secara menyeluruh adalah dampak negatif yang ditimbulkan seperti sumber daya alam, sumber daya budaya dan terhadap masyarakat setempat, Untuk mengatasi dampak negatif tersebut, maka dikembangkan Pariwisata Alternatif salah satunya adalah Ekowisata.

Ekowisata yang dikembangkan hendaknya memenuhi prinsip-prinsip ekowisata yang telah disepakati oleh Masyarakat Ekowisata Indonesia. Di samping itu perlu juga mengetahui lingkungan internal dan eksternal hutan bambu baik kekuatan yang dimiliki maupun kelemahannya serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh hutan bambu sebagai ekowisata.


(5)

Setelah mengetahui faktor lingkungan internal dan eksternal, selanjutnya dilakukan identifikasi masalah yang terutama bersumber dari kelemahan dan ancaman yang dimiliki oleh hutan bambu, sehingga masalah tersebut dikaji melalui teori ekowisata dan teori perencanaan. Dari kajian teori tersebut akan muncul strategi pengembangan yang dituangkan dalam visi, tujuan dan sasaran pengembangan serta berisi program-program yang dapat dilaksanakan untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Pada akhirnya dibuat suatu rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah Bangli yang mempunyai otoritas di kabupaten, untuk mengambil langkah-langkah kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat setempat

Pola Pembangunan Pemkab Bali

Pariwisata Budaya

Pariwisata Alternatif Ekowisata

Lingkungan Internal Hutan bambu

- Kekuatan - Kelemahan

Lingkungan Eksternal Hutan bambu

- Peluang - Ancaman

Identifikasi Masalah

Teori Ekowisata Teori

Perencanaan

Srategi pengembangan


(6)

Gambar Model Penelitian

Program Pengembangan

Rekomendasi Kebijakan