Analisi Dampak Pembiayaan Sektoral Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Kota Di Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAMPAK PEMBIAYAAN SEKTORAL

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

SEKTORAL DI SUMATERA UTARA

OLEH

HASAN BASRI

080501082

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ABSTRAK

ANALISIS DAMPAK PEMBIAYAAN SEKTORAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL

DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pembiayaan sektoral terhadap pertumbuhan sektoral di Sumatera Utara, periode penelitian dari tahun 2008 sampai 2012. Untuk menganalisa pembiayaan sektoral dan pertumbuhan sektoral, menggunakan data berdasarkan PDRB. PDRB adalah tolak ukur dalam pertumbuhan ekonomi, perubahan sektor-sektor ekonomi, faktor penyebab pertumbuhan ekonomi, dan pembiayaaan sektoral di Sumatera Utara dan data sekunder menggunakan jenis data time series lima tahun.

Pengujian hipotesa dilakukan dengan analisis data berdasarkan PDRB dan analisis data menggunakan metode Hausman Test,Location Quotient (LQ) dan Pendekatan Shift Share.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembiayaan sektoral dan tenga kerja sektoral sangat berpengaruh terhadap pendapatan daerah dan pertumbuhan sektoral. Dengan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Approach dapat diketahui bahwa sektor-sektor yang mengalami kemajuan adalah sektor-sektor yang mendapatkan pembiayaan dari Pemerintah dan Swasta, dimana terjadi perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Sedangkan menurut analisis Regresi Linier dampak pembiayaan tidak seluruhnya sektor ekonomi di Sumatera Utara signifikan dan memberikan pengaruh positif terhadap PDRB. Namun secara bersama-sama penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa pembiayaan sektoral dan tenaga kerja sektoral berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sektoral di Sumatera Utara.

Kata Kunci: PDRB, Pembiayaan Sektoral, Pertumbuhan Ekonomi Sektoral, Tenaga Kerja Sektoral, Metode Hausman Test, Location Quotient (LQ), Shift Share.


(3)

ii

ABSTRACT

ANALYSIS THE IMPACT OF SECTORAL FINANCING TO ECONOMIC SECTORAL OF NORTH SUMATERA

This study aims to analyze the impact sector financing to economic sectoral of North Sumatera. The study priod from 2008 to 2012. The objective of the study analysis sectoral financing to growth sectoral besade PDRB, it’s role on economic growth, the changes in economic sectoral, factor affecting economic growth worker sectoral, and sectoral financing in North Sumatera and used secondary data type of time series for five years.

Hypothesis testing is done with data analysis PDRB, analytical method Hausman Test, Location Quotient (LQ) and Shift Share Approach method.

The result of this study indicate that deprayal sectoral financing effect on income and growth sectoral. Through analysis Location Quotient and Shift Share Approach we know that growth sectors because financing from goverment and private sector. There is economic structure from primary sector to secondary and tertiary sectors.

Keywords: PDRB, Sectoral Financing, Economic Sectoral Growth, Worker Sectoral, Method Hausman Test, Location Quotient (LQ), Shift Share Approach.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa memberikan hikmat, pengetahuan dan kekuatan sehingga skripsi yang berjudul “ Analisi Dampak Pembiayaan Sektoral Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Kota Di Sumatera Utara “ dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan, isi, dan penyajian skripsi ini. Namun demikian penulis tetap berharap skripsi ini dapat berguna sebagai bahan masukan bagi pembaca, khususnya pembelajar ekonomi.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga skripsi ini bisa diselesaikan, terutama kepada:

1. Kedua orang tua yang penulis cintai Drs. H. Amiruddin Sipayung dan Hj. Nursyamsiah, SE Damanik yang senantiasa mendukung dalam kasih dan doa.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen pembimbing serta Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Pembangunan.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staff Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendidik dan mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada Penulis.


(5)

iv

6. Seluruh Staff Administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendukung penyelesaian dalam hal proses administrasi yang selama ini dibutuhkan.

Akhir kata Penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki dan sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Penulis

080501082 Hasan Basri


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... ... x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Manfaat Penelitian ... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Landasan teori ... 9

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 9

2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 10

2.1.3 Teori Pembangunan Ekonomi ... 13

2.1.3.1 Teori pembangunan Ekonomi Daerah ... 15

2.1.4 Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi ... 16

2.1.5 Teori Basis Ekonomi ... 17

2.1.6 Sektor Unggulan dan Kriteria Sektor Unggulan ... 18

2.1.7 Pengembangan Sektor Unggulan Sebagai Strategi Pengembangan Daerah ... 20

2.2 Penelitian Terdahulu ... 21

2.3 Kerangka Pemikiran ... 26

2.4 Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III: METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Lokasi Penelitian ... 32


(7)

vi

3.3 Batasan Operasional ... 32

3.4 Defenisi Operasional ... 33

3.5 Metode Analisis ... 34

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis ... 42

4.1.2 Potensi Unggulan ... 43

4.1.2.1 Sektor Unggulan Berdasarkan PDRB Provinsi Sumatera Utara... 43

4.1.2.2 Sektor Berdasarkan Sektor Basis dan Non Basis ... 46

4.1.3 Pembiayaan Setoral ... 49

4.1.4 Ketenaga Kerjaan ... 50

4.2 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Sektor Unggulan Provinsi Sumatera Utara ... 51

4.2.1 Analisis Shift Share ... 52

4.2.2 Analisis Shift Share Sektor Unggulan Provinsi Sumatera Utara ... 57

4.2.3 Analisis Kuadran Proportional Shift danDifferential Shift ... 59

4.3 Dampak Pembiayaan Sektoral Terhadap Sektoral di Sumatera Utara ... 61

4.3.1 Sektor Pertanian ... 64

4.3.2 Sektor Pertambangan ... 65

4.3.3 Sektor Industri Pengolahan ... 65

4.3.4 Sektor Listrik, Gas, & Air ... 66

4.3.5 Sektor Bangunan ... 66

4.3.6 Sektor Perdagangan, Hotel, & Restoran ... 67

4.3.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi ... 67

4.3.8 Sektor Keuangan, Sewa, & Jasa Perusahaan ... 68


(8)

4.3.10 Tenaga Kerja Sektoral ... 68

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... ... 72

LAMPIRAN ... ... 74

DAFTAR PUSTAKA... ... ... 76


(9)

viii

No. Tabel Judul Halaman

1.1 PDRB Sumatera Utara 2008 - 2012 Atas

Dasar Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) ... 3 1.2 Peranan Setiap Sektor Ekonomi Dalam Perekonomian

Sumatera Utara Tahun 2008 – 2013

(Persentase) ... 4 3.1 Posisi Relatif Suatu sektor Berdasarkan PendekatanPS dan

DS ... 40 4.1 Produk Domestik RegionalBruto Provinsi Sumatera Utara

Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (sektor unggulan) ... 44 4.2 Hasil analisis Basis dan Non Basispada sektor

perekonomian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2012 ... 47 4.3 Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor-sektornya ... 49 4.4 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha . 50 4.5 Hasil Perhitungan Analisis Shift share Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 . 53 4.6 Hasil perhitungan analisis Shift share berdasarkan sektor

dan subsektor Unggulan Sumatera Utara ... 58 4.7 Hasil Regresi OLS ... 61


(10)

No. Gambar Judul Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 30 4.2.3 Proportional Shift (Ps) dan Differential Shift (Ds)

sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara

periode Tahun 2008-2012 ... 60


(11)

x

No. Lampiran Judul Halaman

1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral, Realisasi Kredit

Sektoral, dan Tenaga Kerja Sektoral ... 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat suatu Negara atau Wilayah.


(12)

ABSTRAK

ANALISIS DAMPAK PEMBIAYAAN SEKTORAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL

DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pembiayaan sektoral terhadap pertumbuhan sektoral di Sumatera Utara, periode penelitian dari tahun 2008 sampai 2012. Untuk menganalisa pembiayaan sektoral dan pertumbuhan sektoral, menggunakan data berdasarkan PDRB. PDRB adalah tolak ukur dalam pertumbuhan ekonomi, perubahan sektor-sektor ekonomi, faktor penyebab pertumbuhan ekonomi, dan pembiayaaan sektoral di Sumatera Utara dan data sekunder menggunakan jenis data time series lima tahun.

Pengujian hipotesa dilakukan dengan analisis data berdasarkan PDRB dan analisis data menggunakan metode Hausman Test,Location Quotient (LQ) dan Pendekatan Shift Share.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembiayaan sektoral dan tenga kerja sektoral sangat berpengaruh terhadap pendapatan daerah dan pertumbuhan sektoral. Dengan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Approach dapat diketahui bahwa sektor-sektor yang mengalami kemajuan adalah sektor-sektor yang mendapatkan pembiayaan dari Pemerintah dan Swasta, dimana terjadi perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Sedangkan menurut analisis Regresi Linier dampak pembiayaan tidak seluruhnya sektor ekonomi di Sumatera Utara signifikan dan memberikan pengaruh positif terhadap PDRB. Namun secara bersama-sama penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa pembiayaan sektoral dan tenaga kerja sektoral berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sektoral di Sumatera Utara.

Kata Kunci: PDRB, Pembiayaan Sektoral, Pertumbuhan Ekonomi Sektoral, Tenaga Kerja Sektoral, Metode Hausman Test, Location Quotient (LQ), Shift Share.


(13)

ii

ABSTRACT

ANALYSIS THE IMPACT OF SECTORAL FINANCING TO ECONOMIC SECTORAL OF NORTH SUMATERA

This study aims to analyze the impact sector financing to economic sectoral of North Sumatera. The study priod from 2008 to 2012. The objective of the study analysis sectoral financing to growth sectoral besade PDRB, it’s role on economic growth, the changes in economic sectoral, factor affecting economic growth worker sectoral, and sectoral financing in North Sumatera and used secondary data type of time series for five years.

Hypothesis testing is done with data analysis PDRB, analytical method Hausman Test, Location Quotient (LQ) and Shift Share Approach method.

The result of this study indicate that deprayal sectoral financing effect on income and growth sectoral. Through analysis Location Quotient and Shift Share Approach we know that growth sectors because financing from goverment and private sector. There is economic structure from primary sector to secondary and tertiary sectors.

Keywords: PDRB, Sectoral Financing, Economic Sectoral Growth, Worker Sectoral, Method Hausman Test, Location Quotient (LQ), Shift Share Approach.


(14)

No. Lampiran Judul Halaman

1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral, Realisasi Kredit

Sektoral, dan Tenaga Kerja Sektoral ... 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat suatu Negara atau Wilayah.


(15)

xi

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dengan menggunakan sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Arsyad, 1999).

Pemberlakuan Undang–Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang–Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menuntut pemerintah daerah melaksanakan desentralisasi dan memacu pertumbuhan ekonomi guna peningkatan kesejahteraan masyarakat di mana tujuan penyelenggara otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Kedua Undang–Undang tersebut memiliki makna yang sangat penting bagi daerah, karena terjadinya pelimpahan kewenangan dan pembiayaan yang selama ini merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Provinsi Sumatera Utara memiliki 33 kaputen/kota. Sebagai daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk menyelanggarakan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, memiliki kewenangan luas untuk mengelola, merencanakan dan memanfaatkan potensi ekonomi secara optimal.


(16)

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 memperoleh sekitar Rp. 75.664.130.068 terhadap total pendapatan melalui desentralisasi fiskal dalam bentuk Dana Alokasi Umum sampai tahun 2012 di Sumutera Utara. Disamping itu memperoleh PAD sekitar Rp. 1.391.478.065,61(Triliun Rupiah) terhadap total pendapatan daerah. Hal ini berarti Sumatera Utaramemiliki sumber pendapatan yang potensial untuk membiayai pembangunan.

Melalui otonomi daerah pemerintah daerah dituntut kreatif dalam pengembangan perekonomian, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Investasi akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan dapat menimbulkan multiplier effect terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian secara menyeluruh.

Tabel 1.1

PDRB Sumatera Utara2008 – 2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah)

Tahun Jumlah (Juta Rp.) Pertumbuhan (%)

2008 213. 931. 696,78 6,39

2009 236.353.615,83 5,07


(17)

xiii

2011 314.372.437,00 6,63

2012 351.118.155,00 6,22

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara (2012)

Berdasarkan Tabel 1.1, selama lima tahun terakhir secara umum laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utaramenunjukan gambaran positif. Paada tahun 2008 laju pertumbuhan berdasarkan harga konstan sebesar 6,39persenkemudian pada tahun 2009 naik menjadi 5,07 persen. Kemudian pada tahun 2010 naik sebesar 6,42 persen, pada tahun 2011 naik kembali sebesar 6,63 persendan pada tahun 2012 naik sebesar 6,22 persen. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 6,63 persen. Sementara laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan harga berlaku selama lima tahun menunjukkan angka yang fluktuatif.

Tabel 1.2

Peranan Setiap Sektor Ekonomi Dalam PerekonomianSumatera Utara Tahun 2008 – 2012(Persentase)

Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012

Pertanian 6,05 4,85 5,70 4,82 4,72

Pertambangan dan Penggalian 6,13 1,43 5,87 6,73 2,04

Industri Pengolahan 2,92 2,76 4,16 2,05 3,63

Listrik, Gas dan Air bersih 4,46 5,57 6,88 8,21 3,43

Bangunan 8,10 6,54 6,77 8,54 6,78


(18)

Angkutan dan Komunikasi 8,89 7,56 9,44 10,02 8,26 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

11,30 6,14 10,78 13,61 11,20

Jasa-jasa 9,48 6,62 6,77 8,3 7,54

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara (2012)

Laju pertumbuhan sembilan sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan terjadinya fluktuasi kontribusi masing-masing sektor. Sektor terbesar selama lima tahun selama analisis yang paling besar adalah sektor keuangan, sewa dan jasa pertumbuhan yaitu pada tahun 2008 11,30 persen, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 6,14 persen, tahun 2010 dan 2011 mengalami peningkatan yaitu dengan nilai 10,78 persen sampai 13,61 persen, tetapi pada tahun 2012 mengalami penurunan kembali menjadi 11,20 persen. Sektor kedua yang terbesar adalah sektor angkutan dan komunikasi pada tahun 2008 dengan nilai 8,89 persen kemudian pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 7,56 persen, pada tahun 2010 mengalami kenaikan kembali dengan nilai 9,44 persen, pada tahun 2011 mengalami kenaikan kembali dengan nilai 10,02 persen kemudian pada tahun 2012 mengalami penurunan kembali menjadi 8,26 persen. Sektor jasa-jasa adalah sektor ketiga yang memiliki persentase tinggi yaitu pada tahun 2008 memiliki nilai 9,48 persen kemudian pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 6,62 persen, pada tahun 2010 dan 2011 merangkak naik menjadi 6,77 persen sampai 8,30 persen tetapi pada tahun 2012 mengalami penurunan kembali dengan nilai 7,54 persen. Sektor ke empat adalah sektor pembangunan yaitu pada tahun 2008 dengan nilai 8,10 tetapi pada tahun 2009 dan 2010 mengalami penurunan menjadi 6,54 persen dan 6,77 persen kemudian pada tahun 2011 mengalami peningkatan yaitu sebesar 8,54 persen kemudian pada


(19)

xv

tahun 2012 mengalami penurunan kembali menjadi 6,78 persen. Sektor kelima adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai pada tahun 2008 adalah 6,14 persen kemudian pada tahun 2009 mengalamii penurunan menjadi 5,43 persen, kemudian pada tahun 2010 dan 2011 mengalami peningkatan dengan nilai 6,53 persen sampai 8,09 persen tetapi pada tahun 2012 mengalami penurunan kembali menjadi 7,23 persen. Sektor keenam adalah sektor listrik, gas dan air bersih yang pada tahun 2008-2011 selalu mengalami peningkatan dari 4,46 persen sampai 8,21 persen tetapi pada tahun 2012 mengalami penurunan sampai 3,43 persen. Sektor ketujuh adalah sektor pertanian, perternakan, kehutanan dan perikanan dengan nilai pada tahun 2008 adalah 6,05 persen, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 4,85 persen, kemudian pada tahun 2010 mengalami peningkatan kembali dengan nilai 5,70 persen dan 2011-2012 mengalami penurunan dari nilai 4,82 persen menjadi 4,72 persen. Sektor yang kedelapan adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai pada tahun 2008 adalah 6,13 persen kemudian pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 1,43 persen, pada tahun 2010-2011 mengalami peningkatan kembali menjadi 5,87 persen sampai 6,73 persen dan pada tahun 2012 mengalami penurunan kembali menjadi 2,04 persen. Dan sektor kesembilan adalah sektor industri pengolahan yaitu pada tahun 2008 memiliki nilai 2,92 persen, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 2,76 persen, tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 4,16 persen kemudian pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 2,05 persen dan tahun 2012 kembali meningkat dengan nilai 3,63 persen.


(20)

Dengan seluruh kondisi di atas, maka timbul pertanyaan yaitu (1). Apakah yang mempengaruhi pertumbuhan sektoral di Provinsi Sumatera Utara dan. (2). Adakah pengaruh dampak pembiayaan sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara kemudian memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan penduduk. Karena untuk melaksanakan pembangunan dan sumber daya yang terbatas. Sebagai konsekuensinya harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda (multiplier

effect)yang besar terhadap perekonomian secara keseluruhan. 1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini mencoba menggambarkan pengaruh dampak pembiayaan sektoral terhadap pertumbuhan sektoral di Sumatera Utara sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan di Sumatera Utara.

Berdasarkan pernyataan diatas maka muncul beberapa pertanyaan antara lain:

1. Sektor-sektor apa saja yang menjadi unggulan di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012?

2. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor basis dan non basis di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012?


(21)

xvii

3. Adakah pengaruh pembiayaan sektoral terhadap pertumbuhan sektoral di Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis sektor-sektor yang menjadi unggulan di di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012.

2. Untuk menganalisis sektor basis dan non basis dalam perekonomian wilayah di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012.

3. Untuk menganalisis pengaruh dampak pembiayaan sektoral terhadap

pertumbuhan sektoral di Sumatera Utara. 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai tambahan informasi tentang gambaran potensi pertumbuhan

ekonomi di Sumatera Utara.

2. Sebagai tambahan informasi dan bahan kajian bagi peneliti lainnya serta pertimbangan untuk perencanaan pembangunan dibidang ekonomi di Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan refrensi bagi peneliti yang terkait dengan pembangunan dan perencanaan ekonomi daerah.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi dapat di defenisikan sebagai penjelasan mengenaib faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999).


(23)

xix

A. Menurut Adam Smith pertumbuhan ekonomi ada 4 faktor antara lain:

1. Jumlah penduduk

2. Jumlah stok barang-barang modal 3. Luas tanah dan kekayaan alam, dan

4. Tingkat teknologi yang digunakan (Suryana, 2000).

B. Menurut Kuznets dalam jhingan (2002) pertumbuhan ekonomi adalah

peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap ideologi yang dibutuhkannya.

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor penting (Arsyad,1999) seperti akumulasi modal yang merupakan suatu investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human

resources), akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang ditabung

dan kemudian diinvestasikan untuk mengukur besar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya yang baru dan meningkatkan sumberdaya yang telah ada. Kemudian pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (laborforce) di anggap sebagai faktor yang positif dalam merancang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang pertumbuhan ekonomi bergantung pada kemampuan sisitem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan mempekerjakan tenaga kerja yang ada secara produktif. Selain faktor-faktor tersebut, kemajuan


(24)

teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional.

2.1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut. Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2004) yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilka untuk seluruh unit usaha dalm suatu wilayah atau merupakan seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unitekonomi di suatu wilayah. Penghitungan PDRB dapat dilakukan denganmenggunakan metode yaitu langsung dan tidak langsung (alokasi).

Perhitungan metode langsung dapat dilakukan melalui tiga pendekatanyaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.Walaupun mempunyai tiga pendekatan yang berbeda namun akan memberikanhasil perhitungan yang sama (BPS, 2008).

Pendekatan produksi (Production Approach) dilakukan denganmenghitung nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi (di suatu region) pada suatu jangka waktu tertentu (setahun). PerhitunganPDRB melalui pendekatan ini disebut juga penghitungan melalui nilai tambah(value

added). Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang danjasa


(25)

xxi

merupakan selisih antara nilai produksi dan nilai biaya antara. Biayaantara adalah nilai barang dan jasa yang digunakan sebagai input antara dalamproses produksi. Barang dan jasa yang yang termasuk input antara adalah bahanbaku atau bahan penolong yang biasanya habis dalam sekali proses produksi ataumempunyai umur penggunaan kurang dari satu tahun, sementara itu pengeluaranatas balas jasa faktor produksi seperti upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal,dan keuntungan yang diterima perusahaan bukan termasuk biaya antara. Begitujuga dengan penyusutan dan pajak tidak langsung neto bukan merupakan biayaantara (Tarigan, 2007).

Pendekatan produksi banyak digunakan untuk memperkirakan nilaitambah dari sektor yang produksinya berbentuk fisik/barang. PDRB menurutpendekatan produksi terbagi atas 9 lapangan usaha (sektor) yaitu : pertanian,indsutri pertambangan, listrik dan air minum, bangunan dan konstruksi,perdagangan, angkutan, lembaga keuangan,dan jasa-jasa. Oleh karena itu penelitianini menggunakan PDRB pendekatan Produksi (Suryana, 2000).

Pendekatan pendapatan (Income Approach) dilakukan dengan menghitungjumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut dalamproses produksi di suatu wilayah pada jangka waktu tertentu (setahun).Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini diperoleh dengan menjumlahkansemua balas jasa yang diterima faktor produksi yang komponennya terdiri dariupah dan gaji, sewa tanah, bunga modal keuntungan ditambah dengan penyusutan


(26)

Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) dilakukan denganmenghitung jumlah seluruh pengeluaran untu konsumsi rumah tangga danlembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukanmodal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto di suatu wilayah.Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini dilakukan dengan bertitik tolak daripenggunaan akhir barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah domestik(BPS,2008).

Kemudian penghitungan PDRB dengan metode tidak langsung ataumetode alokasi diperoleh dengan menghitung PDRB wilayah tersebut melaluialokasi PDRB wilayah yang lebih luas. Untuk melakukan alokasi PDRB wilayahini, digunakan beberapa alokator antara lain: Nilai produksi bruto dan netto setiapsektor/subsektor pada wilayah yang dialokasikan ; jumlah produksi fisik ; tenagakerja; penduduk, dan alokator tidak langsung lainnya. Dengan menggunakan salahsatu atau beberapa alokator dapat diperhitungkan persentase bagian masingmasingprovinsi terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor.

Cara penyajian PDRB terdapat PDRB Atas Dasar Harga Konstan, semuaagregat pendapatan dinilai atas dasar harga tetap, maka perkembangan agregatpendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riilbukan karena kenaikan harga atau inflasi. PDRB atas dasar harga konstanmenunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektordari tahun ke tahun.

Dan penyajian PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, semua agregatpendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya,baik pada saat


(27)

xxiii

menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaiankomponen PDRB. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan kemampuansumber daya ekonomi yang dihasilkan suatu daerah. Nilai PDRB yang besarmenunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu jugasebaliknya.

Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakupdalam PDRB, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektorindustri pengolahan, sektor listrik gas dan air bersih, sektor bangunan dankonstruksi, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dankomunikasi, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa.

2.1.3. Teori Pembangunan Ekonomi

Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana, 2000). MenurutSchumpeter pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis,tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunanekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri danperdagangan (Suryana, 2000).

Menurut Budiono (1994), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses pertumbuhan output perkapita jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan (output perkapita untuk naik) yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri), bukan berasal dari luar dan bersifat sementara. Atau dengan kata lain bersifat self generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan


(28)

suatu kekuatan atau momentum bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode-periode selanjutnya (Budiono, Teori Pertumbuhan Ekonomi, edisi 1, bpfe,Jogjakarta, 1994).

M. P. Todaro mendefinisika yang mantap dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan nasional yang semakin besar.( M.P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke Tiga, edisi 4, Penerbit Erlangga, Jakarta).

Pembangunan ekonomi juga berkaitan dengan pendapatan per kapita danpendapatan nasional. Pendapatan per kapita yaitu pendapatan rata-rata penduduksuatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barangbarangdan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masasatu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita dari masake masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan jugaperkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah dalam penelitian inipengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatuproses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakatmeningkat dalam jangka panjang.

Sadono Sukirno berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Sehingga untuk mengetahuinya harus diadakan perbandingan pendapatan naional dari tahun ke tahun, yang dikenal dengan laju pertumbuhan ekonomi (Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan, Penerbit FEUI, 1985).


(29)

xxv

2.1.3.1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

Secara umum pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang membentuk institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik identifikasi pasar-pasar baru, alih pengetahuan dan teknologi, serta membangun usaha-usaha baru.Pembangunan ekonomi daerah ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja bagi masyarakat daerah. Maka perlu kerjasama antara pemerintah dengan masyarakatnya disertai dengan adanya dukungan sumberdaya yang ada dalam rangka merancang dan membangun ekonomi daerah.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintahdaerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada danmembentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swastauntuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangankegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad,1999).

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdayaalam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal,


(30)

prasarana dansarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,situasi ekonomi dan perdaganngan antar wilayah, kemampuan pendanaan danpembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah danlingkungan pembangunan secara luas.

2.1.4 Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product/Gross National Product tanpa memandangapakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhanpenduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak(Arsyad,1999). Namun demikian pada umumnya para ekonom memberikanpengertian sama untuk kedua istilah tersebut. Mereka mengartikan pertumbuhanatau pembangunan ekonomi sebagai kenaikan GDP/GNP saja. Dalam penggunaan

yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untukmenyatakan perkembangan ekonomi di daerah maju, sedangkan istilahpembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negarasedang berkembang.

2.1.5 Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa


(31)

xxvii

dari luar daerah (Arsyad 1999:116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerahlainsehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146). Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankanperubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory).

Menurut Glasson(1990:63-64), konsep dasarbasis ekonomi membagi perekonomianmenjadidua sektor yaitu:

1. Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

2. Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar adalah bersifat lokal.

Secaraimplisitpembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya kemudian


(32)

menjadi pijakan dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.

2.1.6 Sektor Unggulan dan Kriteria Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telahberperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karenamempunyai keunggulan-keunggulan atau kriteria. Selanjutnya faktor ini berkembanglebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi.Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalamperekonomian daerah (Sambodo dalam Gufron, 2008).

Menurut Ambardi dan Socia (2002) kriteria daerah lebih ditekankan padakomoditas unggulan yang bisa menjadi motor penggerak pembangunan suatudaerah antara lain:

1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran.


(33)

xxix

2. komoditas unggulan mempunya keterkaitan ke depan (fordward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang kuat, baik sesama komoditas maupun komoditas lainnya.

3. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspekaspek lainnya.

4. Komoditas unggulan daerahmemilikiketerkaitan dengan daerah lain, baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasok bahan baku(jika bahanbakudi daerah sendiritidak mencukupi atau tidak tersedia sama sekali).

5. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 6. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumber

daya dan lingkungan.

7. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 8. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk

dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disintensif, dan lain-lain. 9. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari

fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan. Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penurunan, maka komoditas unggulan lainnya harus memapu menggantikannya.

10. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumber daya dan lingkungan.

2.1.7 Pengembangan Sektor Unggulan Sebagai StrategiPembangunan Daerah


(34)

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani. Penyelenggaraan pemerintah sebagai subsistem pemerintah daerah sebagai subsitem pemerintah negara dimaksudkan untuk meningkatakan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan mayarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyrakat, dan pertanggung jawababn kepada masyarakat.

Permasalahan pokok dalam pembengunan daerah adalah terletak padapenekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasandaerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakanpotensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilaninisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunanuntuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan ekonomi.Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regionaldi Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikanhampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaannegara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam dari sektorpertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan/ kelautan.


(35)

xxxi

Akibatnyadaerah-daerah yang kaya sumber daya alam tidak dapat menikmati hasilnya secaralayak.

2.2 Penelitian terdahulu

Menurut Fauzi Hidayat (2012) yang berjudul “Analisis pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan sub sektor industri pengolahan di kabupaten Bekasi” Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dari hasil regresi secara simultan investasi PMA dan PMDN, serta tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB sub sektor industri pengolahan di kabupaten bekasi dengan nilai probabilitas F-statistik adalah 0,000000. Sedangkan pengujian secara parsial dari hasil regresi pada taraf nyata (α = 5 persen) investasi PMA berpengaruh signifikan dengan koefisien 0,396108 dan prob. t-statistik 0,0000, PMDN berpengaruh signifikan dengan koefisien 0,198398 dan prob. t-statistik 0,0151. Sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan dengan nilai Prob.t-statistik 0,3298. Penyebab tidak berpengaruhnya faktor tenaga kerja antara lain: (1). Industri di Kabupaten Bekasi lebih cenderung industri yang padat modal (2). Produktivitas tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan penggunaan teknologi mesin (3). Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sementara penyerapan tenaga kerja sektor industri sangat terbatas. Kata Kunci : Investasi, Tenaga Kerja, PDRB Industri.

Tan Serlinda Deltania Alatan dan Sautma Ronni Basana (2015) yang berjudul “ Pengaruh Pemberian Kredit terhadap Ekonomi Regional Jawa Timur” hasil dari penelitian ini adalah pengaruh dari kredit perbankan yang dibagi menjadi 9 sektor ekonomi dengan variabel kontrol BI Rateterhadap pertumbuhan


(36)

Ekonomi Regional Jawa Timur. Dalam penelitian ini, tingkat pertumbuhan ekonomi di proxykan terhadap PDRB riil Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square(OLS). Penelitian ini menggunakan data seluruh kredit sektor ekonomi yang konsisten 2002-2013. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak seluruh sektor ekonomi di Jawa Timur signifikan dan memberikan pengaruh positif terhadap PDRB. Namun secara bersama-sama penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa kredit sektor ekonomi dan BI Rate berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.

Try Mardiyanto (2012) yang berjudul”Penerapan Analisis Input Outputdan ANP dalam Penentuan Prioritas Pembangunan Sub Sektor Industri di Jawa Timur” hasil dari penelitian ini adalah sektor industri potensial adalah sektor industri yang memiliki nilai bobot tertinggi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan bahwa sub sektor industri yang potensial untuk dikembangkan di Jawa Timur adalah sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Terpilihnya sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau ditunjang oleh beberapa faktor, di antaranya kondisi geografis Jawa Timur yang luas, sehingga memiliki sumber bahan baku yang berlimpah untuk diolah menjadi bahan makanan dan minuman. Selain itu kondisi demografi Jawa Timur yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi, yaitu sekitar 38 juta jiwa, menjadikan Jawa Timur sebagai pasar domestik yang potensial untuk mendistribusikan produk makanan dan minuman.

Hasil identifikasi mengenai kondisi eksisting sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau menunjukkan bahwa sektor ini masih memiliki potensi


(37)

xxxiii

yang sangat besar untuk dikembangkan. Posisi geografis Jawa Timur yang berada di ujung timur Pulau Jawa memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian, di antaranya:

1. Menjadi jalur penghubung antara daerah Indonesia barat dan Indonesia timur, sehingga menjadikan Jawa Timur khususnya kota Surabaya sebagai pusat perdagangan. Hal ini terlihat dari bobot sektor Perdagangan, Hotel, & Restoran yang menempati urutan pertama. 2. Luasnya wilayah yang dimiliki oleh Jawa Timur berdampak pada berlimpahnya sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh penduduknya. Walaupun pertumbuhan sektor primer menunjukkan penurunan, kontribusi yang diberikan sektor pertanian dan perikanan masih besar sebagai pemasok bahan baku untuk sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. 3. Terbentuknya klaster industri makanan dan minuman di daerah Pasuruan dan Malang memberikan nilai tambah yang siginifikan bagi stakeholder karena mampu melakukan efisiensi terhadap proses bisnisnya. Potensi-potensi di atas lebih dapat dimanfaatkan oleh industri besar yang ada di Jawa Timur karena kemampuan perusahaan sudah mendukung untuk terus melakukan optimasi dan ekspansi dalam menjalankan bisnisnya. Di sisi lain, ada beberapa kekurangan yang tampaknya masih melanda sebagian besar industri mikro, kecil, dan menengah di Jawa Timur, yaitu: 1. Lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi dalam menjalankan proses bisnisnya. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kualitas tenaga kerja yang ada. Walaupun memiliki jumlah tenaga kerja yang banyak, namun secara kualitas rata-rata masih rendah. Upaya untuk melakukan peningkatan keahlian sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah


(38)

daerah setempat dengan melakukan pelatihan atau workshop agar dapat meningkatkan kualitas serta efisiensi produksi. Akan tetapi jauh lebih efektif apabila pelaku usaha memiliki kesadaran untuk terus memperbaharui pengetahuan yang dimiliki melalui berbagai sumber, baik melalui media massa maupun jejaring bisnis yang ada di sekitar mereka. 2. Kurangnya modal untuk menjalankan bisnis merupakan kelemahan yang juga dimiliki oleh pelaku usaha sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Walaupun beberapa perusahaan besar di Jawa Timur telah mengalokasikan anggaran CSR untuk membantu industri mikro dan kecil, masih banyak industri-industri kecil yang memerlukan bantuan dana untuk pengembangan usahanya. Hal ini juga diperparah dengan susahnya akses untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan. Sebagian besar bank yang ada di Indonesia masih menerapkan suku bunga yang tinggi untuk mengucurkan kredit, yaitu di atas 10%. Kondisi ini jauh berbeda dibanding di negara-negara maju dan berkembang lain yang hanya menetapkan bunga sebesar 4-6%. Faktor ini menjadi salah satu penyebab masih rendahnya persentase pengusaha di Indonesia. Selain itu bank juga lebih senang memberikan pinjaman kepada pengusaha besar karena mampu menyalurkan kredit dalam jumlah besar dengan administrasi yang sedikit. Kondisi ini juga menguntungkan bagi bank karena mampu menyalurkan dana yang mengendap dalam jumlah besar. Berbeda bila memberikan pinjaman kepada industri kecil yang jumlahnya sedikit namun dengan banyak nasabah sehingga memerlukan penanganan administrasi yang cukup rumit. Dengan kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, banyak


(39)

xxxv

peluang yang dapat dimanfaatkan oleh sektor ini, antara lain: 1. Perkembangan teknologi yang sangat pesat. Jika dibandingkan pada awal tahun 2000-an, kondisi saat ini sudah sangat jauh berbeda. Banyak proses bisnis yang dulunya memerlukan biaya yang besar, sekarang dapat diminimalisasi sehingga lebih efisien. Hal ini tentu sangat membantu bagi industri kecil yang masih memerlukan banyak modal untuk terus berkembang. Salah satu contoh adalah biaya promosi. Dulu jika ingin melakukan promosi ke masyarakat, pelaku industri harus mengiklankan melalui radio, surat kabar, bahkan media elektronik. Hal ini tentunya memerlukan biaya yang sangat besar sehingga hanya industri menengah dan besar yang memanfaatkannya. Saat ini pelaku industri baik di Jawa Timur maupun di Indonesia telah banyak memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk mempromosikan bisnis mereka. Dengan biaya yang minimal, mereka mampu meningkatan penjualan secara signifikan. 2. Potensi pasar domestik yang sangat besar. Karakteristik sebagian besar masyarakat Indonesia yang konsumtif menjadi salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku industri di sektor makanan, minuman, dan tembakau untuk mendistribusikan produk yang dihasilkan. Permintaan pasar terhadap produk makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan pokok cukup stabil bahkan meningkat dari tahun ke tahun. Dengan melakukan inovasi terhadap produk yang dimiliki menjadi salah satu faktor industri tersebut dapat bertahan di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat. Di sisi lain, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau agar dapat terus berkembang, yaitu: Banyaknya produk impor yang masuk ke Indonesia. Pelaku industri di Jawa


(40)

Timur masih belum mampu memenuhi seluruh permintaan pasar akan produk makanan dan minuman. Kondisi ini tentu memberi peluang bagi importir untuk mengambil barang dari luar negeri. Saat ini banyak makanan dan minuman impor yang masuk ke Indonesia secara ilegal, terutama berasal dari Malaysia dan Cina. Posisi Malaysia yang berdekatan dengan Indonesia memudahkan mereka untuk memasok produk ke Indonesia. Kondisi ini tidak hanya merugikan pelaku industri makanan dan minuman, namun juga merugikan masyarakat sebagai konsumen karena produk yang dikonsumsi belum mendapatkan sertifikasi dari BPOM sehingga belum diketahui secara pasti kandungan yang ada di dalam produk tersebut.

2.3 Kerangka Pemikiran

Analisis tentang Dampak Pembiayaan Sektoral Terhadap Pertumbuhan Sektoral di Sumatera Utara dibutuhkan sebagai dasar utama untuk perumusan kebijakan pembangunan ekonomi daerah di masa mendatang. Dengan diketahuinya dampak pembiayaan sektoral terhadap pertumbuhan sektoral, maka pembangunan daerah dapat diarahkan ke sektor-sektor yang secara potensial dapat mendorong percepatan pembangunan daerah dan menciptakan pengembangan wilayah.

Pembiayaan sektoral diambil dari DAU (Dana Alokasi Umum), PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan kredit yang diberikan BI dan Bank Umum. Dimana pembiayaaan sektoral diarahkan kepada sektor-sektor unggulan yang dapat memberikan PDRB besar kepada Sumatera Utara.


(41)

xxxvii

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya, serta menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi, baik secara total maupun per sektor. Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator penting untuk melihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Oleh karena itu strategi pembangunan diupayakan untuk menggali potensi yang ada, agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah.

Berdasarkan data dan informasi yang terkandung dalam PDRB, maka dapat dilakukan beberapa analisis untuk memperoleh informasi tentang:

1.Sektor Basis dan Non basis

Kegiatan ekonomi wilayah berdasarkan teori ekonomi basis diklasifikasikan ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan non basis. Analisis ini diperlukan untuk mengidentifikasi kegiatan ekonomi daerah yang bersifat ekspor dan non ekspor dan mengetahui laju pertumbuhan sektor basis dari tahun ke tahun. Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan daerah secara keseluruhan, sementara sektor non basis hanya merupakan konsekuensi-konsekuensi dari pembangunan daerah. Barang dan jasa dari sektor basis yang di ekspor akan menghasilkan pendapatan bagi daerah, serta meningkatkan konsumsi dan investasi. Peningkatan pendapatan tidak hanya menyebabkan kenaikan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga akan meningkatkan permintaan terhadap sektor non basis yang berarti juga mendorong kenaikan investasi sektor non basis.


(42)

Analisis ini dibutuhkan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada perekonomian suatu daerah. Hasil analisis akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB suatu daerah dibandingkan wilayah referensi. Apabila penyimpangan positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya.

Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan yang berorientasi pada pencapaian target sektoral, keberhasilannya dapat dilihat dari kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB dari tahun ke tahun. Pertumbuhan positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian dan apabila negatif berarti terjadinya penurunan dalam kegiatan perekonomian. Pertumbuhan perekonomian mengakibatkan terjadinya perubahan perkembangan pembangunan suatu daerah.

Perencanaan pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya dapat dicapai dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat meningkat, bila ada satu atau beberapa sektor ekonomi yang berkembang lebih cepat dari pada sektor-sektor lain. Dengan demikian, sektor yang mempunyai perkembangan lebih cepat dari sektor lain akan menjadi suatu sektor unggulan.

Sektor unggulan yang dimiliki suatu daerah akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena akan memberikan keuntungan kompetitif atau komparatif yang selanjutnya akan mendorong pengembangan ekspor barang maupun jasa.


(43)

xxxix

Kebijakan strategi pembangunan harus diarahkan kepada kebijakan yang memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sektor unggulan yang diperoleh melalui analisis dapat menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di masa mendatang dalam pengembangan wilayah.

Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan dalam Gambar 2.1. di bawah ini:

Provinsi Sumatera Utara

Perekonomian Wilayah


(44)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian diatas, maka dapat ditarik hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Sektor yang menjadi unggulan di Sumatera Utara tahun 2008 -2012.

2. Pengaruh dampak pembiayaan sektoral (pertanian, pertambangan,

pengolahan, listrik; gas; dan air, konstruksi, perdagangan; sestoran; dan Sektor Basis dan Non

Basis

Perubahan dan Pergeseran Sektor

Penentuan Sektor Unggulan

Pembiayaan DAU, PAD Dan Kredit BI Dan Bank Umum


(45)

xli

hotel, pengangkutan; dan komunikasi, jasa-jasa) dan Tenaga Kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pertumbunan sektoral sumatera utara.

3. Pengaruh dampak pembiayaan sektoral (pertanian, pertambangan,

pengolahan, listrik; gas; dan air, konstruksi, perdagangan; sestoran; dan hotel, pengangkutan; dan komunikasi, jasa-jasa) dan Tenaga Kerjasecara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan sektoral diSumatera Utara.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sumatera Utara. Sumatera Utaradijadikan objek penelitian karena dilihat dari letak geografis, luas wilayah dan populasi penduduk,


(46)

hotel, pengangkutan; dan komunikasi, jasa-jasa) dan Tenaga Kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pertumbunan sektoral sumatera utara.

3. Pengaruh dampak pembiayaan sektoral (pertanian, pertambangan,

pengolahan, listrik; gas; dan air, konstruksi, perdagangan; sestoran; dan hotel, pengangkutan; dan komunikasi, jasa-jasa) dan Tenaga Kerjasecara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan sektoral diSumatera Utara.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sumatera Utara. Sumatera Utaradijadikan objek penelitian karena dilihat dari letak geografis, luas wilayah dan populasi penduduk,


(47)

xlii

menjadikan wilayah ini memiliki peranan penting dalam perekonomian di Provinsi yaitu Sumatera Utara.

3.2Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yaitu data PDRB sektor-sektor ekonomi menurut lapangan usaha di Sumatera Utara dari tahun2008 sampai tahun 2012 dan data PDRB sektor-sektor ekonomi menurut lapangan usaha di Provinsi Sumatera Utara periode 2008 -2012. Data ini diperoleh dari BPS Provinsi Sumatera Utara, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA Sumatera Utara), Bank Indonesia dan berbagai literatur, situs resmi Pemerintah Sumatera Utara, serta sumber-sumber lainnya yang relevan.

3.3 Batasan Operasional

Penelitian ini memiliki batasan masalah karena cakupan penelitian tidak terlalu luas. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis pengaruh dampak pembiayaan sektoral terhadap pertumbuhan sektoral di Sumatera Utara periode 2008 – 2012.

3.4 Defenisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi tentang variabel-variabel yang digunakan dan menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, maka penulis memberi batasan definisi operasional sebagai berikut :


(48)

1. Pembiayaan berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang di keluarkan untuk mendukung infestasi yang telah direncanakan, baik dilakukan secara sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.

2. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah total produksi barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu berdasarkan harga konstan

3. Sektor potensial adalah sektor yang memiliki potensi besar untuk

dikembangkan dalam suatu wilayah. Hal ini dapat diukur dengan analisis

shift share jika komponen daya saingnya positif (DS+) maka sektor

tersebut termasuk potensial.

4. Sektor ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat pada PDRB, yang mencakup 9 (sembilan) sektor utama yaitu pertanian, pertambangan dan penggalian, industri dan pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, keuangan dan persewaan jasa perusahaan, dan jasa-jasa.

5. Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki peranan relatif besar dibandingkan sektor-sektor lainnya terhadap ekonomi wilayah.

6. Pergeseran sektor ekonomi adalah perubahan kinerja sektor-sektor ekonomi yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi provinsi, pertumbuhan sektor tertentu, atau disebabkan oleh daya saing lokal.

7. Sektor basis adalah sektor ekonomi yang mampu melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang berkaitan.


(49)

xliv

8. Sektor non basis adalah sektor atau kegiatan yang hanya mampu melayani pasar daerah itu sendiri sehinngga permintaannya sangat dipengaruhi kondisi ekonomi dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah.

3.5 Metode Analisis

Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, maka digunakan beberapa metode analisis data, yaitu :

1. Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Sumatera Utara, digunakan metode analisisLocation Qoutient (LQ). Metode ini membandingkan tentang besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut di tingkat nasional atau di tingkat regional. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi internal yang dimiliki daerah tersebut yaitu sektor basis dan merupakan sektor non basis (Kuncoro, 2004).

LQ =

��

:

��

(1)

Dimana :

LQ : Index Location Quotient Si: PDRB sektor i di Sumatera Utara


(50)

S: PDRB total Sumatera Utara

Ni : PDRB sektor i di Provinsi Sumatera Utara N : PDRB total Sumatera Utara

Berdasarkan formulasi yang di tunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkinan nilai LQ yang diperoleh yaitu:

1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Sumatera Utara. 2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Sumatera Utara lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalamperekonomian Sumatera Utara.

3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Sumatera Utara lebih kecil dibandingkan sektor yang sama dalam perekonomianProvinsi Sumatera Utara.

Dengan kata lain apabila LQ > 1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Sumatera Utara. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Sumatera Utara.

Data yang digunakan dalam analisis LQ ini adalah PDRB Provinsi Sumatera Utaramenurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000.

2. Analisis Shift Share (S-S)


(51)

xlvi

Sumatera Utara, dapat menggunakan Analisis Shift Share. Hasil analisis Shift

Share akan menggambarkan kinerja sektor dalam PDRB Sumatera

Utaradibandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara. Kemudian dilakukan analisisterhadap penyimpangan yang terjadi sebagai hasil perbandingan tersebut. Bilapenyimpangan positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB Sumatera Utaramemiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya

Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna

dalammenganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan denganperekonomian nasional. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan kinerjaatau produktivitas kerja perekonomian suatu daerah dengan membandingkandaerah yang lebih besar (regional/nasional). Analisis ini memberikan datatentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lainyaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.

2. Pergeseran diferensial menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.

3. Pergeseran proporsional mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini dapat mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan acuan.


(52)

Analisis ini memiliki beberapa keunggulan antara lain (Prasetyo Soepone, 1993).

1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi walau analisis Shift-Share tergolong sederhana.

2. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur

dengan cukup akurat.

3. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan cepat.

Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktur perekonomian Sumatera Utaraditentukan oleh tiga komponen, yaitu:

1. Provincial Share (P), digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau

pergeseran struktur perekonomian Sumatera Utaradengan melihat nilai PDRB Sumatera Utarasebagai daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Hasil perhitungan Provincial Share akan menggambarkan peranan wilayah Provinsi Sumatera Utara yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian.

2. Proporsional Shift (PS), digunakan untuk mengetahui pertumbuhan nilai

tambah bruto sektor tertentu pada Kabupaten/Kota dibandingkan total sektor di tingkat Provinsi Sumatera Utara.


(53)

xlviii

3. Differential Shift (DS), digunakan untuk mengetahui perbedaan antara

pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat Provinsi Sumatera Utara.

Secara matematis, Provincial Share (P), Proportional Shift (PS), dan Differential Shift (DS) dapat diformulasikan sebagai berikut :

1.Provincial Share (P)

P

ir,t

= Y

ir,t-1

×

��,�

,�−�

− ��

(2)

2.Proportional Shift (PS)

PS

ir,t

= Y

ir,t-1

×

��

���,�

��,�−�

� −

��,�

,�−�

��

(3)

3.Differential Shift (DS)

DS

ir,t =

Y

ir,t-1

×

��

���,�

��,�−�

� −

���,�

��,�−�

��

(4)

Dimana :

Y :total output t :tahun 2012 t-1 :tahun 2008

i :sektor dalam PDRB r :Kabupaten/Kota


(54)

Perubahan nilai tambah bruto atau Regional Change (RC) sektor tertentu (i) dalam PDRB Kabupaten/Kota merupakan penjumlahan dari Provincial (P),

Proportional Shift (PS), Differential Shift (DS) yaitu :

RC

ir,t

= P

ir,t

= PS

ir,t

= DS

ir,t

(5)

Komponen PS dan DS memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. PS merupakan akibat pengaruh unsur-unsureksternal yang bekerja secara nasional (Provinsi), sedangkan DS adalah akibatdari pengaruh faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan.Sektor di Kabupaten/Kota yang memiliki DS positif, memiliki keunggulanterhadap sektor yang sama pada setiap Kabupaten/Kota.Selain itu, sektor yang memiliki nilai DS positif berarti bahwa sektortersebut terkonsentrasi di Kabupaten /Kota dan mempunyai pertumbuhan yanglebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila DS negatif, makatingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.

Kemudian dari hasil perhitungan PS dan DS, kita dapat menentukan pergeseran bersih (net shift) dengan menjumlahkan komponen PS dan DS.

PB

ir,t

= PS

ir,

+ DS

ir,t

(6)

Apabila nilai PB>0, maka pertumbuhan di sektor i di wilayah r termasukke dalam kelompok progresif (maju). Apabila PB<0, maka pertumbuhan di sektortersebut termasuk lamban.

Dari kedua komponen tersebut (PS dan DS) dinyatakan dalam suatubidang datar, nilai PS sebagai sumbu horizontal dan nilai DS sebagaisumbu vertikal, akan


(55)

l

diperoleh empat kategori posisi relative dari seluruh daerahatau sektor ekonomi tersebut. Keempat kategori digambarkan pada tabelsebagai berikut :

Tabel 3.1

Posisi relatif suatu sektor berdasarkan pendekatan PS dan DS

Sumber : (Fredy, 2001)

1. Kuadran I (PS positif dan DS positif) adalah wilayah/sektor dengan pertumbuhan sangat pesat (rapid growth region/industry or fast growing). 2. Kuadran II (PS positif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor dengan

kecepatan pertumbuhan yang tertekan namun berkembang (developing

region/industry).

3. Kuadran III (PS negatif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor dengan peran terhadap wilayah rendah dan juga memiliki daya saing lemah (depressed region/industry).

4. Kuadran IV (PS negatif dan DS positif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan pertumbuhan yang tertekan namun berkembang (highly

potential region/industry). Differential Shift (DS)

Proportional Shift (PS)

Negatif (-) Positif (+)

Positif (+)

Negatif (-)

Kuadran IV cenderung berpotensi

(highly potential)

Kuadran I Pertumbuhan Pesat

(fast Growing) Kuadran III

Terbelakang (depressed)

Kuadran II Berkembang (developing)


(56)

3. Analisis Data Panel

Data panel di gunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Persamaan regresinya dapat dirumuskan sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto, 2004):

Uji analisis yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan fungsi sebagai berikut:

Y

it

=

0 +

1

KS

it

+

2

TS

it+e

(7)

Keterangan :

Y = Pertumbuhan Ekonomi Sektoral (Rp)

KS = Realisasi Kredit sektoral (Rp)

TS = Tenaga Kerja Sektoral (Jiwa)


(57)

lii

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1.Letak dan Kondisi Geografis

Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km². Sumatera Utara pada dasarnya dapat dibagi atas pesisir timur, pegunungan bukit barisan, pesisir barat dan kepulauan Nias. Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Pada masa kolonia

residentie Sumatra's Oostkust bersam

Di wilayah tengah provinsi berjajar pegunungan ini terdapat beberapa wilayah yang menjadi kantong-kantong konsentrasi merupakan daerah padat penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini.

Pesisir barat merupakan wilayah yang cukup sempit, dengan komposisi penduduk yang terdiri dari masyarakat Batak, Minangkabau, dan Aceh. Namun secara kultur dan etnolinguistik, wilayah ini masuk ke dalam budaya dan Bahasa Minangkabau. Batas-batas administrasi Sumatera Utara adalah:


(58)

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Negara Malaysia Selat Malaka.

Perkembangan penduduk Sumatera Utarapada tahun 2012 tertinggi di Kota Medan yaitu dengan jumlah penduduk 2.123.210 jiwa, kemudian disusul oleh Kabupaten Deli Serdang dengan jumlah penduduk 1.886.388 jiwa, kemudian diikuti oleh Kabupaten Langkat dengan jumlah penduduk 978.734 jiwa, kemudian Kabupaten simalungun dengan jumlah penduduk 833.251 jiwa, kemudian disusul oleh kabupaten Asahan, Serdang Bedagai dengan jumlah penduduk lebih dari 600.000 jiwa, kemudian Kabupaten Mandailing Natal, Labuhan Batu dengan jumlah penduduk 400.000 jiwa, dan dengan jumlah penduduk lebih dari 400.000 jiwa di ikuti Kabupaten Labuhanbatu, Mandailing Natal.

4.1.2. Potensi Unggulan

4.1.2.1 Sektor Unggulan Berdasarkan PDRB Provinsi Sumatera Utara

Sumatera Utara memiliki tiga sektor unggulan yang terdiri dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor ini merupakan sektor-sektor ekonomi yang mendukung pertumbuhan struktur perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Sektor-sektor tersebut dikatakan unggul dikarenakan bahwa berdasarkan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor-sektor ini mampu memberikan kontribusi yang cukup besar.


(59)

liv

Sektor unggulan yang terlihat pada Tabel 4.1 menunjukkan kontribusi yang diberikan meningkat setiap tahunnya yaitu mulai tahun 2008 hingga tahun 2012. Kondisi yang ditunjukkan oleh ketiga sektor unggulan Provinsi Sumatera Utara, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor PHR tidak terlepas dari kontribusi yang ditunjukkan oleh masing-masing subsektor. Kontribusi yang diberikan oleh masing-masing subsektor dari ketiga sektor tersebut dapat dilihat dari Tabel 4.1

Tabel 4.1

Produk Domestik RegionalBruto Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (sektor unggulan)

LAPANGAN USAHA 2008 2009 2010 2011 2012

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 25,30 26,26 28,04 29,39 30,78

a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan

c. Peternakan dan Hasil - Hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 8,40 10,24 2,62 1,41 2,64 8,75 10,81 2,73 1,46 2,77 9,20 11,48 2,85 1,44 3,07 9,39 12,34 3,01 1,45 3,21 9,60 13,19 3,12 1,50 3,37 3. Industri Pengolahan

a. Industri Migas

1. Pengilangan Minyak Bumi 2. Gas Alam Cair

b. Industri Tanpa Migas

1. Ind. Makanan, Minuman, & Tembakau 2. Ind. Tekstil, Barang Dari Kulit, & Alas Kaki 3. Ind. Kayu & Barang dari kayu lainnya 4. Ind. Kertas & Barang Cetakan 5. Ind. Pupuk, Kimia & Barang dari Karet 6. Ind. Semen & Brg Galian Bkn Logam 7. Ind. Logam Dasar Besi & Baja

8. Ind. Alat Angkutan,Mesin,Peralatannya/Transpot equip 9. Ind. Barang Lainnya

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1. Perdagangan Besar & Eeceran 2. Hotel 3. Restoran 24,31 0,12 0,12 0,00 24,18 14,88 0,14 1,34 0,19 4,57 1,12 1,28 0,62 0,04 19,52 17,34 0,30 1,87 24,98 0,12 0,12 0,00 24,86 15,23 0,15 1,37 0,21 4,70 1,19 1,33 0,64 0,04 20,58 18,26 0,33 1,99 26,02 0,13 0,13 0,00 25,89 16,07 0,15 1,28 0,23 4,84 1,25 1,34 0,67 0,04 21,92 19,47 0,35 2,10 26,55 0,13 0,13 0,00 26,42 16,60 0,16 1,29 0,24 4,70 1,30 1,39 0,70 0,05 23,69 21,05 0,38 2,26 27,51 0,14 0,14 0,00 27,37 17,65 0,17 1,40 0,24 4,35 1,37 1,41 0,73 0,05 25,41 22,59 0,41 2,40

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah (2012)

Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa subsektor pertanian memberikan kontribusi yang terbesar, diberikan oleh subsektor perkebunan yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Tahun 2008 subsektor perkebunan dapat


(60)

memberikan nilai PDRB sebesar 10,24 persen dan meningkat hingga pada tahun 2012 sebesar 10,81 persen. Keadaan ini disebabkan tanaman perkebunan Sumatera Utara merupakan salah satu penghasil sawit terbesar di Indonesia.Lahan yang sangat luas dan sangat cocok bagi tanaman perkebunan, memberikan kesempatan bagi petani berinvestasi di subsektor ini, sehingga menyebabkan kontribusi sektor ini semakin membaik dan memberikan nilai tambah yang cukup besar bagi struktur perekonomian di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, hasil tanaman perkebunan Provinsi Sumatera Utara lainnya juga ikut serta dalam pemberian kontribusi PDRB tersebut. Tanaman perkebunan tersebut terdiri dari tanaman perkebunan karet, teh, kopi, tembakau, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan coklat. Hasil subsektor lainnya berupa subsektor tanaman bahan makanan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan juga ikut andil dalam peningkatan kontribusi PDRB Provinsi Sumatera Utara.

Subsektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar diberikan oleh subsektor industri tanpa migas, yaitu sebesar 24,18 persen pada tahun 2008, hingga tahun 2012 meningkat sebesar 27,37 persen. Disini subsektor industri tanpa migas memperlihatkan bahwa kontribusi PDRB terbesar diberikan oleh industri makanan, minuman dan tembakau kemudian diikuti oleh industri pupuk, kimia dan barang dari karet yang membuktikan, bahwa industri tanpa migas di Provinsi Sumatera Utara masih didukung oleh besarnya peranan sektor pertanian dalam pertum-buhan struktur perekonomian Sumatera Utara. Subsektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang memberikan kontribusi terbesar diberikan oleh subsektor perdagangan besar dan eceran. Subsektor PHR ini dapat


(61)

lvi

memberikan kontribusi yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 subsektor perdagangan besar dan eceran memberikan kontribusi sebesar 17,34 persen kemudian meningkat hingga tahun 2012 dapat mencapai 22,59 persen. Keadaan ini memperlihatkan, bahwa Sumatera Utara melakukan kegiatan perdagangan yang sangat meningkat, baik perdagangan luar negeri maupun dalam negeri sehingga dapat memberikan kontribusi yang meningkat.

4.1.2.2 Sektor Berdasarkan Sektor Basis dan Non Basis

Untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan yaitu mengenaipenentuan sektor basis dan non basis di Sumatera Utara maka kita gunakananalisis Location Quotient (LQ). Teknik analisis ini membandingkan tentangbesarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnyaperanan sektor tersebut di tingkat provinsi. Teknik ini digunakan untukmengidentifikasi potensi internal yang dimiliki daerah tersebut yaitu sektor basis dannon basis. Jika indeks LQ>1 maka sektor tersebut merupakan sektor basis, LQ=1maka sektor tersebut hanya mampu memenuhi permintaan di wilayahnya,sedangkan LQ<1 maka sektor tersebut merupakan sektor non basis.

Setelah mengolah data PDRB per sektor maka dihasilkan nilai indeks location Quotient seperti yang terlihat pada tabel 4.4 sebagai berikut.


(62)

Tabel 4.2

Hasil analisis Basis dan Non Basispada sektor perekonomian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2012

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah (2012)

Besarnya kontribusi yang diberikan oleh sektor-sektor perekenomian Sumatera Utara yang ditunjukkan dari besar nilai LQ lebih dari satu dan dikatakan sektor basis. Sesuai dengan teori basis ekonomi yang menyatakan, bahwa kegiatan basis mampu mendorong pertumbuhan ekonomi karena sektor tersebut mampu mengekspor barang dan jasa keluar daerahnya. Dimana dalam hal ini Sumatera Utara mampu meng-ekspor keluar daerahnya. Sedangkan sektor industri pengolahan seperti diketahui sebelumnya, dilihat dari kontribusi PDRB yang diberikan bahwa sektor ini merupakan salah satu sektor unggulan Sumatera Utara, tetapi dari hasil nilai LQ yang diperoleh sektor ini tidak merupakan sektor basis karena memiliki nilai LQ kurang dari satu. Meskipun nilai LQ yang diberikan oleh subsektor industri tanpa migas lebih dari satu tetapi secara keseluruhan dan rata-rata sektor ini menunjukkan nilai LQ kurang dari satu sehingga tidak dapat dikatakan sektor unggulan. Keadaan ini menunjukkan bahwa terjadi pergeser-an sektor unggulan yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Pergeseran sektor unggulan ini bisa disebabkan tidak dimaksimalkan-nya sektor unggulan dan

Lapangan Usaha Location Quotion (LQ)

2008 2009 2010 2011 2012

1.Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 2.Pertambangan dan Penggalian

3.Industri Pengolahan 4.Listrik, Gas dan Air bersih 5.Bangunan

6.Perdagangan, Hotel dan restoran 7.Pengangkutan dan komunikasi 8.Keuangan, sewa dan jasa perusahaan 9.Jasa-jasa 1,74 0,15 0,85 1,01 1,06 1,05 1,17 0,74 1,07 1,74 0,14 0,86 0,93 1,05 1,09 1,08 0,74 1,07 1,79 0,15 0,85 0,94 1,05 1,07 1,04 0,78 1,07 1,82 0,15 0,82 0,97 1,07 1,06 1,03 0,82 1,09 1,83 0,15 0,80 0,94 1,06 1,05 1,02 0,86 1,11

Rata-rata Klasifikasi

Sektor 1,78 0,14 0,83 0,96 1,06 1,06 1,07 0,79 1,08 Basis Non Basis Non Basis Non Basis Basis Basis Basis Non Basis Basis


(63)

lviii

beberapa faktor lainnya. Kondisi ini bisa juga dikarenakan penerapan kebijakan-kebijakan umum, yang terlalu mengeksploitasi dan tidak memper-dulikan kualitas produksi dari sektor unggulan tersebut, sehingga sektor unggulan tersebut malah semakin tidak stabil yang ditunjukkan dari nilai LQ yang menurun. Tetapi jika dilihat dari jumlah kontribusi PDRB yang diberikan oleh sektor industri pengolahan, sektor ini dapat memberikan kontribusi yang cukup besar.

Dilihat dari sektor-sektor ekonomi, sektor industri pengolahan mungkin tidak memiliki nilai LQ lebih dari satu tetapi apabila dilihat dari subsektornya industri pengolahan memiliki nilai LQ lebih dari satu. Keadaan ini ditunjukkan oleh subektor industri tanpa migas. Subsektor ini memberikan nilai LQ yang ber-fluktuasi yaitu pada tahun 2008 dapat memberikan nilai LQ sebesar 1,09 persen dan pada tahun 2009 hingga tahun 2011 dapat memberikan nilai LQ sebesar 1,08 persen hingga 1,07 persen. Kemudian pada tahun 2012 subsektor ini dapat memberikan nilai LQ yang meningkat sebesar 1,08 persen. Meskipun sektor industri pengolahan tidak menjadi sektor basis karena memiliki nilai LQ kurang dari satu, tetapi salah satu subsektornya dapat memberikan nilai LQ lebih dari satu maka subsektor ini dapat dikatakan sektor basis dan secara tidak langsung subsektor ini menjadi subsektor unggulan Provinsi Sumatera Utara.


(1)

lxxxii c) Pembiayaan sektoral tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh pihak swasta, sehingga pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara semakin meningkat.

5. Pembiayaan sektoral terhadap pertumbuhan sektoral di Sumatera Utara berdampak pada penurunan masyarakat miskin, bertambahnya lapangan kerja, berkurangnya pengangguran dan bertambahnya PDRB yang diterima daerah yang digunakan untuk membiayai sektor-sektor yang ada.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian, yaitu:

1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu mengembangkan sarana dan prasarana dalam pembangunan sektor pertanian dan sektor industri sehingga laju pertumbuhannya meningkat. Sektor pertanian perlu adanya pembangunan dan perbaikan irigasi, pengadaan bibit unggul dan pengembangan teknologi. Sektor industri dan PHR juga perlu menyelaraskan industri kecil dan rumah tangga dengan industri besar dan pabrikan melalui pembangunan sentra produksi dan kawasan pertumbuhan ekonomi dalam kegiatan produksi dan pemasaran.

2. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara juga seharusnya memperhatikan pergeseran sektor basis yang dapat mempengaruhi pergeseran pertumbuhan struktur perekonomian, seperti sektor industri pengolahan yang mengalami penurunan kontribusi PDRB. Maka dari itu sektor industri pengolahan perlu tetap dikembangkan.


(2)

3. Keadaan sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara perlu melakukan pengembangan sehingga memiliki potensi dalam meningkatkan pertumbuhan struktur perekonomian Provinsi Sumatera Utara tersebut. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu melakukan kebijakan pengembangan sektor ekonomi dan peningkatan daya tarik iklim investasi melalui pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan hasil pembangunan.


(3)

lxxxvi DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE, Yogyakarta.

Bank Indonesia, 2010. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara. Medan.

Bank Indonesia, 2012. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara. Medan.

Bank Indonesia, 2013. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara. Medan.

BPS, 2012. SUMATERA UTARA DALAM ANGKA,Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2012. Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara 2012. Pemerintah Sumatera Utara, Medan. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2008. Perhitungan Metode

Langsung. Pemerintah Sumatera Utara.

Budi, Purbayu dan Retno Puji Rahayu, 2005. Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kediri. Universitas Diponegoro, Semarang. Budiharsono, S. 1995. Perencanaan Pembangunan Daerah. PAU-EK.UI, Jakarta. Boediono, 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE, Yogyakarta.

Rangkuti, Fredy, 2001. Manajemen Persediaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hidayat, Fauzi, 2012. Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Sub Sektor Industri Pengolahan di Kabupaten Bekasi. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Kuncoro, M, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga, Jakarta.

Mardiyanto, Try, 2012. Penerapan Analisis Input Output dan ANP dalam Penentuan Prioritas Pembangunan Sub Sektor Industri di Jawa Timur. Sadono, 1985. Ekonomi Pembangunan. FEUI. Jakarta.


(4)

Sambodo, 2008. Peran Sektor dalam Perekonomian Daerah. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Saragih, Trie Kartika Yanti, Yuusmini, Susy Edwina, 2014. Analisis Peran Sektor Unggulan Terhadap Struktur Perekonomian Berdasarkan PendekatanShift– Sharedi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2012. Universitas Riau, Riau. Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar

Kebijakan. LPFE-UI, Jakarta.

Suyatno, 2000. Teori Basis Ekonomi. BPFE, Yogyakarta.

Suryana, 2000. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE, Yogyakarta.

Soepono, Prasetyo, 1993. Analisis Shift-Share Perkembangan dan Penerapan, JEBI, No.1, Tahun III.

Tarigan, Robinson, 2007. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, PT Bumi Aksara, Cetakan Keempat, Jakarta.

Todaro, Michael P, 2000. Ekonomi Untuk Negara Berkembang Suatu Pengantar Tentang Prinsip-prinsip Masalah dan Kebijakan Pembangunan. Bumi Aksara, Jakarta.


(5)

lxxxiv Lampiran 1: Pertumbuhan Ekonomi Sektoral, Realisasi Kredit Sektoral, dan

Tenaga Kerja Sektoral.

Sektor tahun y x1 x2

Pertanian 2008 6,05 63 45,7

pertambangan dan penggalian 2008 6,13 1.21 0,3

industri pengolahan 2008 2,92 30 7,8

listrik, gas dan air bersih 2008 4,46 2.37 0,3

Bangunan 2008 8,1 28 4,8

perdagangan, hotel dan restoran 2008 6,14 32 19,6

angkutan dan komunikasi 2008 8,89 24 5,2

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 2008 11,3 9,13 0,2

jasa-jasa 2008 9,48 35 8,5

Pertanian 2009 4,8 73 44,9

pertambangan dan penggalian 2009 1,43 1.78 0,6

industri pengolahan 2009 2,76 30 8,3

listrik, gas dan air bersih 2009 5,57 3.05 0,3

Bangunan 2009 6,54 34 5

perdagangan, hotel dan restoran 2009 5,43 38 19,3

angkutan dan komunikasi 2009 7,56 33 5,2

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 2009 6,14 10,5 7,5

jasa-jasa 2009 6,62 36 8,4

Pertanian 2010 5,7 26 44,4

pertambangan dan penggalian 2010 5,87 2.51 0,4

industri pengolahan 2010 4,16 15 7,3

listrik, gas dan air bersih 2010 6,88 3.82 0,3

Bangunan 2010 6,77 18 4,8

perdagangan, hotel dan restoran 2010 6,53 18 18,8

angkutan dan komunikasi 2010 9,44 30 5,1

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 2010 10,78 15 7,4

jasa-jasa 2010 6,77 37 8,7

Pertanian 2011 4,82 28 42

pertambangan dan penggalian 2011 6,73 2.43 0,5

industri pengolahan 2011 2,05 17 7,8

listrik, gas dan air bersih 2011 8,21 4.27 0,3

Bangunan 2011 8,54 25 5,4

perdagangan, hotel dan restoran 2011 8,09 25 19,6

angkutan dan komunikasi 2011 10,02 36 5

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 2011 13,61 18 3,7

jasa-jasa 2011 8,3 38 8,8


(6)

pertambangan dan penggalian 2012 2,04 2.21 0,3

industri pengolahan 2012 3,63 21 7,3

listrik, gas dan air bersih 2012 3,43 5.62 0,3

Bangunan 2012 6,78 35 4,5

perdagangan, hotel dan restoran 2012 7,23 39 18,3

angkutan dan komunikasi 2012 8,26 54 4,9

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 2012 11,2 21 3,8