METODOLOGI PENELITIAN Detoksifikasi Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dan Evaluasinya Secara in vitro dan in vivo terhadap Mencit (Mus musculus)

9

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak pagar toksik yang diperoleh dari kebun jarak pagar, varietas IP-2P. Bahan kimia yang digunakan antara lain pelarut heksan, metanol teknis, KOH, bahan-bahan adsorben zeolit, arang aktif, bentonit, kultur mikroba, cairan rumen sapi, mencit, serta ransum komersial. Peralatan yang digunakan adalah HPLC, GC-MS, autoklaf, penyaring, mesin screw press, pompa vakum, tanur, oven, kandang dan peralatan hewan percobaan, kertas saring, serta peralatan untuk analisis.

3.2. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas lima tahap yaitu analisis proksimat karakterisasi bungkil biji jarak pagar sebelum dan setelah detoksifikasi, detoksifikasi bungkil biji jarak, analisis senyawa toksik sebelum dan setelah detoksifikasi, uji in vitro pada cairan rumen analisis kecernaan dan konsentrasi VFA, dan uji in vivo pada mencit meliputi analisis kecernaan, konsumsi ransum, uji mortalitas, pertambahan bobot badan, PER dan FTI. Biji jarak pagar kering yang digunakan dalam penelitian diekstrak minyaknya terlebih dahulu menggunakan screw press untuk mendapatkan bungkil biji jarak pagar BBJP. 1. Analisis Proksimat BBJP BBJP dihaluskan dengan alat penggiling sehingga membentuk serbuk. Serbuk ini digunakan untuk analisis proksimat sampel sebelum dan setelah perlakuan. Analisis proksimat meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar serat kasar Lampiran 1. 2. Detoksifikasi Bungkil Biji Jarak Pagar Metode detoksifikasi yang dilakukan melalui dua cara, yaitu detoksifikasi dengan transesterifikasi \dan detoksifikasi dengan pelarut yang dikombinasikan dengan pemanasan. a Transesterifikasi 1 Perlakuan A Transesterifikasi dengan pencucian air Sebanyak 200 g BBJP dimasukkan ke dalam labu leher tiga ditambah dengan metanol 800 g BBJP : metanol = 1:4 dan KOH sebanyak 0.5 dari bobot bungkil. Setelah itu direaksikan selama 2 jam pada suhu 60 ° C pada pengadukan 500 rpm. Bungkil hasil proses transesterifikasi kemudian dilakukan pencucian dengan air hangat sebanyak 3 kali. Setelah pencucian bungkil dikeringkan dalam oven selama 3-5 jam pada suhu 80 ° C. 10 2 Perlakuan B Transesterifikasi dengan pencucian heksan BBJP sebanyak 200 g dimasukkan ke dalam labu leher tiga ditambah dengan metanol 800 g BBJP : metanol = 1:4 dan KOH sebanyak 0.5 dari bobot bungkil. Setelah itu direaksikan selama 2 jam pada suhu 60 ° C pada pengadukan 500 rpm. Bungkil hasil proses transesterifikasi kemudian dilakukan pencucian dengan heksan sebanyak 3 kali. Setelah pencucian bungkil dikeringkan dalam oven selama 3-5 jam pada suhu 80 ° C. 3 Perlakuan C Transesterifikasi dengan pencucian metanol BBJP sebanyak 200 g dimasukkan ke dalam labu leher tiga ditambah dengan metanol 800 g BBJP : metanol = 1:4 dan KOH sebanyak 0.5 dari bobot bungkil. Setelah itu direaksikan selama 2 jam pada suhu 60 ° C pada pengadukan 500 rpm. Bungkil hasil proses transesterifikasi dilakukan pencucian dengan metanol sebanyak 3 kali. Setelah pencucian bungkil dikeringkan dalam oven selama 3-5 jam pada suhu 80 ° C. b Detoksifikasi dengan Pelarut Organik Maserasi Detoksifikasi BBJP menggunakan pelarut menerapkan metode ekstraksi maserasi yaitu proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. BBJP yang telah digiling dicampur dengan heksan dengan perbandingan 1:4. Kelompok perlakuan yang dicobakan adalah : 1 Perlakuan MA Maserasi tanpa autoklaf BBJP sebanyak 200 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah dengan pelarut heksan sebanyak 800 ml. Ekstraksi dengan maserasi selama 24 jam. Kemudian dipisahkan dengan menggunakan penyaringan vakum. BBJP yang telah disaring diangin – anginkan. Selanjutnya BBJP tersebut ditambah dengan metanol sebanyak 800 ml untuk metode ekstraksi maserasi selama 24 jam. Kemudian BBJP kembali dipisahkan dengan penyaringan vakum. BBJP yang telah dipisahkan dari metanol dikeringkan pada oven dengan suhu 60-80 °C hingga kering 2-3 jam. 2 Perlakuan MB Maserasi dan autoklaf BBJP sebanyak 200 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah dengan pelarut heksan sebanyak 800 ml. Ekstraksi dengan maserasi selama 24 jam. Kemudian dipisahkan dengan menggunakan penyaringan vakum. Bungkil jarak yang telah disaring diangin – anginkan. Selanjutnya BBJP tersebut ditambah dengan metanol sebanyak 800 ml untuk metode ekstraksi maserasi selama 24 jam. Kemudian bungkil jarak kembali dipisahkan dengan penyaringan vakum. Bungkil jarak yang telah dipisahkan dari metanol dipanaskan menggunakan autoklaf pada suhu 121 o C, 30 menit dilanjutkan dengan pengeringan pada oven dengan suhu 60-80 °C selama 2-3 jam. 3 Perlakuan MC Maserasi dengan NaOH dan autoklaf Ekstraksi BBJP dengan menggunakan NaOH dimulai dengan pembuatan larutan NaOH 4. Sebanyak 800 ml NaOH 4 ditambah dengan BBJP yang telah dihaluskan sebanyak 200 g. Kemudian campuran NaOH dan BBJP tersebut direndam selama 24 jam. Selanjutnya dipisahkan dengan menggunakan kain saring. BBJP yang diperoleh kemudian dibilas dengan aquades 11 sebanyak 4 kali. Proses dilanjutkan dengan pemanasan menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C selama 30 menit. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 60-80 °C selama 2-3 jam. 4 Perlakuan MD BBJP hanya autoklaf BBJP sebanyak 200 g melalui proses pemanasan basah dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 °C selama 30 menit. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 60-80°C selama 2-3 jam. Proses maserasi dan transesterifikasi terhadap sampel BBJP dapat dilihat pada Gambar 3. a b Gambar 3 . a maserasi BBJP dan b transesterifikasi BBJP. 3. Analisis Senyawa Toksik Phorbol ester Analisis phorbol ester dilakukan terhadap BBJP awal dan bungkil hasil detoksifikasi. Perhitungan phorbol ester dalam sampel didasarkan pada kromatogram HPLC. Prosedur pembuatan ekstrak phorbol ester dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 2. Peak – peak yang muncul pada kromatogram HPLC dihitung sebagai phorbol ester yang terdistribusi dari menit ke 4-10. Konsentrasi phorbol ester dalam sampel ditentukan dengan membandingkan area phorbol ester dalam sampel dengan area standarnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: konsentrasi yang tidak diketahui dari peak phorbol ester dalam sampel U daerah yang diketahui dari peak phorbol ester A1 Konsentrasi peak phorbol ester dalam standar daerah yang diketahui dari peak standar S2 Konsentrasi peak phorbol ester dalam standar yang digunakan adalah 1000 µgml. Dengan demikian, konsentrasi yang tidak diketahui dari peak phorbol ester dalam sampel, U µgml = A1 x 1000 µgmlS2 Konsentrasi phorbol ester dalam sampel mgg = U µgml Fp Bobot sampel g 1000 4. Uji in vitro pada cairan rumen Uji fermentabilitas in vitro cairan rumen meliputi konsentrasi NH 3 dan VFA total. Setelah in vitro pada cariran rumen, dilakukan perhitungan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Uji in vitro pada cairan rumen dilakukan terhadap BBJP awal dan bungkil hasil detoksifikasi. 12 Analisis in vitro dilakukan dengan metode Tilley dan Terry 1963. Prinsipnya adalah sampel bungkil biji jarak pagar dimasukkan ke dalam fermentor dengan ditambahkan larutan saliva buatan dan cairan rumen. Setelah proses fermentasi selesai, konsentrasi NH 3 dan VFA Volatile Fatty Acid diukur. Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik KCBK dan KCBO dilakukan dengan metode Tilley dan Terry 1963. Tahapan analisis sama seperti yang dilakukan pada fermentasi in vitro, hanya saja waktu inkubasi dilanjutkan hingga 24 jam. Prosedur analisis in vitro dapat dilihat pada Lampiran 3. Kecernaan zat makanan didefinisikan sebagai bahan yang tidak diekskresikan dalam feses, dimana bagian lainnya diasumsikan diserap oleh tubuh ternak dan dinyatakan dalam persen dari bahan kering yang terkonsumsi McDonald et al. 2002. Hal ini dinyatakan sebagai bahan keringBK 5. Uji in vivo pada mencit Uji in vivo pada mencit dilakukan terhadap sampel BBJP yang menunjukkan hasil terbaik pada analisis phorbol ester dan uji in vitro pada cairan rumen. Pemeliharaan mencit dilakukan selama 5 minggu di dalam kandang mencit, dimulai dengan periode preliminary selama satu minggu dan dilanjutkan dengan pemberian perlakuan serta pengamatan selama 4 minggu berikutnya. Sebelum perlakuan, mencit ditimbang terlebih dahulu. Selanjutnya, setiap minggu mencit ditimbang untuk mengetahui pertambahan bobot badannya setelah pemberian perlakuan. Pakan diberikan secara ad libitum. Kandang mencit dan pemberian ransum perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Gambar 4. Kandang Penelitian Mencit Gambar 5. Pemberian Ransum Terhadap Mencit 13 Parameter yang diamati yaitu: 1. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan dihitung berdasarkan selisih bobot badan awal dengan bobot badan akhir pada setiap minggunya selama pemeliharaan gramekorhari. 2. Angka Mortalitas Angka mortalitas diperoleh dari seluruh jumlah hewan percobaan yang mati dibagi dengan jumlah hewan percobaan di awal penelitian dikalikan 100. Jumlah kematian mortalitas dicatat setiap hari. 3. Konsumsi segar ransum mgekorminggu Konsumsi segar ransum diperoleh dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan ransum sisa setiap minggu. 4. Konsumsi Bahan Kering Ransum gekorminggu Konsumsi bahan kering ransum dihitung berdasarkan perkalian antara konsumsi segar dengan kadar bahan kering ransum. 5. Konsumsi Bahan Organik Ransum gekorminggu Konsumsi bahan kering ransum dihitung berdasarkan perkalian antara konsumsi segar, kadar bahan kering ransum dan bahan organik ransum. 6. Konsumsi Protein Kasar gekorminggu Konsumsi protein kasar dihitung berdasarkan perkalian antara konsumsi segar, kadar bahan kering ransum dan protein kasar ransum. 7. Konsumsi Energi kalekorminggu Konsumsi energi dihitung berdasarkan perkalian antara konsumsi segar, kadar bahan kering ransum dan energi dalam persen bahan kering ransum. 8. Kecernaan Bahan Kering Kecernaan Bahan Kering dihitung berdasarkan selisih antara bahan kering yang dikonsumsi dengan bahan kering sisa yang dikeluarkan feses dibagi dengan bahan kering yang dikonsumsi dikali 100. 9. Kecernaan Bahan Organik Kecernaan Bahan Organik dihitung berdasarkan selisih antara bahan organik yang dikonsumsi dengan bahan organik sisa yang dikeluarkan feses dibagi dengan bahan organik yang dikonsumsi dikali 100. 10. Kecernaan Protein Kasar Kecernaan Protein Kasar dihitung berdasarkan selisih antara protein kasar yang dikonsumsi dengan protein kasar sisa yang dikeluarkan feses dibagi dengan protein kasar yang dikonsumsi dikali 100. 11. Protein Eficiency Ratio PER Protein Eficiency Ratio PER ransum dihitung dengan cara membagi pertambahan bobot badan dengan jumlah protein ransum yang dikonsumsi. 12. Food Transformation Index FTI Food Transformation Index ransum dihitung dengan cara membagi konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan. 14 3.3. Rancangan Percobaan dan Analisis Data 3.3.1. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penentuan metode detoksifikasi terbaik dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL yang terdiri atas delapan perlakuan dengan dua kali pengulangan. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : K = BBJP Kontrol A = Transesterifikasi dengan pencucian air B = Transesterifikasi dengan pencucian heksan C = Transesterifikasi dengan pencucian metanol MA = Maserasi tanpa autoklaf MB = Maserasi dan autoklaf MC = Maserasi dengan NaOH dan autoklaf MD = BBJP hanya autoklaf Model rancangan percobaannya adalah sebagai berikut : Y ij = μ + A i + ε ij Keterangan: Y ij = Nilai pengamatan akibat pengaruh faktor A taraf ke-i, pada ulangan ke-j μ = Nilai rata-rata A i = Pengaruh faktor A pada taraf ke-i ε ij = Pengaruh kesalahan percobaan Dalam pengujian secara in vivo kecuali pengamatan terhadap pertambahan bobot badan digunakan Rancangan Acak Lengkap RAL yang terdiri atas lima perlakuan dengan lima kali pengulangan. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : R0 = Ransum Kontrol tanpa diberi BBJP R1 = 95 R0 + 5 BBJP R2 = 90 R0 + 10 BBJP R3 = 85 R0 + 15 BBJP R4 = 85 R0 + 10 BBJP yang mengandung 2.5 Zeolit. Model rancangan percobaannya adalah sebagai berikut : Y ij = μ + A i + ε ij Keterangan: Y ij = Nilai pengamatan akibat pengaruh faktor A taraf ke-i, pada ulangan ke-j μ = Nilai rata-rata A i = Pengaruh faktor A pada taraf ke-i ε ij = Pengaruh kesalahan percobaan Pengamatan terhadap pertambahan bobot badan PBB menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yang terdiri atas sepuluh kali ulangan. Faktor pertama yaitu lama pengamatan waktu dengan 4 taraf yaitu minggu I, II, III dan minggu IV. Faktor kedua yaitu jenis ransum yang diberikan dengan 5 taraf yaitu sebagai berikut: 15 R0 = Ransum Kontrol tanpa diberi BBJP R1 = 95 R0 + 5 BBJP R2 = 90 R0 + 10 BBJP R3 = 85 R0 + 15 BBJP R4 = 85 R0 + 10 BBJP yang mengandung 2.5 Zeolit. Model rancangan percobaannya adalah sebagai berikut : Y ijk = μ + A i + B j + AB ij + ε ijk Keterangan: Y ijk = Nilai pengamatan akibat pengaruh faktor proses taraf ke-i, faktor konsentrasi taraf-j pada ulangan ke-k μ = Nilai rata-rata A i = Pengaruh faktor waktu pada taraf ke-i Bj = Pengaruh faktor jenis ransum pada taraf ke-j AB ij = Pengaruh interaksi antara faktor waktu ke-i dengan faktor jenins ransum taraf ke-j ε ijk = Pengaruh kesalahan percobaan

3.3.2. Analisis Data

Analisis data hasil penelitian yang dilakukan terhadap analisis proksimat setelah detoksifikasi, metode detoksifikasi, analisis senyawa toksik, hasil uji in vitro dan pertambahan bobot badan PBB meliputi uji keseragaman ANOVA dilanjutkan uji pembeda Duncan sedangkan hasil uji in vivo kecuali PBB menggunakan analisis data yang meliputi uji ANOVA dengan uji lanjut kontras ortogonal. 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN