PENDAHULUAN Penerapan Bahasa Jawa pada Pengasuhan dalam Keluarga.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya. Salah
satu contoh kekayaan budaya tersebut adalah beragamnya bahasa daerah yang
tersebar di seluruh pelosok wilayah negara. Di antara bahasa yang memiliki
kedudukan tertinggi dari bahasa-bahasa daerah di Indonesia adalah bahasa Jawa.
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang memiliki jumlah penutur terbesar di
Indonesia yaitu 75.500.800 penutur (Lauder dalam Wati, 2014). Bahasa Jawa
merepresentasikan budaya Indonesia yang dikenal dengan keramahan dan
kesantunannya. Secara sosial, orang Jawa selalu mengutamakan kerukunan,
keharmonisan dan selalu menghindari adanya kecenderungan akan munculnya
konflik. Falsafah menjaga harmoni ini terlihat dari bahasa dan cara tuturnya yang
khas dengan kehalusan, penuh sopan santun, luwes dan anggun dalam berbicara
(Purwadi, 2012).
Permasalahan yang ada saat ini adalah terkikisnya transfer ilmu bahasa
Jawa dari orangtua kepada anak dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa penelitian
mengenai perkembangan bahasa Jawa menyatakan bahwa penggunaan bahasa
Jawa telah berkurang 40,44% (Laksono, 2006), di Wilayah Semarang penggunaan
bahasa Jawa hanya 26,16% (Handoyo, 2004) dan pada kalangan remaja

penggunaan bahasa Jawa hanya 12,5% (Pujiastuti, dkk., 2008, disitasi Suryadi,
2014).
Penelitian tersebut dikuatkan dengan data observasi yang dilakukan
penulis dalam tiga tahun terakhir dari bulan Agustus 2012 sampai Desember 2015
pada salah satu lembaga pendidikan tingkat dasar atau Sekolah Dasar di
Kabupaten Sukoharjo bahwa mayoritas siswa menggunakan bahasa Jawa ngoko
dan bahasa Indonesia kepada guru maupun orangtua dalam keseharian. Selain itu,
hasil wawancara kepada salah satu guru SD tersebut menyatakan bahwa “ sangat
sedikit sekali murid yang bisa menggunakan Bahasa Jawa krama dengan gurunya,
tidak sampai 10 dari 300 siswa atau sekitar 3% siswa saja, kebanyakan memakai
bahasa Indonesia dan paling parah hanya bisa bahasa Jawa ngoko ketika berbicara
kepada orangtua dan gurunya”. Studi awal ini dilanjutkan dengan pengamatan
1

2

terhadap enam siswa di lingkungan rumahnya, yang mana didapatkan hasil bahwa
keenam siswa tersebut menggunakan bahasa Jawa Krama dengan baik dan benar
kepada orangtua mereka atau orang lain yang lebih tua dari mereka namun bukan
kepada saudara kandung.

Wawancara pada 5 April 2016 dengan salah satu guru pada salah satu SD
di Kabupaten Klaten juga menunjukkan hasil bahwa hanya sekitar 15%dari 130
siswa yang dapat berbahasa Jawa Krama kepadanya. Berdasarkan hasil survey,
dari 15% siswa tersebut bahasa Jawa Krama juga digunakan oleh 10% siswa di
rumah untuk berkomunikasi kepada orangtuanya dan orang-orang yang lebih tua
darinya, namun tidak termasuk saudara kandung dan sisanya hanya digunakan di
sekolah saja sebagai bahasa formalitas kepada guru. Artinya sebagian penggunaan
bahasa Jawa Krama dihasilkan dari pembiasaan pengasuhan di rumah dan
sebagian lainnya dihasilkan dari penyesuaian pembelajaran di sekolah saja.
Hasil wawancara selanjutnya pada tanggal 6 – 7 April 2016 kepada tiga
ibu rumah tangga di wilayah Surakarta menyatakan bahwa anak-anak zaman
sekarang sulit untuk menerapkan bahasa Jawa Krama sesuai dengan aturan
unggah-ungguhnya kepada orangtua. Alasannya ialah karena lingkungan di luar
rumah sendiri banyak yang meninggalkan bahasa Jawa sehingga terkadang justru
orangtua yang akhirnya mengikuti bahasa yang digunakan oleh anak-anak yaitu
bahasa Jawa Ngoko ataupun bahasa Indonesia.
Penulis juga melakukan survey di sebuah dusun di Kabupaten Klaten pada
tanggal 8 - 17 Mei 2016. Hasilnya adalah dusun tesebut meliputi satu Rukun
Warga (RW) yang terdiri dari tiga Rukun Tetangga (RT) dan menaungi 82 KK.
Dari 82 KK ini penulis mengidentifikasi ada 26 keluarga yang membiasakan

bahasa Jawa Krama dan ada 56 keluarga yang menggunakan bahasa Jawa Ngoko
di dalam rumah. Bahasa Jawa Krama masih berlaku sebagai alat komunikasi antar
tetangga terutama anak kepada orang yang lebih tua. Ditemukan dari kelompok
keluarga yang menggunakan bahasa Jawa Krama di rumah, bahwa rata-rata
mereka menggunakannya kepada orangtua, tidak kepada saudara kandungnya
serta beberapa orangtua kepada anak yang sedang dalam tahap belajar berbicara.
Hanya ada satu keluarga saja menerapkan bahasa ini kepada semua anggota
keluarganya termasuk orangtua kepada anak dan antar saudara kandung.

3

Berdasarkan beberapa studi awal yang telah dilakukan oleh penulis,
ditemukan bahwa terdapat ragam penggunaan bahasa Jawa antara anak kepada
orangtua, orangtua kepada anak, orangtua kepada anak yang sedang dalam tahap
belajar berbicara, kakak kepada adik, adik kepada kakak, anak kepada tetangga
yang lebih tua, anak kepada tetangga sebaya, anak kepada teman dan anak kepada
guru. Ada beberapa indikasi pula yang menunjukkan bahwa bahasa Jawa terutama
bahasa Jawa Krama kian hari kian memudar dimana sebagian besar anak banyak
yang tidak memahami bahasa daerahnya sendiri. Kondisi bahasa Jawa semakin
terpuruk. Berbicara dengan bahasa Jawa dianggap jadul dan kampungan

(Suparlan dalam Wati 2014). Menurut Clyne (2003) hal ini sangat ditentukan oleh
keluarga. Domain keluarga dengan orangtua sebagai interlokutor dan rumah
adalah komponen paling utama dalam pemilihan bahasa dalam berkomunikasi.
Dengan begitu rumah adalah domain terpenting dalam pemertahanan bahasa dan
budaya.
Adanya kesenjangan antara nilai budaya Jawa yang dijunjung dengan
realita di masyarakat menarik perhatian khusus mengenai pola pengasuhan
keluarga Jawa saat ini dan bagaimana nilai-nilai tersebut dipertahankan melalui
penerapan bahasa keseharian yang dipakai. Bahasa bisa menjadi kunci eksistensi
sebuah budaya. Bahasa adalah alat transfer nilai-nilai budaya. Bahasa merupakan
sarana utama dalam pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Tanpa bahasa, generasi penerus tidak akan mengenal budaya aslinya (Matsumoto,
2008). Proses sosialisasi nilai budaya ini direalisasikan pertama kali oleh sebuah
unit yang dinamakan keluarga. Hoff (2006) mengungkapkan dalam penelitiannya
bahwa orangtua merupakan sumber utama pengalaman berbahasa bagi anak.
Orangtua sangat berpotensi unutk merubah bahasa yang akan digunakan oleh
anak. Maka perkembangan bahasa pada anak sangat tergantung pada keaktifan
orangtuanya terutama pada masa awal tahap pemerolehan bahasa.
Didukung oleh Matsumoto (2008) yang menyatakan bahwa anak-anak
mempelajari bahasa asli mereka dengan cara imitasi dari lingkungan asli mereka

yaitu keluarga. Seorang anak di sebuah keluarga akan diasuh menurut nilai
budaya yang diyakini oleh orangtuanya. Pengasuhan tersebut tentunya mencakup
pemilihan bahasa oleh orangtua yang akan diajarkan kepada anak, agar bahasa
yang menjadi aspek utama dalam budaya selalu terjaga dan teraplikasi dalam

4

setiap perilaku yang mencerminkan nilai sebuah budaya, sebagaimana halnya
budaya juga mempengaruhi pola pengasuhan itu sendiri (Fardhani, 2015). Bahasa
akan digunakan dalam interaksi setiap anggota keluarga. Maka dapat dikatakan
bahwa eksistensi sebuah bahasa daerah tergantung pada kualitas pengasuhan
dalam sebuah keluarga.
Nancy (Idrus, 2012) mendefinisikan pengasuhan sebagai aktivitas
kompleks yang terdiri dari perilaku-perilaku yang khas yang secara individu
ataupun bersama-sama mempengaruhi perkembangan anak. Berns (2010) juga
menyatakan bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi praktik
pengasuhan orangtua, yaitu ideologi politik, budaya, agama dan status sosial
ekonomi orangtua. Penelitian Idrus (2004) menunjukkan bahwa model
pengasuhan terbaik dalam keluarga Jawa adalah keluarga yang berhasil
membesarkan anak-anaknya dengan kecerdasan sosial yang baik atau berinteraksi

dengan masyarakat secara luwes dan dapat mengamalkan nilai-nilai budaya Jawa.
Biasanya masyarakat melabel sebagai orang yang njawani.
Adapun model interaksi masyarakat Jawa ditemukan oleh Geertz (1983)
memiliki 2 kaidah besar, yaitu kaidah kerukunan yang artinya menghindari
konflik dan kaidah hormat artinya setiap orang dalam cara bicara dan membawa
diri selalu harus dapat menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain. Dalam
menerapkan 2 kaidah nilai budaya Jawa tersebut, setiap keluarga memiliki cara
yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang, pembiasaan dan tujuan
pendidikan dalam keluarga tersebut. Dan yang paling menonjol karena
kelangkaannya saat ini adalah keluarga yang masih menerapkan bahasa Jawa
krama (halus) sebagai bahasa harian dalam keluarga.
Idrus (2012) menyatakan bahwa pembiasaan penggunaan bahasa Jawa
Krama Inggil akan memiliki dampak yang positif bagi perkembangan anak.
Terkait dengan model pembiasaan ini, Wimbarti (2002) mengungkapkan bahwa
menggunakan bahasa Jawa Krama menuntut mereka untuk menyesuaikan sikap
batin dan perilaku luarnya dengan bahasa halus tersebut sehingga menggunakan
bahasa Krama Inggil tetapi perilakunya berangasan akan tidak tepat.
Pengasuhan dan lingkungan keluarga menjadi faktor yang sangat
mempengaruhi pemertahanan penggunaan bahasa Jawa baik Krama maupun
Ngoko. Penjelasan lainnya dalam pengembangan studi mengenai pemerolehan


5

bahasa pada anak oleh Berko-Gleason (1989, dalam Matsumoto, 2008)
menunjukkan bahwa anak tidak sekedar meniru apa yang mereka dengar,
melainkan membuat hipotesis-hipotesis tentang bahasa dan kemudian menguji
hipotesis tersebut. Pembuatan hipotesis dan pengujiannya ini merupakan strategi
penting yang dipakai anak di seluruh dunia untuk mempelajari bahasa ibu mereka
(Matsumoto, 2008). Artinya, perolehan bahasa pada manusia mengandung faktor
yang kompleks untuk ditelaah lebih lanjut karena ada sisi internal yang
menyinggung kecanggihan otak manusia dalam mengolah bahasa dan sisi
eksternal yang menyangkut kondisi lingkungan manusia itu sendiri.
Terjadinya pemilihan bahasa disebabkan adanya bahasa mayoritas dan
bahasa minoritas (Sofiah, 2011). Permasalahan yang terjadi saat ini dalam konteks
budaya Jawa adalah bahasa Jawa Krama menjadi bahasa minoritas dalam
pengasuhan di keluarga Jawa sendiri. Warisan bahasa Jawa Krama hampir
terhenti karena sebagian besar anak bahkan orang tua Jawa tidak lagi menguasai
bahasa Jawa itu sendiri terutama bahasa Jawa Krama. Berdasarkan penjelasan
yang telah dipaparkan di atas, dapat diprediksi bahwa fokus masalah pada
penelitian ini memiliki pertimbangan kuat untuk ditelaah dan diteliti lebih dalam

tentang bagaimana dinamika pemertahanan dan penerapan bahasa Jawa pada
pengasuhan dalam keluarga Jawa itu sendiri.

B.

Rumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
penulis merumuskan pokok batasan masalah berikut: “bagaimana penerapan
bahasa Jawa pada pengasuhan dalam keluarga?”.

C.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan, maka penulis
menentukan tujuan pokok dari penelitian ini adalah “untuk mengungkapkan
dinamika penerapan bahasa Jawa pada pengasuhan dalam keluarga” yang mana
akan dijelaskan secara eksplisit dengan mengacu pada pertanyaan penelitian
sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana proses penerapan bahasa Jawa pada
pengasuhan dalam keluarga Jawa.

6

2. Untuk menjelaskan pengaruh penerapan bahasa Jawa terhadap perilaku anak
3. Untuk mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan yang ditekankan dalam
pengasuhan keluarga Jawa dengan menerapkan bahasa Jawa

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, baik secara praktis maupun
teoritis dalam bidang pendidikan, di antaranya:
1. Manfaat Praktis
Penelitian ini menggali lebih jauh dan mendeskripsikan lebih
mendalam mengenai penerapan bahasa Jawa pada pengasuhan dalam
keluarga Jawa sehingga informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran kepada para orang tua dalam menerapkan dan

mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa pada pengasuhan di keluarga
terutama penggunaan bahasa Jawa Krama yang secara tersirat dapat
menanamkan pendidikan moral terkhusus perilaku sopan santun kepada
orangtua.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi keilmuwan bagi Psikologi
Pendidikan, terutama di bidang Parenting, Psikolinguistik dan Psikologi
Lintas Budaya serta memperkaya dan melengkapi hasil penelitian yang telah
ada. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar untuk penelitian mengenai
bahasa dan pengasuhan pada keluarga Jawa.