Jenis-jenis Obat Sindroma Koroner Akut dan Mekanisme Kerjanya

variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara Alwi, 2006. Selain itu diagnosis STEMI ditegakkan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih 2 mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1 mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis Alwi, 2006.

2.5.1.3.4 Penatalaksanaan STEMI

ICCU: Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak 30 kalori total dan kandungan kolesterol 300mghari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium. Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin. Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang Alwi, 2006. Terapi farmakologis: • Fibrinolitik • Antitrombotik • Inhibitor ACE • Beta-Blocker

2.1.6 Jenis-jenis Obat Sindroma Koroner Akut dan Mekanisme Kerjanya

Universitas Sumatera Utara Wasid 2007 mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien Sindroma Koroner Akut adalah : 1. Oksigenasi : Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST- elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 litermenit secara kanul hidung. 2. Nitrogliserin NTG : Digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual SL 0,3 – 0,6 mg , atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ugmenit jangan lebih 200 ugmenit dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard, menurunkan kebutuhan oksigen di miokard, menurunkan beban awal preload sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel, dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral, serta menghambat agregasi platelet. 3. Morfin : Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan 4. Aspirin : Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi ulkus gaster, asma bronkial. Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik chewable dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria 325 mg dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIbIIIa-I atau UFH unfractioned heparin. Ternyata Universitas Sumatera Utara efektif dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pektoris. 5. Antitrombolitik lain Clopidogrel, Ticlopidine : Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP adenosine diphosphate pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46 kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah 100 mghari bersama Ticlopidine 2x 250 mghari. Perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia meskipun jarang sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya resiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah. Clopidogrel 1 x 75 mghari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60 inhibisi dicapai dalam 3–7 hari. Penanganan SKA Lebih Lanjut: 1. Heparin : Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman tanpa efek samping trombositopenia dan lebih mudah pemantauannya tanpa aPTT. Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir ialah 60 ugkg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ugkgjam maksimum bolus , yaitu 4.000 ugkg, dan infus 1.000 ugjam untuk pasien dengan berat badan 70 kg. Universitas Sumatera Utara 2. Low Molecular Heparin Weight Heparin LMWH : Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama, high bioavailabiliy, dose–independent clearance, mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet, tidak mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von Willebrand, kejadian trombositopenia sangat rendah, tidak perlu pemantauan aPTT, rasio antifaktor Xa IIa lebih tinggi, lebih banyak menghambat alur faktor jaringan, dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxiparin. 3. Warfarin : Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tidak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja sehingga tidak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin. 4. Glycoprotein IIbIIIa Inhibitor GPIIbIIIa-I : Obat ini perlu diberikan pada NSTEMI dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan PercutaneousCoronary Intervention PCI. Pada STEMI , bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi. Efek GPIIbIIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin. Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIbIIIa-I secara intravena jelas menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan untuk mengurangi akibat disrupsi plak pada tindakan PCI. Namun, tetap perlu diamati ukomplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet trombositopenia meskipun ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila jumlah platelet 50.000 ml. Obat-obat lain : Universitas Sumatera Utara 1. Penghambat Beta Andrenergik : Efeknya ialah menurunkan frekuensi debar jantung sehingga menyebabkan waktu diastolik lebih lama, menurunkan kontraktilitas miokard dan beban jantung, menghambat stimulasi katekolamin; serta menurunkan pemakaian oksigen miokard. Obat ini baik untuk APTS NSTEMI dan dapat menurunkan luasnya infark, reinfark, serta mortalitas. Tetapi ingat kontraindikasinya, seperti bradikardi, blok AV, asma bronkial, atau edema paru akut. 2. Antagonis Kalsium : Dapat digunakan pada APTSNSTEMI jika ada kontraindikasi penghambat Beta adrenergik. Diltiazem jangan diberikan pada disfungsi ventrikel kiri dan atau gagal jantung kongestif GJK. 3. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin : Boleh diberikan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri fraksi ejeksi 40 maupun GJK. Dalam jangka pendek, tidak banyak perubahan, namun akan banyak berarti dalam jangka panjang. Efeknya ialah membatasi perluasan infark, menurunkan sistem neurohumoral, dan meningkatkan aliran darah kolateral. 4. Magnesium : Tidak dianjurkan secara rutin. Mempunyai efek menurunkan risiko aritmi ventrikel sehingga menurunkan mortalitas. 5. Penurunan Kadar Lipid : Terutama golongan statin yang dalam jangka lama dapat membantu memperbaiki pasien setelah infark miokard akut dan APTS. Statin mempunyai manfaat lebih, selain penurun kadar Lipid LDLTG juga mempunyai efek antitrombotik dan antiagregasi platelet melalui mekanisme hambatan terhadap eNOS endothelial cell Nitric Oxide Synthase, sehingga mencegah disfungsi endotel dan disebut sebagai efek pleiotropic. 6. Recombinan Human Erythropoeitin : Digunakan pada anemia dengan penyakit arteri koroner, namun dapat memperberat penyakit jantung iskemik itu sendiri. 7. PCI Percutaneus Coronary Intervention : Tindakan ini akan memperbaiki risiko hidup pada berulangnya infark dalam 30 hari, yaitu 11,9, Universitas Sumatera Utara dibandingkan terapi trombolitik yang 7,2 dan resiko stroke. Hasil memuaskan telah dicoba dengan PCI bersama stenting dan terapi GPIIbIIIa-I. PCI sendiri sebenarnya dapat menyebabkan disrupsi plak koroner, namun telah dicoba dengan GPIIbIIIa-I dapat menurunkan risiko tersebut. PCI harus dipertimbangkan pada pasien STEMI usia lanjut 75 tahun, sebab resiko kematian cukup tinggi dengan trombolitik.

2.1.7 Komplikasi Sindroma Koroner Akut