103
hanya memusatkan pembangunan di Raya dan cenderung mengabaikan Parapat sebagai daerah wisata.
Keenam, hadirnya PT.Aquafarm dan keramba-keramba menyebabkan kerusakan alam Danau Toba. Air Danau Toba menjadi kotor dan tidak layak
konsumsi lagi. Hal ini menyebabkan menurunnya jumlah wisatawan yang datang berkunjung. PT. Aquafarm yang dianggap oleh pemerintah setempat
akan membantu masyakat dan juga sumber APBD justru merusak keindahan alam Danau Toba.
Ketujuh,Tidak adanya pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk memperbaiki Pariwisata Danau Toba membuat masyarakat
enggan dan malas dalam mengelola alam ataupun memperindah alam yang sudah indah. Belum efektifnya pengelolaan objek wisata Danau Toba di
Parapat disebabkan karena anggapan masyarakat Parapat bahwa pemerintahlah yang mempunyai peran penting dalam melaksanakan
pembangunan pariwisata. Padahal partisipasi masyarakatjuga tidak kalah penting dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata. Pemerintah dan
masyarakat harus saling bantu membantu dalam meningkatkan pariwisata di Parapat.
5.2. Saran
Adapun yang menjadi saran penulis dalam hal ini berdasarkan judul yang diteliti mengenai partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata alam
Danau Toba adalah pemerintah daerah seharusnya lebih memperhatikan
104
daerah Parapat. Pembangunan seperti perbaikan jalan, pengadaan tong sampah dan lain sebagainya harus dikembangkan. Masyarakat juga harus
lebih bersikap ramah kepada wisatawan. Masyarakat dan pemerintah harus bersyukur karena dianugrahi tempat yang sangat indah. Oleh karena itu,
masyarakat dan pemerintah harus saling bekerja sama dalam memperindah alam Danau Toba.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Huerah. 2008. Pengorganisasian dalam Pengembangan Masyarakat Model Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung : Humaniora
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Partisipasi Masyarakat 2.1.1. Pengertian Partisipasi Masarakat
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation, take a part artinya peran serta atau ambil bagian dalam kegiatan bersama-sama dengan
orang lain. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian yang integral yang harus ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya akan
menumbuhkan rasa memiliki sense of belonging rasa tanggung jawab. Menurut Sutrisno dalam Salladien 2009 partisipasi adalah
dukungan masyarakat terhadap rencana atau proyek pembangunan yang dirancang dan tujuannya ditentukan oleh perencana. Partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, merupakan kerja sama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan
mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Jnabrota Battacharyya mengartikan partisipasi sebagai
pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Mubyarto mendefenisikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai
kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat
dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian,
13
modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil -hasil pembangunan I Nyoman Sumaryadi, 2010: 46.
Berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan, orang akan menemukan rumusan pengertian yang cukup bervariasi. Mikkelsen
dalam Soetomo 2010, menginventarisasi adanya enam tafsiran dan makna yan berbeda tentang partisipasi. Pertama, partisipasi adalah kontribusi
sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin
peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi proyek-proyek pembangunan. Ketiga, partisipasi adalah proses yang aktif,
yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil nisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. Keempat
partisipasi adalah pemantapan dialog masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan pelaksanaan dan monitoring proyek agar
memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial. Kelima partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam
perubahan yang ditentukannya sendiri. Keenam partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri kehidupan dan lingkungan
mereka. Berdasarkan beberapa pengertian partisipasi tampak bahwa kriteria
yang digunakan untuk menentukan adanya partisipasi masyarakat adalah adanya keterlibatan tanpa harus mempersoalkan faktor yang
melatarbelakangi dan mendorong keterlibatan tersebut. Dengan menggunakan kriteria tersebut partisipasi diartikan sebagai keterlibatan
14
masyarakat dalam suatu proses pembangunan yang didorong oleh determinasi dan kesadaran tentang keterlibatannya tersebut. Apabila yang
muncul hanya unsur keterlibatan dan tidak didorong oleh determinsi dan kesadaran, hal tersebut tidak masuk dalam kategori partisipasi melainkan
lebih tepat disebut sebagai mobilisasi Soetomo,2010 :438
2.1.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat
Menurut ahli ekonomi Mubyanto, partisipasi secara umum berarti esediaan untuk membantu keberhasilan suatu program sesuai denan
emampuan setiap orang tanpa mengorbanan diri sendiri. Sedangkan menurut ahli sosiologi Santoso, partisipas meruaan keterlibata mental
serta kesediaan untuk memberi sumbangan dan rasa tanggun jawab dalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan dari usaha yang
bersangkutan. Berdasarkan pada tingkat organisasi partisipasi dibedakan menadi
dua, yaitu: a.
Partisipasi yan teroganisasikan, yaitu partisipasi yang terjadi bila suatu struktur organisasi dan seperangkat tata kerja dikembangkan
atau dalam proses persiapan. b.
Partisipasi tdak terorganisasikan, yaitu partisipsi yang terjadi karena peristiwa temporer seperti bencana alam dan kebakaran.
Menurut Oakley sebagaimana dalam Jim Ife disebutkan ada perbandingan antara partisipasi sebagai cara dan partisipasi sebagai tujuan.
15
Tabel 2.1. Perbandingan antara partisipasi sebagai cara dan sebagai tujuan
Partisipasi sebagai cara Partisipasi sebagai tujuan
• Berimplikasi pada penggunaan
partisipasi untuk mencapai tujuan atau sasaran yang
ditetapkan sebelumnya. •
Merupakan suatu upaya pemanfaatan sumber daya yang
ada untuk mencapai tujuan program atau proyek.
• Penekanan pada mencapai
tujuan dan tidak terlalu pada aktivitas partisipasi itu sendiri.
• Lebih umum dalam program-
program pemerintah, yang pertimbangan utamanya adalah
untuk menggerakkan masyarakat dan melibatkan
mereka dalam meningkatkan efesiensi system penyampaian.
• Partisipasi umumnya jangka
pendek. •
Partisipasi sebagai •
Berupaya memberdayakan rakyat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan mereka sendiri secara lebih berarti.
• Berupaya untuk menjamin
peningkatan peran rakyat dalam inisiatif-inisiatif
pembangunan. •
Fokuspada peningkatan kemampuan rakyat untuk
berpartisipasi bukan sekedar mencapai tujuan-tujuan proyek
yang sudah ditetapkan sebelumnya.
• Pandangan ini relatif kurang
disukai oleh badan-badan pemerintah. Pada prinsipnya
LSM setuju dengan pandangan ini.
• Partisipasi dipandang sebagai
suatu proses jangka panjang.
16
caramerupakan bentuk pasif dari partisipasi.
• Partisipasi sebagai tujuan
relatif lebih aktif dan dinamis.
Partisipasi masyarakat adalah kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan
kepentingannya sendiri. Nelson dalam Ndraha Taliziduhu hal.102 menyebut dua macam partisipasi yaitu partisipasi horizontal dan partisipasi vertikal. Partisipasi
horizontal adalah partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan, sedangkan partisipasi vertikal adalah partisipasi yang dilakukan
oleh bawahan dengan atasan, antar klien dengan patron, atau antara masyarakat
sebagai keseluruhan dengan pemerintah.
Berkaitan dengan sifat-sifat partisipasi masyarakat, beberapa pakar menyebutkan ada partisipasi otonom yang dilakukan atas kesadaran ataukah
partisipasi yang dimobilisasi mobilized participation. Adanya pembedaan dua sifat tersebut bertumpu pada kerelaan atau keterpaksaan, ini sebagaimana
pendapat Myron Wiener. Namun disisi lain, pendapat berbeda yang tidak melihat sifat sukarela sebagai ukuran ada tidaknya partisipasi masyarakat dikemukakan
Samuel Huntington dan Joan Nelson. Meskipun demikian, kedua sifat partisipasi masyarakat tersebut memiliki konsekwensi yang tidak berbeda, yaitu
mempengaruhi proses penyelenggaraan dan proses pengambilan kebijakan dalam pemerintahan.
17
Dalam konteks mendorong keterlibatan masyarakat dalam sebuah kegiatan, Ife menjelaskan tentang kondisi-kondisi yang mendorong
partisipasi, yaitu sebagai berikut: partisipasi masyarakat akan muncul ketika dirasa isu atau aktivitas tersebut penting; adanya anggapan bahwa
aksi partisipasi mereka akan membuat perubahan; berbagai bentuk partisipasi, apapun tingkatan dan jenisnya, harus diakui dan dihargai;
orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya; dan struktur dan proses partisipasi tidak boleh mengucilkan sehingga
masyarakat itu sendiri yang harus mengontrol struktur dan proses tersebut. Partisipasi dapat merupakan keluaran pembangunan dan dapat juga
merupakan masukan, bahkan masukan yang mutlak diperlukan. Disamping itu partisipasi dapat dianggap sebagai tolak ukur dalam menilai apakah
proyek yang bersangkutan merupakan proyek pembangunan atau bukan. Jika masyarakat yang bersangkutan tidak berkesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan suatu proyek, maka proyek tersebut pada hakikatnya bukanlah proyek pembangunan.
Bentuk-bentuk partisipasi ada 6 enam yaitu antara lain : 1.
Partisipasi dalam melalui kontak dengan pihak lain contact change sebagai salah satu titik perubahan sosial.
2. Partisipasi dalam memperhatikan atau menyerap dan memberi
tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima menaati, memenuhi, melaksanakan, mengiakan, menerima
dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya.
18
3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk
pengambilan keputusan. Perasaan terlibat dalam perencanaan perlu ditumbuhkan sedini mungkin di dalam masyarakat.
Partisipasi ini disebut juga partisipasi dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan politik yang menyangkut nasib
mereka, dan partisipasi dalam hal yang bersifat teknis. 4.
Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan. 5.
Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan.
6. Partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan
masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Partisipasi masyarakat lokal tidak hanya berupa partisipasi
individu, tetapi juga berupa partisipasi kelompok. Menurut Brandon, salah satu strategi partisipasi adalah dengan mempromosikan bentuk partisipasi
pada dua tingkatan yaitu secara individu dan organisasi kelompok. Karena mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan,
lebih mudah jika mereka berpartisipasi melalui organisasi yang jelas. Jika keenam bentuk partisipasi dikontruksikan secara logis,
ternyata setiap bentuk partisipasi merupakan sekuen proses pembangunan suatu proyek pembangunan mulai dari bentuknya sebagai gagasan sampai
pada bentuknya sebagai bangunan. Partisipasi yang dilakukan sepanjang proses tersebut dinamakan partisipasi profesional, sedangkan partisipasi
19
yang hanya dilakukan pada satu atau beberapa fase saja, dinamakan partisipasi parsial. Jika konsep partisipasi masyarakat ini dikaitkan dengan
konsep kesadaran akan tanggung jawab terhadap hasil pembangunan, maka dapat disimpulkan semakin profesional partisipasi masyarakat
semakin besar rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan, dan demikian juga sebaliknya.
Konsep partisipasi mengandung makna yang amat luas dan arti yang dalam. Dalam proses pembangunan, partisipasi berfungsi sebagai
masukan yaitu fase penerimaan informasi, fase pemberian tanggapan terhadap informasi, fase penerimaan kembali hasil pembangunan, fase
penilaian bangunan. Sebagai masukan, partisipasi berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri. Sebagai
keluaran, partisipasi dapat berfungsi sebagai keluaran proses stimulasi atau motivasi melalui berbagai upaya.
Partisipasi masyarakat pada dasarnya adalah adanya keikutsertaan ataupun keterlibatan masyarakat dalam proses pengidentifikasian potensi
yang ada di masyarakat , pemilihan dan pengambilan keputusan alternatif solusi penanganan masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan
juga keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. keikutsertaan masyarakat dalam berbagai tahap perubahan ini akan
membuat masyarakat menjadi lebih berdaya dan dapat semakin memiliki ketahanan dalam menghadapi perubahan.
20
Sebaliknya jika masyarakat tidak banyak dilibatkan dalam berbagai tahapan perubahan dan hanya bersikap pasif dalam setiap perubahan yang
direncanakan oleh pelaku perubahan misalnya, pihak lembaga pemerintah, LSM maupun sektor swasta, masyarakat cenderung akan
menjadi defedent tergantung pada pelaku perubahan. Bila hal ini terjadi secara terus-menerus, maka ketergantungan masyarakat kepada pelaku
perubahan akan semakin meningkat.
2.1.3. Hambatan-hambatan Partisipasi Masyarakat
Dalam uraian sebelumnya telah dinyatakan bahwa partisipasi masyarakat boleh dikatakan merupakan unsur yang mutlak dalam
pelaksanaan strategi penelolaan sumber daya berbasis komunitas. Pendekatan tersebut diharapkan dapat merespon berbagai keluhan dalam
pelaksanaan pembangunan yang sentralis dan bersifat top down. Melalui pendekatan tersebut banyak terdengar keluhan bahwa pemerintah atau
penguasa seringkali terlalu memaksakan progam yang sudah dirancang secara terpusat tanpa melakukan konsultasi denan masyarakat yang akan
menjadi sasaran program. Dipihak lain juga, sering dikemukakan adana kenyataan, bahwa walaupun sudah dibuka kesempatan kepada
masyarakat dan diberi sarana serta media untuk melakukan partisipasi, terutama dalam perencanaan, masyarakat tidak menggunakan
kesempatan dan peluang tersebut. Sebagaimana diketahui, untuk keperluan pelaksanaan
pembangunan tidak jarang pemerintah menciptakan lembaga baru dalam
21
masyarakat dengan harapan dapat berfungsi sebagai wadah dan media partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta sebagai sarana
komunikasi antara nstansi yang melaksanakan program dengan masyarakat. Walaupun demikian, jarang dari lembaga ini yang berhasil
mengakar dalam kehidupan masyarakat, sehingga menjadi tidak dapat berfungsi sebagaimana diarapkan. Disamping itu, suasana iklim dalam
forum yan diciptakan mungkin juga kurang mendukung. Suasana yang terlalu formal juga seringkali membuat komunikasi menjadi macet
karena masyarakat terbiasa mengemukakan aspirasi dan pedapat daam situasi yang informal.
Faktor struktural dan kultural masyarakat yang bersangkutan seringkal juga perlu dipertimbangkan dalam mendorong munculnya
partisipasi warga masyarakat terutama dalam pengambilan keputusan. Tidak jarang aspirasi, ide, pendapat dan usulan dari arga masyarakat
tidak muncul dalam forum yang juga dihadiri oleh pimpinan dan elit lokal. Bukannya mereka tidak mempunyai ide dan aspirasi, tetapi suasana
struktural cenderung mendorong mereka mengikuti dan menyetujui apa yang sudah disampaikan oleh elit dan pimpinannya.
Dorongan untuk berpartisipasi bagi warga masyarakat khususnya dalam proses identifikasi masalah dan kebutuhan sering dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu. Apabila wara masyarakat memiliki kesan bahwa apa yang mereka sampaikan dalam berbagai forum untuk
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan ternyata kemudian tidak menetas menjadi program yang akan dilaksanakan, maka kenyataan itu
22
akan membuat warga masyarakat menjadi segan untuk berpartisipasi dalam hal yang sama untuk periode berikutnya.
Banyak literatur yang mengidentifikasi banyak faktor yang kondusif bagi partisipasi dan yang mewakili sumber daya positif bagi
pekerja masyarakat.Berikut adalah faktor-faktor fasilitatif tersebut. a.
Bagi masyarakat asli, kontrol masyarakat secara penuh b.
Pengetahuan yang baik dan pemahaman yang jelas tentang kompleksitas partisipasi oleh pekerja masyarakat.
c. Kejelasan tentang kriteria yang yang digunakan dalam mengundang
partisipasi untuk mengundang terhindarnya ketidakterlibatan. d.
Kejujuran dan keterbukaan kepada peserta tentang kendala dan keterbatasan partisipasi.
e. Akses kepada informasi yang relevan.
f. Legislasi perundang-undangan seperti undang-undang kebebasan
mendapatkan informasi yang akan mengubah harapan peserta terhadap partisipasi sebagai hak mereka didukung oleh hukum.
g. Pelatihan masyarakat lokal dalam hal-hal seperti melobi dan advokasi.
h. Penyediaan fasilitator pada temuan-temuan masyarakat.
i. Pelatihan ketua
j. Waktu yang cukup bagi peserta lokal untuk mewujudkan perannya
k. Jejaring masyarakat dan organisasi yang kuat
l. Strategi ganda dari dan peluang bagi partisipasi
m. Mencegah profesional untuk menjadi perwakilan masyarakat.
23
n. Membangun organisasi-organisasi masyarakat yang kuat yang dapat
dikelola oleh masyarakat. o.
Apresiasi dan menghargai pengetahuan lokal, kearifan lokal dan sejarah lokal
p. Komitmen dan organisasi terhadap kemitraan dengan masyarakat
q. Harapan-harapan yang jelas dan eksplisit, yang dapat dinegosiasikan,
komitmen, peran, peluang pengembangan keterampilan dan komitmen waktu
r. Umpan balik dan pengakuan terhadap kerja partisipan.
s. Identifikasi awal dan membahas setiap hambatan, konflik dan
sebagainya. Terdapat prinsip yang mendasari yang seharusnya memandu
pekerja masyarakat untuk membangun proses-proses partisipasi yang kuat dan efektif, yang mempertimbangkan faktor-faktor penghambat dan
kondusif.Prinsip tersebut adalah membangun hubungan yang memberdayakan dengan rakyat lokal yang berarti rakyat memiliki
kapasitas untuk memengaruhi struktur dan keputusan-keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka dan membentuk kondisi-kondisi
dimana mereka hidup.Menjamin hubungan-hubungan yang
memberdayakan memerlukan fleksibilitas; merasa nyaman terhadap ambiguitas dan ketidakpastian, memiliki dasar nilai keadilan sosial dan
hak yang jelas, mengetahui bagaimana ini berlaku terhadap praktik dan pembagian kekuasaan pada hubungan-hubungan seseorang dengan warga
lokal.
24
2.2. Teori Pengelolaan Sumber Daya Alam
Pengelolaan sumber daya merupakan strategi pembangunan masyarakat yang memberi peran dominan kepada masyarakat untuk
mengelola proses pembangunan, khususnya dalam mengontrol dan mengelola sumber daya produktif. Dengan demikian, strategi ini mengarah
pada penguatan mekanisme dalam pengelolaan sumber daya agar lebih efektif terutama dalam rangka pemenuhan kebutuhan lokal. Melalui strategi
ini setiap komunitas dapat mengembangkan sistem dan mekanisme yang memungkinkan warga masyarakat memanfaatkan sumber daya lokal yang
tersedia untuk memenuhi berbagai kebutuhan individu dan kebutuhan kolektif. Sumber daya lokal yang dimaksud antara lain berupa tanah, air,
informasi, teknologi, energi manusia dan kreativitas. Pengelolaan sumber daya dibagi menjadi dua yaitu pertama, strategi
pembangunan konvensional yaitu dalam strategi konvensional kontrol terhadap sumber daya dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya tersebut dilakukan oleh administrasi birokrasi yang terpusat. Kedua, strategi pengelolaan berbasis komunitas yaitu peranan
prakarsa, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan menjadi sangat sentral. Memang benar, dalam strategi
pembangunan konvensional juga sering dikatakan ada unsur keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan, tetapi pada umumnya peranan
masyarakat terbatas pada keterlibatan masyarakat dalam melaksanakan berbagai program yang sudah dirumuskan secara terpusat, dengan demikian
bersifat top down. Oleh sebab itu, keterlibatan seperti ini sebetulnya kurang
25
tepat disebut sebagai partisipasi, tetapi lebih tepat disebut sebagai bentuk mobilisasi pembangunan. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak ikut
mengambil keputusan dan merumuskan program, sehingga lebih berkedudukan sebagai konsumen program dari atas, tetapi dianggap
berkewajiban melaksanakannya. Sementara itu, dalam strategi ini masyarakat terlibat dalam segala proses pembangunan sejak identifikasi
masalah dan kebutuhan serta perumusan program. Dalam strategi ini mandat pengelolaan pembangunan, khususnya sumber daya, tidak berada pada
pihak pemerintah secara terpusat, tetapi berada pada masyarakat lokal. Untuk maksud tersebut diperlukan kapasitas masyarakat lokal dalam
melakukan identifikasi kebutuhan, identifikasi sumber daya, merumuskan tujuan, dan mengelola serta mendayagunakan sumber daya lokal. Sebagai
konsekuensinya, diperlukan suatu proses pengembangan kapasitas tersebut melalui upaya pemberdayaan masyarakat.
2.3. Potensi Destinasi Pariwisata dan Daya Tarik Wisata