31
jendela menuju perdebatan ideologis yang lebih luas yang berlangsung dalam masyarakat. Analisis ini mengijinkan kita untuk melihat gagasan macam apa yang
tersebar melalui teks media, bagaimana dibentuk, bagaimana mereka berubah sepanjang waktu dan kapan mereka ditantang Croteau, 2003: 163.
Pada akhirnya hubungan antara mitos, ideologi dan budaya membentuk sebuah masyarakat yang terstruktur. Terstruktur kaitannya dalam mitos, ideologi dan
budaya media massa. Mereka menciptakan, menyakini, hingga pada akhirnya menikmati hasil dari budaya media massa tersebut. Hal ini berpijak pada sudut
pandang strukturalisme dimana, budaya merupakan sebuah mesin ideologis yang memproduksi ideologi dominan. Ideologi kemudian berfungsi sebagai kekuatan
untuk mengarahkan proses kebudayaan atau proses komunikasi Sunardi, 2004: 123.
E. 4. 1 Politik Kekuasaan
Secara sederhana politik adalah usaha untuk menggapai kehidupan yang baik. Politik dapat pula dapat dimengerti sebagai serangkaian upaya untuk
mempertemukan dan menyatukan aneka ragam kehendak dari orang-orang yang berkumpul menjadi satu Legowo, 1993: 6. Dalam pengertian ini politik erat
kaitannya dengan mencari dan merumuskan kehendak bersama, tidak untuk melarutkan kehendak orang perorang tetapi untuk membuka kemungkinan,
melalui kehendak bersama itu, terpenuhinya kehendak masing-masing orang dalam satu perkumpulan. Namun dewasa ini pengertian atau definisi mengenai
politik yang sangat normatif di atas telah terdesak oleh definisi-definisi lain yang lebih menekankan pada upaya untuk mencapai masyarakat institusi yang baik
32
seperti kekuasaan, pembuatan keputusan, kebijakan, dan alokasi nilai Budiardjo, 2009: 14. Oleh karena itu tidak dipungkiri dalam realitas kehidupan sehari-hari
kita seringkali berhadapan dengan banyak kegiatan tidak terpuji dalam mewujudkan budaya politik. Hal ini disebabkan karena politik mencerminkan
tabiat manusia, baik nalurinya yang baik maupun yang buruk. Perasaan manusia yang beraneka ragam sifatnya serta sangat mendalam, dan sering bertentangan,
mencakup rasa cinta, benci, setia, bangga, malu, dan sebagainya. Seperti yang telah dirumuskan Peter Merkl dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik karangan
Miriam Budiardjo menyebutkan “Politik, dalam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekanyaan untuk kepentingan diri sendiri
Politics at its worst is a selfish grab for power, glory and riches”. Kekuasaan merupakan salah satu fenomena sosial-politik yang senantiasa
hadir di dalam setiap hubungan-hubungan sosial dalam suatu masyarakat Legowo, 1993: 1. Masalah yang sering muncul dari fenomena kekuasaan ialah
pemisahan hubungan sosial antara mereka yang memiliki kekuasaan dan mereka yang tanpa kekuasaan. Permasalahan kekuasaan akan menjadi semakin rumit
manakala memasuki wilayah “politik”. Hal ini dikarenakan formasi sosial kekuasaan menjadi artifisial, dan sangat terkait dengan fungsi politis. Melihat hal
ini kekuasaan inti dari politik beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan.
Biasanya dianggap bahwa perjuangan kekuasaan power struggle ini mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat Budiardjo, 2009: 18.
33
Dari dua paragraf di atas dapat tarik kesimpulan bahwa politik dan kekuasaan dalam konteks kehidupan masyarakat baik golongan kelompok-institusi maupun
individu tidak dapat terpisahkan satu sama lain. Keduanya akan saling berdampingan ketika dikaitkan dengan kedudukan jabatan dalam satu tataran
kehidupan bermasyarakat. Deliar Noer dalam bukunya Pengantar ke Pemikiran Politik yang dituliskan kembali dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik karangan
Miriam Budiardjo menuliskan “Ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Konteks pada zaman
modern inilah memang kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.” Secara khusus dalam hal ini berada dalam lingkup kehidupan bernegara di
mana setiap individu, kelompok, golongan, serta organisasi memiliki kepentingan politik dan kekuatan kekuasaan. Meskipun dalam realitasnya politik kekuasan
tersebut tanpa disadari memiliki batasan-batasan yang tercipta sejak kedua ideologi tersebut saling berdampingan. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena
sebagai wujud sinkronitas serta keseimbangan pembagian ranah kekuasaan setiap pelakunya. Ketika hanya ada satu individu, golongan, kelompok, dan organisasi
dapat dengan bebasnya menerapkan politik kekuasaan tanpa ada batasan maka yang akan terjadi adalah kekacauan chaos. Teori-teori semacam ini mencoba
mengatur hubungan dan interaksi antara anggota masyarakat sedemikian rupa sehingga di satu pihak memberi kepuasan perorangan, dan di pihak lain dapat
membimbingnya menuju struktur masyarakat politik yang stabil tetapi dinamis Budiardjo, 2009: 44.
34
Konteks politik kekuasaan dalam penelitian ini semata-mata berbicara pada ranah dua institusi penegak hukum di Indonesia yaitu KPK dan POLRI. Ideologi
nilai-nilai politik kekuasaan keduanya adalah himpunan nilai-nilai, ide-ide, atau norma-norma, kepercayaan, yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang atas
dasar mana ia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problematika politik yang dihadapi. Menghadapi problematika politik kedua intitusi tersebut telah
menentukan perilaku politiknya sesuai dengan gayanya masing-masing sebagai intitusi penegak hukum. Keduanya telah memiliki ranah serta batasan politik
kekuasaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai institusi penegak hukum. Realitas sosial politik kekuasaan di antara keduanya saling bersinggungan
karena faktanya mereka dalam satu ranah yang sama. Hal ini yang nantinya akan menjadi alat bantu “membaca” serta menginterpretasikan makna politik
kekuasaan di balik simbol-simbol dan tanda-tanda pada foto-foto headline sebagai subjek penelitian utama.
F. Metodologi Penelitian F. 1. Paradigma Penelitian