Pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri (Studi Analisis Wacana Tentang Perseteruan Antara KPK dan Polri Pada Harian Kompas)

(1)

Pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri

(Studi Analisis Wacana Tentang Perseteruan antara KPK dan Polri Pada Harian Kompas)

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun Oleh: Pertiwi Palentina Ginting

060904043

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lembar Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Pertiwi Palentina Ginting NIM : 060904043

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri (Studi Analisis Wacana tentang Perseteruan antara KPK dan Polri pada Harian Kompas)

Medan, 20 Maret 2010

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Emilia Ramadhani, S.Sos

NIP.197310212006042001 NIP.195102191987011001 Drs. Amir Purba, M.A

Dekan


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri. Penulis mengucapkan terima kasih buat orangtua penulis yang tercinta, Bapak (B. Ginting) dan Mamak (S br Tarigan) karena dukungan yang selalu ada buat penulis

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, M.A selaku Dekan Dakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, M.A, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

4. Ibu Fatma Wardy Lubis, M.A selaku dosen wali penulis.

5. Kak Emilia Ramadhani,S.Sos selaku dosen pembimbing yang sangat banyak membantu penulis dalam pengerjaan skrispi ini.

6. Kak ros, kak cut dan kak maya yang sangat banyak membantu dalam urusan perlengkapan administrasi.

7. Kepada saudara saudari penulis, bang Doman, Kak Arta dan Bang Iyot terimakasih buat semua dukungan yang senantiasa menguatkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, juga buat keponakanku Edo, Uti, Farel dan Butet.


(4)

8. Teman-teman di Deaprtemen Ilmu Komunikasi FISIP USU khususnya angkatan 2006, terkhusus buat Efron yang selalu bersedia berbagi informasi. 9. Saudara saudari di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) FISIP

USU.

10.Kepada kelompok kecil Euodia Benaya: k’Ibeth, k’Cisna, Fna, Gusti, Ncy, Ayu, Hanna dan Jojo, terimakasih karena selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skrispi ini.

11.Buat seorang Dear Marison Sinaga yang tak pernah lelah menyediakan waktu, tenaga dan memberikan semangat kepada penulis.

12.serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan banyak terimakasih.

Medan, 18 Maret 2010


(5)

ABSTRAKSI

KPK dan Polri adalah lembaga yang punya nama besar di Indonesia, yang pertama adalah baru dari segi usia namun merupakan momok yang menakutkan bagi koruptor. Sedangkan Polri adalah institusi penegak hukum yang telah berusia tua. Dua lembaga ini merupakan institusi yang memiliki otoritas untuk menangani/memeriksa para pelaku kejahatan termasuk tindak korupsi. Namun, belakangan kedua lembaga ini mengalami perseteruan yang menyedot perhatian bangsa Indonesia. Perseteruan ini banyak diberitakan oleh media massa baik media elektronik maupun media cetak. Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis berita tentang perseteruan KPK dan Polri di harian Kompas yang terbit selama bulan September 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi wacana yang digunakan untuk menampilkan aktor dalam pemberitaan dan untuk mengetahui ideologi di balik pemberitaan pemanggilan pejabat KPK dan Polri sampai penetapan tersangka dua pimpinan KPK.

Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis wacana kritis dari Theo van Leeuwen. Analisis Theo van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan.

Dari tujuh judul berita yang terbit dalam harian Kompas, proses eksklusi banyak terjadi kepada polisi. Polisi dikeluarkan dari pemberitaan dilakukan agar perhatian khalayak lebih ditujukan kepada aktor lainnya (korban) yaitu KPK.

Proses inklusi banyak terjadi pada pimpinan KPK. Dalam pemberitaannya KPK sering direpresentasikan sebagai pihak yang tidak bersalah. Upaya-upaya yang dilakukan kepada KPK diduga sebagai pelemahan KPK karena lembaga ini sangat ditakuti oleh para koruptor.

Secara umum, dalam berita di harian Kompas, polisi dicitrakan buruk dan tindakan polisi kepada KPK sangat tidak tepat. Penggunaan kata ‘publik’ pada berita berjudul “Jangan Lindungi Koruptor” juga menggeneralisasikan bahwa banyak orang (publik) yang mempertanyakan penangkapan yang dilakukan kepada KPK. Padahal kenyataannya belum tentu demikian. Pendapat segelintir orang di generalisasikan sebagai pendapat publik.

Dalam penelitian ini, peneliti melihat adanya kecenderungan wartawan mewawancarai pihak KPK dan lembaga-lembaga yang memihak KPK. Dari hal ini maka khalayak lebih banyak melihat dari sisi KPK bukan dari sisi polisi. Maka tidak heran jika dalam kasus perseteruan KPK dan Polri ini, khalayak cenderung memihak KPK karena dari pemberitaan di media saja sudah tidak seimbang.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ……….i

ABSTRAKSI ………...iii

DAFTAR ISI………iv

DAFTAR TABEL ………..vi

DAFTAR LAMPIRAN ...vii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ………1

I.2 Perumusan Masalah ………6

I.3 Pembatasan Masalah ………...6

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...6

I.5 Kerangka Teori ………...7

I.6 Kerangka Konsep ………..13

I.7 Model Teoritis ………...14

I.8 Variabel Operasional ……….15

I.9 Defenisi Operasional ……….…15

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi Massa………18


(7)

II.4 Ideologi ………27

II.5 Analisis Wacana Kritis ………28

II.6 Analisis Wacana Theo van Leeuwen ………...31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ………34

III.2 Metode Penelitian ………...40

III.3 Fokus Penelitian ………...40

III.4 Subjek Penelitian ………....40

III.5 Teknik Pengumpulan Data ……….41

III.6 Unit Dan Tingkat Analisis Data ……….41

III.7 Metode Analisis Data ……….41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Data ………..43

IV.2 Pembahasan ………65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ………..76

V.2 Saran ………77

DAFTAR PUSTAKA ………..78


(8)

Daftar Tabel

Tabel 1. Variabel Operasional Tabel 2. Proses Eksklusi dan Inklusi Tabel 3. Judu l berita di Harian Kompas

Tabel 4. Ringkasan Hasil Penelitian Analisis Wacana Berita Perseteruan KPK dan Polri di Harian Kompas


(9)

Daftar Lampiran


(10)

ABSTRAKSI

KPK dan Polri adalah lembaga yang punya nama besar di Indonesia, yang pertama adalah baru dari segi usia namun merupakan momok yang menakutkan bagi koruptor. Sedangkan Polri adalah institusi penegak hukum yang telah berusia tua. Dua lembaga ini merupakan institusi yang memiliki otoritas untuk menangani/memeriksa para pelaku kejahatan termasuk tindak korupsi. Namun, belakangan kedua lembaga ini mengalami perseteruan yang menyedot perhatian bangsa Indonesia. Perseteruan ini banyak diberitakan oleh media massa baik media elektronik maupun media cetak. Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis berita tentang perseteruan KPK dan Polri di harian Kompas yang terbit selama bulan September 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi wacana yang digunakan untuk menampilkan aktor dalam pemberitaan dan untuk mengetahui ideologi di balik pemberitaan pemanggilan pejabat KPK dan Polri sampai penetapan tersangka dua pimpinan KPK.

Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis wacana kritis dari Theo van Leeuwen. Analisis Theo van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan.

Dari tujuh judul berita yang terbit dalam harian Kompas, proses eksklusi banyak terjadi kepada polisi. Polisi dikeluarkan dari pemberitaan dilakukan agar perhatian khalayak lebih ditujukan kepada aktor lainnya (korban) yaitu KPK.

Proses inklusi banyak terjadi pada pimpinan KPK. Dalam pemberitaannya KPK sering direpresentasikan sebagai pihak yang tidak bersalah. Upaya-upaya yang dilakukan kepada KPK diduga sebagai pelemahan KPK karena lembaga ini sangat ditakuti oleh para koruptor.

Secara umum, dalam berita di harian Kompas, polisi dicitrakan buruk dan tindakan polisi kepada KPK sangat tidak tepat. Penggunaan kata ‘publik’ pada berita berjudul “Jangan Lindungi Koruptor” juga menggeneralisasikan bahwa banyak orang (publik) yang mempertanyakan penangkapan yang dilakukan kepada KPK. Padahal kenyataannya belum tentu demikian. Pendapat segelintir orang di generalisasikan sebagai pendapat publik.

Dalam penelitian ini, peneliti melihat adanya kecenderungan wartawan mewawancarai pihak KPK dan lembaga-lembaga yang memihak KPK. Dari hal ini maka khalayak lebih banyak melihat dari sisi KPK bukan dari sisi polisi. Maka tidak heran jika dalam kasus perseteruan KPK dan Polri ini, khalayak cenderung memihak KPK karena dari pemberitaan di media saja sudah tidak seimbang.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara besar dengan penduduk yang besar, sumber daya alam yang melimpah dan budaya yang beraneka ragam. Namun di balik semua itu, Indonesia juga merupakan negara yang mempunyai masalah yang besar seperti masalah kependudukan, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas dan juga masalah yang menyangkut pemerintahan seperti hukum dan korupsi.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut maka pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah seperti mengundang investor untuk mengurangi pengangguran, mengeluarkan program program sosial untuk mengatasi kemiskinan dan lain-lain. Terkait masalah hukum dan korupsi, pemerintah Indonesia juga mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Strategi yang diambil pemerintah Indonesia adalah dengan memberi tugas kepada Polri dan Kejaksaan untuk mengurusi bidang hukum dan korupsi. Namun untuk mengakselerasi pemberantasan korupsi, pemerintah Indonesia membentuk lembaga khusus pemberantasan korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bagi masyarakat awam, lembaga ini merupakan jawaban atas keinginan masyarakat untuk memberantas korupsi dan juga jawaban atas ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum sebelumnya yaitu Polri dan kejaksaan. KPK sebagai lembaga baru sudah langsung dikenal oleh masyarakat


(12)

Indonesia karena lembaga inilah yang ditunggu-tunggu bangsa Indonesia selama ini.

Masalah korupsi adalah masalah pidana atau kriminalitas yang jelas melawan hukum. Masalah pidana maupun kriminalitas di negara ini telah memiliki lembaga penegak hukum yaitu Polri dan kejaksaan. Ketika KPK dilahirkan, maka secara implisit memang ada sebuah ketidakpercayaan lagi terhadap lembaga negara tersebut untuk melenyapkan korupsi di negeri ini.

Walaupun begitu, ketiga lembaga tersebut sudah sewajarnya berjalan beriringan dan saling bekerja sama untuk memberantas korupsi. Kerjasama harusnya dapat tercipta karena ketiga lembaga tersebut mempunyai tugas dan fungsi yang sama. Sayangnya ketiga lembaga tersebut dilengkapi dengan perangkat yang sama. Contoh perangkat yang sama tersebut adalah KPK, Polri dan kejaksaaan sama-sama mempunyai penyidik yang tugasnya sama-sama menyidik kasus.

Selain kesamaan perangkat, juga ada kesamaan fungsi yaitu dapat menegakkan hukum korupsi. Rakyat dapat melaporkan kasus korupsi ke Polri, kejaksaan juga KPK. Hal inilah yang membuat rakyat bingung jika melaporkan kasus korupsi. Ketiga lembaga tersebut siap menerima laporan dan siap mengusut kasus tersebut. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan gesekan sehingga menimbulkan kondisi kurang harmonis.

Ketidakharmonisan ini sudah terlihat dengan munculnya konflik antara KPK dan Polri. Konflik ini merupakan buntut dari kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen yang awalnya dikaitkan dengan cerita ‘cinta segi-tiga’ antara korban,


(13)

pengembangan penyidikan atas kasus pembunuhan Nasruddin inilah Polri akhirnya mencium aroma tidak sedap pada sejumlah oknum pimpinan KPK. Ceritanya kemudian merambat kemana-mana, dari kasus pengadaan sistem komunikasi di Departemen Kehutanan dengan tokoh utamanya Anggoro Widjojo, skandal alih fungsi di Tanjung Api-api hingga mega skandal Bank Century.

Konflik antara Polri dan KPK dipicu oleh testimoni Antasari yang berisi pengakuan bahwa sejumlah pimpinan KPK juga menerima suap dari Anggoro agar status cekal Anggoro dicabut. Berpijak pada testimoni Antasari ini, Polri memanggil empat pimpinan KPK dan empat pejabat KPK. Polisi memanggil petinggi KPK dengan jeratan pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 atas dugaan telah menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 421 KUHP.

Atas pemanggilan itu, mereka yang memenuhinya pada Kamis (10/9) hanya Direktur Penyelidikan KPK Iswan Elmi, Kabiro Hukum KPK Chaidir Ramli, dan Stagas Penyelidik KPK Arry Widiatmoko. Sebelumnya Rabu (9/9) penyidik KPK Rony Samtana juga telah diperiksa polisi terlebih dahulu.

Di sisi lain, KPK juga ‘mengancam’ akan memanggil Kabareskrim Susno Duadji dalam kasus dugaan korupsi di Bank Century. Diinformasikan, Susno Duadji disebut-sebut terlibat dengan dugaan dua surat Susno yang memuluskan upaya pencairan dana US$ 18 juta milik Boedi Sampoerna di Bank Century. Meski untuk hal ini, bekas Kapolda Jawa Barat ini membantahnya.

Perseteruan antara KPK dan Polri ini tidak bisa lepas dari peran media massa sebagai penyaji informasi tentang situasi dan kondisi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dimana media dalam memproduksi teks berita berusaha


(14)

menampilkan fakta dari peristiwa yang terjadi. Berbagai pandangan mengenai perseteruan ini dikemukakan dan dimuat di dalam media. Bukan hanya KPK dan Polri yang memberikan pandangan mengenai masalah ini, tetapi para praktisi dan berbagai elemen juga berperan.

Melalui media massa, pihak yang terkait yakni KPK dan Polri saling menyajikan perspektif masing-masing untuk memberi pemaknaan terhadapa masalah tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengunggulkan satu kelompok dan merendahkan kelompok yang menjadi lawannya. Media massa lah yang dijadikan arena perang kelompok tersebut.

Walaupun begitu, media bukanlah saluran yang bebas, tempat semua kekuatan sosial saling berinteraksi dan berhubungan. Sebaliknya, media hanya dimiliki oleh kelompok dominan, sehingga mereka lebih mempunyai kesempatan dan akses untuk mempengaruhi dan memaknai peristiwa berdasarkan pandangan mereka. Media bahkan menjadi sarana dimana kelompok dominan bukan hanya memantapkan posisi mereka, tetapi juga memarjinalkan dan meminggirkan posisi kelompok yang tidak dominan (Eriyanto,2001:53). Media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefenisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. Media juga dipandang sebagai instrumen ideologi, melalui mana suatu kelompok menyebarkan pengaruh diminasinya kepada kelompok lain.

Adanya kekuatan ideologi yang dianut media tersebut akan memaksa media memaknai, memahami, memposisikan dirinya atas realitas yang ada di sekelilingnya. Berita yang disajikan media, untuk lebih lanjutnya tidak hanya bermakna seperti realitas apa adanya, tetapi memiliki makna dan maksud tertentu


(15)

masing pihak memiliki pandangan yang berbeda-beda. Namun dalam pemberitaan di media, ditentukan oleh ideologi media tersebut dalam hal ini peneliti menggunakan harian Kompas.

Kompas mulai terbit pada tanggal 28 juni 1965 berkantor di Jakarta Pusat dengan tiras 4.800 eksemplar. Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional. Pada tahun 2004, tiras hariannya mencapai 530.000 eksemplar, khusus untuk edisi minggunya mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca koran ini mencapai 2,25 juta orang di seluruh Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/Kompas_(surat _kabar))

Perangkat analisis yang digunakan peneliti adalah analisis wacana Theo van Leeuwen. Analisis wacana yang diperkenalkan Theo van Leeuwen ini meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaannya, sementara kelompok yang lain yang posisinya rendah, cenderung untuk terus menerus sebagai objek pemaknaan, dan digambarkan secara buruk (Eriyanto,2001:171).

. Peneliti memilih harian Kompas karena surat kabar ini merupakan surat kabar berskala nasional yang tentunya banyak memberitakan masalah yang juga berskala nasional, seperti perseteruan KPK dan Polri ini. Kompas juga memiliki kemapanan secara ekonomis dan jangkauan sirkulasi yang luas sehingga memungkinkan khalayak pembaca yang didaerah dapat mengetahui berita yang nasional juga.

Berdasarkan uraian di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti wacana perseteruan KPK dan Polri pada harian Kompas.


(16)

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

“Bagaimana berita perseteruan Polri dan KPK ditampilkan dalam pemberitaan surat kabar harian KOMPAS?”

I.3 Pembatasan Masalah

Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini bersifat deskriptif.

2. Penelitian ini menggunakan analisis wacana Theo van Leeuwen.

3. Penelitian ini terfokus pada berita-berita tentang pemanggilan pejabat KPK oleh Polri sampai penetapan tersangka 2 pimpinan KPK.

4. Penelitian ini hanya dilakukan pada surat kabar harian Kompas.

5. Penelitian ini dilakukan pada berita halaman depan terbitan 1 September-30 September 2009.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui strategi wacana yang digunakan untuk menampilkan aktor (KPK dan Polri) dalam pemberitaan.

2. Untuk mengetahui ideologi yang bermain di balik pemberitaan pemanggilan pejabat KPK oleh Polri sampai penetapan tersangka 2


(17)

Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi khususnya mengenai analisis wacana.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat bagi penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa kuliah dan memperluas cakrawala pengetahuan.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan.kontribusi bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berhubungan dengan tema penelitian ini.

I.5 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi,2001:39).

Menurut Kerlinger (Rakhmat,2004:6), teori merupakan suatu himpunan konstruk (konsep) yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.


(18)

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:

1. Berita

Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang

terjadi, disajikan lewat bentuk cetak, siaran

kepada orang ketiga atau orang banyak (http://id.wikipedia.org/wiki/Berita Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam gambaran yang sederhana, berita adalah apa yang ditulis surat kabar, apa yang disiarkan radio dan apa yang ditayangkan televisi. Berita menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut orang-orang, tetapi tidak setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dilaporkan (Sumadiria,2005:63).

).

Williard C.Bleyer dalam Newspaper Writing and Editing menulis berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena dia menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut (Sumadiria,2005:64).

Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori : berita berat (hard news) dan berita ringan (soft news). Selain itu berita juga dapat dibedakan menurut lokasi peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan berdasarkan sifatnya, berita bisa dipilah menjadi berita diduga dan berita tak diduga. Selebihnya, berita juga bisa dilihat menurut materi isinya yang beraneka ragam (Sumadiria,2005:64).


(19)

2. Pers, Jurnalistik dan Surat kabar

Pers mengandung dua arti, arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala: surat kabar, tabloid dan majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanaya menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencakup media elektronik duditif dan media elektronik audiovisual berkala yakni radio, televisi, film dan media online internet. Pers dalam arti luas disebut media massa (Sumadiria,2005:31).

Dalam peranannya sebagai media massa, pers dalam menjalankan paradigmanya berperan sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu peranannya sebagai media edukasi. Selain itu, media massa juga menjadi media informasi, yaitu yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Terakhir media massa sebagai media hiburan (Bungin,2006:85-86).

Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, menolah, menyajikan dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya (Sumadiria,2005:3).

Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian jurnalistik. Effendy (2000:95) secara sederhana mendefinisikan jurnalistik sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Apa saja yang terjadi di dunia ini


(20)

apakah itu fakta peristiwa atau pendapat yang diucapkan seseorang. Jika diperkirakan akan menarik perhatian khalayak akan merupakan bahan dasar bagi jurnalistik untuk dapat disebarluaskan kepada masyarakat.

Sedangkan jurnalistik menurut Dja’far H.Assegar (Trimansyah,2002:2) merupakan kegiatan untuk menyampaikan pesan/berita kepada khalayak ramai (massa), melalui saluran media, baik media cetak maupun media elektronik.

Surat kabar boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum ditemukan film, radio dan televisi. Surat kabar memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf serta lebih banyak disenangi oleh orangtua daripada kaum remaja dan anak-anak (Cangara,1998:139)

Pesan-pesan yang disampaikan melalui surat kabar bersifat permanen, mudah disimpan serta diambil kembali dan pengaruhnya dapat dikontrol pembaca. Isi pesannya dapat dibaca dimana dan kapan saja, yang berati tidak terikat pada waktu. Di samping itu pada media massa tercetak bahasa yang digunakan adalah bahasa tulisan, tidak seperti media massa radio dan televisi, bahasa yang digunakan adalah bahasa tuturan yang sangat dipengaruhi pula oleh cara penyajiannya, maka pada media massa tercetak penggunaan kalimat pnajang atau majemuk tidak menjadi permasalahan dan penulisan bilangan sampai yang sekecil-kecilnya tidak akan menimbulkan permasalahan.


(21)

3. Ideologi

Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri dari kata

idea dan logia. Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat. Idea dalam

Webster’s News Colligiate Dictionary berarti sesuatu yang ada di dalam

pikiran sebagai hasil perumusan sesuatu pemikiran atau rencana. Sedangkan logis berasal dari kata logos yang berarti world. Kata ini berasal dari kata

legein yang berarti to speak (berbicara). Selanjutnya kata logia berarti sciense (pengetahuan) atau teori (Sobur,2004:64).

Ideologi dapat diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Ideologi ini abstrak dan berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas (Sudibyo,2001:12).

Dalam pengertian yang paling umum ideologi adalah pikiran yang terorganisir yakni nilai orientasi dan kecenderungan yang salin melengkapi sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui komunikasi dengan media teknologi dan komunikasi antar pribadi. Ideologi dipengaruhi oleh asal-usulnya, asosiasi kelembagaannya dan tujuannya, meskipun sejarah dan hubungan-hubungan ini tidak pernah jelas seluruhnya (Lull,1998:1).

Raymond William mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut dalam tiga ranah. Pertama, sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu. Kedua, sistem kepercayaan yang dibuat yang bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ketiga proses umum produksi


(22)

makna dan ide. Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna (Eriyanto,2001:87-92).

4. Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora macam apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks (Eriyanto,2001:xv).

Tarigan (Sobur, 2004:48) mengatakan analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Kita menggunakan bahasa dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks, tanpa hubungan-hubungan wacana yang bersifat antar kalimat dan suprakalimat maka kita sukar berkomunikasi dengan tepat satu sama lain.

Dalam pandangan Littlejohn (Sobur, 2004:48), meski menulis dan bahkan bentuk-bentuk nonverbal dapat dianggap sebagai wacana, kebanyakan analisis wacana berkonsentrasi pada percakapan yang muncul secara wajar. Menurutnya terdapat beberapa untai analisis wacana, bersama-sama menggunakan seperangkat perhatian.


(23)

5. Analisis Wacana Theo van Leeuwen

Theo van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Di sini ada kaitan antara wacana dan kekuasaan. Theo van Leeuwen membuat suatu model analisis yang bisa kita pakai untuk melihat bagaimana peristiwa dan aktor-aktor sosial tersebut ditampilkan dalam media, dan bagaimana suatu kelompok yang tidak punya akses menjadi pihak yang secara terus menerus dimarjinalkan (Eriyanto,2001:171-172)

Analisis Theo van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Proses pengeluaran ini, secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman khalayak akan suatu isu dan melegitimasi posisi pemahaman tersebut. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto,2001:172).

Baik proses eksklusion maupun inklusion tersebut menggunakan apa yang disebut sebagai strategi wacana. Dengan memakai kata, kalimat, informasi atau susunan bentuk kalimat tertentu, cara bercerita tertentu, masing-masing kelompok dipresentasikan dalam teks (Eriyanto,2001:173).


(24)

I.6 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil dari pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumus hipotesis (Nawawi,2001:40).

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun,1995:57).

Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini menggunakan metode analisis Theo van Leeuwen. Dalam analisinya van Leeuwen memusatkan perhatian pada dua hal yaitu eksklusi dan inklusi. Eksklusi meneliti apakah dalam suatu teks berita ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai dalam melakukan hal tersebut. Tingkat inklusi melihat bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan dan bagaimana cara penggambarannya.


(25)

I.7 Model Teoritis

1.8 Variabel Operasional

Tabel 1

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Eksklusi a. Pasivasi

b. Nominalisasi

c. Penggantian Anak Kalimat Inklusi a. Diferensiasi-Indiferensiasi

b. Objektivitas-Abstraksi c. Nominasi-Kategorisasi d. Nominasi-Identifikasi e. Determinasi-Indeterminasi f. Asimilasi-Individualitas g. Asosiasi-Disosiasi

Tingkat Eksklusi


(26)

I.9 Defenisi Operasional

Operasional variabel berguna untuk memudahkan kerangka konsep dan operasional. Maka defenisi operasional yang dimaksud yaitu :

1. Eksklusi, apakah dalam suatu teks berita ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu.

a. Pasivasi, yaitu suatu cara menghilangkan aktor atau pelaku dengan menggunakan kalimat pasif. Aktor tidak dilibatkan dalam suatu pembicaraan atau wacana.

b. Nominalisasi, yaitu proses membentuk kata, frasa atau kalimat menjadi satuan berkelas nominal. Hal ini dilakukan dengan cara mengubah kata kerja (verbal) menjadi kata benda (nominal) dengan memberikan imbuhan “pe-an”.

c. Penggantian anak kalimat, yaitu penggantian subjek dengan menggunakan anak kalimat yang sekaligus berfungsi sebagai pengganti aktor, sehingga secara tidak langsung aktor disembunyikan dari teks.

2. Inklusi, bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan lewat pemberitaan.

a. Diferensiasi-Indeferensiasi

Diferensiasi adalah proses membedakan, indeferensiasi berarti proses mengabaikan. Jadi dalam hal ini, aktor sosial bisa ditampilkan dalam teks secara mandiri, sebagai suatu peristiwa yang unik dan khas, tetapi


(27)

bisa juga dibuat kontras dengan menampilkan peristiwa atau aktor lain dalam teks yang dipandang lebih dominan atau lebih baik.

b. Objektivasi-Abstraksi

Objektivasi adalah sesuai kenyataan, eksistensinya tidak dipengaruhi oleh hal lain sementara abstraksi adalah proses berpikir secara abstrak tanpa bantuan hal-hal nyata dengan mengambil instruksi suatu masalah.

c. Nominasi-Kategorisasi

Nominasi merupakan penampilan apa adanya sedangkan kategorisasi adalah penggolongan berdasarkan kategori.

d. Nominasi-Identifikasi

Nominasi merupakan penampilan apa adanya sedangkan identifikasi adalah pendefinisian subyek dengan menggunakan anak kalimat. e. Determinasi-Indeterminasi

Determinasi merupakan penyebutan aktor atau suatu peristiwa dengan tidak jelas (anonim) sedangkan indeterminasi adalah penyebutan aktor atau peristiwa secara jelas.

f. Asimilasi-Individualisasi

Asimilasi merupakan penyebutan aktor tidak dengan spesifik tapi menggunakan komunitas atau kelompok sosial dimana seseorang itu berada sedangkan Individualisasi adalah penyebutan aktor secara jelas. g. Asosiasi-Disosiasi

Asosiasi merupakan penyebutan aktor sosial dihubungkan dengan asosiasi atau kelompok yang lebih besar, dimana aktor sosial tersebut


(28)

berada sedangkan disosiasi adalah penampilan aktor sosial sendiri tanpa dihubungkan dengan kelompok lain yang lebih besar.


(29)

BAB II

URAIAN TEORITIS

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi,2001:39).

Berikut beberapa teori yang relevan dengan penelitian ini :

II.1 Komunikasi Massa

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio dan

communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Komunikasi

menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2005:41).

Menurut Carl Hovland (Effendy, 2005:10), komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Sedangkan menurut Lasswell komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi massa. Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan media massa (mass media of communication). Komunikasi massa adalah komunikasi dengan massa (audiens atau khalayak sasaran). Massa disini adalah penerima pesan yang memiliki status sosial dan ekonomi yang


(30)

heterogen satu sama lain. Pada umumnya media massa tidak menghasilkan

feedback yang langsung, tetapi tertunda dengan rentang waktu yang relatif. Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (2001), terdiri atas surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage

(keterkaitan), transmission values (penyebaran nilai) dan entertainment

(hiburan). Karlinah mengemukakan fungsi komunikasi secara umum adalah fungsi informasi, pendidikan, mempengaruhi, prose pengembangan mental, adaptasi lingkungan dan memanipulasi lingkungan (Ardianto, 2004:15).

Menurut bentuknya, komunikasi massa dapat dikelompokkan atas :

1. Media cetak (printed media), yakni surat kabar, majalah, buku, pamflet, brosur dan sebagainya.

2. Media elektronik yaitu radio, televisi, film, slide, video dan lain-lain. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang diaburkan dengan berita dan hiburan (McQuail, 1996:1).

Menurut Steven M. Chafee (Ardianto, 2004:15) efek media massa dapat dilihat dari pendekatan dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa yang berupa :

1. Perubahan sikap (kognitif), pada apa yang diketahui, dipahami dan dipersepsi khalayak, berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampila, kepercayaan atau informasi.


(31)

3. Perubahan perilaku (behavioral, merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku.

II.2 Pers, Jurnalistik dan Surat kabar

Pers mengandung dua arti, arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala: surat kabar, tabloid dan majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanaya menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencakup media elektronik duditif dan media elektronik audiovisual berkala yakni radio, televisi, film dan media online internet. Pers dalam arti luas disebut media massa (Sumadiria,2005:31).

Dalam peranannya sebagai media massa, pers dalam menjalankan paradigmanya berperan sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu peranannya sebagai media edukasi. Selain itu, media massa juga menjadi media informasi, yaitu yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Terakhir media massa sebagai media hiburan (Bungin,2006:85-86).

Menurut Onong Uchjana (2004:65), ada beberapa fungsi pers yakni : 1. Fungsi Menyiarkan Informasi

Menyiarkan informasi adalah fungsi pers yang pertama dan utama. Khalayak pembaca membeli surat kabar karena memerlukan informasi.


(32)

2. Fungsi Mendidik

Fungsi kedua dari pers adalah mendidik. Sebagai sarana pendidikan massa, pers memuat tulisan-tulisan yang berfungsi sebagai sarana mendidik.

3. Fungsi Menghibur

Maksud pemuatan isi yang mengandung hiburan itu semata-mata untuk melemaskan pikiran setelah pembaca dihidangi berita dan artikel yang berat.

4. Fungsi Mempengaruhi

Fungsi ini menyebabkan pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi mempengaruhi dari pers secara implisist terdapat pada berita, sedangkan secara eksplisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel.

Jurnalistik atau journalism berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari atau bisa juga berarti surat kabar. Dari perkataan itulah lahir istilah jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik. Mac Dougall menyebutkan bahwa journalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa. Jurnalistik sangat penting dimanapun dan kapanpun. Pers adalah sarana yang menyiarkan produk jurnalistik.

Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian jurnalistik. Effendy (2000:95) secara sederhana mendefinisikan jurnalistik sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada


(33)

apakah itu fakta peristiwa atau pendapat yang diucapkan seseorang. Jika diperkirakan akan menarik perhatian khalayak akan merupakan bahan dasar bagi jurnalistik untuk dapat disebarluaskan kepada masyarakat.

Sedangkan jurnalistik menurut Dja’far H.Assegar (Trimansyah,2002:2) merupakan kegiatan untuk menyampaikan pesan/berita kepada khalayak ramai (massa), melalui saluran media, baik media cetak maupun media elektronik.

Dilihat dari segi bentuk dan pengelolaannya, jurnalistik dibagi ke dalam tiga bagian besar: jurnalistik media cetak (newspapers and magazine journalism), jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast journalism), jurnalistik media audiovisual (television journalism). Jurnalistik media cetak meliputi jurnalistik surat kabar harian, jurnalistik surat kabar mingguan, jurnalistik tabloid harian, jurnalistik tabloid mingguan dan jurnalistik majalah. Jurnalistik media elektronik auditif adalah jurnalistik radio siaran. Jurnalistik media elektronik audiovisual adalah jurnalistik televisi siaran dan jurnalistik media on line (internet).

Surat kabar sebagai salah satu produk jurnalistik boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum ditemukan film, radio dan televisi. Surat kabar memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf serta lebih banyak disenangi oleh orangtua daripada kaum remaja dan anak-anak (Cangara,1998:139)

Surat kabar memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

• Publisitas

Pengertian publisitas ialah surat kabar diperuntukkan umum artinya surat kabar harus menyangkut kepentingan umum.


(34)

• Universalitas

Universalitas sebagai ciri lain surat kabar menunjukkan surat kabar harus memuat aneka berita mengenai kejadian di seluruh dunia dan segala aspek kehidupan manusia.

• Aktualitas

Aktualitas di sini maksudnya adalah kecepatan mengumpulkan laporan mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak. Saat ini aktualitas surat kabar harus dapat mengimbangi aktualitas berita media elektronik.

• Periodisitas

Periodisitas artinya keteraturan terbitnya surat kabar pada waktu yang telah ditentukan baik harian maupun mingguan.

Surat kabar memiliki kelebihan khusus bila dibandingkan dengan media cetak lainnya yaitu pesan-pesan yang disampaikan melalui surat kabar bersifat permanen, mudah disimpan serta diambil kembali dan pengaruhnya dapat dikontrol pembaca. Isi pesannya dapat dibaca dimana dan kapan saja, yang berarti tidak terikat pada waktu. Di samping itu pada media massa tercetak bahasa yang digunakan adalah bahasa tulisan, tidak seperti media massa radio dan televisi, bahasa yang digunakan adalah bahasa tuturan yang sangat dipengaruhi pula oleh cara penyajiannya, maka pada media massa tercetak penggunaan kalimat pnajang atau majemuk tidak menjadi permasalahan dan penulisan bilangan sampai yang sekecil-kecilnya tidak akan menimbulkan permasalahan.


(35)

II.3 Berita

Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan lewat bentuk cetak, siaran, kepada orang ketiga atau orang banyak (http://id.wikipedia.org/wiki/Berita

Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam gambaran yang sederhana, berita adalah apa yang ditulis surat kabar, apa yang disiarkan radio dan apa yang ditayangkan televisi. Berita menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut orang-orang, tetapi tidak setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dilaporkan (Sumadiria,2005:63).

).

Williard C.Bleyer dalam Newspaper Writing and Editing menulis berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena dia menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut (Sumadiria,2005:64).

Sedangkan William S. Maulsby dalam buku Getting in News menulis berita dapat didefinisikan sebagai suatu penuturan scara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut (Mondry,2008:133).

Ada kriteria umum nilai berita yang dijadikan acuan oleh para jurnalis untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik (Sumadiria,2005:80). Kriteria umum nilai berita ini adalah :


(36)

1. Keluarbiasaan (unusualness) 2. Kebaruan (newness)

3. Akibat (impact) 4. Aktual (timeliness) 5. Kedekatan (proximity) 6. Informasi (information) 7. Konflik (conflict)

8. Orang Penting (prominence)

9. Ketertarikan manusiawi (human interest) 10.Kejutan (surprising)

11.Seks (sex)

Jenis-jenis berita antara lain :

1. Straight news report adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa yang memiliki nilai penyajian objektif tentang fakta-fakta yang dapat dibuktikan. Berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari

what, who, when, where, why dan how atau yang dikenal dengan 5W+1.

2. Depth news report, merupakan laporan yang sedikit berbeda dengan

straight news report. Wartawan menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa tersebut. Jenis laporan ini memerlukan pengalihan informasi , bukan opini reporter. Fakta-fakta yang nyata masih tetap besar.

3. Comprehensive news, merupakan laporan tentang fakta yang bersifat


(37)

merupakan jawaban terhadap kritik sekaligus kelemahan yang terdapat dalam berita langsung (stright news).

4. Interpretative report, berita ini memfokuskan sebuah isu, masalah, atau peristiwa kontroversial. Namun demikian, fokus laporan beritanya masih berbicara mengenai fakta yang terbukti bukan opini. Sumber informasi bisa diperoleh dari narasumber yang mungkin hanya memberikan informasi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Berita ini biasanya bersifat bertanya, apa makna sebenarnya dari peristiwa tersebut.

5. Feature story, berita yang mencari fakta untuk menarik perhatian

pembaca. Penulis menyajikan suatu pengalaman pembaca (reading experiences) yang lebih bergantung pada gaya (style) penulisan dan humor daripada pentingnya informasi yang disajikan.

6. Depth reprting ialah pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal dan aktual. Laporan ini biasanya ditulis oleh tim dan disiapkan dengan matang,memerlukan waktu lebih dan peliputan cukup besar.

7. Investigative reprting, berita yang biasanya memusatkan pada sejumlah

masalah dan kontroversi, reporter melakukan investigasi atau penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan. Pelaksanaannya sering ilegal atau tidak etis

8. Editorial writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji didepan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita penting dan mempengaruhi pendapat umum.


(38)

II.4 Ideologi

Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri dari kata

idea dan logia. Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat. Idea dalam

Webster’s News Colligiate Dictionary berarti sesuatu yang ada di dalam

pikiran sebagai hasil perumusan sesuatu pemikiran atau rencana. Sedangkan logis berasal dari kata logos yang berarti world. Kata ini berasal dari kata

legein yang berarti to speak (berbicara). Selanjutnya kata logia berarti science

(pengetahuan) atau teori (Sobur,2004:64).

Ideologi dapat diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Ideologi ini abstrak dan berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas (Sudibyo,2001:12).

Dalam pengertian yang paling umum ideologi adalah pikiran yang terorganisir yakni nilai orientasi dan kecenderungan yang salin melengkapi sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui komunikasi dengan media teknologi dan komunikasi antar pribadi. Ideologi dipengaruhi oleh asal-usulnya, asosiasi kelembagaannya dan tujuannya, meskipun sejarah dan hubungan-hubungan ini tidak pernah jelas seluruhnya (Lull,1998:1).

Microsoft Encarta Encyclopedia (2003) menawarkan defenisi ideologi yang komprehensif yakni suatu sistem kepercayaan yang memuat nilai-nilai dan ide-ide yang diorganisasi secara rapi sebagai basis filsafat, sains, program social ekonomi politik yang menjadi pantangan hidup, aturan berpikir, merasa


(39)

Dalam buku An Introductory Guide to Cultural Theory and Popular

Culture (1993) dalam edisi bahasa Indonesia berjudul Teori Budaya dan

Budaya Pop: Memetakan Landskap Konseptual Cultural Studies, John Storey

mengulas 5 konsep ideologi: pertama, ideologi mengacu pada suatu pelembagaan gagasan secara sistematis yang diartikulasikan oleh sekelompok masyarakat tertentu. Kedua, ideologi sebagai upaya penopengan dan penyembunyian realitas tertentu. Ketiga, defenisi ideologi yang terkait dengan defenisi kedua yakni ideologi yang mengejawantah dalam bentuk-bentuk ideologis. Keempat, ideologi bukan hanya sebagai pelembagaan ide sebagaimana defenisi pertama, tetapi juga sekaligus praktik material. Kelima, ideologi yang difungsikan pada level konotasi (tersirat), makna sekunder, makna yang seringkali tidak disadari yang terdapat pada teks dan praktik kehidupan (Adams,2004:x-xiii).

Raymond William mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut dalam tiga ranah. Pertama, sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu. Kedua, sistem kepercayaan yang dibuat yang bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ketiga proses umum produksi makna dan ide. Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna (Eriyanto,2001:87-92).

II.5Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora macam


(40)

apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks (Eriyanto,2001:xv).

Tarigan (Sobur, 2004:48) mengatakan analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Kita menggunakan bahasa dalam kesinambungan atau untaian wacana. Tanpa konteks, tanpa hubungan-hubungan wacana yang bersifat antar kalimat dan suprakalimat maka kita sukar berkomunikasi dengan tepat satu sama lain.

Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pandangan pertama diwakili oleh kaum positivisme-empiris. Dalam paradigma ini, bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah kaidah sintaksis dan semantik.

Pandangan kedua disebut dengan konstruktivisme. Bahasa dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara.


(41)

Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, masupun strategi-strategi di dalamnya.

Dalam analisis wacana kritis, bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu. Ada beberapa karakteristik penting dari analisis wacana kritis, yaitu:

1. Tindakan

Di sini wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Orang berbicara atau menulis bukan ditafsirkan bahwa ia menulis atau berbicara untuk dirinya sendiri tetapi seseorang menulis dan berbicara untuk berinteraksi dan berhubungan dngan orang lain.

2. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana disini dipandang diproduksi, dimengerti dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.

3. Historis

Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Tentang bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu.

4. Kekuasaan

Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan dalam analisisnya. Wacana yang muncul tidak dipandang sebagai sesuatu yang


(42)

alamiah, wajar dan netral tetapi juga merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Kekuasaan dalam hubungannya dengan wacana erat kaitannya dengan kontrol. Seseorang yang mempunyai lebih besar kekuasaan bukan hanya menentukan bagian mana yang perlu ditampilkan dan mana yang tidak tetapi juga bagaimana ia harus ditampilkan.

5. Ideologi

Ideologi juga merupakan konsep yang sentral dalam analisis wacana kritis. Ini karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.

II.6 Analisis Wacana Theo van Leeuwen

Menurut van Leeuwen, istilah wacana yang sering digunakan sebagai bidang yang merupakan perluasan dari tuturan atau tulisan yang berhubungan yaitu sebuah teks. Ia juga menegaskan bahwa wacana adalah pengetahuan yang dibangun oleh masyarakat dari berbagai aspek realitas. Selanjutnya analisis wacana berati analisis atau teks yang diperluas atau jenis dari teks.

Theo van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Di sini ada kaitan antara wacana dan kekuasaan. Theo van Leeuwen membuat suatu model analisis yang bisa kita pakai untuk melihat bagaimana peristiwa dan aktor-aktor sosial tersebut ditampilkan dalam media, dan bagaimana suatu kelompok yang tidak punya akses menjadi pihak yang secara terus menerus dimarjinalkan


(43)

Lewat pemberitaan yang terus menerus disebarkan, media secara tidak langsung membentuk pemahaman dan kesadaran di kepala khalayak mengenai sesuatu. Wacana yang dibuat oleh media itu bisa jadi melegitimasi suatu hal atau kelompok dan mendelegitimasi dan memarjinalkan kelompok lain.

Analisis Theo van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Proses pengeluaran ini, secara tidak langsung bisa mengubah pemahaman khalayak akan suatu isu dan melegitimasi posisi pemahaman tersebut. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Inklusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto,2001:172).

Baik proses eksklusion maupun inklusion tersebut menggunakan apa yang disebut sebagai strategi wacana. Dengan memakai kata, kalimat, informasi atau susunan bentuk kalimat tertentu, cara bercerita tertentu, masing-masing kelompok dipresentasikan dalam teks.


(44)

Tabel 2

TINGKAT YANG INGIN DILIHAT

Eksklusi Apakah ada aktor (seseorang / kelompok sosial) yang dihilangkan atau disembunyikan dalam pemberitaan.

Bagaimana strategi yang dilakukan untuk menyembunyikan atau menghilangkan aktor sosial tersebut?

Inklusi Dari aktor sosial yang disebut dalam berita, bagaimana mereka ditampilkan? Dan dengan strategi apa permarjinalan atau pengucilan dilakukan?


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Harian umum Kompas merupakan surat kabar nasional yang tidak bisa dilupakan perannya dalam sjarah pers nasional di Indonesia. Hal ini karena harian Kompas termasuk harian yang memberi masukan dalam sejarah jurnalistik, khususnya jurnalistik surat kabar. Hal lain yang perlu diingat dari harian ini adalah manajemen yang diterapkan dalam organisasi harian merupakan sumbangsih terbesar yang pernah diberikan oleh harian Kompas kepada jurnalistik di Indonesia.

Sejumlah uraian di atas merupakan hasil kerja keras dari kedua tokoh pendiri harian Kompas yang sekaligus merupakan tokoh pers juga, yaitu Petrus Kanisius (PK) Ojong dan Jakob Oetama.

Pada tahun 1965, merupakan masa-masa dimana ide untuk mendirikan Kompas tersbut tercetus. Pada masa itu dimana PKI merajalela, hubungan PKI dan militer memburuk terutama Angkatan Darat, sampai akhirnya Letjen Ahmad Yani sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat (1962-1965) melemparkan ide agar Frans Seda – Menteri Perkebunan (1964-1966) menerbitkan koran. Ide itu sejalan pula dengan terbitnya koran-koran yang bernaung di bawah partai atau corong partai. Frans Seda selaku ketua umum Partai Katolik menanggapi ide tersebut. Ia dan Jakob Oetama serta PK Ojong menggarap ide mendirikan koran. Ditetapkan nama Bentara Rakyat yang secara harafiah berarti pegawai rakyat yang sebenarnya bukanlah PKI.


(46)

Suatu saat ketika Bentara Rakyat hampir terbit, Frans Seda datang ke Presiden Soekarno untuk urusan dinas selaku Menteri Perkebunan. Bung Karno mendsak Partai Katolik untuk mnerbitkan sebuah Koran. Bung Karno sudah mendengar bahwa Frans Seda dengan rekan-rekannya dari Partai Katolik akan mendirikan Koran. Ketika disebut nama Bentara Rakyat, Bung Karno menyarankan nama “KOMPAS” agar jelas sebagai penunjuk arah. Jadilah dipilih KOMPAS sebagai nama sedangkan Bentara Rakyat dipilih sebagai nama yayasan yang menerbitkan Kompas. PKI berekasi keras dengan terbitnya Kompas, dengan menghasut rakyat dengan ledekan kepanjangan Kompas adalah Komando Pastor. Plesetan kata “Komando Pastor” lebih gencar ditiupkan oleh kaum komunis pada saat itu, dengan maksud menjatuhkan nama Kompas. Kemudian ada pula yang ingin menggantikan nama “KOMPAS” menjadi “Komt Pas Morgen” artinya “KOMPAS” yang akan datang pada keesokan harinya karena memang sering telat terbit.

Para pendiri yayasan Bentara Rakyat adalah pemimpin dari organisasi-organisasi Katolik, seperti Partai Katolik, Pemuda Katolik, Wanita Katolik, PMKRI. Pengasuh sehari-hari dipegang oleh dua serangkai Jakoeb Oetama dan PK Ojong dengan otonomi profesional yang penuh.

Karena pada saat itu PKI menguasai aparatur khususnya aparatur perizinan di pusat dan daerah, proses minta izin usaha dan izin terbit menemui kesulitan. PKI agaknya tidak mentolerir saingan dari sebuah harian yang menurut mereka pasti merupakan saingan berat. Namun, tahap demi tahap dengan penuh ketekunan dan masukan dari seluruh ormas Katolik, semua rintangan dapat


(47)

Daerah Militer V Jaya. Pada tanggal 28 juni 1965 di Kramat Jaya Jakarta, tepatnya di percetakan PN Eka Grafika. PK Ojong dan Jakoeb Oetama memulai aktivitas mereka untuk menghasilkan edisi pertama harian Kompas.

Penampilan pertama Kompas memang berantakan. Tatanan wajahnya tidak karuan, memiliki gambar kurang terang dan sama sekali belum memiliki tambahan pernak pernik untuk mempercantik diri. Justru, di balik segala keterbatsana serta kekurangan itu, para pengelolanya seperti dipacu untuk terus menerus memperbaiki diri.

Dalam kondisi serba kekurangan itu, kemudian diletakkan dalam dasar profesional, sehingga ketika meletusnya Gerakan 30 September PKI, tiga bulan kemudian timbulnya Orde Baru, Kompas sudah siap menampung dan dengan pesat berkembang menjadi suatu harian yang dapat diandalkan dan berpengaruh, baik sebagai sumber pemberitaan maupun sebagai sumber opini. Seperti pada umumnya terjadi dalam pertumbuhan media pers di Indonesia, Kompas selama awal perkembangannya, dicetak di percetakan orang lain, sebelum membangun percetakan sendiri. Untuk pertama kalinya dicetak, di atas mesin cetak duplex, yang sederhana, sebelum kemudian pindah, ke mesin cetak rotasi. Lalu pada tahun 1972, Kompas mulai mencetak sendiri, yaitu di percetakan GRAMEDIA. Semula Kompas hanya terdiri, dari empat halaman sama seperti harian lainnya. Kemudian menjadi enam belas halaman, yakni batas maksimum surat kabar yang diperbolehkan pemerintah. Kantor redaksi Kompas pertama masih menumpang di kantor redaksi majalah intisari, yang mnempati salah satu ruang di kantor percetakan PT Kinta, Jakarta Kota. Oleh karena alasan percetakan jauh, maka redaksi malam juga menumpang di redaksi majalah penabur, bertempat di Jalan


(48)

Kramat. Sejak Juli 1986, sesuai dengan ketentuan pemerintah, dua kali dalam sminggu, Kompas dapat menambah halamannya menjadi dua puluh halaman. Kompas semula yang hanya diarmadai oleh lima belas wartawan, namun kini ada skitar 300 wartawan dan 8 koresponden di luar negeri.

Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional. Pada tahun 2004, tiras hariannya mencapai 530.000 eksemplar, khusus untuk edisi Minggunya malah mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca koran ini mencapai 2,25 juta orang di seluruh Indonesia.

Sepanjang sejarahnya, Kompas pernah dua kali dilarang terbit oleh pemerintah, dan kedua peristiwa itu merupakan larangan massal. Setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965, Kompas bersama kebanyakan harian lainnya dilarang terbit mulai edisi 2 Oktober 1965 dan baru diizinkan beredar kembali tanggal 6 Oktober 1965. larangan ini dikeluarkan ole Penghuasa pelaksana Perang Daerah (Pepelrada) Jakarta Raya. Pada saat itu hanya harian ”Angkatan Bersenjata” dan ”Berita Yudha” -dimana keduanya didukung tentara- yang boleh terbit.

Larangan terbit kedua kali di alami setelah terjadinya demonstrasi mahasiswa pada akhir tahun 1977 dan awal 1978. Kompas termasuk dianatar tujuh harian yang dilarang terbit antara tanggal 21 Januari 1978 dan 5 Februari 1978. enam harian lainnya adalah ”Sinar Harapan”, ”Merdeka”, ”Pelita”, ”The Indonesian Time”, ”Sinar Pagi”, dan ”Pas Sore” (sekarang Harian Terbit). Pada waktu yang sama pula dilarang terbit sedikitnya tujuh penerbitan pers mahasiswa di berbagai Universitas Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan Palembang.


(49)

Struktur Organisasi

Penerbit : PT Kompas Media Nusantara

SIUPP : SK Menpen No. 013/SK?Menpen/SIUPP/A.7/1985 tanggal 19 November 1985

Percetakan : PT. Gramedia Pemimpin Perusahaan : Lukas Widjaja Manajer Iklan : Lukas Widjaja Manajer Sirkulasi : Sugeng Hari Santoso Kepala Litbang : Daniel Dhakidae Wakil : Bestian Nainggolan Manajer Diklat : Agnes Ariastiani

Alamat : Jl.Palmerah Selatan 26-28 Jakarta 10270

Visi, Misi dan Motto Harian Kompas Visi Harian Kompas

Kompas memiliki visi yang merupakan hal yang ingin dicapai oleh Kompas dalam kedudukannya sebagai media. Adapun visi Kompas yaitu ”Menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat, serta menjunjung tinggi asas dan nilai kemanusiaan.”

Misi Harian Kompas

Misi merupakan langkah yang ditempuh suatu institusi atau badan dalam mencapai tujuannya. Adapun misi harian Kompas adalah ”mengantisipasi dan


(50)

merespon dinamika masyarakat secara profesional, sekaligus memberi arah perubahan (Trend Setter) dengan menyediakan dan menyebarluaskan informasi yang terpercaya.”

Motto Harian Kompas

Harian Kompas mengemban motto ”Amanat Hati Nurani Rakyat”. Motto ini merupakan hasil pilihan dan perenungan yang matang, timbul dari keprihatinan, penghayatan dari nasib hati nurani rakyat yang pada saat itu tersumbat akibat dimanipulasi oleh PKI.

Nilai-nilai Dasar Harian Kompas

Harian Kompas menganut falsafah bahwa seluruh kegiatan dan keputusan yang akan diambil harus berdasarkan pada nilai-nilai dasarnya. Dan dengan mengikuti nilai-nilai dasar tersebut berfungsi untuk memuaskan pelanggan. Adapun nilai-nilai dasar harian kompas adalah :

• Menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabatnya

• Mengutamakan watak baik

• Profesionalisme

• Semangat kerja tim

• Berorientasi pada kepuasan konsumen (pembaca, pengiklan, mitra kerja, penerima proses selanjutnya)


(51)

III.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan dipakai dalam penelitian ini menggunakan model analisis wacana yang dibuat oleh Theo van Leeuwen. Analisis van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan dalam pemberitaan.

III.3 Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah berita tentang perseteruan Polri dan KPK terkait pemanggilan pejabat KPK oleh Polri sampai penetapan tersangka dua pimpinan KPK di surat kabar Kompas yang terbit pada tanggal 1 September hingga 30 September 2009.

III.4 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah surat kabar Kompas yang memuat berita tentang perseteruan Polri dan KPK terkait pemanggilan pejabat KPK oleh Polri sampai penetapan tersangka dua pimpinan KPK yang terbit pada tanggal 1 September hingga 30 September 2009.


(52)

III.5 Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang berhubungan dengan penelitian dikumpulkan melalui: a. Studi dokumenter, yaitu data-data unit analisis dikumpulkan dengan cara

mengumpulkan data dari bahan-bahan tertulis pada harian Kompas yang memuat berita perseteruan Polri dan KPK.

b. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur serta tulisan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

III.6 Unit dan Tingkat Analisis Data

Unit analisis adalah data yang dapat diamati langsung. Unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh isi berita pada surat kabar harian Kompas yang memuat pemberitaan mengenai pemanggilan pejabat KPK oleh Polri sampai penetapan tersangka dua pimpinan KPK. Sedangkan tingkat analisisnya adalah wacana yang dipakai dalam mengkonstruksi berita mengenai perseteruan Polri dan KPK terkait pemanggilan pejabat KPK oleh Polri sampai penetapan tersangka dua pimpinan KPK.

III.7 Metode Analisis Data

Unit-unit sampel isi berita dipaparkan secara keseluruhan mengingat analisis wacana membutuhkan penafsiran objektif terhadap keseluruhan isi teks.


(53)

Setiap teks berita akan dianalisis dengan menggunakan kerangka analisis wacana Theo Van Leeuwen. Teks tersebut akan dianalisis, baik pemilihan kata yang digunakan hingga pembentukan kalimat yang dimuat dalam pemberitaan, mulai dari judul hingga isi berita tersebut.

 Tahapan eksklusi : Bagaimana penggunaan kata dan kalimat dalam teks berita untuk melakukan eksklusi atau pengeluaran terhadap seseorang/pihak tertentu, sehingga orang/pihak tersebut ‘hilang’ dari pemberitaan.

 Tahapan inklusi : bagaimana kata dan kalimat digunakan untuk melakukan inklusi atau pemasukan seseorang atau pihak tertentu ke dalam pemberitaan.

 Penarikan kesimpulan atau generalisasi fakta, yaitu melihat temuan/hasil secara keseluruhan dari penelitian dan ditarik kesimpulan mengenai subjek yang diteliti.


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan ini akan menelaah analisis wacana dalam mencitrakan posisi KPK dan Polri terkait perseteruan KPK dan Polri di dalam surat kabar Kompas. Setelah dilakukan pengumpulan data, diperoleh 8 berita yang memuat tentang perseteruan KPK dan Polri.

4.1 Analisa Data

Dalam studi analisis teks berita, paradigma kritis teruatam berpandangan bahwa berita bukanlah sesuatu yang netral dan menjadi ruang publik dari pandangan yang berseberangan dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis wacana kritis dengan metode analisis Theo van Leeuwen. Model ini secara umum melihat bagaimana aktor dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana serta menggambarkan bagaimana aktor ditampilkan dalam pemberitaan. Analisis van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran (exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Inclusion berhubungan dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu


(55)

Tabel 3 Judul Pemberitaan di Harian Kompas

No Tanggal Judul Pemberitaan

1 14 September 2009 Hentikan Pemanggilan Para Pejabat KPK 2 16 September 2009 Presiden Perlu Segera Turun Tangan 3 17 September 2009 Jangan Lindungi Koruptor

4 26 September 2009 Jadi Tersangka, Kepala Polri : Tak ada Dendam kepada KPK

5 27 September 2009 Kepala Polri Dibantah 6 28 September 2009 Dugaan Penyuapan

7 29 September 2009 Status Pimpinan KPK, Wapres Desak Polri Lekas Tuntaskan

Analisis Wacana Berita Perseteruan KPK dan Polri di harian Kompas

Senin, 14 September 2009

Hentikan Pemanggilan Para Pejabat KPK Citra Polisi Bisa Rusak bila Diteruskan

Pemanggilan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dimintai keterangan terkait dengan dugaan kasus penyalahgunaan wewenang di komisi itu sebaiknya segera dihentikan. Sebab, analisis polisi dalam kasus itu terlihat belum matang.

“Citra polisi dapat rusak jika pemanggilan diteruskan karena kasusnya masih samar-samar. Apalagi jika nanti tidak ditemukan cukup bukti, bagaimana penilaian masyarakat terhadap polisi, terutama Badan Reserse dan Kriminal Polri?” tanya pengajar Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, Minggu (13/9) di Jakarta.

Pada Jumat lalu, empat pimpinan KPK, yaitu Chandra Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin, dan Haryono datang ke Markas Besar Polri dan diperiksa


(56)

Menurut Haryono, dia dan tiga temannya diperiksa terkait dengan pelaksanaan tugas KPK, terutama pencekalan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo serta pencekalan dan pencabutan cekal mantan Direktur Utama PT Era Giat Prima Djoko Tjandra.

KPK telah menetapkan Anggoro sebagai tersangka karena diduga menyuap Ketua Komisi IV DPR (saat itu) Yusuf Emir Faisal. Adapun Djoko Tjandra pernah dicekal karena diduga terlibat penyuapan yang dilakukan Artalyta Suryadi dan mantan jaksa Urip Tri Gunawan. Namun, pencekalan itu dicabut pada September 2008 karena KPK tidak memiliki cukup bukti untuk melakukan proses hukum selanjutnya.

Belum matangnya analisis polisi terhadap kasus di KPK, lanjut Bambang, erlihat dari bentuk kasus yang berbeda-beda. Awalnya berkembang kabar yang dipermasalahkan adalah penyadapan KPK terhadap Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen dan Rani Juliani. Lalu, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji mengatakan, pimpinan KPK dipanggil terkait kasus PT Masaro dalam testimoni Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. Dalam testimoninya, Antasari menulis, sejumlah pimpinan KPK menerima uang dari PT Masaro.

Namun, empat pimpinan KPK itu ternyata diperiksa dalam kasus pencekalan terhadap Anggoro Widjojo dan Djoko Tjandra. “Polisi hanya menangani masalah pidana dan saya tidak tahu, pidana apa yang diduga dilakukan KPK dalam pencekalan itu? sebab, secara hukum, KPK memang berwenang mencekal,” tutur Bambang.

Sebelum analisis kasusnya matang, polisi sebaiknya menghentikan dahulu pemanggilan pimpinan KPK. “Nanti jika sudah diketahui secara lebih jelas tindak pidananya, pimpinan KPK itu dipanggil lagi untuk diperiksa, bahkan kalau perlu dikenakan proses hukum selanjutnya, “ ucap Bambang.

Polisi Rugi Sendiri

Juru bicara Komite Bangkit Indonesia, Adhie Masardi, bahkan menilai, pengusutan polisi terhadap kasus di KPK harus dihentikan. Sebab, sudah tidak wajar dan terlihat penuh muatan politik, yaitu untuk melemahkan KPK.

“Jika polisi ngotot meneruskan pengusutan kasus ini, mereka sendiri yang akan dirugikan,” ucap Adhie sambil mengingatkan tentang hasil survei Transparansi Internasional Indonesia tahun 2007. Saat itu, polisi dipersepsikan sebagai lembaga paling korup.

Sementara itu, pengajar Hukum Pidana di Universitas Indonesia, Rudi Satriyo, melihat, yang diserang dalam kasus ini adlah institusi KPK, bukan orang per orang. “Dalam kondisi seperti ini, seharunsnya Presiden segera turun tangan untuk menyelamatkan institusi KPK,” ucapnya.

Sekretaris Jenderal Transparansi Inernasional Indonesia Teten Masduki, saat dihubungi di Jakarta, kemarin, mengatakan, Presiden sebaiknya menegur Polri.


(57)

“Dengan demikian, upaya pemberantasan tindakan korupsi terancam. Tindakan Polri semacam ini bisa dinilai mewakili kepentingan para koruptor yang selam ini dinilai telah ketakutan terhadap KPK,” ungkapnya.

Menurut Teten, langkah Polri terhadap KPK dikhawatirkan dapat mengancam agenda pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh Presiden.

“Sebaiknya KPK dapat meneruskan penyidkan dan penyelidikan kasus-kasus korupsi lainnya, seperti kasus-kasus dugaan suap seorang perwira tinggi Polri dalam kasus Bank Century,” ujar Teten.

Proses inklusi terjadi dalam berita ini, yaitu :

a. Objektivasi-Abstraksi

Objektivasi Dalam testimoninya, Antasari menulis, empat pimpinan KPK menerima uang dari PT Masaro.

Abstraksi Dalam testimoninya, Antasari menulis, sejumlah pimpinan KPK menerima uang dari PT Masaro.

Dalam kalimat pertama jelas disebutkan bahwa ada empat orang pimpinan KPK yang menerima uang dari PT Masaro sedangkan pada kalimat kedua tidak disebutkan berapa jumlahnya tetapi diwakilkan dengan kata “sejumlah”. Penggunaan strategi wacana ini sering kali digunakan bukan karena ketidaktahuan wartawan atau penulis berita tapi lebih kepada cara untuk menampilkan sesuatu. Dengan penggunaan kata “sejumlah” maka khalayak akan merepresentasikannya dengan berbeda. Bisa saja tidak hanya empat orang tapi lebih, karena kata “sejumlah” tidak mempunyai batasan angka.

b. Determinasi-Indeterminasi

Indeterminasi Sebaiknya KPK dapat meneruskan penyidikan dan penyelidikan kasus-kasus korupsi lainnya, seperti kasus dugaan suap seorang perwira tinggi Polri yaitu Susno Duadji dalam kasus Bank Century.

Determinasi Sebaiknya KPK dapat meneruskan penyidikan dan penyelidikan kasus-kasus korupsi lainnya, seperti kasus dugaan suap seorang perwira tinggi Polri dalam kasus Bank Century.


(58)

Dalam kalimat pertama, jelas disebutkan nama perwira tinggi Polri yang diduga terkait kasus Bank Century, sedangkan dalam kalimat kedua tidak disebutkan siapa nama perwira tinggi yang diduga terlibat kasus Bank Century. Ketika disebutkan namanya secara jelas, disana artinya ditunjuk secara spesifik sedangkan pada kalimat kedua, khalayak yang tidak mengetahuinya akan menduga-duga sehingga pemberitaan menjadi bias. Perwira tinggi Polri bukan hanya satu orang, jadi khalayak akan memiliki persepsi yang berbeda yang bisa mengaburkan fakta.

c. Asosiasi-Disosiasi

Disosiasi Jika polisi ngotot meneruskan pengusutan kasus ini, mereka sendiri yang akan dirugikan,” ucap Adhie

Asosiasi Jika polisi ngotot meneruskan pengusutan kasus ini, mereka sendiri yang akan dirugikan,” ucap Adhie sambil mengingatkan tentang hasil survei Transparansi Internasional Indonesia tahun 2007. Saat itu, polisi dipersepsikan sebagai lembaga paling korup.

Dalam kalimat pertama, disebutkan agar polisi diharapkan untuk menghentikan kasus ini, sedangkan dalam kalimat kedua harapan agar polisi menghentikan kasus ini dihubungkan dengan hasil survei Transparansi Internasional Indonesia tahun 2007. Saat itu, polisi dipersepsikan sebagai lembaga paling korup. Khalayak akan langsung membayangkan adanya hubungan antara dua hal ini. Padahal sebenarnya kedua hal ini tidak jelas kaitannya.

Disosiasi Sangkaan terhadap empat pimpinan KPK dinilai tidak tepat. Asosiasi Sangkaan terhadap empat pimpinan KPK dinilai dapat

dikategorikan sebagai kriminalisasi penegak hukum oleh KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.


(59)

Dalam kalimat pertama, sangkaan terhadap empat pimpinan KPK dinilai kurang tepat, sedangkan dalam kalimat kedua sangkaan terhadap KPK dikaitkan dengan kriminalisasi penegak hukum oleh KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Dengan penggunaan strategi asosiasi maka khalayak membayangkan dan menghubungkan bahwa kedua kasus ini berkaitan/berhubungan.

Disosiasi Menurut Teten, langkah Polri terhadap KPK kurang tepat. Asosiasi Menurut Teten, langkah Polri terhadap KPK dikhawatirkan

dapat mengancam agenda pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh Presiden.

Dalam kalimat pertama, disebutkan bahwa langkah Polri dirasa kurang tepat, sedangkan dalam kalimat kedua, langkah polri terhadap KPK dikaitkan dengan ancaman agenda pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh Presiden. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan persepsi lain oleh khalayak. Khalayak langsung menghubungkannya dengan hal yang lebih luas yaitu terancamnya agenda pemberantasan korupsi padahal hal ini belum tentu benar..

Rabu, 16 September 2009

Presiden Perlu Segera Turun Tangan KPK Harus Jalan Terus

Presiden Susilo Bambang yudhoyono perlu turun tangan pada kasus pemeriksaan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal itu bukan intervensi hukum, melainkan mencegah berlarut-larutnya “pertengkaran” KPK dan Polri.

Selain itu, turun tangannya Presiden juga untuk mencegah jangan sampai kepentingan segelintir oknum dibiarkan berkembang dalam kasus ini.

“Semua orang sama di depan hukum. Oknum KPK juga bisa salah. Tetapi, ketika buktinya tidak kuat seperti yang sekarang terjadi (pemeriksaan pimpinan KPK) hingga ada kesan diada-adakan, persoalannya menjadi lain,” kata mantan


(60)

Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Selasa (15/9) di kantor KPK, Jakarta, terkait sikap diam Presiden tersebut.

Selasa, Erry ke KPK untuk mengantar kepergian dua wakil ketua KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad ianto, untuk diperiksa polisi terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencegahan (larangan ke luar negeri) Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo serta pencegahan dan pencabutan pencegahan mantan Direktur Utama PT Era Giat Prima Djoko S Tjandra.

Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia (TII) Teten Masduki juga menyarankan agar KPK mencari dukungan politis ke Presiden dan DPR. Presiden bisa mengambil tindakan demi misi pemberantasan korupsi di Indonesia. “KPK harus maju terus. Periksa kekayaan polisi dan jaksa. KPK punya wewenang untuk itu,” kata dia lagi.

Wakil Ketua KPK M Jasin menyatakan, pihaknya masih melihat semua perkembangan yang terjadi dalam pemeriksaan oleh polisi itu.

“Jika sangkaannya adalah penyalahgunaan wewenang seperti dalam mencekal dan menggeledah, sudah kami tegaskan berkali-kali, hal itu dilakukan sesuai standar prosedur operasi dan undang-undang,” tegas dia.

Presiden Yudhoyono, melalui Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng semalam, menyatakan tak bisa ikut campur soal saling periksa yang terjadi antara KPK dan Polri.

Menurut Mallarangeng, selain tugas kedua lembaga itu berbeda, keduanya menjalankan kewenangannya pula. “Yang penting pemberantasan korupsi berjalan dan dijalankan kedua lembaga itu,” katanya.

Menurut dia, beberapa waktu lalu, Presiden Yudhoyono mempertemukan KPK dengan Polri dalam sebuah rapat koordinasi. Rapat koordinasi pemberantasan korupsi pernah dilakukan pada 13 Juli lalu bersama dengan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Polri.

Anggota Komisi III DPR, Topane Gayus Lumbuun, menilai wajar Polri memeriksa pimpinan KPK atau sebaliknya, KPK memeriksa petinggi Polri. Namun, keduanya harus memiliki bukti yang kuat.

Proses eksklusi terjadi dalam berita ini, yaitu:

a. Pasivasi

Aktif Tetapi, ketika buktinya tidak kuat seperti yang sekarang terjadi (pemeriksaan pimpinan KPK) hingga ada kesan polisi mengada-adakan, persoalannya menjadi lain

Pasif Tetapi, ketika buktinya tidak kuat seperti yang sekarang terjadi (pemeriksaan pimpinan KPK) hingga ada kesan diada-adakan, persoalannya menjadi lain.


(61)

disini menghilangkan aktor dari pemberitaan dan lebih menyorot pada objek. Perhatian khalayak hanya tertuju kepada siapa yang menjadi korban. Khalayak tidak akan berpikir kritis dengan memikirkan siapa subjeknya.

Proses Inklusi terjadi dalam berita ini, yaitu :

a. Objektivasi-Abstraksi

Objektivasi Sudah kami tegaskan 4 kali, hal itu dilakukan sesuai standar prosedur operasi dan undang-undang

Abstraksi Sudah kami tegaskan berkali-kali, hal itu dilakukan sesuai standar prosedur operasi dan undang-undang

Dalam kalimat pertama disebut secara jelas berapa kali KPK menegaskan bahwa hal yang mereka lakukan sesuai standar dan hukum yang berlaku. Sedangkan dalam kalimat keuda dibuat dengan kata yang abstrak yaitu “berkali-kali”. Pemakaian kata berkali-kali sering digunakan bukan karena ketidaktahuan narasumber tetapi lebih kepada strategi untuk menampilkan sesuatu. Dengan kata “berkali-kali”, khalayak bisa mempersepsikan bahwa polisi dalam hal ini tidak mau tahu dan keras kepala sehingga pembelaan “berkali-kali´oleh KPK tidak digubris. Tentu saja dengan pernyataan ini akan menimbulkan citra buruk polri.

Kamis, 17 September 2009

Jangan Lindungi Koruptor Sikap Polisi Dipertanyakan

Sikap kepolisian yang menetapkan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan sangkaan penyalahgunaan wewenang dalam penekalan dan pencabutan cekal telah menimbulkan tanda tanya publik. sikap polisi itu justru terkesan melindungi para koruptor, yaitu Anggoro Widjojo dan Djoko Tjandra.

Kecurigaan terhadap sikap polisi ini disampaikan Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia (TII) Teten Masduki dan Direktus Eksekutif


(1)

pimpinan KPK Pimpinan KPK Indeterminasi Determinasi-Indeterminasi Dugaan Penyuapan Pimpinan KPK Pimpinan KPK Antasari Determinasi-Indeterminasi Determinasi-Indeterminasi Asosiasi-Disosiasi Status Pimpinan KPK, Wapres Desak Polri Lekas Tuntaskan

KPK Pasivasi Agar sorotan khalayak lebih

ditujukan kepada Susno

Polri Asosiasi-Disosiasi


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Dalam pemberitaan di surat kabar Kompas, proses proses eksklusi banyak terjadi kepada polisi. Polisi dikeluarkan dari pemberitaan dilakukan agar perhatian khalayak lebih ditujukan kepada aktor lainnya (korban) yaitu KPK. Selain itu, Polri juga mengalami inklusi dengan menggunakan strategi Asosiasi. Dengan menggunakan strategi wacana Asosiasi, langkah-langkah yang diambil Polri dikaitkan dengan hal-hal seperti diskrimasi hukum dan mengancam agenda pemberantasan korupsi. Padahal hal ini belum tentu berkaitan tetapi khalayak bisa saja langsung menghubungkannya. Sedangkan proses inklusi banyak terjadi pada pimpinan KPK. Dalam pemberitaannya KPK sering direpresentasikan sebagai pihak yang tidak bersalah. Upaya-upaya yang dilakukan kepada KPK disebabkan KPK adalah lembaga yang ditakuti oleh para koruptor. Jadi banyak pihak-pihak yang ingin menjatuhkan KPK.

2. Dari analisis yang telah dilakukan, harian Kompas cenderung lebih membela KPK. Hal ini dapat disimpulkan dari beberapa hal antara lain pemberitaan yang cenderung berpihak kepada KPK dan wawancara yang cenderung hanya kepada pihak-pihak yang memihak KPK sedangkan narasumber dari pihak Polri sangat sedikit.


(3)

V.2 Saran

Pemberitaan secara netral seharusnya menjadi pegangan wartawan dalam pemberitaan, apalagi kasus KPK dan Polri dimana melibatkan nama dua lembaga yang besar di Indonesia. Kecenderungan wartawan mewawancarai satu pihak yaitu KPK akan mengaburkan fakta dan membuat khalayak tidak kritis dan lebih berpihak kepada KPK. Oleh sebab itu hal ini harus dihindari dengan melakukan pemberitaan dengan netral.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, Ian. 2004. Ideologi Politik Mutakhir, Konsep, Ragam, Kritik dan Masa Depannya. Yogyakarta:Qalam

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi:Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi. Tangerang: Karisma Publishing Group

Cangara, Hafied. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Effendy, Onong Uchjana. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Effndy, Onong Uchjana.2004. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:LkiS

Lull, James. 1998. Media Komunikasi Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitan Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya


(5)

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendy. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES

Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media :Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Sudibyo, Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta :LkiS

Sumadiria, AS Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia : Menulis Berita dan Feature.

Bandung: Simbiosa Rakatama Media

Trimansyah, Bambang. 2002. Jurnalistik Untuk Remaja. Jakarta: Impresindo

Sumber lainnya :

http://id.wikipedia.org/wiki/Kompas_(surat _kabar) diakses pada tanggal 20 Oktober 2009 pukul 19.20

19.30


(6)

Biodata

Data Pribadi

Nama : Pertiwi Palentina Ginting Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe/26 Oktober 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Bahagia Gg. Tapian Nauli No.24 P. Bulan

Telepon : 085275757189

Email : wiwi_itink@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

- SD Sint Yoseph Kabanjahe 1994-2000

- SMP Negeri 1 Kabanjahe 2000-2003

- SMU Negeri 1 Matauli Pandan 2003-2006

- Jurusan Ilmu Komunikasi Program Studi Humas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Angkatan 2006


Dokumen yang terkait

Pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan KPK Dan POLRI (Analisis Framing Terhadap Pembentukan Citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terkait Perseteruan Polri dan KPK Pada Surat Kabar Kompas)

1 52 118

POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 6 16

SKRIPSI POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 4 13

PENDAHULUAN POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 3 47

Deskripsi Objek Penelitian POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 3 34

KESIMPULAN DAN SARAN POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI (Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional: Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia edisi Rabu, 1 Agustus 2012).

0 4 14

KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Kecenderungan Ketidakberpihakan Media Konflik KPK dan POLRI Dalam Pemberitaan Surat

0 2 13

PENUTUP KONFLIK KPK DAN POLRI DALAM PEMBERITAAN DI SURAT KABAR KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Kecenderungan Ketidakberpihakan Media Konflik KPK dan POLRI Dalam Pemberitaan Surat Kabar Kompas dan Koran Tempo Periode Agustus 2012-Oktober 2012).

0 4 59

Pemberitaan Konflik KPK-Polri di Majalah Tempo dan Detik.

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Framing terhadap Pemberitaan Perseteruan KPK vs Polri dalam Harian Suara Merdeka dan Jawa Pos

0 0 15