3. Penampilan visual eksplan. Penampilan visual diamati dengan mengambil
gambar eksplan menggunakan kamera pada 0, 4, 8, dan 12 MSP. Variabel pengamatan ini digunakan sebagai penunjang hasil pengamatan variabel lainnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1.
Peningkatan konsentrasi benziladenin BA dalam media Murashige dan Skoog MS dari 1 mgl menjadi 4 mgl dan 6 mgl meningkatkan rata-rata jumlah
propagul pisang ‘Kepok Kuning’ yang dikulturkan in vitro selama 28 minggu setelah perlakuan MSP dari 0,8 menjadi 1,9 dan 3,3 propagul per eksplan.
Peningkatan konsentrasi BA dalam media MS dari 1 mgl menjadi 6 mgl meningkatkan rata-
rata jumlah propagul pisang ‘Raja Bulu’ eksplan sekunder yang dikulturkan in vitro selama 12 MSP dari 1,6 menjadi 2,8 propagul per
eksplan. 2.
Dibandingkan dengan media MS yang mengandung BA saja, penambahan 0,01 mgl thidiazuron TDZ bersamaan dengan BA dapat meningkatkan rata-rata
jumlah propagul pisang ‘Kepok Kuning’ yang dikulturkan in vitro selama 28
MSP dari 1,3 menjadi 2,1 propagul per eksplan namun tidak meningkatkan rata-rata jumlah propagul
pisang ‘Raja Bulu’ eksplan sekunder yang dikulturkan in vitro selama 12 MSP.
3. Rata-rata jumlah propagul pisang ‘Kepok Kuning’ terbanyak 3,0 – 3,5
propagul per eksplan yang dikulturkan in vitro selama 28 MSP didapatkan pada media MS+6 mgl BA tanpa ataupun dengan 0,01 mgl TDZ.
Rata- rata jumlah propagul pisang ‘Raja Bulu’ terbanyak 3,8 propagul per
eksplan yang dikulturkan in vitro selama 12 MSP didapatkan pada media MS+6 mgl BA+0,01 mgl TDZ.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian mengenai
multiplikasi tunas pisang ‘Kepok Kuning’ dan ‘Raja Bulu’ dengan konsentrasi BA yang relatif tinggi dengan kisaran 5 – 20 mgl
dan dilakukan penelitian mengenai penggunaan TDZ secara tunggal untuk mengetahui pengaruh TDZ pada pembentukan nodul.
PUSTAKA ACUAN
Ahmad, I., T. Hussain, I. Ashraf, dan M. Nafees. 2013. Lethal effects of
secondary metabolites on plant tissue culture. Agric. Environ. Sci., 13 4: 539-547.
Al-Amin, M.D., M.R. Karim, M.R. Amin, S. Rahman, dan A.N.M. Mamun. 2009. In vitro micropropagation of banana Musa spp.. Agril. Res, 34 4: 645-
659. Avivi, S. dan Ikrarwati. 2004. Mikropropagasi pisang Abaca Musa textilis Nee
melalui teknik kultur jaringan. Ilmu Pertanian, 11 2: 27-34. Bhosale, U.P., S.V. Dubhasigi, N.S. Mali, dan H.P. Rathod. 2011. In vitro shoot
multiplication in different spesies of banana. Asian Journal of Plant Science and Research, 1 3: 23-27.
Billah, T, L. Nuryati, Noviati, A.A. Susanti, dan Suyati. 2014. Outlook Komoditi Pisang. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jendral
Kementrian Pertanian. Cahyono, B. 2013. Pisang: Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Damayanti, F. dan I. Roostika. 2010. Koleksi plasma nutfah pisang secara ex vitro
dan in vitro serta kajian sitologi dan analisa keragaman antarkarater berdasarkan penanda fenotipe. Jurnal Ilmiah Faktor Exacta, 3 2: 145-
157.
Damayanti, F. dan Samsurianto. 2010. Konservasi in vitro plasma nutfah untuk aplikasi di bank gen. Bioprospek 7 2 : 1-6.
Dayarani, M. dan Dhanarajan. 2013. Control of excessive browning during in- vitro regeneration of musa laterita. Pharm Bio Sci, 43: 471
– 476. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura. 2005. Road Map
Pisang: Pasca Panen, Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pisang. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura.
Dun, E.A., B.J. Ferguson, dan C.A. Beveridge. 2006. Apical dominance and shoot branching. Divergent opinions or divergent mechanisms?. Plant
Physiology, 142: 812 –819.
FAO. 2014. FAO urges countries to step up action against destructive banana disease. http:www.fao.orgnewsstoryenitem223409icode. Diakses
pada 12 Oktober 2014.
FAOSTAT. 2014. Food and Agriculture Organization of The United Nations: Statistics Division. http:faostat3.fao.orgfaostat-gatewaygotohomeE.
Diakses pada 12 Oktober 2014.
Fertichem. T.t. Thidiazuron TDZ. Technical Bulletin. Fine Americas. T.t. Configure. Technical Information Bulletin.
George, E.F., M.A. Hall, dan G.J De Klerk. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition. Netherland: Springer Publishing.
Guo, B, B.H. Abbasi, A. Zeb, L.L. Xu, dan Y.H. Wei. 2011. Thidiazuron: A multi-dimensional plant growh regulator. African Journal of
Biotechnology, 10 45: 8984-9000. Isnaeni, N. 2008. Pengaruh TDZ terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Kultur In
Vitro Pisang Raja Bulu. Skripsi. Program Studi Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Jannah, H.F.K. 2014. Pengaruh Konsentrasi Benziladenin dan Kinetin terhadap Multiplikasi Tunas Pisang ‘Raja Bulu’ Genom AAB In Vitro. Skripsi.
Jurusan Agroteknologi. Universitas Lampung.
Jumari dan A. Pudjoarinto. 2000. Kekerabatan fenetik kultivar pisang di Jawa. Biologi, 2 9: 531-542.
Kasutjianingati, R. Poerwanto, Widodo, N. Khumaida, dan D. Effendi. 2011. Pengaruh media induksi terhadap multiplikasi tunas dan pertumbuhan
planlet pisang raja bulu AAB dan pisang tanduk AAB pada berbagai media multiplikasi. Argon. Indonesia, 39 3 : 180 -187.
Kumar, K.G., V. Krishna, Venkatesh, dan K. Pradeep. 2011. High Frequency regeneration of plantlets from immature male floral explants of Musa
paradisiaca cv. Puttabale-AB genome. Plant Tissue Cult. and Biotech, 21 2: 199-205.
Kusmianto, J. 2008. Pengaruh Thidiazuron Tunggal dan Kombinasi Thidiazuron dan Benzilaminopurin terhadap Pembentukan Tunas dari Potongan Daun
Dendrobium antennatum Lindl. secara In Vitro. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Indonesia. Depok.