Pengaruh TDZ terhadap inisiasi dan multiplikasi kultur in vitro pisang raja bulu (Musa paradisiaca L. AAB Group)

(1)

PENGARUH TDZ TERHADAP INISIASI DAN

MULTIPLIKASI KULTUR

IN VITRO

PISANG RAJA BULU

(

Musa paradisiaca

L. AAB Group)

Oleh Nurul Isnaeni

A34303015

PROGRAM STUDI AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

RINGKASAN

NURUL ISNAENI.

Pengaruh TDZ terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Kultur In Vitro Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group). Dibimbing oleh Sri Setyati Harjadi dan Darda Efendi.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kombinasi zat pengatur tumbuh Thiadiazuron dan IAA yang lebih baik dalam mempercepat multiplikasi tunas in vitro pisang Rajabulu. Di samping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa konsentrasi zat pengatur tumbuh, yaitu BAP 1 ppm (4.4 μM), BAP 2 ppm (8.9μM), TDZ 0.04 ppm (0.2μM) dan TDZ 0.08 ppm (0.4μM) terhadap kemampuan inisiasi tunas pisang Rajabulu.

Penelitian dilakukan di laboratorium kultur jaringan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, Institut Pertanian Bogor (IPB) Baranangsiang Bogor pada bulan Februari sampai bulan Juli 2007. Bahan tanaman atau eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anakan atau rebung pisang Rajabulu Polytani; biakan in vitro pisang Rajabulu Juara (subkultur ke-5 dari media MS0) dan biakan in vitro pisang Rajabulu Cianjur (subkultur ke-2 dari media BA 2 ppm). Beragamnya jenis pisang yang digunakan di sini karena kegagalan inisiasi dan keterbatasan bahan. Diasumsikan pisang dengan genom yang sama memiliki respon yang sama pada perlakuan yang sama.

Penelitian ini terdiri dari dua set percobaan. Percobaan pertama untuk inisiasi terdapat 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan dengan 7 ulangan sehingga terdapat 28 satuan percobaan satu faktor yaitu jenis sitokinin yang terdiri dari konsentrasi BAP 1 ppm (4.4 μM), BAP 2 ppm (8.9μM), TDZ 0.04 ppm (0.2μM) dan TDZ 0.08 ppm (0.4μM). Data tidak memiliki kontrol dan merupakan jumlah pertotal 7 eksplan yang ditanam sehingga tidak diolah secara statistik. Data percobaan disajikan secara deskriptif. Kondisi tersebut berakibat kesimpulan yang diambil dalam percobaan ini kurang kuat. Media inisiasi yang digunakan adalah media MS padat masing-masing ditambah sitokinin (TDZ atau BAP) sesuai perlakuan.

Pada percobaan kedua (multiplikasi) perlakuan merupakan kombinasi dari dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi Thiadiazuron yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0 ppm, 0.01 ppm, dan 0.1 ppm. Faktor kedua adalah konsentrasi IAA dengan dua taraf yaitu 0 ppm dan 3 ppm. Semuanya 6 kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan dengan 6 ulangan (untuk pisang Rajabulu Juara) total terdapat 36 satuan percobaan dan untuk pisang Rajabulu Cianjur masing-masing perlakuan dengan 7 ulangan sehingga total 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 1 botol kultur, masing-masing botol berisi 1 eksplan. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap.

Pengamatan dilakukan setiap minggu pada tahap inisiasi: jumlah tunas hidup, jumlah tunas mati dan jumlah tunas yang mengalami kontaminasi. Pada tahap multiplikasi dilakukan pengamatan respon pertumbuhan setiap minggu selama 8 MST yang meliputi: jumlah akar, jumlah tunas, jumlah daun. Pengamatan pertumbuhan kultur: panjang akar dan tinggi tanaman yang diamati menjelang aklimatisasi (10 MST). Sebagai data pendukung diamati keadaan visual kultur pada media inisiasi dan media multiplikasi seperti tingkat browning, dan warna daun.


(3)

Persen kematian pada percobaan inisiasi mencapai 35.7%. Nilai kematian eksplan terendah didapat pada perlakuan TDZ 0.04 ppm. Pada perlakuan lainnya (TDZ 0.08 ppm, BAP 1 ppm, dan BAP 2 ppm) jumlah eksplan yang mati nilainya sama yaitu 3 eksplan dari keseluruhan 7 eksplan yang ditanam. Penggunaan TDZ dengan konsentrasi 0.04 ppm diduga memicu inisiasi lebih cepat dibandingkan penyebaran senyawa fenolik yang terjadi pada eksplan, sehingga sel-sel yang ada dapat berfungsi normal. Penggunaan TDZ 0.04 ppm terbukti lebih baik bila dibandingkan dengan BAP.

Pada percobaan multiplikasi hasil analisis statistik menunjukkan bahwa media perlakuan tidak berpengaruh nyata pada jumlah tunas dan jumlah daun pisang Rajabulu Juara, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah akar pada 2 MST dan berpengaruh sangat nyata menurunkan jumlah akar 3-7 MST. Pada pengamatan yang dilakukan sebelum aklimatisasi (10 MST) didapati bahwa media perlakukan berpengaruh nyata pada panjang akar. Perlakuan TDZ dengan konsentrasi 0.1 dan 0.01 ppm terlihat menurunkan panjang akar. Akar terpanjang didapatkan pada kontrol, atau media tanpa penambahan ZPT. Peubah tinggi tunas in vitro pisang berbeda sangat nyata antara kontrol dan perlakuan TDZ. Konsentrasi TDZ 0.1 dan 0.01 ppm yang diberikan dapat mengurangi tinggi tanaman. Respon terbaik terhadap jumlah daun, jumlah tunas, jumlah akar, panjang akar dan tinggi tanaman diberikan oleh media kontrol.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa media perlakuan tidak berpengaruh nyata pada jumlah tunas pisang Rajabulu Cianjur hingga minggu terakhir pengamatan, tetapi berpengaruh nyata pada jumlah akar sejak 3 MST. Pada jumlah daun nilai yang berbeda nyata hanya diperoleh pada 6 MST. Pengamatan yang dilakukan sebelum aklimatisasi yaitu pada 10 MST menunjukkan TDZ berpengaruh sangat nyata pada panjang akar dan tinggi tanaman. TDZ yang diberikan (0.1 dan 0.01 ppm) dapat mengurangi panjang akar dan tinggi tanaman. Pertumbuhan terbaik pada peubah jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar dan tinggi tanaman diberikan oleh media kontrol.


(4)

PENGARUH TDZ TERHADAP INISIASI DAN

MULTIPLIKASI KULTUR

IN VITRO

PISANG RAJA BULU

(

Musa paradisiaca

L. AAB Group)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh Nurul Isnaeni

A34303015

PROGRAM STUDI AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :

PENGARUH TDZ TERHADAP INISIASI DAN

MULTIPLIKASI KULTUR

IN VITRO

PISANG RAJA

BULU (

Musa paradisiaca

L. AAB Group)

Nama : Nurul Isnaeni

NRP : A34303015

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Prof. Dr Ir Sri Setyati Harjadi, MSc Dr Ir Darda Efendi, MSi NIP.130203587 NIP. 131841755

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr NIP. 131124 019


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kudus, Propinsi JawaTengah pada tanggal 04 Juni 1985. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Nur Ali dan Ibu Parisih. Tahun 1992 penulis lulus dari TK Pertiwi Ngembal Rejo, kemudian pada tahun 1997 penulis menyelesaikan studi di SDN 2 Ngembal Rejo Kudus. Selanjutnya penulis lulus dari SLTP N 2 Kudus pada tahun 2000 dan SMU N 1 Bae Kudus pada tahun 2003.

Tahun 2003 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Dari tahun 2003 hingga 2007 penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Tahun 2003 /2004 penulis menjadi Sekretaris Komisi Minat dan Bakat DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) TPB-40 IPB. Tahun 2004 sampai 2005 sebagai Ketua OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah) Keluarga Kudus Bogor “Menara Kota” dan Staff Biro Eksternal Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB. Selanjutnya tahun 2005/2006 sebagai Ketua Divisi Pengembangan Kerjasama Himagron Faperta IPB dan tim Dewan Pembina OMDA KKB “MK”.

Tahun 2006/2007 penulis menjadi Ketua Divisi Komunikasi dan Hubungan Alumni Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Kudus Bogor “Menara Kota” (OMDA KKB “MK”). Penulis saat ini juga aktif dalam kegiatan pemberantasan buta aksara sebagai salah satu tutor di daerah Leuwiliang. Selama masa perkuliahan penulis juga mengikuti kegiatan-kegiatan kepanitiaan, seminar dan pelatihan (magang). Salah satu kegiatan pelatihan dan magang yang penulis ikuti adalah “Program Belajar Bekerja Terpadu” selama 4 bulan di Pusat Kajian Buah-buahan Tropika Bogor, kerjasama Kantor Jasa Ketenagakerjaan IPB dengan Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Depdiknas. Selama kuliah penulis mendapatkan beasiswa “Student Equity” dari Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Depdiknas.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh TDZ terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Kultur In Vitro Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group)” ini dengan baik.

Penelitian ini dilaksanakan karena melihat prospek pengembangan pisang untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia yang semakin mendesak. Penelitian ini dilaksanakan bekerjasama dengan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, LPPM-IPB.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Sri Setyati Harjadi, MSc dan Dr Ir Darda Efendi, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, kesabaran, motivasi dan waktu untuk memberikan pengarahan dan penjelasan berkaitan dengan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada staf PKBT yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. Kepada keluarga dan teman–teman seperjuangan yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil, penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya.

Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Maret 2008


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Taksonomi Pisang ... 4

Pisang Raja Bulu ... 4

Teknik Kultur Jaringan ... 5

Pertumbuhan dan Perkembangan in Vitro... 9

Zat Pengatur Tumbuh... 10

Sitokinin ... 10

Auksin ... 11

BAHAN DAN METODE ... 13

Waktu dan Tempat ... 13

Bahan dan Alat... 13

Metode Percobaan... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 14

Pengamatan ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

Keadaan Umum Kultur ... 18

Inisiasi Kultur Pisang Rajabulu ... 19

Multiplikasi Tunas in vitro Pisang Rajabulu ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

Kesimpulan ... 30


(9)

DAFTAR PUSTAKA... 31


(10)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Pengaruh IAA dan TDZ terhadap Rata-rata Jumlah Tunas Pisang

Raja bulu Juara yang Baru Terbentuk pada Tanaman awal ... 21

2. Pengaruh IAA dan TDZ terhadap Rata-rata Jumlah Daun Pisang

Rajabulu Juara yang Baru Terbentuk pada Tanaman awal ... 22

3. Pengaruh IAA dan TDZ terhadap Rata-rata Jumlah Akar Pisang

Rajabulu Juara yang Baru Terbentuk pada Tanaman awal ... 23

4. Pengaruh IAA dan TDZ terhadap Rata-rata Panjang Akar dan

Tinggi Tanaman awal Pisang Rajabulu Juara pada 10 MST ... 24

5. Pengaruh IAA dan TDZ terhadap Rata-Rata Jumlah Tunas Pisang

Rajabulu Cianjur yang Baru Terbentuk pada Tanaman Awal ... 25

6. Pengaruh IAA dan TDZ terhadap Rata-Rata Jumlah Daun Pisang

Rajabulu Cianjur yang Baru Terbentuk pada Tanaman Awal ... 26

7. Pengaruh IAA dan TDZ terhadap Rata-Rata Jumlah Akar Pisang

Rajabulu Cianjur yang Baru Terbentuk pada Tanaman Awal ... 27

8. Pengaruh IAA dan TDZ terhadap Rata-Rata Panjang Akar dan

Tinggi Tanaman Awal Pisang Rajabulu Cianjur pada 10 MST... 28

No. Lampiran Halaman

1. Komposisi Media Murashige-Skoog ... 35

2. Jumlah Eksplan Hidup dan Mati selama Periode Pengamatan ... 36

3. Rekapitulasi hasil Analisis Ragam pada Tahap Multiplikasi Tunas

in vitro pisang Rajabulu Juara ... 37

4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Jumlah Tunas Pisang Rajabulu Juara ... 38

5. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Jumlah Akar Pisang Rajabulu Juara ... 39

6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Jumlah Daun Pisang Rajabulu Juara ... 40


(11)

7. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Tinggi Pisang Rajabulu Juara ... 41

8. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Panjang Akar Pisang Rajabulu Juara ... 42

9. Rekapitulasi hasil Analisis Ragam pada Tahap Multiplikasi Tunas

in vitro pisang Rajabulu Juara ... 43

10. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Jumlah Tunas Pisang Rajabulu Cianjur ... 44

11. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Jumlah Akar Pisang Rajabulu Cianjur ... 45

12. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Jumlah Daun Pisang Rajabulu Cianjur ... 46

13. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Panjang Akar Pisang Rajabulu Cianjur ... 47

14. Analisis Sidik Ragam Pengaruh TDZ dan IAA terhadap Tinggi Pisang Rajabulu Cianjur ... 48


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Histogram Jumlah Eksplan Hidup dan Mati Pisang Rajabulu Polytani pada 8 MST ... 20

2. Kultur tunas Pisang Rajabulu Polytani pada media (A) BAP 1 ppm, (B) BAP 2 ppm, (C) TDZ 0.04 ppm, dan (D) TDZ 0.08 ppm

pada 8 MST ... 20

3.Penampakan Planlet Pisang Rajabulu Juara (A) Kontrol atau MS0 tanpa Zat Pengatur Tumbuh, (B) Perlakuan TDZ 0.1 ppm

pada 8 MST ... 24

4. Penampakan Planlet Pisang Rajabulu Cianjur (A) Kontrol atau MS0 tanpa Zat Pengatur Tumbuh, (B) Perlakuan TDZ 0.1 ppm


(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Meningkatnya kesadaran akan pentingnya hidup sehat mendorong kenaikan kebutuhan produk hortikultura, khususnya buah-buahan. Pisang adalah salah satu komoditi buah-buahan dari kawasan tropis yang cukup digemari. Pisang sangat populer dan banyak dikonsumsi karena rasanya enak dan harganya murah. Buah pisang merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi, sumber vitamin A dan karbohidrat. Apabila dikonsumsi setelah makan, kandungan Kalium dalam pisang dapat membantu menetralisir efek negatif konsumsi garam dan MSG berlebih. Selain itu kandungan Kalium dalam pisang dapat berfungsi menjaga keseimbangan air tubuh, kenormalan tekanan darah, fungsi jantung dan kerja otot.

Kebutuhan konsumen terhadap komoditi pisang yang terus meningkat tersebut harus diikuti oleh suatu upaya peningkatan produksi dengan tetap mempertahankan kualitas. Masalah utama dalam peningkatan produksi pisang adalah penyediaan bibit tanaman dalam jumlah yang besar, kontinu dan bermutu tinggi.

Salah satu teknologi alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan pengadaan bibit yang berkualitas adalah melalui teknik kultur jaringan. Melalui metode ini satu tunas pisang Rajabulu dapat menghasilkan sekitar 200.000 bibit dalam waktu satu tahun, dengan asumsi satu tunas dalam waktu 13 MST menghasilkan 21.4 tunas dan tidak terjadi penurunan daya multiplikasi tunas (Pasaribu, 1996), sedangkan teknik perbanyakan secara konvensional menggunakan bonggol hanya menghasilkan 6-10 bibit dari satu tanaman (Rismunandar, 1981).

Dalam kultur jaringan peran zat pengatur tumbuh (ZPT) sangat penting. Penambahan zat pengatur tumbuh ke dalam media merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh digolongkan menjadi 6 kelompok yaitu: Auksin, giberelin, sitokinin, asam absisik (ABA), etilen dan retardan (PAU, 1991). Auksin dan sitokinin adalah dua zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan dalam kultur jaringan. Zat pengatur


(14)

tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis kultur sel, organ, dan jaringan.

Efek penggunaan sitokinin dan auksin ini ditentukan oleh perimbangan auksin dan sitokinin. Perimbangan konsentrasi yang lebih efisien dari auksin dan sitokinin tidak dapat ditentukan dengan pasti, karena sumber ZPT yang sama pada tanaman yang berbeda dapat memberikan efek yang berbeda. Perbandingan konsentrasi tersebut dipengaruhi oleh tingkatan taxa dan spesifik kultivar pisang (Sukma, 1994). Konsentrasi yang efisien dari zat pengatur tumbuh harus diperhatikan, karena akan mempengaruhi kecepatan inisiasi, sehingga diperlukan studi untuk mengetahui nilai yang paling efisien dari ZPT ini.

Salah satu jenis zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan dalam penelitian adalah IAA, BAP, dan Thiadiazuron (TDZ). Fungsi dari IAA terkait dengan proses pertumbuhan untuk meningkatkan kualitas tunas dan pembentukan akar. BAP dan TDZ lebih berfungsi untuk pembentukan tunas dan morfogenesis. Pemanfaatan TDZ di Indonesia belum banyak dilaporkan, karena peneliti lebih sering menggunakan sitokinin jenis BAP.

TDZ merupakan sitokinin sintesis turunan dari phenylurea. Meskipun tidak banyak penggunaan TDZ sebagai salah satu jenis sitokinin telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Onamu (2003) menyatakan bahwa TDZ dalam konsentrasi rendah mampu meningkatkan jumlah, panjang dan kualitas tunas anyelir. Fatimah Nursandi (2006) sebagai salah satu peneliti PKBT menyatakan bahwa TDZ juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam menginduksi tunas secara langsung pada nenas.

Tujuan

Tujuan dari percobaan inisiasi adalah untuk mempelajari pengaruh jenis sitokinin BAP dan TDZ terhadap inisiasi tunas pisang Rajabulu. Tahap multiplikasi bertujuan untuk menentukan kombinasi zat pengatur tumbuh Thiadiazuron (TDZ) dan auksin IAA dalam multiplikasi biakan in vitro pisang Rajabulu.


(15)

Hipotesis

1. Konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP dan TDZ berpengaruh terhadap inisiasi tunas pisang Rajabulu.

2. Konsentrasi zat pengatur tumbuh TDZ, IAA dan interaksinya berpengaruh terhadap multiplikasi tunas pisang Rajabulu dan kemampuan plantlet berakar.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Pisang

Tanaman pisang (Musa sp.) termasuk dalam famili Musaceae, ordo Scitaminae. Famili Musaceae terdiri dari dua genus yaitu Ensente dan Musa. Genus Musa dibagi menjadi empat golongan yaitu Australimusa, Eumusa, Callimusa, Rodochlamys. Australimusa dan Eumusa adalah golongan yang banyak dimanfaatkan sebagai buah konsumsi. Golongan Eumusa adalah golongan yang saat ini paling banyak dibudidayakan. Kultivar pisang yang dapat dimakan dan terkenal sekarang merupakan hasil persilangan dari dua spesies liar anggota Eumusa yaitu Musa acuminata (AA) dan Musa balbisiana (BB) (Simmonds, 1959). Hasil persilangan pisang budidaya diploid tersebut menghasilkan turunan hibrid steril baik diploid, triploid maupun tetrapolid dengan genom AB, AAA, AAB, ABB dan seterusnya.

Pisang Raja Bulu

Buah pisang dikelompokkan menjadi dua, yaitu pisang meja yang dimakan setelah matang (banana) dan pisang yang diolah terlebih dulu baru dimakan (plantain). Menurut Direktorat Bina Produksi Hortikultura (1985) jenis pisang yang disenangi (populer) di Indonesia untuk pisang meja adalah pisang Rajabulu, Ambon, Raja Sereh, Mas, dan Barangan, sedangkan untuk plantain adalah pisang Tanduk, Oli, Kepok, dan Nangka.

Menurut Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2005) pisang Rajabulu merupakan jenis pisang dengan genom AAB. Bentuk buahnya lurus sedikit melengkung dengan ujung buah sedikit tumpul. Kulitnya memiliki ketebalan 0.3-0.4 cm dan berwarna kuning cerah bila sudah matang. Daging buahnya sangat manis, berwarna kuning kemerahan, bertekstur lunak, dan tidak berbiji. Panjang buah antara 10-17 cm dengan bobot rata-rata 160-170 gram. Setiap pohon biasanya dapat menghasilkan rata-rata sekitar 100 buah.

Berdasarkan analisis gizi diketahui bahwa pisang Rajabulu memiliki keunggulan dari segi rasa (lebih manis dan lebih legit), penampilan buah menarik, kandungan karoten sangat tinggi serta memiliki total gula rendah. Nilai indeks glikemiks cukup baik (54%) dibandingkan dari standar gula (100%).


(17)

Pisang Raja Bulu adalah tanaman monokotil yang berasal dari kawasan Asia Tenggara sehingga pisang dapat tumbuh dengan baik pada berbagai kondisi iklim tropik. Pisang merupakan tanaman herba tahunan sehingga salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam budidaya pisang adalah drainase tanah yang baik untuk mencegah terjadinya busuk akar.

Pisang secara keseluruhan adalah tanaman yang unik. Pisang memiliki sistem perakaran bonggol yang berasal dari batang yang terletak di bawah tanah. Batang semu yang terletak di atas permukaan tanah sebenarnya merupakan kumpulan pangkal pelepah daun. Bunga pisang terdiri dari daun-daun pelindung yang saling menutupi, sedangkan bunganya sendiri terletak diantara daun pelindung tersebut. Setiap kumpulan bunga-bunga pisang (atau calon sisir) ini tersusun spiral pada tangkainya.

Cara konvensional dalam perbanyakan pisang adalah dengan cara vegetatif menggunakan anakan (sucker). Sedangkan cara generatif dengan biji tidak dapat dilakukan karena tanaman pisang umumnya tidak berbiji. Walaupun ada sebagian yang berbiji namun bijinya bersifat steril.

Terdapat beberapa kelemahan perbanyakan tanaman secara konvensional antara lain: (1) waktu yang diperlukan untuk memperbanyak anakan atau mata tunas sangat lama, (2) jumlah bibit yang dihasilkan sedikit, (3) propagula vegetatif memungkinkan bagi meluasnya patogen, yang akan sangat nyata menurunkan produksi.

Teknik Kultur Jaringan

Kultur jaringan adalah salah satu metode perbanyakan tanaman yang dilakukan untuk menjawab berbagai masalah yang terjadi dalam perbanyakan tanaman secara konvensional. Kultur jaringan dilakukan dengan mengisolasi berbagai bagian dari tanaman serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi dan berkembang menjadi tanaman utuh.

Dasar kultur jaringan adalah teori totipotensi sel yang menyatakan bahwa setiap sel merupakan suatu satuan otonomi dan mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali (Gunawan, 1988). Secara umum tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur


(18)

jaringan adalah seleksi eksplan dan persiapan, inisiasi dan kultur pada media prekondisi, media multiplikasi,media pengakaran dan media aklimatisasi (Acquaah, 2004).

1. Seleksi eksplan dan persiapan

Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan inisiasi dalam kultur jaringan disebut eksplan. Eksplan yang digunakan dalam kultur jaringan harus memiliki kondisi fisiologi yang bagus dan bebas penyakit. Jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaan, lingkungan tumbuhnya, umur, kondisi tanaman, dan ukuran eksplan serta musim waktu mengambil merupakan beberapa faktor yang menentukan keberhasilan proses selanjutnya (Gunawan, 1988).

Jaringan sumber eksplan dapat berupa sel meristematik, kambium dan embrio yang belum mengalami perubahan bentuk dan kekhususan fungsi. Selain itu dapat pula digunakan tunas, bunga, daun muda, cabang, akar, umbi bagian– bagian embrio, benangsari dan sebagainya. Walaupun eksplan dapat dikembangkan dari berbagai bagian tanaman, tetapi bagian yang lebih muda seringkali merupakan sumber eksplan yang lebih baik pada banyak spesies (Conger, 1981).

Ukuran eksplan yang digunakan tergantung dari tujuan pembiakannya. Ukuran eksplan yang besar cenderung mudah terkontaminasi, namun ukuran eksplan yang telalu kecil mempunyai persentase kematian jaringan yang lebih tinggi (Conger, 1981). Tingkat kontaminasi juga dipengaruhi oleh musim waktu mengambil eksplan. Pengambilan bahan tanaman yang dilakukan pada musim hujan biasanya memiliki tingkat kontaminasi yang lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Pada musim penghujan terjadi peningkatan kelembaban tanah dan kelebihan air yang mendukung pertumbuhan jamur maupun bakteri secara cepat pada lingkungan tumbuh tempat mengambil bahan tanaman (Semangun, 1989).

2. Inisiasi dan kultur pada media prekondisi

Inisiasi kultur yang bebas dari kontaminan merupakan langkah yang sangat penting dalam kultur jaringan karena bila tidak dihilangkan kontaminan ini akan tumbuh dengan cepat dalam media kultur dan menutup eksplan hingga mati. Pada


(19)

tahap ini dilakukan proses sterilisasi eksplan untuk mendapatkan kultur aseptik. Eksplan yang telah disterilisasi kemudian ditanam pada media kultur prekondisi untuk memastikan apakah eksplan telah bebas dari kontaminasi mikroba dan jaringan berinisiasi untuk tumbuh. Tahap ini merupakan tahapan paling mahal dalam proses produksi.

Halperin dalam Tripepi (1997) menyatakan bahwa terdapat tiga kemungkinan yang dapat menyebabkan eksplan gagal berinisiasi. Pertama, sel-sel pada eksplan kekurangan totipotensi. Kedua, sel-sel pada eksplan tidak mampu berdiferensiasi. Ketiga, eksplan mempunyai batasan fisiologi untuk dapat berdiferensiasi dan berdediferensiasi karena kurangnya rangsangan induksi esensial seperti jenis atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tidak tepat.

Faktor lain yang mempengaruhi ketidakberhasilan inisiasi adalah munculnya pencoklatan (browning) pada eksplan beberapa hari setelah ditanam di media kultur. Browning tersebut diakibatkan oleh oksidasi senyawa fenolik. Tingkat Browning pada pisang Raja bulu dengan genom AAB ini cukup tinggi. Browning yang terjadi masih bisa muncul setelah beberapa kali subkultur Ernawati et al. (1994). Senyawa fenolik yang terakumulasi tersebut dapat menghambat penyerapan bahan pangan dalam media, akibatnya eksplan kekurangan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Kondisi ini lama kelamaan akan mengakibatkan kematian pada eksplan (Trigiano, 2003).

3. Media multiplikasi

Multiplikasi merupakan kegiatan memperbanyak calon tanaman yang dilakukan dengan penanaman eksplan pada media dengan kandungan sitokinin yang tinggi. Pada tahap ini diupayakan eksplan menghasilkan tunas sebanyak mungkin (bermultiplikasi). Tunas yang terbentuk dipisahkan melalui kegiatan subkultur berulang.

Tingkat multiplikasi pisang Rajabulu ini antara lain dipengaruhi oleh perbedaan genom. Pisang Raja bulu dengan genom AAB tergolong sebagai kultivar pisang dengan laju multiplikasi yang rendah (Kasutjianingati, 2004).

Permasalahan yang sering terjadi dalam tahap multiplikasi antara lain munculnya senesen, yaitu salah satu proses fisiologi dalam kultur in vitro yang dapat mempercepat penuaan. Senesen dapat diakibatkan oleh kekurangan nutrisi


(20)

dan akumulasi racun pada media kultur jaringan. Senesen pada kultur in vitro dapat terjadi melalui wujud yang berbeda seperti daun menguning dan perubahan warna kalus menjadi abu-abu lalu coklat. Senesen yang terjadi pada daun diawali oleh degradasi kloroplas, diikuti membran sitoplasma. Mitokondria dan nukleus merupakan bagian akhir yang terpisah dan masih terus berfungsi hingga akhir tahap senesen (Cachiţă and Crăciun dalam Prihatmanti dan Mattjik, 2004).

4. Media pengakaran

Fase dimana eksplan menunjukkan adanya pertumbuhan akar sebagai syarat bahwa tanaman siap dipindah ke lapang. Pengakaran dapat dirangsang dengan penggunaan media dengan tambahan ZPT jenis auksin. Wattimena (1988) menyatakan bahwa pemberian auksin diketahui sebagai pemicu pertumbuhan tunas dan akar.

5. Media aklimatisasi

Gunawan (1988) menyatakan bahwa aklimatisasi merupakan tahap pemindahan plantlet dari kondisi aseptik (in vitro) ke kondisi lapang (ex vitro) atau dari keadaan heterotrop ke keadaan autotrop. Tahap aklimatisasi adalah tahap yang sangat penting, karena keberhasilan teknik kultur jaringan dilihat dari berhasil atau tidaknya proses aklimatisasi.

Proses aklimatisasi seringkali gagal karena adanya cekaman lingkungan yang tinggi. Perubahan kondisi heterotrop ke autotrop mengharuskan tanaman dapat melakukan fotosintesis dan melakukan penyerapan hara menggunakan akar. Akar yang berasal dari tanaman in vitro masih lemah dan belum berfungsi dengan baik, sehingga akar menjadi cepat mati dan mungkin akan digantikan dengan akar baru yang tumbuh ketika plantlet ditanam pada media aklimatisasi. Oleh karena itu lingkungan tumbuhnya harus mendekati lingkungan asalnya pada biakan, terutama kelembaban dan suhu. Hal ini disebabkan tanaman hasil in vitro peka terhadap evapotranspirasi, serangan cendawan dan bakteri serta intensitas cahaya yang tinggi. Pemberian hara tanaman yang cukup juga sangat penting dilakukan, baik ke dalam media maupun melalui penyemprotan daun (Mattjik, 2005).


(21)

Pertumbuhan dan Perkembangan In Vitro

Totipotensi sel sebagai dasar teori kultur jaringan terkait dengan proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan berarti pertambahan ukuran volume, bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma dan tingkat kerumitan (Salisbury dan Ross, 1992).

Pertumbuhan pada tumbuhan berlangsung terbatas pada beberapa bagian tertentu yang terdiri dari sejumlah sel yang baru saja dihasilkan melalui proses pembelahan sel di meristem. Daerah-daerah meristematik antara lain terdapat pada ujung akar, ujung tajuk, kambium pembuluh, dan tepat di atas nodus pertumbuhan monokotil, atau di pangkal daun rumputan. Pembelahan sel tidak menyebabkan pertumbuhan (pertambahan ukuran), namun produk dari pembelahan sel itulah yang tumbuh dan menyebabkan pertumbuhan (Salisbury dan Ross, 1992).

Perkembangan adalah keseluruhan proses pertumbuhan dan diferensiasi sel menjadi jaringan, organ dan organisme. Nama lain proses tersebut adalah morfogenesis (dari bahasa Yunani morphos: bentuk, dan genesis: asal). Pembelahn sel menghasilkan sel baru yang tidak hanya menjadi lebih besar, tetapi juga lebih kompleks. Sel mengalami perubahan dengan cara yang berbeda-beda, menghasilkan tumbuhan dewasa yang tersusun dari berbagai jenis sel (Salisbury dan Ross, 1992).

Beragam bentuk sel yang dihasilkan dalam pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil dari tiga proses yang sederhana. Proses tersebut terdiri dari pembelahan, pembesaran dan diferensiasi sel. Satu sel dewasa membelah menjadi dua sel yang terpisah, yang tidak selalu serupa satu sama lain. Salah satu atau kedua sel anak tersebut membesar volumenya. Sel yang sudah mencapai volume akhirnya, menjadi terspesialisasi dengan cara tertentu menghasilkan berbagai jenis jaringan, organ tumbuhan, dan banyak jenis tumbuhan (Salisbury dan Ross, 1992).

Zat Pengatur Tumbuh

Kelompok dari zat-zat yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, dapat secara memuaskan disebut zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh adalah zat-zat yang keaktifannya jauh berlipat ganda apabila


(22)

dibandingkan dengan konsentrasinya. Keaktifan tersebut menyangkut proses-proses fisiologi tanaman seperti pertumbuhan, diferensiasi, dan perkembangan tanaman. Proses-proses lain yaitu pembukaan stomata, serapan hara, dan translokasi. Kerja zat pengatur tumbuh ini masih dapat diwujudkan dalam tempat yang jauh dari tempat asalnya (Harjadi, 1996).

Dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting dan mempengaruhi pertumbuhan serta morfogenesis adalah sitokinin dan auksin. Interaksi dan perimbangan zat pengatur tumbuh yang diberikan media dan yang diproduksi oleh sel akan mempengaruhi arah perkembangan suatu kultur.

Sitokinin

Sitokinin adalah kelompok senyawa organik yang menyebabkan pembelahan sel yang dikenal dengan proses sitokinesis (Wattimena, 1988). Pengaruh sitokinin di dalam kultur jaringan tanaman antara lain berhubungan dengan proses pembelahan sel, proliferasi tunas ketiak, penghambatan pertumbuhan akar dan induksi umbi mikro terutama pada kentang. Pembelahan mitosis tidak akan terjadi tanpa sitokinin. Jenis sitokinin yang saat ini sering digunakan adalah BAP (6-benzyl amino purine) dan TDZ (Thiadiazuron).

Peran khusus BAP adalah untuk induksi kalus, pertumbuhan kalus dan suspensi sel serta induksi morfogenesis. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat digunakan untuk meningkatkan multiplikasi tunas, pucuk atau meristem. BAP banyak digunakan dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan karena sifatnya stabil, tidak mahal dan mudah tersedia. Ernawati, Purwito dan Suketi (1994) menyatakan bahwa kombinasi IAA dan BAP pada perbanyakan mikro pisang Ambon, Barangan dan Rajabulu dapat menginduksi penggandaan tunas tertinggi. Berdasarkan penelitian tersebut juga diketahui bahwa BAP 0.5-1 ppm mampu menginduksi pembentukan embrio somatik. Menurut Sukma (1994) perlakuan yang terbaik untuk multiplikasi tunas pada pisang Rajabulu dengan eksplan tunas in vitro dari anakan adalah pada 10.5 ppm BAP + 3.0 ppm IAA.

Penelitian tersebut juga melaporkan pengaruh BAP terhadap pertumbuhan daun. BAP sebagai salah satu jenis sitokinin lebih berfungsi untuk mendorong pembentukan tunas, menghambat pertambahan tinggi, sehingga menekan jumlah daun. Eksplan pisang berbagai kultivar yang ditanam pada media dengan


(23)

konsentrasi BAP yang tinggi (7 dan 10 ppm) cenderung kurang normal, dimana daun sebagian menggulung dan sempit (Sukma, 1994).

TDZ merupakan sitokinin yang juga bersifat merangsang multiplikasi pucuk dalam konsentrasi rendah dan dapat menghasilkan tunas kerdil dengan kualitas rendah pada konsentrasi yang tinggi. Devilana (2005) menyatakan bahwa pada kultur jaringan nenas, TDZ dengan konsentrasi 1x10-1 ppm menghasilkan jumlah tunas aksilar dan tunas adventif tertinggi yaitu sekitar 35 buah pada lima minggu setelah tanam.

BAP dan TDZ adalah dua jenis sitokinin dengan tipe urea yang berbeda. Menurut Huetteman dan Preece dalam Anwar (2007) sitokinin tipe urea seperti TDZ, memiliki aktivitas lebih kuat dibanding tipe adenin atau purin seperti BAP. Penggunaan TDZ dan BAP sebagai salah satu zat pengatur tumbuh pada komoditas pisang dilaporkan oleh Sukmadjaja et al. (2007) yang menyatakan bahwa pemberian 0.1 ppm TDZ tanpa penambahan BAP serta pemberian BAP pada konsentrasi rendah (0.5 ppm) yang dikombinasikan dengan TDZ 1.5 ppm merupakan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan hasil penambahan jumlah tunas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya.

Auksin

Auksin didefinisikan sebagai zat tumbuh yang mendorong elongasi jaringan koleoptil hasil pembelahan sel. Pengaruh auksin lainnya adalah penghambatan mata tunas samping, merangsang akivitas kambium dan merangsang pertumbuhan akar (Wattimena, 1988). Jenis auksin yang sering digunakan adalah Indole Acetic Acid (IAA), 1-Napthalena Acetic Acid (NAA), Indole 3-Butyric Acid (IBA), dan 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D). IAA merupakan satu-satunya jenis auksin alami yang terdapat dalam tumbuhan. Kasutjianingati (2004) menyatakan bahwa taraf IAA 3 ppm meningkatkan tunas layak pada kultur in vitro pisang 10% bila dibandingkan media tanpa IAA. Beberapa pustaka juga menunjukkan bahwa penggunaan IAA 3 ppm untuk mengimbangi rangsangan BAP lebih efektif dalam menambah jumlah tunas (Sukma, 1994; Ernawati et al, 1994 dan Kasutjianingati, 2004).


(24)

Penggunaan auksin dalam kultur jaringan pada umumnya dilakukan melalui kombinasi dengan sitokinin. Nisbah sitokinin dan auksin akan menentukan apakah suatu tunas akan membentuk tunas adventif, akar, atau tunas adventif dan akar. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti perimbangan auksin dan sitokinin yang paling efektif. Konsentrasi yang diperlukan dari masing-masing ZPT ini tergantung pada jenis eksplan, genom, kondisi kultur serta jenis sitokinin dan auksin yang digunakan (Gunawan, 1988).


(25)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, Institut Pertanian Bogor (IPB) Baranangsiang Bogor pada bulan Februari sampai bulan Juli 2007.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan tahap inisiasi adalah anakan pisang Raja bulu (Musa paradisiaca L.) asal Polytani. Tahap multiplikasi adalah tunas in vitro pisang Raja bulu dari LIPI yang diinisiasi dari anakan (subkultur ke-5 dari media MS0) dan tunas in vitro pisang Raja bulu dari Cianjur yang diinisiasi di Laboratorium Kultur Jaringan PKBT dari anakan (subkultur ke-2 dari media BA ke-2 ppm). Beragamnya jenis pisang yang digunakan disini terkait dengan ketersediaan bahan dan kegagalan dalam inisiasi. Diasumsikan pisang dengan genom yang sama memiliki respon yang sama pada perlakuan yang sama. Bahan kimia yang digunakan berupa penyusun media dasar Murashige dan Skoog, IAA, BAP dan TDZ. Bahan lain yang digunakan yaitu HCl 1.0 N, NaOH 1.0 N, alkohol, spiritus, asam askorbat (untuk mengurangi pencoklatan), aquades steril, tissue, bahan pemadat berupa agar, kertas saring, plastik, deterjen, formalin dan clorox.

Peralatan yang digunakan untuk persiapan media meliputi timbangan analitik, gelas ukur, pipet, erlenmeyer, labu takar, pengaduk, gelas piala, botol kultur dan autoklaf. Peralatan untuk menanam antara lain laminar air flow cabinet, handsprayer, lampu bunsen, pinset, pisau, dan petridish.

Metode Percobaan Penelitian ini terdiri dari dua tahap percobaan : 1. Tahap Inisiasi Tunas

Pada tahap inisiasi tunas perlakuan yang digunakan adalah BAP 1 ppm (4.4

μM), BAP 2 ppm (8.9μM), TDZ 0.04 ppm (0.2μM), dan TDZ 0.08 ppm (0.4μM) yang ditambahkan pada media MS0 padat. Percobaan ini terdiri dari 4 perlakuan tanpa kontrol dan masing-masing dengan 7 ulangan sehingga terdapat 28 satuan


(26)

percobaan. Pada tahap inisiasi tunas digunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu jenis sitokinin. Setiap satu satuan percobaan terdiri dari satu botol yang berisi satu eksplan. Data selanjutnya disajikan secara deskriptif.

2. Tahap Multiplikasi

Pada tahap multiplikasi tunas perlakuan merupakan kombinasi dari dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi Thiadiazuron yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0 ppm, 0.01 ppm, dan 0.1 ppm. Faktor kedua adalah konsentrasi IAA dengan dua taraf yaitu 0 ppm dan 3 ppm. Semuanya 6 kombinasi perlakuan, masing-masing perlakuan dengan 6 ulangan (untuk pisang Rajabulu Juara) total terdapat 36 satuan percobaan dan untuk pisang Rajabulu Cianjur masing-masing perlakuan dengan 7 ulangan sehingga total 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 1 botol kultur, masing-masing botol berisi 1 eksplan. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap.

Kombinasi dari perlakuan diatas adalah sebagai berikut : a.T1A1 = TDZ 0,01 ppm + IAA 3 ppm

b.T2A0 = TDZ 0,1 ppm + IAA 0 ppm c.T2A1 = TDZ 0,1 ppm + IAA 3 ppm d.T0A0 = TDZ 0 ppm + IAA 0 ppm e.T0A1 = TDZ 0 ppm + IAA 3 ppm f. T1A0 = TDZ 0,01 ppm + IAA 0 ppm

Data dianalisa dengan uji F, bila terjadi beda nyata, diuji lanjut dengan uji DMRT pada taraf 5 % .

Pelaksanaan Penelitian

Sterilisasi Botol dan Alat Tanam

Pinset, pisau, gelas ukur, erlenmeyer, labu takar, petridish, pipet, pengaduk, gelas piala, dan botol kultur yang akan dipakai dicuci bersih dengan deterjen, kemudian di sterilisasi selama 60 menit pada suhu 1700 C dengan oven.

Pembuatan Media

Untuk memudahkan pembuatan media dibuat larutan stok MS0 terlebih dahulu. Selanjutnya pembuatan media dilakukan dengan cara memipet larutan stock garam-garam mineral dan vitamin ke dalam labu takar volume 1 l.


(27)

Sejumlah larutan stok berupa stok A, B, C, D, E, F, Myo inositol dan vitamin (Tabel Lampiran 1) dipipet kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 1 liter yang berisi aquades 1/3 volume. Kemudian ZPT ditambahkan sesuai dengan jenis dan konsentrasi perlakuan. Aquades ditambahkan hingga volume mencapai tera 1 l. Derajat keasaman diatur hingga mencapai 5.8 dengan menambahkan NaOH atau HCl 1 N. Jika pH kurang dari normal dilakukan penambahan NaOH, sedangkan jika pH lebih dari 5.8 dilakukan penambahan HCL menggunakan pipet. Media yang telah diatur pH-nya ditambah agar-agar 6,5 gram/liter sebagai pemadat (khusus untuk media padat), dimasak di atas kompor sampai mendidih kemudian media dimasukkan ke dalam botol kultur yang telah disterilisasi dan diusahakan setiap botol isinya sama. Botol kemudian ditutup menggunakan plastik dan diikat dengan karet.

Proses selanjutnya adalah sterilisasi media dalam botol menggunakan autoclave dengan suhu 1210 C dan tekanan 17.5 psi selama 20 menit.

Sterilisasi Bahan Tanaman

Anakan pisang Rajabulu Polytani yang diambil dari Kebun Koleksi PKBT–IPB Tajur dikupas, dibuka seludangnya hingga berukuran kurang lebih 1.5 cm, dibersihkan dengan cara dicuci bersih dengan air mengalir, direndam dalam larutan deterjen selama 30 menit kemudian dalam larutan formalin 0,4% selama 30 menit. Bahan tanaman dicuci dengan air mengalir selama 30 menit. Selanjutnya direndam dalam campuran Benlate 2 gr/liter dan Agrept 2 gr/liter selama dua jam sambil dikocok dengan shaker.

Sterilisasi tahap selanjutnya dilakukan dalam laminar air flow cabinet. Bahan tanaman yang telah dikocok kemudian dicuci dengan air steril sebanyak tiga kali atau sampai bersih. Bahan tanaman yang sudah bersih dikupas seludangnya lalu direndam dalam larutan clorox 30% selama 10 menit, setelah itu anakan dibilas dengan air steril, dibuka seludangnya, direndam dalam larutan clorox 20% selama 20 menit dan dibilas. Tahap terakhir bahan tanaman direndam dalam larutan clorox 10% selama 30 menit dan dibilas dengan air steril.


(28)

Penanaman Eksplan

Pada percobaan inisiasi, eksplan yang telah disterilkan dari anakan ditanam pada media MS0 padat, setelah 4 minggu dipilih eksplan yang terbebas dari kontaminan dan seragam untuk dikulturkan dalam media sesuai perlakuan.

Pada percobaan multiplikasi digunakan eksplan berupa tunas in vitro pisang Rajabulu Juara dari laboratorium LIPI hasil inisiasi anakan (subkultur ke-5 dari media MS0) dan tunas in vitro pisang Rajabulu Cianjur yang diinisiasi dari anakan di Laboratorium Kultur Jaringan PKBT (subkultur ke-2dari media BA 2 ppm). Eksplan hasil inisiasi dikulturkan ke dalam botol kultur yang berisi media MS0 cair dan ditutup dengan plastik. Botol kultur yang telah berisi eksplan diletakkan dalam ruang kultur dan diinkubasi selama kurang lebih 4 minggu. Eksplan yang terbebas dari kontaminan dan seragam disubkultur ke dalam media perlakuan.

Aklimatisasi

Plantlet hasil multiplikasi selanjutnya diaklimatisasi di screen house untuk mengetahui pengaruh media perlakuan terhadap kondisi tanaman di lapang. Pelaksaan aklimatisasi diawali dengan penyiapan media tanam berupa sekam steril yang dimasukkan dalam gelas plastik sampai kira-kira 1 cm dari permukaan gelas. Plantlet dikeluarkan dari botol dengan pinset secara hati-hati, dibersihkan dari sisa-sisa media dengan cara dicuci menggunakan air mengalir, lalu dikering anginkan. Bahan tanaman hasil in vitro ditanam dalam media tumbuh dan keseluruhnnya disungkup dengan kantong plastik selama kurang lebih satu minggu. Setelah satu minggu tanaman dikeluarkan dari sungkup, dipindah dalam media pembibitan berupa arang sekam yang disterilkan dengan autoclave selama 30 menit pada tekanan 17.5 psi. Perawatan dilakukan dengan penyiraman.

Pengamatan

Pengamatan keadaan visual kultur tahap inisisi berupa:

ƒ Jumlah tunas hidup: jumlah eksplan yang berwarna kehijauan.

ƒ Jumlah tunas mati: jumlah eksplan yang berwarna merah atau kecoklatan dan tidak muncul tunas.


(29)

ƒ Jumlah tunas yang mengalami kontaminasi: ditandai dengan keberadaan cendawan dan bakteri.

Pada tahap multiplikasi pengamatan respon tumbuh yang dilakukan setiap minggu di botol kultur meliputi:

ƒ Jumlah tunas: Jumlah tunas yang baru terbentuk, yang merupakan parameter yang paling menentukan keberhasilan tahap multiplikasi.

ƒ Jumlah daun: Jumlah daun baru yang terbentuk dan telah membuka sempurna pada eksplan awal (induk pisang).

ƒ Jumlah akar: Jumlah akar yang terbentuk pada eksplan awal (induk pisang).

Sebagai data pendukung diamati keadaan visual kultur pada media MS0 dan media multiplikasi seperti tingkat kontaminasi, tingkat browning, dan warna daun. Pengamatan ini dilakukan selama 8 MST.

Pada tahap multiplikasi pengamatan pertumbuhan kultur yang dilakukan setelah plantlet dikeluarkan dari botol kultur dan dicuci bersih dari sisa-sisa media yang menempel sebelum aklimatisasi (10 MST) meliputi:

ƒ Panjang akar pada eksplan awal (induk pisang): diukur dari pangkal akar hingga ujung akar yang terpanjang.

ƒ Tinggi tanaman pada eksplan awal (induk pisang): diukur dari pangkal batang hingga ujung daun yang terpanjang.


(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kultur

Temperatur ruangan selama penelitian berkisar antara 19-240 C. Penyinaran menggunakan lampu 15 dan 20 watt selama 16 jam/hari dan Intensitas cahaya rata-rata 100 ft-c. Pada percobaan pertama pertumbuhan eksplan mulai terlihat sekitar 1 MST, ditandai dengan perubahan warna eksplan dari putih menjadi kehijauan dan eksplan yang mati ditandai dari perubahan warna putih menjadi kemerahan dan lama-kelamaan menjadi coklat kemudian mati. Tingkat kontaminasi yang terjadi ketika inisiasi mencapai 25%.

Pada percobaan kedua pengaruh interaksi dari 2 faktor perlakuan IAA dan TDZ setelah dianalisis ragam memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua variabel pengamatan. Koefisien keragaman menunkjukkan nilai antara 45-600%. Pembahasan selanjutnya diarahkan pada hasil analisis ragam faktor tunggal yang menunjukkan beda nyata.

Hasil analisis statistik faktor tunggal TDZ dan IAA menunjukkan bahwa media perlakuan tidak berpengaruh nyata pada jumlah tunas dan jumlah daun Pisang Rajabulu Juara. Perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata pada jumlah akar sejak 3 MST. Pada pengamatan yang dilakukan sebelum aklimatisasi (10 MST) didapatkan bahwa media perlakukan tidak berpengaruh nyata pada panjang akar tetapi berpengaruh nyata pada tinggi eksplan (Tabel Lampiran 3).

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa media perlakuan tidak berpengaruh nyata pada jumlah tunas Pisang Rajabulu Cianjur. Perlakuan TDZ berpengaruh nyata pada jumlah akar (3, 4, dan 5 MST), sedangkan perlakuan IAA berpengaruh nyata pada 5-8 MST. Pada pengamatan jumlah daun nilai yang berbeda nyata hanya diperoleh pada minggu ke-enam. Pada pengamatan yang dilakukan sebelum aklimatisasi yaitu pada 10 MST didapatkan pengaruh sangat nyata pada panjang akar dan tinggi eksplan (Tabel Lampiran 9).

Pertumbuhan pisang mulai terlihat sejak 1 MST. Pertumbuhan ini ditandai dengan pemanjangan daun-daun yang terpotong dan terbentuknya daun-daun baru. Daun baru yang terbentuk berwarna hijau muda pada hampir semua perlakuan. Namun, pada 5 MST beberapa daun mulai mengalami senesen pada


(31)

bagian ujung, gejala ini ditandai dengan perubahan warna daun menjadi kekuningan. Perubahan warna daun ini mungkin terjadi akibat degradasi kloroplas.

Inisiasi Kultur Pisang Rajabulu

Pada percobaan ini tidak digunakan kontrol karena awalnya percobaan ini bertujuan untuk menyiapkan bahan tanaman untuk percobaan multiplikasi, tetapi inisiasi yang dilakukan mengalami kegagalan (membutuhkan waktu yang lama dan hasilnya tidak mencukupi) sehingga akhirnya dibuat sebagai percobaan tersendiri. Kondisi tersebut berakibat kesimpulan yang diambil dalam percobaan ini kurang kuat. Data tidak memiliki kontrol dan merupakan jumlah pertotal 7 eksplan yang ditanam sehingga tidak diolah secara statistik. Data hanya ditampilkan secara deskriptif.

Gambar 1 menunjukkan jumlah eksplan hidup pada masing-masing perlakukan BAP atau TDZ pada 8 MST: terlihat bahwa jumlah eksplan yang hidup pada hampir sama untuk semua perlakuan. Nilai tertinggi didapatkan pada perlakuan TDZ 0.04 ppm sebanyak 5 eksplan dari keseluruhan 7 eksplan yang ditanam (71%). Selanjutnya penambahan TDZ 0.08 ppm didapatkan 4 eksplan hidup (57%). Nilai ini terkait dengan fungsi sitokinin dalam meningkatkan pembelahan sel, memacu inisiasi dan pertumbuhan tunas in vitro.

Pada perlakuan BAP 1 ppm didapatkan jumlah eksplan hidup yang rendah (2 eksplan). Sedangkan pada media dengan penambahan BAP 2 ppm tidak diperoleh eksplan hidup hal ini mungkin diakibatkan oleh bahan tanaman yang gagal berinisiasi. Eksplan tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan dan mengalami dormansi (Gambar 2 B).

Persen kematian pada percobaan inisiasi ini mencapai 35.7%. Nilai kematian eksplan terendah didapat pada perlakuan TDZ 0.04 ppm (1 eksplan). Pada perlakuan lainnya (TDZ 0.08 ppm, BAP 1 ppm, dan BAP 2 ppm) jumlah eksplan yang mati menunjukkan nilai yang sama yaitu 3 eksplan (43%) dari keseluruhan eksplan yang ditanam (7 eksplan). Penggunaan TDZ dengan konsentrasi 0.04 ppm kemungkinan memicu inisiasi lebih cepat dibandingkan penyebaran senyawa


(32)

fenolik yang terjadi pada eksplan, sehingga sel-sel yang ada dapat berfungsi normal.

2

0

5

4

3 3

1

3

0 1 2 3 4 5 6

BAP 1 BAP 2 TDZ 0.04 TDZ 0.08

Perlakuan

J

u

ml

ah

E

k

sp

la

n

Jumlah Eksplan Hidup Jumlah Eksplan Mati

Gambar 1. Histogram Jumlah Eksplan Hidup dan Mati Pisang Rajabulu Polytani pada 8 MST

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 2. Kultur tunas Pisang Rajabulu Polytani pada media (A) BAP 1 ppm, (B) BAP 2 ppm, (C) TDZ 0.04 ppm dan (D) TDZ 0.08 ppm pada 8


(33)

MST (Eksplan pada gambar B tidak menunjukkan adanya pertumbuhan dan mengalami dormansi)

Penggunaan TDZ 0.04 ppm terbukti lebih baik bila dibandingkan dengan BAP. Penggunaan sitokinin tipe urea seperti TDZ, memiliki aktivitas lebih kuat dibanding tipe adenin atau purin seperti BAP. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Sukmadjaja et al. (2007).

Multiplikasi Tunas in vitro Pisang Rajabulu

Pisang Rajabulu Juara

Respon Pertumbuhan

Respon pertumbuhan yang diamati meliputi jumlah tunas, jumlah daun dan jumlah akar setiap minggu selama kultur (8 MST). Semua data disajikan dalam 6 ulangan.

Pengaruh interaksi TDZ dan IAA tidak berpengaruh nyata pada jumlah tunas hingga minggu terakhir pengamatan (Tabel Lampiran 3). Analisis pada faktor tunggal juga tidak berpengaruh nyata hingga 8 MST (Tabel 1). Perlakuan TDZ dan IAA pada berbagai taraf dapat menginduksi tunas, tetapi nilainya masih sangat rendah. Nilai ini masih cukup baik mengingat konsentrasi TDZ yang digunakan di sini sangat rendah (0.01 dan 0.1 ppm) bila dibandingkan dengan konsentrasi yang telah digunakan dalam penelitian sejenis.

Hasil penelitian Sukmadjaja et al. (2007) menunjukkan bahwa pemberian BAP pada konsentrasi rendah (0.5 ppm) yang dikombinasikan dengan Thiadiazuron 1.5 ppm merupakan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan hasil penambahan jumlah tunas yang lebih tinggi dibanding dengan kontrol maupun perlakuan lainnya.

Tabel 1. Rata-rata Jumlah Tunas Pisang Rajabulu Juara yang Baru Terbentuk pada Tanaman Awal Akibat Pengaruh IAA dan TDZ (cm)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 (MST)

AUKSIN

IAA 0 ppm 0.06 0.06 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 IAA 3 ppm 0.06 0.06 0.11 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17


(34)

TDZ 0 ppm 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 TDZ 0.01 ppm 0.08 0.08 0.17 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 TDZ 0.1 ppm 0.00 0.00 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 Rendahnya jumlah tunas yang dihasilkan oleh semua perlakuan diduga karena sumber eksplan yang digunakan kurang bersifat meristematis (telah tua, hasil dari sub kultur ketiga) untuk berdiferensiasi dan menginduksi tunas baru.

Jumlah daun pada percobaan ini dihitung dari daun yang telah mekar sempurna pada tanaman awal (induk biakan). Interaksi TDZ dan IAA tidak berpengaruh nyata hingga minggu terakhir pengamatan (Tabel Lampiran 3). Penambahan IAA dan TDZ sebagai faktor tunggal juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun mulai minggu pertama sampai minggu kedelapan setelah tanam seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tunas yang ditanam pada media dengan penambahan TDZ dan IAA memiliki jumlah daun yang sama dengan media tanpa penambahan Zat Pengatur Tumbuh.

Tabel 2. Rata-rata Jumlah Daun Pisang Rajabulu Juara yang Baru Terbentuk pada Tanaman Awal Akibat Pengaruh IAA dan TDZ (cm)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 (MST)

AUKSIN

IAA 0 ppm 0.0 0.22 0.72 1.11 1.78 2.11 2.44 2.89 IAA 3 ppm 0.0 0.11 0.5 1.11 1.61 1.83 2.22 2.61

SITOKININ

TDZ 0 ppm 0.0 0.17 0.50 0.83 1.42 1.83 2.17 2.50 TDZ 0.01 ppm 0.0 0.25 0.67 1.33 1.67 1.83 2.08 2.58 TDZ 0.1 ppm 0.0 0.08 0.67 1.17 2.00 2.25 2.75 3.17

Hal ini diduga disebabkan tanaman pisang pada kultur in vitro memiliki pertumbuhan tinggi yang cepat sehingga pada 4 MST tanaman sudah mencapai tutup botol. Kondisi ini mengakibatkan daun yang terbentuk melengkung dan tetap menggulung. Media kontrol lebih baik digunakan karena secara ekonomi lebih murah dan memberikan hasil yang sama bila dibandingkan dengan media perlakuan.

Interaksi TDZ dan IAA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar hingga minggu terakhir pengamatan (Tabel Lampiran 3). Penambahan IAA sebagai faktor tunggal juga tidak berpengaruh nyata dibandingkan dengan kontrol


(35)

hingga 8 MST. Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian TDZ pada media untuk multiplikasi berpengaruh sangat nyata menurunkan jumlah akar bila dibandingkan dengan kontrol. Respon mulai terlihat sejak dua minggu setelah tanam, dengan kecenderungan adanya penurunan jumlah akar dengan penambahan sitokinin TDZ (Tabel 2). Konsentrasi TDZ yang lebih tinggi yakni 0.1 ppm memberikan jumlah akar paling sedikit. Penambahan TDZ 0.1 mg/l ke dalam media mengakibatkan penurunan jumlah akar pisang Rajabulu Juara hingga seperempatnya dibandingkan dengan kontrol pada 8 MST. Peningkatan konsentrasi TDZ diduga meningkatkan konsentrasi etilen yang dapat menghambat pembentukan akar. Hasil ini searah dengan penelitian Devilana (2005) pada komoditi nenas yang menyatakan bahwa konsentrasi TDZ 0.01 dan 0.1 ppm dapat menghambat pembentukan akar yang menyebabkan tidak terbentuknya akar.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Akar Pisang Rajabulu Juara yang Baru Terbentuk pada Tanaman Awal Akibat Pengaruh IAA dan TDZ (cm)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 (MST)

AUKSIN

IAA 0 ppm 0.0 0.50 1.78 2.61 4.67 6.22 8.67 9.00

IAA 3 ppm 0.0 0.22 1.28 2.06 4.11 6.00 7.28 8.94

SITOKININ

TDZ 0 ppm 0.0 a 0.67 a 3.25 a 4.83 a 7.67 a 9.83 a 12.25 a 12.42 a TDZ 0.01ppm 0.0 a 0.08 b 0.83 b 1.58 b 3.75 b 5.83 ab 8.08 ab 8.75 ab TDZ 0.1 ppm 0.0 a 0.33 ab 0.50 b 0.58 b 1.75 b 2.67 b 3.58 b 5.75 b

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Ukutan Plantlet

Ukuran plantlet dalam hal ini ditekankan pada panjang akar dan tinggi plantlet pada 10 MST. Semua data disajikan dalam 6 ulangan.

Pemberian IAA tidak berpengaruh nyata pada panjang akar, tanaman yang ditanam pada media dengan penambahan IAA memiliki panjang akar yang sama dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada media kontrol. Perlakuan TDZ dengan konsentrasi 0.1 ppm berpengaruh nyata lebih buruk terhadap jumlah akar.


(36)

(A) (B)

Gambar 3. Penampakan Planlet Pisang Rajabulu Juara (A) Kontrol atau MS0 tanpa Zat Pengatur Tumbuh, (B) Perlakuan TDZ 0.1 ppm pada 8 MST (Tanaman kontrol lebih tinggi dari tanaman yang diberi perlakuan)

Penggunaan TDZ pada media multiplikasi tunas in vitro pisang berpengaruh sangat nyata pada tinggi. Semakin tinggi konsentrasi TDZ yang diberikan dapat mengurangi tinggi tanaman (Gambar 3). Penambahan TDZ 0.1 mg/l ke dalam media mengakibatkan penurunan tinggi pisang Rajabulu Juara hingga sepertiganya dibandingkan dengan kontrol pada 10 MST (Tabel 4). Al-Wasel (2000) menyatakan bahwa TDZ mampu menginduksi tunas tetapi menghambat pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, tanaman harus disubkultur terlebih dahulu ke media MS0 sebelum diaklimatisasi.

Tabel 4. Rata-rata Panjang Akar dan Tinggi Tanaman Awal Pisang Rajabulu Juara pada 10 MST Akibat Pengaruh IAA dan TDZ (cm)

Perlakuan Panjang Akar Tinggi Tanaman AUKSIN

IAA 0 ppm 15.06  14.06  IAA 3 ppm 14.22  10.41  SITOKININ

TDZ 0 ppm 21.00 a 19.11 a TDZ 0.01 ppm 12.62 ab 11.46 b TDZ 0.1 ppm 10.29 b 6.12 b

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Pada Tabel 4 terlihat penambahan TDZ 0.1 mg/l ke dalam media mengakibatkan penurunan panjang akar pisang Rajabulu Juara hingga


(37)

setengahnya dibandingkan dengan kontrol pada 10 MST. Akar terpanjang didapatkan pada media tanpa penambahan ZPT. Hasil ini searah dengan penelitian Anwar (2007) pada komoditi nenas yang menyatakan bahwa penggunaan TDZ 0.1-0.5 µM yang disertai dengan penambahan konsentrasi auksin yang semakin tinggi cenderung menurunkan panjang akar.

Pisang Rajabulu Cianjur

Respon Pertumbuhan

Respon pertumbuhan yang diamati meliputi jumlah tunas, jumlah daun dan jumlah akar setiap minggu selama kultur (8 MST). Semua data disajikan dalam 7 ulangan.

Tabel 5. Rata-rata Jumlah Tunas Pisang Rajabulu Cianjur yang Baru Terbentuk pada Tanaman Awal Akibat Pengaruh IAA dan TDZ (cm)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 (MST)

AUKSIN

IAA 0 ppm 0.05 0.14 0.24 0.38 0.48 0.48 0.52 0.67

IAA 3 ppm 0.00 0.48 0.62 0.67 0.71 0.71 0.81 0.76

SITOKININ

TDZ 0 ppm 0.00 0.71 0.93 1.07 1.14 1.14 1.21 1.14

TDZ 0.01 ppm 0.00 0.00 0.00 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14

TDZ 0.1 ppm 0.07 0.20 0.36 0.36 0.50 0.50 0.64 0.85

Pada Tabel Lampiran 9 dapat dilihat bahwa interaksi TDZ dan IAA tidak berpengaruh nyata pada jumlah tunas hingga minggu terakhir pengamatan. Analisis pada faktor tunggal juga memberikan hasil yang sama. Namun, hampir semua perlakuan TDZ dan IAA pada berbagai taraf perlakuan dapat menginduksi tunas, walaupun nilainya masih rendah (Tabel 5). Rendahnya jumlah tunas yang dihasilkan oleh semua perlakuan diduga karena sumber eksplan yang digunakan kurang bersifat meristematis (telah tua, hasil dari sub kultur ketiga) untuk berdiferensiasi dan menginduksi tunas baru.

Tunas rata-rata mulai terbentuk pada minggu pertama setelah tanam kecuali pada perlakuan IAA 3 ppm, tunas baru terbentuk pada minggu kedua setelah tanam dan pada penambahan TDZ 0.01 ppm tunas baru terbentuk pada minggu keempat setelah tanam.


(38)

Jumlah daun pada percobaan ini dihitung dari daun yang telah mekar sempurna. Pada Tabel Lampiran 9 dapat dilihat bahwa interaksi TDZ dan IAA tidak berpengaruh nyata hingga minggu terakhir pengamatan. Penambahan IAA juga tidak berpengaruh nyata hingga minggu terakhir pengamatan. Tunas yang ditanam pada media dengan konsentrasi IAA 3 ppm memiliki jumlah daun yang hampir sama dengan media tanpa penambahan Zat Pengatur Tumbuh.

Pemberian TDZ pada beberapa taraf perlakuan juga memberikan hasil yang tidak berbeda nyata, kecuali pada 6 MST (Tabel 6). Pada minggu keenam pertambahan jumlah daun pada media tanpa ZPT lebih tinggi dibandingkan dengan perlakukan lainnya. Pada 7 - 8 MST sidik ragam kembali memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya stagnasi kembali akibat ruang tumbuh yang terbatas sehingga daun yang terbentuk melengkung dan tetap menggulung.

Tabel 6. Rata-rata Jumlah Daun Pisang Rajabulu Cianjur yang Baru Terbentuk pada Tanaman Awal Akibat Pengaruh IAA dan TDZ (cm)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 (MST)

AUKSIN

IAA 0 ppm 0.43  0.76  0.90  1.09  1.62  1.81  2.05  2.09 

IAA 3 ppm 0.14  0.43  0.90  1.38  1.57  1.81  2.09  2.19 

SITOKININ

TDZ 0 ppm 0.14 a 0.57 a 1.00 a 1.36 a 1.78 a 2.21 a 2.57 a 2.57 a

TDZ 0.01ppm 0.28 a 0.64 a 0.78 a 1.14 a 1.57 a 1.64 b 1.86 a 1.86 a TDZ 0.1 ppm 0.43 a 0.57 a 0.93 a 1.21 a 1.43 a 1.57 b 1.79 a 1.79 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Pengaruh penambahan IAA pada jumlah akar berbeda nyata pada 3-5 MST. Pada 6-8 MST penggunaan IAA tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian TDZ pada media untuk multiplikasi memberikan pengaruh yang nyata bila dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi TDZ yang lebih tinggi yakni 0.1 ppm memberikan jumlah akar paling sedikit (Gambar 4). Respon mulai terlihat sejak 5 MST, dengan kecenderungan adanya penurunan jumlah akar dengan penambahan zat pengatur tumbuh pada media (Tabel 7).


(39)

(A) (B)

Gambar 4. Penampakan Planlet Pisang Rajabulu Cianjur (A) Kontrol atau MS0 tanpa Zat Pengatur Tumbuh, (B) Perlakuan TDZ 0.1 ppm pada 8 MST (Jumlah akar tanaman kontrol lebih banyak dari tanaman yang diberi perlakuan)

Pada Tabel 7 terlihat penambahan TDZ 0.1 mg/l ke dalam media mengakibatkan penurunan jumlah akar pisang Rajabulu Cianjur hingga setengahnya dibandingkan dengan kontrol pada 8 MST.

Peningkatan konsentrasi TDZ diduga meningkatkan konsentrasi etilen yang dapat menghambat pembentukan akar (Hutchinson et al., dalam Devilana 2005). Media kontrol lebih baik digunakan karena secara ekonomi lebih murah dan berpengaruh baik pada tanaman.

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Akar Pisang Rajabulu Cianjur yang Baru Terbentuk pada Tanaman Awal Akibat Pengaruh IAA dan TDZ (cm)

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 (MST)

AUKSIN

IAA 0 ppm 0.48 a 0.90 a 1.29 b 1.95 b 2.19 b 3.43 a 3.86 a 4.33 a

IAA 3 ppm 0.57 a 1.28 a 2.95 a 4.00 a 4.67 a 4.81 a 5.29 a 6.00 a

SITOKININ

TDZ 0 ppm 0.78 a 1.71 a 3.36 a 4.29 ab 4.71 a 5.64 a 6.36 a 7.50 a

TDZ 0.01 ppm 0.21 a 0.86 a 1.93 ab 3.29 ab 4.00 ab 4.71 a 4.86 ab 4.86 ab

TDZ 0.1 ppm 0.57 a 0.71 a 1.07 ab 1.36 b 1.57 b 2.00 b 2.50 b 3.14 b

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%


(40)

Ukuran Plantlet

Ukuran plantlet dalam hal ini ditekankan pada panjang akar dan tinggi plantlet selama kultur pada 10 MST. Semua data disajikan dalam 7 ulangan.

Pemberian IAA tidak berpengaruh nyata pada panjang akar, media dengan penambahan IAA memiliki panjang akar yang sama dibandingkan dengan media tanpa penambahan IAA. Perlakuan konsentrasi TDZ 0.01 dan 0.1 ppm berpengaruh sangat nyata menurunkan panjang akar. Akar terpanjang didapatkan pada media tanpa penambahan TDZ. Pemberian TDZ 0.1 ppm memberikan akar terpendek dengan rata-rata 6.89 cm (Gambar 4). Pada Tabel 8 terlihat penambahan TDZ 0.1 mg/l ke dalam media mengakibatkan penurunan panjang akar pisang Rajabulu Cianjur hingga sepertiganya dibandingkan dengan kontrol pada 10 MST. Hambatan pertumbuhan akar disebabkan adanya etilen sebagai penghambat pertumbuhan akar yang sintesisnya diinduksi oleh media dengan penambahan TDZ.

Pengamatan pada peubah tinggi tunas in vitro pisang berpengaruh sangat nyata antara kontrol dan perlakuan dengan TDZ. Pada Tabel 8 terlihat penambahan TDZ 0.1 mg/l ke dalam media mengakibatkan penurunan tinggi pisang Rajabulu Cianjur hingga setengahnya dibandingkan dengan kontrol pada 10 MST. Semakin tinggi konsentrasi TDZ yang diberikan mengurangi tinggi tanaman. Hal ini disebabkan karena TDZ lebih berfungsi dalam proses pembelahan sel dan memacu inisiasi.

Tabel 8. Rata-rata Panjang Akar dan Tinggi Tanaman Awal Pisang Rajabulu Cianjur pada 10 MST Akibat Pengaruh IAA dan TDZ (cm)

Perlakuan Panjang Akar Tinggi Tanaman AUKSIN

IAA 0 ppm 15.38 9.83

IAA 3 ppm 14.57 11.21

SITOKININ

TDZ 0 ppm 20.36 a 15.18 a TDZ 0.01 ppm 17.68 a 11.46 a

TDZ 0.1 ppm 6.89b 4.93b

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.


(41)

Aklimatisasi

Proses aklimatisasi dilaksanakan pada 10 MST. Proses ini diawali dengan penanaman dalam media tumbuh berupa sekam dalam gelas plastik dan keseluruhnnya disungkup dengan kantong plastik selama kurang lebih satu minggu. Setelah satu minggu tanaman dikeluarkan dari sungkup, dipindah dalam media pembibitan. Perawatan dilakukan dengan penyiraman.

Pertumbuhan planlet mulai terlihat sejak awal penyungkupan dengan terjadinya pembukaan daun yang menggulung. Pada masa awal aklimatisasi warna daun terlihat pucat dan keriting. Hal ini merupakan reaksi yang wajar terjadi pada masa awal aklimatisasi. Pada masa awal ini biasanya planlet belum mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang baru.

Tunas yang berasal dari media multiplikasi dengan berbagai taraf konsentrasi TDZ dan IAA menghasilkan persentase tunas hidup yang cukup tinggi di atas 90% pada masa penyungkupan. Persentase tunas hidup kemudian terus mengalami penurunan pada minggu pengamatan selanjutnya hingga akhirnya keseluruhan tunas mengalami kematian.

Kegagalan ini mengakibatkan tidak diperolehnya data mengenai dampak media multiplikasi terhadap kondisi tanaman di lapang. Kegagalan aklimatisasi ini diduga akibat kondisi lingkungan yang kurang mendukung. Suhu di dalam screen house yang tinggi sekitar 30-330 C, kelembaban yang terlalu rendah yaitu sekitar 50-55% dan paranet yang dipergunakan kurang dari 75%. Alasan utama kegagalan aklimatisasi diduga karena planlet yang digunakan belum melalui tahap pengakaran, tetapi dari tahap multiplikasi langsung aklimatisasi sehingga akar yang terbentuk kurang kuat.


(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Pada tahap inisiasi penggunaan zat pengatur tumbuh Thiadiazuron memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan BAP. Jumlah tunas hidup tertinggi diberikan oleh media dengan penambahan TDZ 0.04 mg/l .

Pada tahap multiplikasi tidak terdapat interaksi antara IAA dan TDZ dalam mempengaruhi multiplikasi pisang Rajabulu Juara. Penggunaan kedua konsentrasi TDZ belum mampu meningkatkan jumlah tunas dan secara statistik tidak berpengaruh nyata dibandingkan dengan kontrol. Penambahan TDZ 0.1 mg/l ke dalam media mengakibatkan penurunan jumlah akar pisang Rajabulu Juara hingga seperempatnya dibandingkan dengan kontrol pada 8 MST. Penggunaan Media TDZ berpengaruh lebih buruk pada multiplikasi pisang Rajabulu Juara dibandingkan dengan media MS0.

Tidak terdapat interaksi antara IAA dan TDZ dalam mempengaruhi multiplikasi pisang Rajabulu Cianjur. Penggunaan TDZ dengan konsentrasi 0.01 ppm atau 0.1 ppm belum mampu meningkatkan multiplikasi tunas dan tidak berbeda nyata secara statistik dengan kontrol. Penambahan TDZ 0.1 mg/l ke dalam media mengakibatkan penurunan jumlah akar pisang Rajabulu Cianjur hingga setengahnya dibandingkan dengan kontrol pada 8 MST. Penggunaan TDZ pada media berpengaruh lebih buruk pada multiplikasi pisang Rajabulu Cianjur dibandingkan media MS0.

SARAN

Perlu dilakukan pengkajian ulang mengenai pengaruh TDZ dalam inisiasi dan multiplikasi tunas in vitro pisang Rajabulu menggunakan bahan tanaman yang lebih banyak dalam level konsentrasi yang lebih beragam agar dapat dilakukan regresi (disarankan menggunakan TDZ pada level konsentrasi lebih rendah dari 0.1 dan 0.01 ppm). Pada kultur in vitro pisang sebaiknya digunakan botol ukuran besar (panjang).

Perlu diteliti kembali metode aklimatisasi yang tepat bagi pisang Rajabulu, agar diperoleh hasil (persentase tunas hidup) yang maksimal.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah, G. 2004. Understanding Biotechnology. Pearson Prentice Hall. New Jersey. 402p.

Al-Wasel, A. S. 2000. Micropagation of Acacia seyal Del. In vitro. Journal of Arid Environtment 46: 425-431.

Andriana, D. 2005. Pengaruh Konsentrasi BAP Terhadap Multiplikasi Tunas dan Giberelin terhadap Kualitas Tunas Pisang FHIA-17 In vitro. Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Anwar, N. 2007. Pengaruh Media multiplikasi Terhadap Pembentukan Akar pada Tunas In vitro Nenas (Ananas Comosos (L.) Merr.) cv. Smooth Cayenne di Media Pengakaran. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Arinaitwe, G., P. R. Rubaihayo, and M.J.S. Magambo. 1999. Effect of Auxin/Cytokinin Combination on Shoot Proliveration on Banana Cultivar. African Crop Science Journal. 7(4) : 605-611.

Azria, D. and P. L. Bhalla. 2000. Plant Regeneration From Mature Embryo-Derived Callus (Oryza sativa L.) Varieties. Aust. J. Agric. Res. 51:305-312.

Conger, B. S. 1981. Cloning Agriculture Plant via In vitro Techniques. CRC Press-Boca Raton. Florida. 280p.

Direktorat Bina Produksi hortikultura. 1985. Vademekum Buah-buahan. Dirjen. Pertanian Tanaman Pangan. Jakarta.

Devilana, M. R. 2005. Pengaruh Sitokinin (TDZ) dan Auksin (IAA dan NAA) Terhadap Multiplikasi Nenas (Ananas comosus (L) Merr.) cv. Queen dalam Perbanyakan Kultur Jaringan. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Petanian. IPB.

Dodds, J. H. dan L. W. Roberts.1999. Experiments in Plant Tissue Culture. Ed.3. Cambridge University press. British. 256 p.

Ernawati, A., A. Purwito dan K. Suketi. 1994. Studi Perbanyakan Cepat Pisang Raja bulu, Pisang Ambon Kuning dan Pisang Barangan dengan teknik kultur jaringan (laporan penelitian ). Fakultas Pertanian . IPB. Bogor

Evans, D. E., J. O. D. Coleman and A. Kearns. 2003. Plant Cell Culture.BIOS Scientific Publishers. London and NewYork. 194 p.


(44)

Gamborg, O. L. Dan J. P. Shylux. 1981. Nutrition media, and characteristic of plant cell and tissue culture, p.21-24. In:Trevor A. Thorpe, (ed.).Plant Tissue Culture and Aplication in Agriculture. Academic Press Inc. New York.

Gunawan, L. W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. PAU (Pusat Antar Universitas). IPB. Bogor. 304 hal.

Harjadi, S. S. 1996. Pengantar agronomi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 197 hal.

Hutami, S. dan R. Purnamaningsih. 2003.Perbanyakan Klonal Temu Mangga (Curcuma mangga) melalui Kultur In vitro. Bul. Plasma Nutfah. 9(1):39-44.

Kasutjianingati. 2004. Pembiakan Mikro berbagai Genotipe Pisang (Musa spp) dan Potensi Bakteri Endofitik Terhadap Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f. sp. cubense). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Khalafalla, M. M.and K. Hattori.2000.Ethylene inhibitors enhance in vitro root formation on faba bean shoots regenerated on medium containing thiadiazuron. Plant growth regulation 32 : 59-63

Mattjik, A. A. dan I. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. IPB Press.

Mattjik, N. A. 2005. Peran kultur Jaringan dalam Perbaikan Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.102 hal.

Pasaribu, J. M. 1996. Perbanyakan Tunas In vitro Pisang Raja Bulu (Musa AAB Group) dengan Eksplan yang Berasal dari Sucker (Anakan) dan Jantung. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Nursandi, F. 2006. Studi Perbanyakan In vitro Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) dan Analisa Kestabilan Genetik Berdasarkan Karakter Morfologi, Isoenzim dan RAPD. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. InstitutPertanian Bogor. Bogor. 148 hal.

Onamu, R., S. D. Obukosia, N. Musembi and M.J. Hutchinson. 2003. Efficacy of Thiadiazuron In vitro Propagation of Carnation Shoot Tips : Influence of dose and duration of explosure. African Crop Science Journal 11(2) : 125-132.

PAU, Tim Kultur Jaringan Tanaman. 1991. Bioteknologi Tanaman. IPB Press. 455 hal.

PKBT. 2005. Riset Unggulan Strategis Nasional. Pengembangan Buah-buahan Unggulan Indonesia. Laporan Akhir. Kementrian Negara Riset dan Tekhnologi Republik Indonesia.


(45)

Rismunandar. 1981. Bertanam Pisang. C. V. Sinar Baru. Bandung. 72 hal.

Robinson, J. C. Bananas and Plantain. 1999. CABI publishing. 238 hal.

Salisbury, F. B. and C. W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan terj. dari Plant physiology. D. R. Lukman dan Sumaryono (penerj.). ITB. 241 hal.

Semangun, H. 1989. Penyakit– penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.UGM Press. 850 hal.

Simmonds, N. W. 1959. Bananas. John Willey and Sons Inc. New York. 466p.

.1996. Banana Edisi 2. Logman. London. 512 p.

Smith, M. K. , S. D. Hamill, D. K. Becker, and J. L. Dale. P. 366- 383. Musa spp. Banana and Plantain. Richard E. L. ( ed.).In Biotechnology in Agriculture No. 29 : “ Biotechnology of Fruit and Nut Crops”. CABI publishing. 723 hal.

Sudarmadji. 2003. Penggunaan Benzil Amino Purin Pada Pertumbuhan Kalus Kapas Secara In vitro. Bul . Teknik Pert. 8(1):8-10.

Sukma, D. 1994. Pengaruh IAA dan BAP Terhadap Perbanyakan Tunas Mikro Pisang Mas (Musa acuminata L. AA Group), Ambon dan Barangan (Musa acuminata L. AAA Group), dan Raja Bulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) Secara In vitro. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sukmadjaja, D., H. Widhiastuti, L.B. Yuliawati, dan R. Agustina. 2007. Kultur In vitro untuk Mendapatkan Bahan Induk Tanaman Pisang Rajabulu. Laporan Kemajuan Penelitian Rusnas Buah Tropika Tahap 1. Seameo Biotrop.

Trigiano,R.N. dan D.J. Gray. 2005. Plant Development and Biotechnologi. CRC press. London. 358 p.

Tripepi, R. R. 1997. Adventitious shoot regeneration. In: R. L. Gereve, J. E. Preece, and S. A. Merkle (eds). Biotechnology of Ornamental Plants. CAB International. USA. P. 45-71

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas. IPB. 145 hal.

Widyastuti, N. dan D. Tjokrokusumo. 2001. Peranan Beberapa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Tanaman Pada Kultur In vitro. Jur. Sains dan Tekh. Ind. 3(5):55-63.


(46)

(47)

Tabel Lampiran 1. Komposisi Media Murashige-Skoog (MS)

No. Stok Bahan Konsentrasi Stock (mg/l)

Volume Stock dalam Media (ml/l)

Konsentrsi Akhir Media

(mg/l)

1 A NH4NO3 82.500 20 1.650

2 B KNO3 95.000 20 1.900

3 C KH2PO4 34.000 170

H3BO3 1.240 6.2

KI 166 5 0.83

Na2MoO4.2H2O 50 0.25

CoCl2.6H2O 5 0.025

4 D CaCl.2H2O 88.000 5 440

5 E MgSO4.7H2O 74.000 370

MnSO4.4H2O 4.460 22.3

ZnSO4.H2O 1.720

5

8.6

CuSO4.5H2O 5 0.025

5 F Na2EDTA 3.730 37.3

FeSO4.7H2O 2.780

10

27.8

6

Myo-inositol Myo-inositol 10.000 10 100

Vitamin Thiamin 10 0.1

Niacin 50 0.5

Pyridoxin 50 10 0.5

Glycine 200 2

Gula 30 30.000


(48)

Tabel Lampiran 2. Jumlah Eksplan Hidup dan Mati selama Periode Pengamatan

ZPT 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

(mg/l) A B A B A B A B A B A B A B A B

BAP 1 6 1 6 1 6 1 6 1 4 2 4 3 4 3 2 3

BAP 2 5 2 3 2 3 2 1 2 1 2 1 2 0 3 0 3

TDZ 0.04 7 0 7 0 7 0 7 0 5 1 5 1 5 1 5 1

TDZ 0.08 6 1 6 1 6 1 5 2 4 3 4 3 4 3 4 3

Keterangan : (A) Jumlah Eksplan Hidup (B) Jumlah eksplan yang mati


(49)

Tabel Lampiran 3. Rekapitulasi hasil Analisis Ragam pada Tahap Multiplikasi Tunas in vitro pisang Rajabulu Juara

Perlakuan Peubah

MST IAA TDZ IAA*TDZ J UMLAH TUNAS 1-8 tn tn tn

JUMLAH DAUN 1 - - -

2-8 tn tn tn

JUMLAH AKAR 1 - - -

2 tn * tn

3 tn ** tn

4 tn ** tn

5 tn ** tn

6 tn ** tn

7 tn ** tn

8 tn * tn

PANJANG AKAR 10 tn * tn

TINGGI 10 tn ** tn

Keterangan : * = Berbeda nyata pada uji DMRT 5 % ** = Berbeda sangat nyata pada uji DMRT 1 % tn = Tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 % MST = Minggu Setelah Tanam


(1)

Tunas

in vitro

pisang Rajabulu Cianjur

Perlakuan

Peubah MST

IAA TDZ

IAA*TDZ

JUMLAH TUNAS

1-8

tn

tn

tn

JUMLAH AKAR

1

tn

tn

tn

2

tn

tn

tn

3

*

tn

tn

4

*

tn

tn

5

*

*

tn

6

tn

*

tn

7

tn

*

tn

8

tn

*

tn

JUMLAH DAUN

1

tn

tn

tn

2

tn

tn

tn

3

tn

tn

tn

4

tn

tn

tn

5

tn

tn

tn

6

tn

*

tn

7

tn

tn

tn

8

tn

tn

tn

PANJANG AKAR

10

tn

**

tn

TINGGI 10

tn

**

tn

Keterangan : *

= Berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

**

= Berbeda sangat nyata pada uji DMRT 1 %

tn

= Tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

MST = Minggu Setelah Tanam


(2)

Jumlah Tunas Pisang Rajabulu Cianjur

MST

Sumber

Keragaman

DB

JK

KT

F HIT

PR > F

KK (%)

1 Ulangan

6 0.14285714 0.02380952 1.00tn 0.4435 648.0741

IAA

1 0.02380952 0.02380952 1.00tn 0.3253

TDZ

2 0.04761905 0.02380952 1.00tn 0.3798

IAA*TDZ

2 0.04761905 0.02380952 1.00tn 0.3798

GALAT

30 0.71428571 0.02380952

UMUM

41 0.97619048

2 Ulangan

6 10.14285714 1.69047619 0.81tn 0.5687 466.0548

IAA

1 1.16666667 1.16666667 0.56tn 0.4598

TDZ

2 3.76190476 1.88095238 0.90tn 0.4157

IAA*TDZ

2 3.47619048 1.73809524 0.84tn 0.4436

GALAT

30 62.42857143 2.08095238

UMUM

41 80.97619048

3 Ulangan

6 9.95238095 1.65873016 0.75tn 0.6165 347.7085

IAA

1 1.52380952 1.52380952 0.69tn 0.4140

TDZ

2 6.14285714 3.07142857 1.38tn 0.2663

IAA*TDZ

2 2.04761905 1.02380952 0.46tn 0.6350

GALAT

30 66.61904762 2.22063492

UMUM

41 86.28571429

4 Ulangan

6 8.47619048 1.41269841 0.61tn 0.7207 290.6249

IAA

1 0.85714286 0.85714286 0.37tn 0.5477

TDZ

2 6.61904762 3.30952381 1.43tn 0.2556

IAA*TDZ

2 3.00000000 1.50000000 0.65tn 0.5306

GALAT

30 69.52380952 2.31746032

UMUM

41 88.47619048

5 Ulangan

6 8.61904762 1.43650794 0.57tn 0.7496 266.3051

IAA

1 0.59523810 0.59523810 0.24tn 0.6300

TDZ

2 7.19047619 3.59523810 1.43tn 0.2550

IAA*TDZ

2 2.33333333 1.16666667 0.46tn 0.6330

GALAT

30 75.38095238 2.51269841

UMUM

41 94.11904762

6 Ulangan

6 8.61904762 1.43650794 0.57tn 0.7496 266.3051

IAA

1 0.59523810 0.59523810 0.24tn 0.6300

TDZ

2 7.19047619 3.59523810 1.43tn 0.2550

IAA*TDZ

2 2.33333333 1.16666667 0.46tn 0.6330

GALAT

30 75.38095238 2.51269841

UMUM

41 94.11904762

7 Ulangan

6 9.33333333 1.55555556 0.52tn 0.7863 258.7056

IAA

1 0.85714286 0.85714286 0.29tn 0.5954

TDZ

2 8.04761905 4.02380952 1.35tn 0.2739

IAA*TDZ

2 1.85714286 0.92857143 0.31tn 0.7342

GALAT

30 1.85714286 2.97460317

UMUM

41 109.33333333

8 Ulangan

6 10.57142857 1.76190476 0.57tn 0.7528 246.6847

IAA

1 0.09523810 0.09523810 0.03tn 0.8621

TDZ

2 7.42857143 3.71428571 1.20tn 0.3163

IAA*TDZ

2 1.33333333 0.66666667 0.21tn 0.8080

GALAT

30 93.14285714 3.10476190


(3)

Jumlah Akar Pisang Rajabulu Cianjur

MST

Sumber

Keragaman

DB

JK

KT

F HIT

PR > F

KK (%)

1 Ulangan

6 5.80952381 0.96825397 0.61tn 0.7203 240.5228

IAA

1 0.09523810 0.09523810 0.06tn 0.8082

TDZ

2 2.33333333 1.16666667 0.73tn 0.4879

IAA*TDZ

2 0.61904762 0.30952381 0.19tn 0.8239

GALAT

30 47.61904762 1.58730159

UMUM

41 56.47619048

2 Ulangan

6 17.61904762 2.93650794 0.67tn 0.6735 190.9681

IAA

1 1.52380952 1.52380952 0.35tn 0.5595

TDZ

2 8.19047619 4.09523810 0.94tn 0.4033

IAA*TDZ

2 7.04761905 3.52380952 0.81tn 0.4563

GALAT

30 131.23809524 4.37460317

UMUM

41 165.61904762

3 Ulangan

6 49.23809524 8.20634921 1.27tn 0.2990 119.7987

IAA

1 29.16666667 29.16666667 4.53* 0.0417

TDZ

2 37.33333333 18.66666667 2.90tn 0.0708

IAA*TDZ

2 41.33333333 20.66666667 3.21* 0.0547

GALAT

30 193.33333333 6.44444444

UMUM

41 350.40476190

4 Ulangan

6 45.14285714 7.52380952 0.75tn 0.6167 106.6565

IAA

1 44.02380952 44.02380952 4.37* 0.0452

TDZ

2 62.04761905 31.02380952 3.08tn 0.0608

IAA*TDZ

2 27.47619048 13.73809524 1.36tn 0.2712

GALAT

30 302.28571429 10.07619048

UMUM

41 480.97619048

5 Ulangan

6 91.61904762 15.26984127 1.50tn 0.2113 92.99127

IAA

1 64.38095238 64.38095238 6.33* 0.0174

TDZ

2 76.00000000 38.00000000 3.74* 0.0355

IAA*TDZ

2 37.33333333 18.66666667 1.84tn 0.1769

GALAT

30 304.95238095 10.16507937

UMUM

41 574.28571429

6 Ulangan

6 77.90476190 12.98412698 1.09tn 0.3887 83.64224

IAA

1 20.02380952 20.02380952 1.69tn 0.2039

TDZ

2 100.33333333 50.16666667 4.23* 0.0241

IAA*TDZ

2 10.04761905 5.02380952 0.42tn 0.6588

GALAT

30 356.09523810 11.86984127

UMUM

41 564.40476190

7 Ulangan

6 69.61904762 11.60317460 1.02tn 0.4334 73.89962

IAA

1 21.42857143 21.42857143 1.88tn 0.1808

TDZ

2 105.85714286 52.92857143 4.64* 0.0176

IAA*TDZ

2 21.00000000 10.50000000 0.92tn 0.4095

GALAT

30 342.38095238 11.41269841

UMUM

41 560.28571429

8 Ulangan

6 70.66666667 11.77777778 0.82tn 0.5604 73.17067

IAA

1 29.16666667 29.16666667 2.04tn 0.1635

TDZ

2 134.90476190 67.45238095 4.72* 0.0165

IAA*TDZ

2 36.33333333 18.16666667 1.27tn 0.2952

GALAT

30 428.76190476 14.29206349


(4)

Jumlah Daun Pisang Rajabulu Cianjur

MST

Sumber

Keragaman

DB

JK

KT

F HIT

PR > F

KK (%)

1 Ulangan

6 0.90476190 0.15079365 0.59tn 0.7356 176.9338

IAA

1 0.85714286 0.85714286 3.35tn 0.0770

TDZ

2 0.57142857 0.28571429 1.12tn 0.3402

IAA*TDZ

2 0.57142857 0.28571429 1.12tn 0.3402

GALAT

30 7.66666667 0.25555556

UMUM

41 10.57142857

2 Ulangan

6 1.61904762 0.26984127 0.76tn 0.6076 100.1758

IAA

1 1.16666667 1.16666667 3.28tn 0.0801

TDZ

2 0.04761905 0.02380952 0.07tn 0.9354

IAA*TDZ

2 0.61904762 0.30952381 0.87tn 0.4290

GALAT

30 10.66666667 0.35555556

UMUM

41 14.11904762

3 Ulangan

6 1.28571429 0.21428571 0.38tn 0.8871 83.20119

IAA

1 0.00000000 0.00000000 0.00tn 1.0000

TDZ

2 0.33333333 0.16666667 0.29tn 0.7473

IAA*TDZ

2 1.00000000 0.50000000 0.88tn 0.4243

GALAT

30 17.00000000 0.56666667

UMUM

41 19.61904762

4 Ulangan

6 1.61904762 0.26984127 0.44tn 0.8458 63.22216

IAA

1 0.85714286 0.85714286 1.40tn 0.2462

TDZ

2 0.33333333 0.16666667 0.27tn 0.7637

IAA*TDZ

2 0.42857143 0.21428571 0.35tn 0.7077

GALAT

30 18.38095238 0.61269841

UMUM

41 21.61904762

5 Ulangan

6 2.28571429 0.38095238 0.56tn 0.7559 51.54767

IAA

1 0.02380952 0.02380952 0.04tn 0.8524

TDZ

2 0.90476190 0.45238095 0.67tn 0.5197

IAA*TDZ

2 0.61904762 0.30952381 0.46tn 0.6371

GALAT

30 20.28571429 0.67619048

UMUM

41 24.11904762

6 Ulangan

6 1.14285714 0.19047619 0.37tn 0.8919 39.63126

IAA

1 0.00000000 0.00000000 0.00tn 1.0000

TDZ

2 3.47619048 1.73809524 3.38* 0.0475

IAA*TDZ

2 0.42857143 0.21428571 0.42tn 0.6630

GALAT

30 15.42857143 0.51428571

UMUM

41 20.47619048

7 Ulangan

6 2.95238095 0.49206349 0.53tn 0.7777 46.32056

IAA

1 0.02380952 0.02380952 0.03tn 0.8733

TDZ

2 5.28571429 2.64285714 2.87tn 0.0723

IAA*TDZ

2 0.90476190 0.45238095 0.49tn 0.6166

GALAT

30 27.61904762 0.92063492

UMUM

41 36.78571429

8 Ulangan

6 3.47619048 0.57936508 0.62tn 0.7113 45.04593

IAA

1 0.09523810 0.09523810 0.10tn 0.7514

TDZ

2 5.57142857 2.78571429 2.99tn 0.0655

IAA*TDZ

2 2.04761905 1.02380952 1.10tn 0.3463

GALAT

30 27.95238095 0.93174603


(5)

Panjang Akar Pisang Rajabulu Cianjur

MST

Sumber

Keragaman

DB

JK

KT

F HIT

PR > F

KK (%)

10 Ulangan

6 27.47619048 4.57936508 0.19tn 0.9784 47.13273

IAA

1 20.02380952 20.02380952 0.81tn 0.3742

TDZ

2 754.01190476 377.00595238 15.32** 0.0001

IAA*TDZ

2 65.36904762 32.68452381 1.33tn 0.2800

GALAT

30 738.09523810 24.60317460


(6)

Tinggi Pisang Rajabulu Cianjur

MST

Sumber

Keragaman

DB

JK

KT

F HIT

PR > F

KK (%)

10 Ulangan

6 438.22619048 73.03769841 0.81 0.5727

63.53087

IAA

1 6.88095238 6.88095238 0.08 0.7847

TDZ

2 1422.36904762 711.18452381 7.86 0.0018

IAA*TDZ

2 148.22619048 74.11309524 0.82 0.4506

GALAT

30 2715.77380952 90.52579365