Jakarta -Turunnya harga minyak dunia di bawah US 60 per barel berdampak pada

1. Jakarta -Turunnya harga minyak dunia di bawah US 60 per barel berdampak pada

turunnya harga BBM di Indonesia. Premium RON 88 ditetapkan Rp 6.600liter dan solar Rp 6.400liter oleh pemerintah Joko Widodo Jokowi. Murahnya harga BBM dianggap berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Kenapa? Turunnya harga minyak dunia ini berdampak pada anjloknya pendapatan minyak dan gas bumi bagi negara. Untuk mengejar pendapatan negara terpaksa pendapatan pajak digenjot, ini justru yang bahaya karena justru pemerintah menurunkan harga BBM,, ujar Ekonom INDEF Aviliani, di acara diskusi Mengawal Nawacita: Analisis Kritis Terhadap APBN 2015, di Kantor INDEF, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa 2422015. \ Aviliani mengatakan, dengan harga jual BBM diturunkan, konsumsi BBM justru meningkat, sehingga impor minyak makin tinggi. Seperti diketahui selama ini, impor minyak menjadi momok dari defisitnya neraca perdagangan nasional. Harga BBM memang turun, subsidi memang turun, tapi apakah konsumsinya turun? Tidak, justru karena murah konsumsinya tinggi, sementara impor minyak kita makin tinggi, katanya. Kondisi lainnya, turunnya harga minyak, juga mendorong penurunan harga pada komoditas lainnya juga turun seperti CPO Crude Palm Oil dan batu bara. Padahal ekspor komoditas merupakan salah satu andalan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara. Pemerintah memang harus pintar-pintar mencari pendapatan negara di sektor pajak, karena andalan pemerintah selama ini dari Migas dan komoditas harganya turun signifikan tahun ini, katanya. Ditambahkan Peneliti INDEF Nailul Huda, pengoptimalan penerimaan pajak masih banyak kendala sampai dengan hari ini. Dua hambatan utama yang dari dulu menjadi masalah di sektor pajak belum teratasi, yakni basis data pajak yang masih tergantung pusat, padahal daerah yang harusnya mengetahui potensi pajak di daerahnya. Kedua, belum terintegrasinya KTP dengan data kependudukan, sehingga tidak dapat mengoptimalkan pendapatan pajak di Indoensia. Saat ini saja, pegawai pajak kita hanya 317.000, bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta, artinya satu pegawai pajak harus mengawasi pajaknya 7.468 jiwa, smentara di Malaysia saja ada 102.000 pegawai pajak, tapi penduduknya hanya 29,2 juta sehingga rasionya hanya 1: 2.860 jiwa, tutupnya. 2. Liputan6.com, Jakarta - Data ekonomi Amerika Serikat AS yang tidak sebaik perkiraan awal ternyata tidak mampu menahan penguatan dolar AS. Nilai tukar dolar AS terus menguat menanti hasil pertemuan Bank Sentral AS The Fed yang kemungkinan besar akan memberikan sinyal akan rencana kenaikan suku bunga acuan. Akibat penguatan dolar AS tersebut, rupiah terus tertekan hingga mendekati level Rp 13.000 per dolar AS. Data valuta asing Bloomberg, Selasa 2422015 menunjukkan nilai tukar rupiah kembali menyentuh kisaran Rp 12.900 per dolar AS. Rupiah dibuka melemah di level Rp 12.866 per dolar AS, nilai tukar AS terus menunjukkan pelemahan. Nilai tukar rupiah tertekan 0,54 persen ke level Rp 12.904 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:46 waktu Jakarta. Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah tercatat masih bergerak di kisaran Rp 12.855 per dolar AS hingga Rp 12.922 per dolar AS. Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate JISDOR melemah ke level Rp 12.866 per dolar AS. Sebelumnya nilai tukar rupiah sempat melemah di kisaran Rp 12.813 per dolar AS. Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia, Eric Alexander Sugandi menjelaskan, sentimen yang mempengaruhi nilai tukar rupiah saat ini lebih kepada sentimen dari eskternal atau dari luar negeri. Pasar pasar masih menanti pernyataan Gubernur The Fed Janet Yellen. Sebagian investor melihat bahwa kemungkinan besar The Fed akan segera menaikkan suku bunga acuan sehingga mendorong pelaku pasar untuk melakukan aksi beli dolar dan akibatnya dolar semakin menguat. Akhir kuartal ini, nilai tukar rupiah dapat menembus level Rp 13.000 per dolar AS yang lebih disebabkan faktor global seperti pemilihan umum di Spanyol hingga data ekonomi AS, terangnya. Namun sebenarnya, jika melihat dari sisi fundamental, rupiah seharusnya masih bergerak di kisaran Rp 12.400 per dolar AS hingga Rp 12.700 per dolar AS. Neraca Pembayaran Indonesia NPI triwulan IV 2014 mencatat surplus sebesar US 2,4 miliar. Surplus NPI tersebut ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial sebesar US 7,8 miliar yang melampaui defisit transaksi berjalan sebesar US 6,2 miliar. Surplus NPI triwulan IV-2014 tersebut pada gilirannya mendorong kenaikan posisi cadangan devisa dari US 111,2 miliar pada akhir triwulan III 2014 menjadi US 111,9 miliar pada akhir triwulan IV 2014. Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri Pemerintah selama 6,4 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional. Pada Januari 2015, posisi cadangan devisa kembali meningkat menjadi US 114,2 miliar. Kalau faktor global itu kan semua hanya persepsi. Jika berdasarkan faktor fundamental seharusnya rupiah bergerak menguat ada faktor psikologis yang juga ikut berpengaruh, pungkasnya. SisGdn

3. Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral