Sertifikasi Halal TINJAUAN UMUM SERTIFIKASI DAN LABELISASI HALAL SERTA

40 untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Yang dimaksud produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat islam, yaitu: 6  Tidak mengandung babi dan bahan berasal dari babi.  Tidak mengandung khamr dan produk turunannya  Semua bahan asal hewan harus berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat islam  Tidak mengandung bahan-bahan lain yang diharamkan atau tergolong najis seperti: bangkai, darah, bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, kotoran dan lain sebagainya  Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengelolaan dan alat trasportasi untuk produk halal tidak boleh digunakan untuk babi atau barang tidak halal lainnya. Penggunaan fasilitas produksi untuk produk halal dan tidak halal secara bergantian tidak diperbolehkan. Penentuan halal tidaknya suatu produk makanan dan minuman pada era global ini tidaklah mudah bahkan mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi ini dikarenakan banyaknya bahan baku dan bahan tambahan yang menggunakan bahan-bahan dari non muslim atau negara barat. Ada beberapa hal yang dapat 6 Aisjah Girindra, LP POM MI Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal, Jakarta: LP POM MUI, 2005, h. 123 41 dilakuakn untuk menjamin hak mendapatkan makanan dan minuman yang halal, pertama adanya jaminan undang-undang yang melindungi. Masalah kedua, mengetahui komposisi dan asal-usul serta cara memproduksi makanan dan minuamn. Ketiga yaitu pihak yang berwenang bekerja keras menyusun daftar bahan baku dan bahan tambahan yang sudah diperiksa kehalalannya. 7 Beberapa tujuan diberlakukannya liberalisasi dan sertifikasi Halal adalah: 8 a. Jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta dan sekitar 87 beragama islam merupakan potensi pasar yang cukup besar bagi produk-produk halal. Apabila produk dalam negeri belum mampu menerapkan sistem produksi halal, maka akan dimanfaatkan oleh produk negara lain yang telah menerapkan sistem produksi halal. b. Karena belum memasyarakatkan sistem produksi halal di dalam negeri, maka produk impor seperti makanan minuman obat kosmetika dan produk halal lainnya akan menjadi ancaman bagi daya saing produk dalam negeri , baik di pasar lokal, nasional maupun pasar bebas. c. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingya mengkonsumsi dan menggunakan produk halal merupakan tantangan yang harus direspon oleh pemerintah dan pelaku usaha indonesia. 7 Diana candra dewi, rahasia dibalik makanan haram. UIN-Press.2007, h. 121 8 Muhammad Djakfar, Hukum bisnis, malang: UIN-Press. 2009 h.205-207 42 d. Disamping itu dengan mulai diberlakukannya era persaingan bebas seperti AFTA pada tahun 2003 dan telah di cantumkannya ketentuan halal dalam KODEX yang didukung oleh WHO dan WTO maka produk-produk nasional harus meningkatkan daya saingnya pada pasar dalam negeri maupun luar negeri internasional. e. Dari sekitar 1,5 juta produsen makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika dann produk lainya, kurang dari seribu yang menggunakan sertifikasi halal. Hal tersebut disebabkan karena belum siapnya pemerintah dalam menyediakan fasilitas yang sesuaidengan tuntutan pasar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut terjadi kecenderungan bagi para pelaku usaha untuk mendirikan pabrik dimalaysia dan singapura hanya sekedar untuk memperoleh sertifikat dan label halal dari pemerintah yang bersangkutan. Walaupun untuk mendapat hal tersebut dari singapura rata-rata pelaku usaha harus membayar 500 dolar lebih, dan untuk mendapat label harus membayar 2-3 sen dolar persasetkemasanbungkus. Berdasarkan perjalanan sejarah pemberlakuan sertfikasi halal di Indonesia LPPOM MUI sebagai lembaga yang memelopori pemberian sertifikat halal yang pertama dan masih dianggap satu-satunya di Indonesia. 9 Sebagai lembaga otonom, bentukan MUI, LPPOM MUI tidak berjalan sendiri. Keduanya memiliki kaitan erat dalam mengeluarkan keputusan. 9 Anton Apriyantono, Nurbowo; Panduan Belanja dan Konsumsi HALAL, Jak Sel: Khairun Bayaan. 2003 h. 36 43 Sertifikat Halal merupakan langkah yang berhasil dijalankan sampai sekarang. Di dalamnya tertulis fatwa MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam dan menjadi syarat pencantuman label halal dalam setiap produk pangan, obat-obatan, dan kosmetika. Syarat kehalalan produk tersebut meliputi: 10 1. Tidak mengandung babi dan bahan bahan yang berasal dari babi 2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran-kotoran. 3. Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syariat Islam. 4. Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat.

D. Peraturan Perundang-undangan tentang Pangan halal

1. UU No. 71996 tentang Pangan

Di dalam UU No. 7 tahun 1996 beberapa pasal berkaitan dengan masalah kehalalan produk pangan, yaitu dalam Bab Label dan Iklan Pangan pasal 30 dan 34. Bunyi pasal dan penjelasan pasal tersebut adalah Pasal 30 10 Anton Apriyantono,Nurbowo;Panduan Belanja dan Konsumsi HALAL, JakSel:Khairun Bayaan.2003. h 27 44 2 Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, didalam dan atau di kemasan pangan. 3 Label, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat sekurang- kurangnya keterangan mengenai: 1 Nama produk 2 Daftar bahan yang digunakan 3 Berat bersih atau isi bersih 4 Nama dan alamat pihak yang memproduksi 5 Keterangan tentang halal; dan 6 Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa Penjelasan pasal 30 ayat 2 e: keterangan halal untuk suatu produk pangan sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Namun, pencantumannya pada label pangan baru merupakan kewajiban apabila setiap orang yang memproduksi pangan dan atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan bahwa pangan yang bersangkutan adalah halal bagi umat Islam. Pasal 34 a. Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.