12
sifat enterotoksik
Shigatoksin. Selanjutnya,
perjalanan penyakit
melibatkan usus besar dan invasi jaringan dimana aksi Shigatoksin akan memperberat gejalanya. Efek enterotoksik Shigatoksin lebih pada
penghambatan absorpsi elektrolit, glukosa, dan asam amino dari lumen interstisial.
20,21
Shigella dysenteriae tipe 1 basil Shiga menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas yang dapat mengenai usus sistem saraf pusat.
Eksotoksin ini adalah protein yang bersifat antigenik merangsang antitoksik dan bersifat mematikan untuk hewan percobaan sebagai
enterotoksin juga menghambat absorbsi gula dan asam amino di usus halus. Sebagai “neurotoksin” material ini dapat menyebabkan infeksi
Shigella dysentriae yang sangat berat dan fatal serta minimbulkan reaksi susunan saraf pusat yang berat. Toksin dapat menyebabkan diare diawal
tidak berdarah, encer, dan banyak kemudian menginvasi usus besar mengakibatkan disentri lanjut dengan feses yang disertai dengan darah dan
nanah.
10,21
2.1.3 Metode Pengujian Antibakteri
Metode pengujian antibakteri biasanya dilakukan secara in vitro dengan menggunakan dua metode, yakni metode difusi dan metode
dilusi.
22
a. Metode Difusi
Metode ini merupakan metode yang sering digunakan. Dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu metode difusi cakram kertas, metode
lubang, dan metode parit
23
1. Metode Difusi Carkram Kertas
Prinsip dari metode difusi cakram adalah bahan atau sampel yang akan dijadikan antimikroba direndam dalam cakram kemudian cakram
tersebut ditaruh di atas media perbenihan agar padat yang telah dioleskan
13
dengan bakteri yang akan diuji, setelah itu diinkubasi pada suhu 37 C
selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati zona jernih di sekitar cakram uji yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba.
22
Efektifitas antibakteri didasarkan pada klasifikasi respon penghambatan pertumbuhan
bakteri menurut Greenwood 1995 Tabel 2.2. Klasifikasi Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri
Diameter Zona Hambat Daya Hambat Pertumbuhan
20 mm Kuat
16-20 mm Sedang
10-15 mm Lemah
10 mm Tidak ada
Sumber: Greenwood, 1995
2. Metode Lubang
Pada lempeng agar yang telah diinokulasi dengan bakteri uji dibuat suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Cara ini
dapat diganti dengan meletakkan cawan porselin kecil yang biasa disebut fish spines di atas medium agar. Kemudian cawan tersebut diisi dengan zat
uji. Setelah diinkubasi pada suhu 37 C selama 18-24 jam dilakukan
pengamatan dengan melhat ada atau tidaknya zona hambat disekeliling lubang atau cawan.
23,25
3. Metode Parit
Lempeng agar yang telah dilakukan inokulasi dengan bakteri uji dibuat sebidang parit. Parit tersebut diisi dengan zat antimikroba,
kemudian diinkubasi pada waktu dan suhu optimum yang sesuai dengan mikroba uji. Hasil pengamatan yang akan diperoleh adalah ada tidaknya
zona hambatan di sekitar parit.
25
b. Metode Dilusi
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimun KHM dan kadar bunuh minimal KBM dari bahan sampel antibakteri
yang akan dilakukan uji.
22
14
Prinsip dari metode dilusi itu sendiri yaitu menggunakan suatu seri tabung rekasi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel-sel bakteri
yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diisi dengan bahan sampel antimikroba yang akan diuji yang sebelumnya telah dilakukan
pengenceran secara serial. Setelah itu, seri tabung diinkubasi pada suhu 37
C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah bahan sampel antibakteri yang diuji pada tabung
yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih tidak tampak pertumbuhan mikroba adalah KHM dari sampel tersebut.
Kemudian biakan dari semua tabung yang jernih diinokulasikan pada media agar padat, diinkubasi pada suhu 37
C selama 24 jam dan diamati ada tidaknya koloni bakteri yang tumbuh. Konsentrasi terendah biakan
padat yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni bakteri adalah KBM dari sampel bahan antibakteri yan diuji.
22
2.1.4. Mekanisme Kerja Antibakteri