Chapter II Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, dan Trichoderma Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Bruguiera cylindrica di Desa Nelayan Indah

4

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem pantai yang memiliki
produktivitas tinggi. Ekosistem ini berupa formasi hijau yang kompleks dan
dinamis dengan penyebaran yang terbatas hanya pada daerah tropik dan subtropik.
Hutan mangrove berkembang di daerah intertidal seperti di daerah pantai yang
terlindung, lingkungan estuaria dan delta. Oleh karena itu ekosistem ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi pasang surut dengan fluktuasi lingkungan yang lebar.
Selain itu hutan mangrove dikenal juga sensitif terhadap pengaruh eksternal
karena sifatnya yang terbuka terhadap bahan dan energi yang masuk atau keluar
(Chapman, 1977).
Jenis vegetasi mangrove mempunyai bentuk khusus yang menyebabkan
mereka dapat hidup di perairan yang dangkal yaitu mempunyai akar yang pendek,
menyebar luas dengan akar penyangga atau tudung akarnya yang khas tumbuh
dari batang dan atau dahan. Akar-akar dangkal sering memanjang yang disebut
“pneumatofor” ke permukaan substrat yang memungkinkan mereka mendapatkan
oksigen dalam lumpur yang anoksik dimana pohon-pohon ini tumbuh. Daundaunnya kuat dan mengandung banyak air dan mempunyai jaringan internal
penyimpan air dan konsentrasi garamnya tinggi. Beberapa jenis tumbuhan

mangrove mempunyai kelenjar garam yang menolong menjaga keseimbangan
osmotik dengan mengeluarkan garam (Nybakken,1988).
Dalam hal struktur, mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila
dibandingkan dengan negara lainnya. Dapat ditemukan mulai dari tegakan
Avicennia marina dengan ketinggian 1-2 meter pada pantai yang tergenang air
4

5

laut, hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora-Ceriopsdengan ketinggian
lebih dari 30 meter (misalnya, di Sulawesi Selatan). Di daerah pantai yang
terbuka, dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara itu di
sepanjang sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah umunya
ditemukan Nypa fruticans.Umumnya tegakan mangrove jarang ditemukan yang
rendah kecuali mangrove anakan dan beberapa jenis semak seperti Acanthus
ilicifolius dan Acrostichum aureum(Noor dkk,2006).
Formasi hutan mangrove terdiri atas empat gugus utama, yaitu Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera. Hutan mangrove alami membentuk
zonasi tertentu. Bagian luar didominasi Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora,
bagian tengah Bruguiera gymnorhiza, bagian ketiga Xylocarpus, dan Heritiera,

bagian dalam Bruguiera cylindrica, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera,
sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas. Pada perbatasan hutan
mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans. Pada masa kini pola
zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju konversi habitat mangrove
menjadi tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran
lingkungan.
Mangrove berkembang baik pada daerah pesisir yang terlindung dari
gelombang yang kuat yang dapat menghempaskan anakan mangrove. Daerah
yang dimaksud dapat berupa laguna, teluk,estuaria, delta, dan lain- lain. Beberapa
ahli ekologi mangrove berpendapat bahwa faktor-faktor lingkungan yang paling
berperan dalam pertumbuhan mangrove adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan
arus yang semuanya diakibatkan oleh kombinasi pengaruh dari fenomena pasang
surut dan ketinggian tempat dari rata-rata muka laut.

6

Jenis dan Penyebaran Mangrove
Hutan mangrove merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan
suatu varietas komunitas pantai tropik dan sub tropik yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai

kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1992). Hutan
mangrove meliputi pohon-pohon dan semak terdiri atas 12 genera tumbuhan
berbunga: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,
Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus yang
termasuk ke dalam 8 famili. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202
jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit,
dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan
yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat
salah satu jenis tumbuhan dominan yang termasuk ke dalam empat famili:
Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia),
Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen, 2001).
Walsh

(1974)

mencoba

menjelaskan


perbedaan

pengembangan

komunitas mangrove di dunia dengan membedakan lima persyaratan mendasar
bagi mangrove untuk tumbuh, yaitu: 1) suhu tropik, 2) daratan alluvial, 3) pantai
yang tidak bergelombang besar, 4) salinitas, dan 5) tingkat pasang surut air laut.
Kelima faktor lingkungan tersebut mempengaruhi pembentukan dan luasan
mangrove, komposisi jenis, zonasi, karakteristik struktural lanilla, dan fungsi
ekosistem itu sendiri.

7

Jenis-jenis tumbuhan di hutan bakau bereaksi berbeda terhadap variasivariasi lingkungan fisik, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu.
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bias sangat berbeda. Yang
paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur
dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini
sedemikian

banyak proporsinya. Substrat yang lain adalah lumpur dengan


kandungan pasir yang tinggi atau bahkan dominan pecahan karang, di pantaipantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
Menurut Suryono (2013), pembagian zonasi pertumbuhan sering dibagi
berdasarkan daerah penggerangan dan jenis tumbuhan yang tumbuh pada daerah
tersebut. Misalnya menurut daerah yang tergenang diklasifikasikan dalam 3
zonasi yaitu:
1. Zona proksimal adalah zona yang dekat dengan laut atau zona terdepan.
Pada daerah ini biasanya ditemukan jenis-jenis Rhizophora apiculata,
Rhizophora mucronata, dan Sonneratia alba.
2.Zona middle adalah zona yang terletak diantara laut dan darat atau zona
pertengahan. Biasanya ditemukan jenis-jenis: Sonneratia caseolaris,
Bruguiera gymnorhiza, Avicennia marina, Avicennia officinalis dan
Ceriops tagal.
3. Zona distal adalah zona yang terjauh dari laut atau terbelakang. Pada
daerah ini biasa ditemukan jenis-jenis Heriteria littoralis, Pongamia sp,
Xylocarpus sp, Pandanus sp, dan Hibiscus tiliaceus.

8

Deskripsi Bruguiera cylindrica

Bruguiera cylindricasering disebut dengan nama lokal: burus, lindur,
tanjungsukim, tanjang. Menurut Noor, dkk (2006) adapun taksonomi dari
Bruguiera cylindricaadalah sebagaiberikut:
Kingdom

: Tumbuhan

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Myrtales

Famili


: Rhizophoraceae

Genus

: Bruguiera

Spesies

: Bruguiera cylindrical(L.) Lamk.

Menurut Aston (1988); Backer dan Backer dan Bakhuizen v.d Brink
(1963);

Chapman

(1976)

dalam


Sudarmadji

(2004)

B.cylindrica

merupakantumbuhan yang mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada
tanah liat di belakang zonaAvicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove
kearah laut. B.cylindricamemiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah/substrat
yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan
tumbuhnyapada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada
akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu
sangat responsif terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah
yang ringan dan mengapung sehinggga penyebarannya dapat dibantu oleh arus
air, tapi pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Pohon
selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping di bagian
pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 meter. Kulit kayu

9


abu-abu, relative halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil. Pada bagian
permukaan atas daun hijau cerah sedangkan pada bagian bawahnya hijau agak
kekuningan. Bunga jenis ini muncul di ujung tandan dan mengelompok, sisi luar
bunga bagian bawah biasanya memiliki rambut putih.Propagulnya berbentuk
silindris memanjang, sering juga berbentuk kurva, warna hijau didekat pangkal
buah dan hijau keunguan di bagian ujung. Bentuk pohon dan bunga B. cylindrica
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pohon dan bunga B. cylindrica (Paula, 1998)
Kayu dari B. cylindrica dapat digunakan sebagai bahan kontruksi. Jenis ini
biasa digunakan sebagai kayu bakar dan dapat dikonversi menjadi arang. Nelayan
tidak menggunakan untuk menangkap ikan karena kayunya mengeluarkan bau
yang menyebabkan ikan tidak mau mendekat. Dalam hal pengobatan tradisional,
kulit buah digunakan untuk menghentikan pendarahan, dan daunnya dapat
digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Serta, pada daerah tertentu
propagulnya dapat dijadikan sayuran.
Teknik Pembibitan Tanaman Mangrove
Penanaman mangrove sebaiknya dilakukan pada saat air laut surut agar
memudahkan dalam penanaman dan dapat dilihat jarak antar tanaman apakah


10

seragam atau tidak. Untuk mengetahui kondisi pasang surut air laut ini, beberapa
hari sebelum penanaman perlu diamati waktu dan lama pasang surut. Waktu
penanaman ini sebaiknya didiskusikan dan disepakati bersama dengan masyarakat
karena merekalah yang lebih menguasai kondisi setempat. Kesesuaian jenis
tanaman dengan lingkungannya perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi
tingkat keberhasilan penanaman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk
kesesuaian jenis ini adalah salinitas, frekuensi penggenangan, tekstur tanah
(kandungan

pasir

dan

lumpur),

dan

kekuatan


ombak

dan

angin

(Kusmana dan Onrizal, 1998).
Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit mangrove
sebaiknya menggunakan benih yang berasal dari buah yang telah masak. Secara
umum, teknik pembibitan semua jenis mangrove relatif sama. Sebelum
melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus
dilakukan terlebih dahulu. Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang,
pemanenan buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan
tongkat galah berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambil
buah yang telah jatuh dengan sendirinya dibawah pohon induk. Buah yang dipilih
sebaiknya sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum
berdaun.Ciri-ciri buah bakau yang telah matang leher kotiledon berwarna
kekuningan.Untuk mendapatkan benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan
pencucian (Wibisono dkk, 2006).
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.
Media

tanam

yang

akan

digunakan

harus

disesuaikan

dengan

jenis

tanamanyangditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk

11

jenistanamanyang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal
inidikarenakan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang
berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah
sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur
hara (Mukhlis, 2007).
Pada lokasi penanaman berlumpur lembek atau dalam, sekitar sepertiga
dari panjang buah/benih (R. apiculata dan B.cylindrica) ditancapkan kedalam
lumpur secara tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas. Pada lokasi
penanaman berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang baru buah/ benih
dimasukkan kedalam lubang secara tegak. Setelah itu lubang ditutup kembali
dengan tangan sehingga benih dapat berdiri tegak dengan baik. Apabila ingin
memasang ajir sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping
buah atau benih. Untuk melindungi buah agar tidak hanyut terbawa ombak,
sebaiknya buah diikatkan pada ajir(Suryono, 2013).
Salah satu faktor yang menentukan mutu benih adalah tingkat kemasakan.
Benih mencapai vigor maksimum pada saat masak fisiologis. Benih yang dipanen
setelahtercapainya masak fisiologis memiliki vigor yang relatif lebih tinggi
sehingga akan menghasilkan tanaman yang lebih vigor dan memiliki daya simpan
lebih lama. Vigor benih maksimum dan berat kering benih maksimum merupakan
sebagian dari ciri-ciri tercapainya masak fisiologis. Benih yang telahmasak
fisiologis telah mempunyai cadangan makanan sempurna sehingga dapat
menunjang pertumbuhan kecambah. Tingkat kemasakan benih dapat dicirikan
dari

tingkat

kemasakan

buahnya.

Pemeraman

sering

digunakan

untukmeningkatkanlaju pematangan buah tertentu, Pemanenan sebelum masak

12

fisiologis diikuti dengan pemeraman diharapkan dapat menghasilkan benih
dengan viabilitas dan vigor yang tinggi seperti benih yang diperoleh dari buah
yang dipanen saat masak fisiologis di pohon (Kartasapoetra, 1994).
Peranan Fungi Hutan Mangrove
Fungi merupakan satu di antara berbagai kelompok mikroorganisme yang
memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi serasah bahan-bahan
tumbuhan. Selain fungi, kelompok mikroorganisme dan organisme lain seperti
bakteri, cacing, kepiting dan lain-lain, serta faktor lingkungan juga ikut
mengambil bagian dalam proses dekomposisi serasah tersebut. Fungi memainkan
peran penting dalam ekosistem mangrove terutama dalam hubungannya dengan
bakteri untuk mempercepat dekomposisi serasah daun (Fell, dkk., 1975).
Jamur (fungi) memiliki peran yang menguntungkan dan merugikan. Peran
menguntungkannya adalah sebagai berikut:
1. Berperan sangat penting dalam siklus materi terutama siklus karbon, yang
berperan bagi kelangsungan hidup seluruh organisme.
2. Sebagai dekomposer kedua kelompok tersebut dapat menguraikan sisa-sisa
tumbuhan, bangkai hewan dan bahan bahan organik lainnya dan hasil
penguraianya dikembalikan ke tanah sehingga dapat menyuburkan tanah.
3. Fungi saprofit bersama dengan protozoa dan bakteri saprofit merupakan
organisme yang dapat menguraikan sampah.
Selain memiliki peran yang menguntungkan, jamur (fungi) juga memiliki peran
yang merugikan, seperti:

13

1. Fungi dapat berperan sebagai agen penyebab penyakit. Fungi pada
umumnya lebih sering menyebabkan penyakit pada tumbuhan dibanding
pada hewan atau manusia.
2. Fungi dapat menghasilkan racun, racun yang dihasilkan beberapa fungi
seperti Amanita phalloides, A. muscaria, maupun A. flavus (menghasilkan
aflatoksin) yang dapat mengurangi perkecambahan benih, persentase
hidup bibit dan kualitas nutrisi benih. Selain itu, aflatoksin sangat
berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan penyakit kronis
seperti kanker dan bahkan kematian.
Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen
biokontrol karena bersifat antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan,
parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan
bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan
untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat pathogen. Beberapa penyakit
tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma.
Trichoderma sp. Menghasilkan enzim kitinase yang data membunuh atogen
sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas
pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003).
Jamur Trichoderma sp memiliki kelebihan seperti mudah diisolasi,
dikembangkan, mudah ditemukan di areal pertanaman, dapat tumbuh secara cepat
pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas. Jamur
Trichoderma mempunyai kemampuan untukmeningkatkankecepatanpertumbuhan
dan perkembangan tanaman,terutama kemampuannya untuk menyebabkan
produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar (lebih dalam

14

di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman
menjadi lebih resisten terhadap kekeringan.
Cendawan merupakan salah satu penyebab utama dari kerusakan benih.
Cendawan dapat berupa patogen atau saprofit, diantaranya adalah cendawan
Aspergillus sp. dan Fusarium sp. Cendawan ini dapat bertahan pada benih dalam
kondisi dingin atau kering. Cendawan Aspergillus sp. adalah salah satu jenis
cendawan gudang yang banyak menginfeksi benih pada waktu penyimpanan
(Justice dan Bass, 2002).
Pengaruh infeksi cendawan tentunya akan berbeda tergantung pada jenis
dan umur atau tahapan perkembangan tanaman mulai dari bibit sampai
tanamandewasa.Hal ini disebabkan karena tingkat ketahanan secara individual
terhadap cendawandipengaruhi oleh genotip, tingkat perkembangan dan
lingkungan serta interaksi antarafaktor-faktor tersebut (Schmidt, 2000).

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24