Kasta Prajurit Kasta Pekerja

Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009

2. Kasta Prajurit

Kasta prajurit berbeda dari kasta-kasta lainnya karena perkembangan kepala dan mandibulanya. Jumlah prajurit dalam satu koloni biasanya tidak lebih dari 10 Hasan, 1984. Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh kekar karena penebalan kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik diantara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan Tarumingkeng, 2001. Kasta prajurit mampu menyerang musuhnya dengan mandibel yang dapat menusuk, mengiris, dan menjepit. Biasanya gigitan kasta prajurit pada tubuh musuhnya susah dilepaskan sampai prajurit itu mati sekalipun Nandika dkk, 2003. Gambar 2. Kasta Prajurit

3. Kasta Pekerja

Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja Tarumingkeng, 2001. Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil Borror and De Long, 1971. Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan Nandika dkk, 2003. Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 Gambar 3. Kasta Pekerja Perilaku Rayap Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan tanah atau humus Tarumingkeng, 2004. Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit eksidis, karena pada saat eksidis kulit usus juga tanggal sehingga protozoa simbiont yang diperluan untuk mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis. Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu Tarumingkeng, 2004. Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 Feromon adalah hormon yang dikeluarkan untuk pengaturan populasi koloni misalnya mengatur individu mana yang akan menjadi neoten, menjadi pekerja, prajurit dan fungsi-fungsi fisiologis yang lain Tarumingkeng, 2004. Setiap koloni rayap mengembangkan karakteristik tersendiri berupa bau yang khas untuk membedakannya dengan koloni yang lain. Rayap dapat menemukan sumber makanan karena mereka mampu untuk menerima dan mentafsirkan setiap rangsangan bau yang esensial bagi kehidupannya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri Anonimus, 2008. Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas, baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika keseimbangan kehidupan koloni rayap Tarumingkeng, 2001. Rayap memiliki protozoa flagellate dalam usus bagian belakang yang berperan sebagai simbion untuk melumatkan selulosa sehingga rayap mampu mencerna dan meyerap selulosa Tarumingkeng, 2001. Penelitian yang dilakukan oleh Rustamsjah 2001 bahwa didalam tubuh rayap C. curvignathus terjadi interaksi antara rayap, protozoa dan bakteri. Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 Gambar 4. Koloni Rayap C.curvignathus Sumber : http:tumoutou.netbiologi_perilaku_rayap.htm Sistem Sarang Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari seramgga sosial. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam bentuk lorong- lorong di dalam kayu atau lorong-lorong di dalam tanah, tetapi jenis rayap tertentu sarangnya membentuk bukit bukit dengan konstruksi sarang yang yang sangat kokoh dan sangat luas Nandika dkk, 2003. Bahan yang digunakan untuk membangun sarang sangat tergantung pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, kotoran, dan sisa tumbuhan serta air liur merupakan bahan utama untuk pembuatan sarang. Partikel tanah yang seringkali digunakan untuk membangun sarang dan merupakan komponen yang dominan dapat diklasifikasikan menurut ukurannya, yaitu kerikil 2,00 mm, pasir kuarsa 2,0-0,2 mm, pasir halus 0,2-0,02 mm, Lumpur 0,02-0,002 Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 mm,dan liat 0,002 mm. Sedangkan kotoran dan air liur berfungsi sebagai perekat dalam pembuatan sarang Nandika dkk, 2003. Dalam sarang rayap ada pasokan udara yang kontinu, sehingga suhu dan kelembaban di dalamnya relatif tetap. Dinding yang tebal dan keras pada sarang rayap melindungi bagian dalam dari panas di luar sarang. Sirkulasi udara diatur dengan membuat terowongan khusus pada sisi dinding sebelah dalam. Sementara itu, pori-pori yang terdapat pada dinding berfungsi untuk menyaring udara Yahya, 2003. Coptotermes dan anggota Rhinotermitidae lainnya menggunakan selulosa yang tidak tercerna dan sebagian sisa pencernaan untuk membangun dan memperluas sarang mereka. Selulosa ini dicampur dengan partikel-partikel tanah dan dibasahi dengan air liur untuk selanjutnya digunakan sebagai pembentuk dinding dan ruangan-ruangan di dalam sarang. Kotoran rayap fases digunakan selain untuk membangun sarang juga digunakan untuk menutup kembali lubang yang digunakan oleh laron alates terbang keluar dari sarang,. Feaces cair digunakan untuk membangun penghalang di dalam dan di sekitar sarang guna memperlancar pergerakan udara dan memperkuat pertahanan terhadap musuh alaminya Nandika dkk, 2003. Rayap Sebagai Hama Di Asia Tenggara spesis rayap memiliki kemampuan untuk menyebabkan kehilangan hasil pada tanaman pertanian dan hutan, C. curvignathus yang memiliki kemampuan untuk membunuh tanaman yang sehat. Rayap ini menyerang banyak spesis tanaman. C. curvignathus biasanya membuat sarangnya dari lumpur dan menyerupai kartun disekitar dasar pohon yang diserang, dan Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 membentuk liang-liang dengan lubang-lubang tertentu kedalam jaringan yang hidup dan akhirnya membunuh pohon Anonimus, 2006. C. curvignathus hidup di hutan Sumatera dan Malaysia khususnya didataran rendah dan daerah regional dengan curah hujan yang merata. Sarang bisa ditemuka n di batang-batang yang telah mati baik dibawah ataupun di atas tanah dan biasanya membuat terowongan 6 mm – 90 mm panjangnya dan kedalamamnya 30-60 cm. Ketika hutan tertentu ditentukan untuk diolah dan dibersihkan dari kayu-kayu hutan maka tanaman karet yang masih muda akan sangat gampang untuk diserang Kalshoven, 1981. Rayap sering menimbulkan kerusakan pada tanaman karet dengan cara menggerek batang dari ujung stum hingga akar sehingga mata okulasi tidak bisa tumbuh lagi. Rayap juga memakan akar sehingga pertumbuhan tanaman merana dan akhirnya mati. Serangan yang paling berat terjadi pada perkebunan karet yang banyak terdapat tunggul dan sisa akar Anonimus, 1999. Rayap biasanya membangun sarang utamanya pada tunggul-tunggul di bawah tanah dengan terowongan yang berliku-liku. Sarangnya terbuat dari campuran gerekaan kayu dan tanah yang dilekatkan. Dalam sarang inilah ratu meletakkan telur yang banyak jumlahnya. Makanan rayap adalah kayu tanaman yang sudah mati maupun yang masih hidup Anonimus, 1999. Pengendalian Rayap Pengendalian rayap hingga saat ini masih mengandalkan penggunaan insektisida kimia termisida, yang dapat diaplikasikan dalam beberapa cara yaitu melalui penyemprotan, atau pencampuran termisida dalam bentuk sebuk atau granula dengan tanah. Teknik penyuntikan pada bagian pohon atau sistem Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 perakaran tanaman yang terserang atau dengan cara penyiraman disekitar parakaran tanaman Nandika dkk, 2003. Racun akut yang kebanyakan dari kelompok fosfat-organik atau organofosfat dan karbamat kurang dapat mengendalikan populasi rayap karena sifatnya yang tidak tahan lama non persistent di lingkungan, walaupun keakutannya luar biasa. Salah satu contoh fosfat organik yang sering digunakan untuk soil treatment terhadap rayap penyerang bangunan adalah chlorpyrifos Tarumingkeng, 2004. Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksi racun slow action ke dalam kayu umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah. Pemakaian teknik pengumpanan bila dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan antara lain : tidak mencemari tanah, tepat sasaran, bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sample French 1994 dalam Kadarsih, 2005. Menurut Bakti 2004 nematoda Steinernema carpocapsae memiliki efektifitas cukup baik untuk mengendalikan rayap. Umumnya nematoda termasuk S. carpocapsae banyak ditemukan di dalam tanah, sehingga diharapkan rayap C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah akan dapat dimanfaatkan sebagai agen hayati. Pemberian nematoda dengan jumlah terkecil menimbulkan mortalitas 38,16 dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80. Kitosan Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 Kitosan adalah ikatan polisakarida tunggal yang terdi ri dari -1-4 yang berikatan D-glucosamine unit diacetil dan N-acetyl-D-glucosamine unit acetil. Rangkaian ini memiliki nilai yang komersil dan kemungkinan penggunaan dalam pengendalian biologis Anonimus, 2007. Kitosan dapat dihasilkan dari limbah cangkang udang yang banyak tersedia di Indonesia melalui beberapa proses, yaitu demineralisasi dan deproteinisasi cangkang udang serta deasetilisasi kitin menjadi kitosan Prasetiyo, 2006. Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan udang berasal dari kepala, kulit udang dan ekornya. Kulit udang mengandung protein 25-40, kitin 15-20 dan kalsium karbonat 45-50. Kandunagn kitin dari kulit udang lebih sedikit dibandingkan dengan kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada limbah kepiting mencapai 50-60, sementara limbah udang menghasilkan 42-57, sedangkan cumi-cumi dan kerang, masing-masing 40 dan 14-35. Namun karena bahan baku yang mudah diperoleh adalah udang, maka proses kitin dan kitosan biasanya lebih memanfaatkan limbah udang Widodo dkk, 2006. Pada saat ini kitosan memiliki spectrum penggunaan yang luas dalam industri dan kesehatan. Penggunaannya lebih luas dibandingkan dengan kitin. Kitosan dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan limbah cair, pelapis kapsul obat, pengawet makanan, kosmetika, antikolesterol, pemmbungkus ikan dalam industri pengelolaan ikan, dan sebagai bahan penstabil bulking agent Prasetiyo dan Yusuf, 2005. Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 Melalui beberapa percobaan yang dilakukan El Grauth et al. tahun 1992 membukt ikan kitosan memiliki kemampuan bioktif. Polikation alami dari kitosan dapat menghambat pertumbuhan pathogen seperti Fusarium oxysporum dan Rhizoctonia solani Prasetiyo dan Yusuf, 2005. Kitosan juga diketahui menghambat germinasi perkecambahan spora dan pertumbuhan kapang Bothia cineria dan Rhizopus stolonifer pada buah stobery Shaleh, 2007. Kitosan bersifat nontoksik sehingga tidak langsung membunuh rayap slow action. Namun kitosan akan mengganggu kinerja protozoa dalam sistem pencernaan rayap yang menyebabkan rayap tidak bisa memperoleh sumber makanan yang dihasilkan protozoa. Akibatnya secara perlahan akan membunuh rayap Prasetiyo dan Yusuf, 2005. Sifat-sifat kitosan diantaranya adalah struktur molekulnya tertentu, dalam keadaan cair sensitif terhadap kekuatan ion tinggi, dan daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai dengan fleksibilitas rantai kitosan. Penggabungannya dalam ruang distabilkan oleh ikatan hidrogen di dalam dan di luar rantai, menghasilkan suatu molekul resisten yang tahan terhadap stres mekanik dan kemampuan mengembangnya bertambah Prasetiyo, 2006. Bersasarkan pada sifatnya, kitosan dicoba untuk mengendalikan serangan rayap dengan cara kitosan diaplikasikan ke kayu yang merupakan bahan yang sering diserang rayap melalui pelaburan, penyemprotan, maupun perendaman dengan berbagai tingkat konsentrasi. Hasil penelitian membuktikan kitosan mampu meningkatkan derajat proteksi kayu seiring dengan semakin tingginya konsentrasi kitosan. Ini terlihat dari makin meningkatnya tingkat mortalitas kematian rayap yang mengonsumsi kayu tersebut dibandingkan dengan kayu Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 yang tidak diaplikasi kitosan. Jenis rayap yang dijadikan bahan penelitian adalah rayap tanah C. curvignathus Holmgren dan rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light yang merupakan jenis rayap di Indonesia yang paling banyak menyerang dan sangat merugikan Prasetito, 2006. Dalam skala lapangan diperkirakan dengan aplikasi kitosan, seluruh koloni rayap akan dapat dibasmi karena rayap memiliki perilaku yang dapat mendukung keberhasilan metode ini, yaitu trofalaksis saling menjilati mulut antar-rayap untuk memberikan cairan makanan. Dengan demikian, penyebaran kitosan akan lebih cepat karena kitosan akan ikut dalam cairan makanan tersebut Prasetiyo, 2006. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman Balai Penelitian Tanaman Karet Sungai Putih, dengan ketinggian ± 80 meter dari permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai November 2008. Bahan dan Alat Adapun bahan yang digunakan adalah rayap, sarang rayap, kayu lapuk, tanah, pasir, kulit udang, air, HCl 1 N, NaOH 3,5 dan 50, termitisida dengan bahan aktif klorfirifos dan kertas saring. Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, gunting, toples dengan diameter 15 cm dan panjang 25 cm, blender, panci, timbangan, petridish, hot plate, stiler magnetic, erlenmeyer 5000 ml, thermometer, batang statif, oven, autoclave, gelas ukur 100 ml, batang pengaduk, hand sprayer, pinset, kuas, ayakan 40-60 mesh, dan kain muslin. Uji Pendahuluan Konsentrasi Kitosan Tujuannya untuk mendapatkan kisaran konsentrasi kitosan dan cara aplikasi yang efektif untuk membunuh rayap. Konsentrasi yang diuji adalah konsentrasi sementara, setelah didapatkan konsentrasi kitosan yang efektif kemudian diuji kembali pada uji utama dengan kisaran dosis yang lebih kecil. Uji utama dilakukan setelah diperoleh konsentrasi yang efektif dan dijadikan konsentrasi standar untuk dibandingkan dengan termisida agar dapat dipakai untuk mengendalikan rayap. Pengujian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL non faktorial yang terdiri dari 8 perlakuan dan 4 ulangan yaitu : K1A1 : 0,1 kitosan diaplikasi dengan cara penyemprotan K2A1 : 1 kitosan diaplikasi dengan cara penyemprotan K3A1 : 10 kitosan diaplikasi dengan cara penyemprotan K4A1 : 100 kitosan diaplikasi dengan cara penyemprotan K1A2 : 0,1 kitosan diaplikasi dengan cara pengumpanan K2A2 : 1 kitosan diaplikasi dengan cara pengumpanan K3A2 : 10 kitosan diaplikasi dengan cara pengumpanan K4A2 : 100 kitosan diaplikasi dengan cara pengumpanan Jumlah perlakukan = 8 Gusti Endah Wulandari : Uji Toksisitas Kitosan Untuk Mengendalikan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren Isoptera : Rhinotermitidae Di Laboratorium, 2009. USU Repository © 2009 Jumlah ulangan = 4 Jumlah keseluruhannya = 32 Jumlah rayap dalam 1 toples = 10 ekor Jumlah rayap yang diperlukan = 320 ekor Uji Utama Pada uji pendahuluan konsentrasi kitosan diperoleh data rataan persentase mortalitas rayap C.curvignathus yaitu: Perlakuan Mortalitas 2HSA 4HSA K1A1 42,50b 70,00b K2A1 47,50b 85,00a K3A1 30,00c 55,00c K4A1 20,00d 47,50d K1A2 45,00b 75,00b K2A2 55,00a 85,00a K3A2 30,00c 57,50c K4A2 20,00d 46,44cd Berdasarkan uji pendahuluan, konsentrasi kitosan yang efektif untuk membunuh rayap yaitu pada konsentrasi 1 terlihat pada tabel bahwa mortalitas rayap tertinggi yaitu 85,00 dan berbeda nyata debgan perlakuan yang lain. Uji utama dilakukan berdasarkan pada uji pendahuluan, konsentrasi kitosan yang efektif yaitu 1 kemudian dijadikan konsentrasi standart dan diuji kembali dengan kisaran konsentrasi yang lebih kecil dan berdasarkan cara aplikasi yang berbeda kemudian dibandingkan dengan kontrol dan termitisida

1. Uji Konsentrasi Kitosan dengan Aplikasi Semprot