Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Skripsi ini akan membahas tentang implementasi sebuah konvensi internasional dengan mengambil studi analisis efektifitas implementasi Konvensi CEDAW terhadap upaya penghapusan diskriminasi perempuan di Indonesia. Hal ini menjadi penting untuk dikaji mengingat tidak ada satu negara pun di belahan dunia ini di mana kaum perempuannya tidak pernah mengalami perlakuan yang tidak adil diskriminasi untuk beberapa derajat. Karenanya, signifikansi dari mendiskusikan hak-hak kaum perempuan women’s right disebabkan perempuan adalah salah satu kelompok yang paling rentan mengalami berbagai jenis pelanggaran hak-hak asasi manusia. Kebebasan perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya merupakan suatu keharusan dan kepentingan dalam proses demokrasi yang berusaha diwujudkan terus menerus. Demokrasi tanpa keterlibatan perempuan didalamnya, tentu bukanlah demokrasi yang sejati. 1 Bagaimana hal tersebut dapat diupayakan, tentu dengan adanya jaminan bahwa perempuan dapat menikmati hak-haknya secara bebas tanpa kungkungan diskriminasi. Negara memiliki tanggung jawab besar dalam menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan. Tumbuh kembangnya praktek diskriminasi terhadap perempuan sangat terkait erat dengan berbagai persoalan yang banyak terjadi di sekeliling kita seperti : kemiskinan, 1 Ani Widyani, Politik Perempuan Bukan Gerhana, Jakarta : Kompas 2005. hlm.12. Universitas Sumatera Utara menguatanya fundamentalisme maupun konservatisme agama dan budaya, serta pembatasan hak-hak perempuan dalam politik maupun untuk berkiprah di ruang publik. Untuk mengatasi permasalahan diskriminasi yang dialami oleh kaum perempuan internasional tersebut, terdapat satu konvensi HAM, yaitu 1979 Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women CEDAW. Menurut Goran Melander, 2 CEDAW telah distrukturkan dalam suatu cara yang cukup tradisional mengenai konvensi HAM, yang dimulai dengan enumerasi penyebutan satu demi satu hak-hak perempuan dan selanjutnya diiringi oleh ketetapan-ketetapan yang berkesinambungan dengan implementasi konvensi tersebut. Sebagaimana umumnya berbagai convention HAM lainnya, CEDAW memandatkan pembentukan sebuah komite, yaitu komite CEDAW yang terdiri dari 23 ahli yang diajukan dan dipilih oleh negara yang telah menerima CEDAW setiap empat tahun. Sangat sering diujarkan bahwa komite seharusnya berkonsentrasi pada negara-negara yang sangat kental dengan pelanggaran HAM perempuan, namun hal tersebut tidak boleh dilaksanakan untuk alasan yang sangat pragmatis. Konvensi sesungguhnya hanya memungkinkan untuk menerima laporan negara country report dari negara-negara yang telah meratifikasi CEDAW. Kenyataannya, berbagai struktur dan institusi hukum HAM perempuan internasional yang tersedia teramat rapuh dalam hal implementasi kewajiban dan prosedurnya dibandingkan dengan instrumen HAM lainnya secara umum. Dalam hal, misalnya, praktik kebanyakan negara dalam melakukan reservasi pada ketetapan-ketetapan 2 Goran Melander and Gudmundur A, The Raoul Wallenberg Compilation of Human Rights Instruments, London : The Hague. hlm. 18. Universitas Sumatera Utara yang mendasar dalam CEDAW, yang tampaknya ditolerir, merupakan bentuk kegagalan negara secara umum dalam memenuhi tanggung jawab mereka di bawah instrumen internasional tersebut. Diskriminasi melanggar HAM, demikian pula diskriminasi terhadap perempuan melanggar hak azasi manusia perempuan, sehingga pemberdayaan perempuan diperlukan agar perempuan-perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar. Realitas ini mendorong Komisi Status Perempuan PBB menyerahkan draft pertamanya tentang deklarasi anti diskriminasi terhadap perempuan. Tahun 1979 PBB mengadopsi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women CEDAW atau Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Indonesia meratifikasi konvensi tersebut dengan UU No.7 Tahun 1974. Dengan demikian, Indonesia mempunyai konsekuensi mengakui dalam hukum dan dalam kehidupan sehari-hari prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Artinya, meskipun secara de jure Indonesia telah mencapai berbagai kemajuan, namun secara de facto pemerintah tetap masih harus membereskan banyak pekerjaan rumah dalam mengimplementasikan CEDAW secara utuh. Indonesia telah mengupayakan berbagai hal untuk memproteksi HAM perempuan dengan mengaplikasikan CEDAW. Namun, konsistensi pemerintah Indonesia untuk menjamin hak-hak perempuan masih perlu dibuktikan lebih jauh. Sebagaimana mengutip Rebecca J Cook “Hanya negara dan agen- agenya yang dapat melakukan pelanggaran HAM. Para aktor non-state secara umum tidak Universitas Sumatera Utara bertanggung jawab di bawah hukum HAM internasional, namun negaralah yang acap kali harus bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran HAM di negaranya.” 3 Telah seperempat abad lamanya sejak Indonesia meratifikasi Konvensi ini. Namun, dalam implementasinya Indonesia justru masih belum sepenuh hati. Hal ini dapat dilihat melalui beberapa gambaran, diantaranya : ketidaktegasan pemerintah dalam mencantumkan prinsip non diskriminasi dalam setiap kebijakan dan peraturan perundangan yang adanya, banyaknya praktik budaya yang diskriminatif dan dilanggenggkan melalui berbagai undang-undang , menguatnya fundamentalisme dan konservatisme agama, serta banyaknya praktek-praktek pembedaan, pembatasan, dan pengucilan perempuan untuk dapat menikmati hak-haknya, merupakan persoalan serius terkait dengan diskriminasi terhadap perempuan. Disamping itu, terdapat beberapa hal penting lain yang harus kita perhatikan yakni isi konvensi CEDAW yang masih multi tafsir. Artinya terdapat beberapa pasal dalam konvensi ini yang rancu jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya seperti permasalahan perkawinan, tentu hal ini sulit untuk disamaratakan dengan ketentuan konvensi dikarenakan Indonesia dipengaruhi syariah Islam untuk mengurusi masalah perkawinan. Merujuk pada deskripsi diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan tujuan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengukur sejauh mana efektifitas konvensi perempuan internasional ini dapat diterapkan, mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki kebhinekaan budaya dan kental adat ke- timurannya. 3 Rebecca J.Cook ed. 1994, Human Rights of Woman, National and International Perspective, Philadelphia : University of Pennsylvania Press. hlm. 634. Universitas Sumatera Utara

I.2. Rumusan Masalah