BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Mekanisme Gempa.
Kerak bumi terdiri dari beberapa lapisan tektonik keras yang disebut litosfir lithosphere yang mengapung diatas medium fluida yang lebih lunak yang
disebut mantel, sehingga kerak bumi ini dapat bergerak. Teori yang dipakai untuk menerangkan terjadinya pergerakan pergerakan gerak bumi tersebut adalah Teori
Perekahan Dasar Laut Sea Floor Spreading Theory yang dikembangkan oleh F. V. Vine dan D. H. Mathew pada tahun 1963 Irsyam, 2005.
Bersatunya massa batu atau plat satu sama lain dicegah oleh gaya gaya friksional, apabila tahanan ultimit friksional tercapai karna adanya gerakan
kontiniu dari fluida di bawahnya dua plat yang akan bertubrukan satu sama lain akan menimbulkan gerakan tiba tiba yang bersifat transient yang menyebarkan
dari satu titik ke segala arah yang disebut gempa bumi M. T. Zein. Gempa bumi yang menimbulkan kerusakan yang paling luas adalah gempa tektonik. Gempa
bumi tektonik disebabkan oleh terjadinya pergeseran kulit bumi lithosphere yang umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi.
Gerakan batuan dasar yang disebabkan oleh getaran gempa bumi meliputi percepatan, kecepatan, dan perpindahan. Ketiganya pada umumnya teramplifikasi
ke permukaan tanah sehingga menimbulkan gaya dan perpindahan yang dapat melebihi kapasitas stuktur yang berada di atasnya. Nilai maksimum besarnya
Universitas Sumatera Utara
gerakan tanah, yaitu kecepatan tanah puncak, percepatan tanah puncak, dan perpindahan tanah puncak menjadi parameter parameter utama dalam disain
struktur tahan gempa. Beberapa parameter dasar gempa bumi yang perlu kita ketahui, yaitu :
1. Hypocenter, yaitu tempat terjadinya gempa atau pergeseran tanah di
dalam bumi. 2.
Epicenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hypocenter pada permukaan bumi.
3. Bedrock, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa.
4. Ground acceleration, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat
gempa bumi. 5.
Amplification factor, yaitu factor pembesaran percepatan gempa yang terjadi pada permukaan tanah akibat jenis tanah tertentu.
6. Skala gempa, yaitu suatu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur
dengan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempa secara kuantitatif dilakukan pengukuran dengan skala Richter yang
umumnya dikenal sebagai pengukuran mangnitudo gempa bumi. Magnitudo gempa bumi adalah ukuran mutlak yang dikeluarkan oleh
pusat gempa. Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama ini gempa terbesar tercatat
sebesar 8,9 skala Richter terjadi di Colombia tahun 1960. Pengukuran kekuatan gempa secara kualitatif yaitu dengan melihat besarnya
kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Kerusakan tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
dikatakan sebagai intensitas gempa bumi. Di Indonesia digunakan skala intensitas MMI Modified Mercarlli Intensity versi tahun 1931.
Perbandingan intensitas skala MMI dari nilai I sampai XII dapat dilihat pada table 2.1.
Tabel 2.1. Skala intensitas gempa MMI Skala
MMI Deskripsi
I Getaran gempa tidak terasa, hanya dapat dideteksi oleh alat.
II Dapat dirasakan oleh beberapa orang. Benda benda yang ada digantung
dapat bergerak III
Dirasakan lebih keras. Kendaraan atau benda lain yang berhenti dapat bergerak.
IV Dirasakan lebih keras baik didalam bangunan atau diluar. Jendela dan
pintu mulai bergetar V
Dirasakan hamper oleh semua orang. Piguran di dinding mulai berjatuhan, jendela kaca pecah.
VI Dirasakan oleh semua orang. Orang mulai ketakutan. Kerusakan mulai
Nampak. VII
Setiap orang mulai lari keluar. Bisa dirasakan didalam kendaraan yang bergerak.
VIII Sudah membahayakan bagi setiap orang.Bangunan lunak mulai runtuh.
IX Mulai dengan kepanikan. Sudah ada kerusakan yang berarti bagi semua
bangunan. X
Kepanikan lebih hebat, hanya gedung gedung kuat dapat bertahan. Terjadi longsor dan rekahan.
XI Hampir semua bangunan runtuh. Jembatan rusak. Retakan yang lebar
di tanah. XII
Kerusakan total. Gelombang terlihat di tanah. Benda Benda beterbangan.
2.2 Konsep Perencanaan Struktur Bangunan Tahan Gempa.
Jika terjadi suatu gempa, maka struktur di atasnya akan mengalami pergerakan secara vertikal maupun secara lateral. Pergerakan Vertikal relative
kecil dan pada umumnya struktur cukup kuat terhadapnya, sehingga tidak perlu
Universitas Sumatera Utara
perhatian khusus dalam proses disain, sedangkan pergerakan lateral akan memberikan beban lateral kepada struktur yang dapat menyebabkan struktur
runtuh. Berdasarkan UBC 1997, tujuan desain bangunan tahan gempa adalah
untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga faktor standar, sebagai berikut :
1. Tidak terjadi kerusakan sama sekali pada gempa kecil.
2. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural
tetapi bukan merupakan kerusakan struktural.
3.
Diperbolehkan terjadinya kerusakan stuktural dan non-struktural pada gempa kuat, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai menyebabkan
bangunan runtuh. Maka perencanaan bangunan struktur tahan gempa harus dapat memperhitungkan
dampak dari gaya lateral yang bersifat siklus bolak-balik yang dialami oleh struktur selama terjadinya gempa bumi. Untuk memikul gaya lateral yang dialami
oleh bangunan, struktur harus dapat memiliki daktilitas yang memadai di daerah joint atau elemen struktur tahan gempa seperti tube.
Berdasarkan hal di atas, perencanaan struktur dapat direncanakan dengan mengetahui skenario keruntuhan dari struktur tersebut dalam menahan beban
maksimum yang bekerja. Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban
maksimum yang di alami struktur. Sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen elemen struktur tidak dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan,
Universitas Sumatera Utara
tetapi ada elemen elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain dengan harapan di elemen atau titik itulah
kegagalan struktur terjadi pada saat beban maksimum bekerja. Dalam hal ini kita merancang supaya sendi - sendi plastis yang terjadi pada daerah daerah yang
dapat menunjang tujuan desain bangunan tahan gempa. Konsep desain kapasitas ini dikenal dengan konsep “strong column weak beam”, yaitu merancang supaya
sendi-sendi plastis terjadi pada balok balok dan kaki kolom bawah.
Dengan konsep mekanisme keruntuhan ini, sendi plastis akan terjadi pada balok terlebih dahulu baru pada tahap tahap akhir plastis terjadi pada ujung ujung
bawah kolom. Hal ini dilakukan supaya sejumlah besar sendi plastis terbentuk pada struktur secara daktail yang dapat memencarkan energi melalui proses
pelelehan struktur dan diharapkan dapat menyerap beban gempa. Secara matematis konsep “strong column weak beam” dapat ditulis dalam bentuk
persamaan sebagai berikut :
∑ ∑
nbalok nkolom
M M
5 6
2 – 1
Bangunan tahan gempa didesain berdasarkan zona gempa, karakter lokasi, jenis tanah, okupansi bangunan, faktor kegunaan bangunan, periode natural
struktur, dan lain- lain. UBC 1997 mensyaratkan seluruh elemen struktur didesain dengan tahanan yang sesuai untuk menahan perpindahan lateral yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
akibat ground motion dengan memperhatikan respon faktor struktur, faktor redudan, kuat lebih, dan daktilitas struktur.
2.3 Rekayasa Kegempaan secara Umum.
Pada umumnya struktur didesain berperilaku plastis pada saat gempa kuat terjadi dengan tingkat daktilitas tertentu. Desain struktur tahan gempa yang
berperilaku elastis pada saat gempa kuat terjadi sangatlah tidak ekonomis. Hal ini karena gempa kuat jarang terjadi. Untuk memperoleh hasil desain yang lebih
efisien dan ekonomis, sistem struktur dapat didesain dalam kondisi tidak elastik penuh, sehingga tingkat tahanan dapat direduksi R pada rentang 1,6 hingga 8,5
pada batas daktail penuh.
Terkait dengan risiko kegempaan, peraturan kegempaan dapat dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu struktur rangka pemikul momen biasa SRPMB
untuk wilayah dengan zona gempa 1 atau 2, struktur rangka pemikul momen menengah SRPMM untuk wilayah dengan zona gempa 3 dan 4, serta struktur
rangka pemikul momen khusus SRPMK untuk wilayah dengan zona gempa 5 dan 6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Faktor daktalitas maksimum, factor reduksi gempa maksimum, factor tahanan lebih struktur dan factor tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan subsistem
struktur gedung.
Sistem dan subsistem struktur gedung
Uraian sistem pemikul beban gempa Mm
R
m
Pers. 6
f Pers. 39
1. Sistem dinding penumpu Sistem struktur yang
tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi
secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem
bresing memikul hampir semua beban gravitasi.
Beban lateral dipikul dinding 1. Dinding geser beton bertulang
2,7 4,5
2,8 2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan
bresing tarik 1,8
2,8 2,2
3. Rangka bresing di mana bresingnya memikul beban gravitasi
a.Baja 2,8
4,4 2,2
b.Beton bertulang tidak untuk Wilayah 5 6 1,8
2,8 2,2
2. Sistem rangka gedung Sistem struktur yang pada dasarnya
memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara
lengkap.
Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing.
1. Rangka bresing eksentris baja RBE 4,3
7,0 2,8
2. Dinding geser beton bertulang 3,3
5,5 2,8
3. Rangka bresing biasa a.Baja
3,6 5,6
2,2 b.Beton bertulang tidak untuk Wilayah 5 6
3,6 5,6
2,2 4. Rangka bresing konsentrik khusus
a.Baja 4,1
6,4 2,2
5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail 4,0
6,5 2,8
6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh
3,6 6,0
2,8 7. Dinding geser beton bertulang kantilever
daktail parsial 3,3
5,5 2,8
3. Sistem rangka pemikul momen Sistem struktur yang
pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi
secara lengkap.
Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama
melalui mekanisme lentur 1. Rangka pemikul momen khusus SRPMK
a.Baja 5,2
8,5 2,8
b.Beton bertulang 5,2
8,5 2,8
2. Rangka pemikul momen menengah beton 3,3
5,5 2,8
3. Rangka pemikul momen biasa SRPMB a.Baja
2,7 4,5
2,8 b.Beton bertulang
2,1 3,5
2,8 4. Rangka batang baja pemikul momen
khusus SRBPMK 4,0
6,5 2,8
4. Sistem ganda Terdiri dari: 1 rangka ruang yang memikul
seluruh beban gravitasi; 2 pemikul beban lateral berupa
dinding geser atau rangka bresing dengan rangka
pemikul momen. Rangka pemikul momen harus
direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-
kurangnya 25 dari seluruh beban lateral; 3 kedua sistem
harus direncanakan untuk memikul secara bersama-
sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan
interaksi sistem ganda 1. Dinding geser
a.Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang 5,2
8,5 2,8
b.Beton bertulang dengan SRPMB baja 2,6
4,2 2,8
c. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang 4,0
6,5 2,8
2. RBE baja a.Dengan SRPMK baja
5,2 8,5
2,8 b.Dengan SRPMB baja
2,6 4,2
2,8 3. Rangka bresing biasa
a.Baja dengan SRPMK baja 4,0
6,5 2,8
b.Baja dengan SRPMB baja 2,6
4,2 2,8
c.Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang tidak untuk Wilayah 5 6
4,0 6,5
2,8 d.Beton bertulang dengan SRPMM beton
bertulang tidak untuk Wilayah 5 6 2,6
4,2 2,8
4. Rangka bresing konsentrik khusus a.Baja dengan SRPMK baja
4,6 7,5
2,8 b.Baja dengan SRPMB baja
2,6 4,2
2,8 5. Sistem struktur gedung
kolom kantilever: Sistem struktur yang memanfaatkan
kolom kantilever untuk Sistem struktur kolom kantilever
1,4 2,2
2 6. Sistem interaksi dinding
geser dengan rangka Beton bertulang biasa tidak untuk Wilayah 3, 4, 5
6 3,4
5,5 2,8
7. Subsistem tunggal Subsistem struktur bidang
yang membentuk struktur 1. Rangka terbuka baja
5,2 8,5
2,8 2. Rangka terbuka beton bertulang
5,2 8,5
2,8 3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok
beton pratekan bergantung pada indeks baja total 3,3
5,5 2,8
Universitas Sumatera Utara
gedung secara keseluruhan 4. Dinding geser beton bertulang berangkai
daktail penuh. 4,0
6,5 2,8
Uraian sistem pemlkul beban gempa Mm
Rm Pers. 6
f Pers. 39 5. Dinding geser beton bertulang kantilever
daktail parsial 3,3
5,5 2,8
Tabel 2.3 Klasifikasi peraturan Gempa berdasarkan resiko Kegempaan.
Resiko Gempa Jenis Struktur yang
dapat digunakan Factor Modifikasi
Respons
Rendah Sistem rangka Pemikul Momen
• SRPMB Bab 3-20
• SRPMM Pasal 23.10
• SRPMK Pasal 23.3-23.5
3 – 3,5 5 – 5,5
8 – 8,5 Sistem Dinding Struktural
• SDSB Bab 3 – 20
• SDSK Pasal 23.6
4 - 4,5 5,5 – 6,5
Menengah Sistem Rangka Pemikul Momen
• SRPMM
• SRPMK
Sistem rangka Pemikul Momen •
SDSB •
SDSK 5 – 5,5
8 – 8,5
4 - 4,5 5,5 – 6,5
Tinggi Sistem rangka Pemikul momen
• SRPMK
Sistem Rangka Pemikul Momen •
SDSK 8 - 8,5
5,5 - 6,5
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Sesmic Respon Spektra. Dalam respon spektra, efek dari ukuran dan tipe gelombang getar yang
terjadi saat gempa disimplifikasi dari garis-garis yang bergelombang menjadi suatu garis tertentu. Respon spektra yang digunakan dalam perencanaan adalah
respon percepatan Sa,g dengan periode T. Respon spektra adalah plot dari respons maksimum struktur yang
diperoleh dari analisa riwayat waktu suatu gempa. Secara umum ada tiga jenis respon spektrum tergantung pada jenis respon yang digunakan, yaitu :
• Spektrum respons perpindahan deformation response spectrum
Spekturm respon perpindahan μ
o
adalah plot perpindahan terhadap waktu getar alami T
n
untuk ξ
n
tertentu. •
Spektrum respons kecepatan semu pseudo – velocity response spectrum Spektrum respons kecepatan semu ú
o
adalah plot kecepatan terhadap waktu getar alami T
n
untuk ξ
n
tertentu. •
Spektrum respons percepatan semu pseudo – acceleration response spectrum.
Spektrum respons percepatan semu ü
o
adalah plot kecepatan terhadap waktu getar alami T
n
untuk ξ
n
tertentu. Absis dari spektrum adalah waktu getar alami dari sistem dan ordinat adalah
respons maksimum.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Ground acceleration
a. b.
c. Gambar 2.2 .a spectrum respons percepatan semu ; b spectrum response
kecepatan semu ; c spectrum response perpindahan.
Ketiga respon spektra tersebut percepatan, kecepatan dan perpindahan dapat secara simultan diplot kedalam sebuah grafik skala log dengan 3 sumbu
yang disebut tripartite dikembangkan oleh Newmark . Dimana sumbu horizontal dapat berupa periode atau frekuensi, sumbu vertikal berupa respons
Universitas Sumatera Utara
kecepatan dan dua buah sumbu diagonal yang merupakan respon percepatan dan perpindahan. Contoh tripartite dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.3 Spektrum respons gabungan perpindahan, kecepatan semu, dan percepatan semu untuk pergerakan tanah akibat gempa EI Centro; ξ =
0,2,5,10, dan 20. Respon spektra yang sering digunakan untuk perencanaan dan terdapat di
peraturan peraturan bangunan adalah respon spektra percepatan terhadap periode. Respon spektra ini lebih mudah digunakan untuk perencanaan karena beban atau
gaya gempa berbanding lurus dengan percepatan sehingga nilainya dapat langsung dicari dengan mengalikan nilai spekra percepatan maksimum dengan berat bangunan.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu contoh respons spektra yang digunakan dalam peraturan Uniform Building Code 1995 UBC 1995 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.4 Respons spektra desain pada peraturan
Peraturan di Indonesia, menyarankan untuk menggunakan respon spektra menurut SNI 03 -1726 - 2003 yang telah diklasifikasikan terhadap zona atau wilayah gempa
Indonesia. Respon spectra menurut SNI 03 – 1726 - 2003 untuk 6 wilayah gempa di Indonesia dapat dilihat pada gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Wilayah
gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Respons spectrum gempa rencana
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Gaya Geser Desain
Nilai dari gaya geser desain ditentukan oleh respon spektra desain dari struktur tersebut berdasarkan peraturan yang digunakan, keutamaan bangunan I,
periode bangunan dan berat bangunan W. Untuk beban gempa statik ekivalen, menurut SNI 1726 - 2003, gaya geser dasar dapat dihitung dengan persamaan :
t
W R
I C
V
1 b
=
2 – 2
Dimana:
C
1 =
Faktor respon gempa yang dapat ditentukan dari response spektra gempa rencana dan jenis tanah dibawah bangunan untuk waktu getar alami
fundamental T.
I = Factor keutamaan bangunan yang nilainya bervariasi tergantung dari jenis
bangunan, dapat dilihat pada table 2.4
W = Berat bangunan efektif saat terjadi gempa, nilai W dapat ditentukan
sebagai jumlah dari bebab beban berikut : beban mati total dari struktur bangunan gedung dan beban hidup efektif yang mungkin ada pada saat
terjadi gempa, dapat diambil sebesar 30 dari beban hidup. R = Faktor reduksi beban gempa yang bergantung dari system struktur yang
digunakan, dapat dilihat pada table 2.3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Factor keutamaan bangunan
Kategori Gedung atau Bangunan Faktor
Keutamaan I
Gedung Umun Seperti untuk penghunian,perniagaan dan perkantoran
1 Monumen dan bangunan monumental
1 Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,instalasi air
bersih,pembangkit tenaga listrik,pusat penyelamatan dalam keadaan arurat,fasilitas radio dan televise.
1.5 Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas,produk
minyak bumi,asam,bahan beracun. 1.5
Cerobong,tangki diatas menara. 1.25
2.3.3 Penentuan Daktalitas bangunan dan Faktor Reduksi Beban Gempa.
Gambar berikut ini menjelaskan hubungan antara beberapa parameter yang menjadi acuan untuk menentukan besarnya beban gempa nominal pada suatu
struktur.
Gambar 2.7 Diagram beban – perpindahan pada struktur
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
Vn = gaya geser nominal desain
Vy = gaya gesr pada leleh pertama
Vm = gaya geser maksimum
Ve = gaya geser elastic
δ
n = perpindahan pada V = Vn
δ
y = perpindahan pada leleh pertama
δ
m = perpindahan maksimum
f
1
= kuat lebih disain f
2
= kuat cabang bahan f
= kuat cabang struktur R
= factor reduksi beban gempa µ
= factor daktalitas struktur gedung Menurut UBC 1997, daktalitas adalah kemampuan suatu struktur untuk
mengalami simpangan dalam kondisi paska elastik sehingga terjadi keruntuhan. Perilaku ini sangat penting, karna selama proses pelelehan elemen struktur
tersebut terjadi proses desipasi energi gempa. Selama terjadi gempa, daktilitas akan mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur
Universitas Sumatera Utara
gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan.
Struktur dengan tingkat daktalitas tertentu akan memungkinkan terjadinya sendi plastis secara bertahap pada elemen elemen struktur yang telah ditentukan.
Dengan terbentuknya sendi plastis pada elemen struktur, maka struktur akan mampu menahan beban gempa maksimum tanpa memberikan kekuatan yang
berlebihan pada elemen struktur karena energi kinetik akibat gerakan tanah dasar yang akan diterima akan dipencarkan pada sendi plastis tersebut. Semakin banyak
terbentuk sendi plastis pada elemen struktur, semakin besar pula energi gempa yang dipencarkan. Setelah terjadi sendi plastis pada suatu elemen, defleksi
struktur serta rotasi plastis masih terus bertambah.
Daktilitas struktur direncanakan dengan terdapat faktor modifikasi respon mewakili faktor kuat lebih dan kapasitas komponen struktur secara keseluruhan
dalam kondisi daktail, dan selanjutnya dikenal dengan lambang µ. Daktilitas bangunan yang didesain dengan faktor modifikasi respon juga harus dibatasi
berdasarkan kriteria perencanaan berikut :
1. Kekuatan dan kekakuan struktur yang direncanakan untuk memenuhi
kondisi diatas direncanakan juga supaya cukup untuk memberikan kemampuan kepada struktur bangunan untuk melakukan deformasi
simpangan yang bersifat elastoplastik tanpa runtuh, bila mengalami gempa rencana maksimum.
Universitas Sumatera Utara
2. Agar struktur gedung tinggi memiliki daktilitas yang tinggi, harus
diupayakan supaya sendi sendi plastis yang terjadi akibat beban gempa maksimum ada di dalam balok balok dan tidak terjadi dalam kolom kolom,
kecuali pada kaki kolom yang paling bawah dan pada bagian atas kolom penyangga atap. Hal ini dapat tercapai bila kapasitas momen leleh kolom
lebih tinggi daripada kapasitas momen leleh balok yang bertemu pada kolom tersebut konsep strong column weak beam .
3. Besarnya displacement yang terjadi harus dibatasi untuk menjaga integritas
bangunan dan menghindari jatuhnya korban jiwa.
Daktilitas didefenisikan sebagai perbandingan antara deformasi maksimum yang terjadi dengan deformasi pada saat terjadi leleh pertama.
µ = 2 – 3
dimana faktor daktilitas maksimum yang digunakan untuk bangunan beton bertulang adalah 5,3.
Karna kekuatan bahan yang terpasang pada pelaksanaan umumnya berlebih, maka kekuatan material aktual lebih besar dari kekuatan material yang direncanakan.
Faktor tersebut disebut faktor kuat lebih bahan atau beban.
n y
v v
f =
1
2 – 4
Universitas Sumatera Utara
Akibat adanya kehiperstatikan struktur gedung, terjadi redistribusi gaya gaya oleh proses pembentukan sendi plastis yang tidak bersamaan dimana
mekanisme jumlah sendi plastis yang direncanakan pada bangunan lebih besar dari satu , maka akan ada kenaikan base shear sebesar Vm. Kuat lebih struktur
didefinisikan sebagai berikut :
y m
v v
f =
2
2 – 5
Faktor amplifikasi gaya gempa menyatakan faktor kuat lebih total yang selanjutnya disebut sebagai overstrength factor dengan lambing f.
Perkalian antara faktor kuat lebih beban atau bahan dengan faktor kuat lebih struktur akan
menghasilkan faktor kuat lebih total:
n m
v v
f f
f =
=
2 1
. 2 – 6
Sedangkan ratio antara beban gempa maksimum akibat pengaruh gempa rencana pada struktur elastik penuh dan beban gempa nominal akibat pengaruh
gempa rencana pada struktur daktail disebut faktor reduksi gempa.
n e
v v
f R
= =
1
.
µ
2 – 7
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Penentuan Periode Struktur.
Periode struktur merupakan representasi dari fleksibilitas struktur yang merupakan fungsi dari kekakuan dan massa. Periode struktur pada kondisi elastik
dihitung berdasarkan SNI 03-1726-2002 dapat didekati dengan berikut:
T
o
= 0,0731h
34
2 – 8
dimana h adalah tinggi total stuktur dalam satuan meter.
2.3.5 Efek Peredam damping terhadap Stuktur.
Damping pada struktur menyebabkan terjadinya kehilangan energi pada saat struktur dibebani. Energi yang hilang berubah bentuk menjadi retak, friksi,
leleh pada tulangan, dan lain lain. Nilai damping pada struktur berpengaruh terhadap respon spektra, dimana semakin besar nilai damping struktur, maka
akselerasi spektral dari respon spektra yang bersangkutan akan semakin kecil.
Besarnya damping dinyatakan dalam critical damping. Sebelum terjadi gempa, struktur beton bertulang pada umumnya memiliki 1 atau 2 persen critical
damping, pada saat gempa terjadi, nilai damping bertambah menjadi sekitar 5 persen. Semakin besar beban gempa yang bekerja pada struktur, semakin banyak
bagian struktur yang retak atau leleh, maka nilai damping akan semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
2.3.6 Kinerja Batas Layan.
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana, hal ini untuk membatasi terjadinya
pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, selain itu untuk mencegah kerusakan nonstruktur dan ketidaknyamanan penghuni. Untuk memenuhi
persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, simpangan antar tingkat struktur gedung tidak boleh melampaui 0,03 R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau
30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil.
2.3.7 Kinerja Batas Ultimit.
Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa
rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat
menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung. Simpangan dan simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari
simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali
ξ, sebagai berikut :
- untuk struktur gedung beraturan :
ξ = 0.7 R 2 – 9
Universitas Sumatera Utara
- untuk struktur gedung tidak beraturan :
ξ = 0.7 R Faktor Skala 2 – 10
di mana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut.
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari persamaan di atas tidak boleh
melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.
2.4 Sistem Struktur.
Bertambahnya tinggi suatu bangunan maka aksi gaya lateral semakin berarti. Pada ketinggian tertinggi ayunan lateral bangunan semakin besar sehingga
dengan pertimbangan kekuatan, kekakuan stiffness , mutu bahan akan mempengaruhi rancangan suatu gedung bertingkat tinggi. Derajad kekakuan
tergantung pada jenis sistem yang dipilih. Efisiensi suatu sistem tertentu berkaitan langsung dengan jumlah bahan yang digunakan. Dengan demikian, optimasi suatu
struktur untuk kebutuhan ruang tertentu haruslah menghasilkan kekakuan maksimum, tetapi dengan berat sekecil mungkin.
Berdasarkan pertimbangan diatas, penulis membandingkan penggunaan bahan pada sistem stuktur tube dengan sistem struktur tube in tube untuk
memperoleh sistem manakah yang paling efisien untuk di terapkan pada ambang ketinggian tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Sistem Struktur Tube Sistem struktur tube dapat didefenisikan sebagai suatu sistem struktur
bahwa gedung itu berprilaku sebagai suatu tabung kosong. Untuk memhami perilaku dari sistem struktur tube terlebih dahulu lihat gambar 2.8. Dinding tabung
terbuat dari kolom kolom berjarak sangat rapat di sekeliling bangunan yang diikat dengan balok pengikat yang tinggi. Diasumsikan bahwa kolom bagian dalam
hanya berfungsi untuk menahan beban akibat berat sendiri, kemampuan untuk menahan gaya lateral diabaikan. Lantai dianggap sebagai rigid diafragma dan
diasumsikan untuk mendistribusikan gaya gaya lateral ke komponen penahan gaya gaya lateral sesuai dengan kekakuannya.
Perancangan sistem tabung rangka sangat ideal apabila dinding eksterior merupakan suatu kesatuan yang reaksinya terhadap beban lateral mengikuti lentur
kantilever murni. Apabila demikian, maka semua kolom yang merupakan bagian dari tabung akan mengalami tarikan aksial atau tekan. Kolom interior yang
berfunsi untuk menahan beban gravitasi saja membuatnya bias didisain lebih ramping, sehingga ruang lantai yang ada lebih luas. Adapun karakteristik umum
system tube antara lain :
1. Transfer gaya gempa melalui mekanisme lentur sehingga diperlukan
banyak kolom di daerah parimeter sehingga meyerupai shearwall di sekeliling bangunan
2. Banyak terbentuk sendi plastis.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Skematik Bangunan Struktur Tube Akan tetapi, perilaku tabung sebenarnya adalah diantara kantilever murni dengan
rangka murni. Sisi sisi tabung yang sejajar dengan arah angin akan cenderung berprilaku sebagai rangka yang multitrave yang independen dengan adanya
fleksibilitas dari balok pengikat. Fleksibilitas ini menghasilkan tekuk pada rangka karna gaya geser. Maka lentur terjadi pada kolom dan balok.
Pengaruh gaya geser pada aksi tabung mengakibatkan penyebaran tekanan nonlinear sepanjang kolom sisi luar, kolom kolom di sudut sudut bangunan
dipaksa untuk memikiul beban yang lebih besar dari pada kolom kolom diantara sudut. Selanjutnya defleksi total dari bangunan tidak lagi berupa suatu balok
kantilever karna deformasi mode geser menjadi lebih kuat.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Sistem Struktur tube in tube.
Pada sistem struktur ini mekanisme transfer beban lateral sama dengan sistem struktur tube, namun kekakuan sistem tabung yang kosong ditingkatkan
dengan inti yang tidak hanya untuk menahan beban gravitasi, tetapi juga untuk menahan beban lateral. Struktur lantai mengikat tabung interior bersama eksterior
dan berlaku sebagai satu kesatuan terhadap gaya gaya lateral. Reaksi suatu sistem tabung dalam tabung terhadap angin menyerupai struktur rangka dengan dinding
geser. Struktur akan lebih daktail dari struktur tube dan displacement yang terjadi lebih besar.
Tabung eksterior menahan hampir semua angin di bagian atas bangunan, sedangkan inti memikul sebagian besar beban di bagian bawah bangunan.lihat
gambar 2.9
Gambar 2.9 Struktur tube mampu menahan hampir semua beban angin di bagian atas.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE ANALISA STATIK NON LINIER
Metode analisa riwayat waktu atau Time History analysis merupakan metode analisa yang paling lengkap dan representatif, akan tetapi metode tersebut
terlalu rumit dan tidak praktis digunakan secara umum. Metode alternatif untuk menganalisa seperti yang diuraikan oleh ATC 40 adalah metode analisa statik non
linier, yang didalamnya juga terdapat metode spektrum kapasitas atau Capacity Spectrum Method CSM , dimana nilai estimasi perpindahan lantai maksimum
dapat diketahui untuk menentukan apakah bangunan tersebut cukup aman dari segi kinerja struktur bangunan.
3.1 Performance Based Design
Performance based design merupakan metode desain bangunan dimana perilaku bangunan pada saat terjadi gempa dengan level tertentu dijadikan sebagai
acuan. Bangunan didesain agar memiliki level kinerja {performance tertentu pada level gempa tertentu.
Performance level tingkat kinerja adalah batasan tingkat kerusakan bangunan atau kondisi bangunan yang digambarkan oleh kerusakan fisik
bangunan, keamanan life safety bangunan untuk digunakan setelah terjadi kerusakan, dan kinerja layannya setelah terkena beban gempa. Tingkat kinerja
suatu bangunan dibagi menjadi beberapa tingkat berikut :
Universitas Sumatera Utara
1.
Fully Operational or Serviceable Bangunan masih bisa beroperasi secara penuh meskipun sudah terkena
gempa.
2.
Operational or Functional Bangunan masih bisa terus beroperasi dengan sedikit kerusakan pada
bagian struktural dan sedikit degradasi fungsi pada beberapa unit pelayanan yang tidak vital.
3.
Life Safety Keselamatan pengguna gedung terjaga, gedung masih digunakan
walaupun tidak dapat dioperasikan sepenuhnya, tingkat kerusakan menengah hingga tinggi.
4. Near Collapse impending.
Keselamatan pengguna gedung terancam, gedung berbahaya untuk digunakan karena hampir runtuh. Tingkat kerusakan parah, walaupun
keruntuhan struktur masih bisa dihindari.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1 Earthquake Performance Level SEAOC Vision 2000 Committee
Pada umumnya performance level yang diinginkan adalah life safety untuk gempa kuat jarang periode ulang 475 tahun atau near collapse pada gempa
sangat jarang periode ulang 970 tahun . Di Indonesia, performance level yang umum dijadikan acuan adalah life safety pada gempa kuat.
Performance level suatu bangunan dapat ditentukan dari kapasitasnya
Gambar 3.2, dimana batas-batas tingkatannya ditentukan oleh pembatasan roof
displacement ratio dari bangunan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Batasan performance level ATC-40.
Interstorey Drift Limit PERFORMANCE LEVEL
IO elastic
Damage Control
Life Safety
Structural Stability
Max. Total Roof Displ. Ratio XmzxH
0.01 0.01 – 0.02
0.02 0.03 ViPi
Max. Inelastic drift 0.005
0.005 – 0.015 No Limit
No Limit
Gambar 3.2 Level kinerja struktur ATC-40
Level kinerja struktur yang baik dan ekonomis adalah level kinerja pada damage control Gambar 3.2 .Pada batas ini dimana struktur boleh plastis pada
saat gempa kuat terjadi, namun tidak mengalami keruntuhan. Untuk daerah yang berada diluar sendi plastis tidak mengalami kelelehan.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Analisa Gempa Statik
UBC 1997 memberikan dua metode dalam menentukan beban gempa pada struktur, analisa statis dan dinamik. Secara umum, setiap struktur sebaiknya
didesain dengan analisa gempa dinamik sementara beberapa struktur harus didesain dengan menggunakan analisa statik. Metode analisa statis dapat
digunakan hanya apabila :
1.
Struktur regular beraturan dengan tinggi kurang dari 240 ft 73 m dengan sistem penahan lateral yang tersedia dalam UBC 1997, kecuali
bangunan yang terletak pada tanah keriteria SF dengan periode alami kurang dari 0.7 detik.
2.
Struktur Irregular dengan tinggi kurang dari 5 lantai atau kurang dari 65ft 20 m
3.
Struktur dengan bagian atas yang fleksibel namun ditopang oleh alas yang kaku dengan memenuhi syarat berikut :
a. Masing masing bagian ditinjau sendiri merupakan struktur yang
regular. b.
Kekakuan lantai dibawah alas lebih dari 10 kali kekakuan rata rata struktur atasnya.
c. Periode Natural struktur secara keseluruhan tidak lebih dari 1,1 kali
periode struktur fleksibel itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu stuktur beraturan didefenisikan sebagai berikut : 1.
Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak melebihi 25 dari
ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut. 2.
Denah struktur tidak ada coakan sudut, kalau pun ada coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak melebihi 15 dari ukuran terbesar denah struktur
gedung dalam arah sisi coakan tersebut. 3.
Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu
utama ortogonal dengan struktur gedung secara keseluruhan. 4.
Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur
bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah tidak kurang dari 75 dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya.
Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.
5. Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa
adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu tingkat, dimana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70 tingkat diatasnya
atau kurang dari 80 kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat diatasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser
yang bila bekerja ditingkat itu menyebabkan satu satuan simpangan antar tingkat.
Universitas Sumatera Utara
6. Sistem struktur mempunyai berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap
lantai tingkat memiliki berat yang tidak melebihi 150 dari berat lantai tingkat diatasnya atau dibawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu
memenuhi ketentuan ini. 7.
Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila
perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut.
8. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang
atau bukaan yang luasnya melebihi 50 dari luas lantai tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh
melebihi 20 dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.
3.3 Analisa Statik Non-linier
Analisa push-over
merupakan analisa statik nonlinear yang merepresentasikan respon gaya geser dasar dengan perpindahan struktur
capacity spectrum yang kemudian dibandingkan dengan respon spektra gempa rencana demand spectrum untuk mengetahui performance struktur terhadap
gempa rencana performance point. Hasil analisa disajikan dalam bentuk grafik push-over yang mampu menggambarkan perilaku struktur apabila dibebani oleh
suatu beban gempa dengan ground motion tertentu, bahkan setelah struktur melewati batas elastisnya.
Universitas Sumatera Utara
Push-over merupakan salah satu pendekatan dalam melakukan analisa performance based design dalam rekayasa kegempaan, pendekatan lain yang
dapat dilakukan adalah metode dinamis nonlinear dan metode respon spektrum time history. Diantara ketiga metode itu, metode statik ekivalen push-over
merupakan yang paling sederhana walaupun lebih konservatif namun dianggap sudah cukup dapat merepresentasikan perilaku struktur ketika dibebani oleh
gempa. Prosedur perhitungan push-over adalah dengan melakukan perhitungan
kapasitas dan demand. Demand merepresentasikan beban gempa yang bekerja dan kapasitas merupakan kemampuan struktur untuk menahan beban gempa demand
tersebut. Pertemuan dari kapasitas dan demand akan menunjukkan performance dari bangunan tersebut yaitu kemampuan kapasitas untuk mengatasi demand.
Dengan kata lain, struktur yang direncanakan haras memiliki kapasitas yang cukup untuk mengatasi demand supaya performancenya sesuai dengan yang
diharapkan. 3.3.1
Kurva kapasitas. Kurva kapasitas menggambarkan kapasitas struktur secara keselurahan,
bergantung kepada kekuatan dan kemampuan deformasi elemen-elemen penyusunnya, seperti kolom dan balok. Secara umum kurva kapasitas dibuat
dengan membebani struktur dengan gaya lateral hingga tercapai sendi plastis. Struktur yang telah mengalami sendi plastis leleh tadi kemudian direvisi hingga
kekakuannya berkurang dan kembali dibebani hingga leleh. Langkah ini dilanjutkan hingga struktur rantuh atau hingga displacement yang diinginkan
Universitas Sumatera Utara
terpenuhi. Tiap pertambahan perpindahan dan base shear dicatat dan diplot hingga terbentuk kurva base shear terhadap roof displacement. Dalam tugas akhir
ini, capacity curve diperoleh melalui piranti lunak ETABS 9.0 Agar bisa membandingkan kapasitas struktur dengan demand gempa, kurva
kapasitas yang telah diperoleh hams diubah menjadi spektra kapasitas yang merupakan hubungan antara spektra perpindahan dan spektra percepatan. Spektra
kapasitas ini disebut juga Acceleration-Displacement Response Spektrum ADRS, Gambar 3.1 . Dari spektra ini, dapat dihitung demand yang harus dipenuhi dan
dapat dicari performance point dari struktur. 3.3.2
Kurva Demand Kurva demand atau respons spektra gempa rencana, seperti kurva
kapasitas juga harus diubah menjadi respon spektra ADRS. Respon spektra demand ini harus disesuaikan dengan spektra kapasitas untuk menghasilkan
spektra demand yang sesungguhnya. Untuk melakukan hal tersebut, terlebih dahulu harus dipilih satu titik pada spektra kapasitas sehingga dapat dihitung
besarnya damping ekivalen struktur pada kondisi tersebut. Besarnya damping ekivalen tersebut akan menentukan besarnya faktor pengurangan spektra untuk
acceleration SRa dan dan pengurangan spektra untuk kecepatan SRv. Nilai SRa dan SRv digunakan untuk mereduksi spektra demand awal menjadi spektra
demand yang sesungguhnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3 Kurva Respon Spektra
Nilai damping ekivalen yang disebutkan di atas merapakan penjumlahan dari damping akibat hysteretic loop dan damping inherent atau damping initial struktur
sebesar 5 . Damping ikibat hysteretic loop berbeda-beda besarnya tergantung dari jenis-jenis bangunan dan direpresentasikan oleh faktor reduksi kappa
К .
Tipe-tipe bangunan diklasifikasikan dari besar faktor reduksi kappa
K
: •
Tipe A, к = l, merupakan bangunan stabil dan dalam kondisi bagus atau baru, sehingga memungkinkan terjadinya hysteretic loop secara sempurna.
• Tipe B,
К
= 23,
merupakan bangunan dalam kondisi menengah misalnya bangunan berumur sedang.
• Tipe C,
К
= 13,
merupakan bangunan dalam kondisi buruk misalnya bangunan tua yang memiliki perilaku hysteretic loop yang tidak sempurna.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.4 Transformasi respons spectra tradisional menjadi ADRS ATC-40
3.3.3 Performance Point Metode kapasitas Spektra.
Titik Performance Point, harus berada di lokasi yang memenubi syarat berikut:
1. Harus berada pada spektra kapasitas untuk merepresentasikan
struktur pada displacement tertentu. 2.
Harus berada pada spektra demand yang telah direduksi yang merepresentasikan demand pada displacement yang sama dengan
displacement struktur. Penentuan performance point dilakukan dengan cara trial and error. Percobaan
pertama biasanya dilakukan dengan menentukan titik spektra kapasitas yang memenubi kondisi equal displacement. Kemudian dibuat spektra demand yang
sesuai, apabila tidak berpotongan, maka dicoba lagi titik baru dan seterusnya sampai diperoleh titik performance point yang berpotongan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.5 Titik Kerja Struktur
Perhitungan push-over analisa secara kuantitatif dapat dilihat pada Applied Technology Council ATC-40. Pada tugas akhir ini, perhitungan dilakukan oleh
piranti lunak ETABS 9.0.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMODELAN STRUKTUR
Dalam tugas akhir ini akan dilakukan analisa statik non linier bagi dua sistem struktur yang menggunakan sistem penahan gaya lateral yang berbeda
yaitu tube dan tube in tube, dengan gaya geser dasar pada saat performance point yang sama. Struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan
menggunakan piranti lunak ETABS 9.0.Portal merupakan menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus SRPMK dengan asumsi berada di lokasi
wilayah gempa 5 dan berada di lokasi tanah lunak.
4.1 Data analisis pembebanan struktur.
• Mutu Bahan :
f’
c
= 30 MPa f
y
= 400 MPa •
Beban hidup : 2,50 KNm
2
• Beban mati
: Beton Bertulang : 24,00 KNm
3
Dinding : 2,5 KNm
2
• Beban Mati Tambahan partisipasi, flapon, tegel + spesi, M dan E
Atap : 0,8 KNm
2
Lantai : 0,8 KNm
2
• Faktor keutamaan I = 1,0 Kategori gedung sebagai perkantoran.
• Factor reduksi gempa R = 8,5
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Respons spektrum gempa rencana Dengan kombinasi beban yang digunakan adalah sebagai berikut :
• Kombinasi 1 comb 1 = 1,4 D
• Kombinasi 2 comb 2 = 1,2 D + 1,6 L
• Kombinasi 3 comb 3 = 0,9 D + 1,0 E
• Kombinasi 4 comb 4 = 0,9 D – 1,0 E
• Kombinasi 5 comb 5 = 1,2 D + 1,0 L + 1,0 E
• Kombinasi 6 comb 6 = 1,2 D + 1,0 L – 1,0 E
Dimana : D = beban mati
L = beban hidup E = beban gempa
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pemodelan elemen struktur
Elemen elemen struktur dimodelkan dalam program ETABS sebagai berikut :
1. Pelat
Dalam program ETABS, pelat lantai dapat dimodelkan menjadi tiga tipe yang berbeda, antara lain :
a Shell
Tipe pla lantai shell memiliki kekakuan membrane pada kedua arah tegak lurus bidang dan out of plane bending stiffness
b Membrane
Pelat lantai dengan jenis ini hanya memiliki kekakuan membrane pada kedua arah tegak lurus bidangnya.
c Plate
Plat lantai jenis ini hanya memiliki out of lane plate bending stiffness.
Tipe pelat yang digunakan pada model struktur tugas akhir ini adalah tipe plat membrane, sehingga beban yang bekerja akan didistribusikan
kebalok pada kedua arah bidang tegak lurus pelat. Pelat lantai juga dimodelkan untuk bekerja sebagai rigid diaphragm karna lantai tingkat
dan atap dengan ikatan struktur gedung model dianggap sangat kaku pada bidangnya terhadap beban kerja horizontal.
Universitas Sumatera Utara
2. Pondasi
Pemodelan pondasi dilakukan dengan menganggap bahwa pondasi memberikan kekangan translasi dan rotasi yang cukup pada semua arah
sumbu bangunan. Berdasarkan asumsi yang digunakan tersebut, pondasi dimodelkan sebagai perletakan jepit pada lantai dasar bangunan, yaitu
pada ujung ujung bawah kolom lantai dasar. 3.
Balok Balok dimodelkan sebagai elemen frame dengan memiliki hubungan
joint yang kaku sehingga momen momen maksimum tempat terjadinya sendi plastis adalah pada kedua ujung balok.
4. Kolom
Kolom dimodelkan sebagai elemen rangka dengan memiliki hubungan joint yang kaku sehingga momen momen maksimum tempat terjadinya
sendi plastis adalah pada kedua ujung kolom, namun bagian kolom yang diperbolehkan plastis hanya kaki kaki kolom lantai dasar.
4.3 Deskripsi Model Struktur
Dimensi dari model struktur yang dibuat adalah 36 m x 36 m, dimana sumbu x dan sumbu y bangunan memiliki 6 bentang yang masing masing 6
meter. Sesuai dengan tema tugas akhir yang dibahas, maka pemodelan dibuat menjadi 2 tipe, yaitu model dengan sistem tube dan sistem tube in
tube. Kedua tipe tersebut divariasikan dengan jumlah lantai 10, 15, 20 ; sehingga jumlah model ada 6 buah. Denah dari kedua tipe ini adalah
sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Denah struktur bangunan Tube.
Gambar 4.3 Denah struktur bangunan Tube in Tube
Universitas Sumatera Utara
1. Model struktur 10 lantai
Tabel 4.1 Data elemen struktur 10 lantai
Gambar 4.4 Modal 3D sistem struktur 10 lantai Tingkat
Portal 10 tingkat Balok
cm Kolom dalam
cm Kolom luar
cm 1 - 5
30x60 55x50
60x60 6-10
30x60 40x40
50x50
Universitas Sumatera Utara
2. Model Struktur 15 lantai
Tabel 4.2 Data elemen struktur 15 lantai
Gambar 4.5 Modal 3D sistem struktur 15 lantai
Tingkat Portal 15 tingkat
Balok cm
Kolom dalam cm
Kolom luar cm
1 - 5 30x60
55x50 65x65
6 - 10 30x60
40x40 50x45
11 - 15 30x60
35x35 40x35
Universitas Sumatera Utara
3. Model struktur 20 lantai.
Tabel 4.3 Data elemen struktur 20 lantai
Gambar 4.6 Modal 3D sistem struktur 20 lantai
Tingkat Portal 20 tingkat
Balok cm
Kolom dalam cm
Kolom luar cm
1 - 5 30x60
60x60 70x70
6 - 10 30x60
55x55 60x60
11 - 15 30x60
45x45 50x50
16 - 20 30x60
40x40 40x40
Universitas Sumatera Utara
4.4 Karakteristik Pemodelan
Pemodelan yang dibuat dalam tugas akhir ini memiliki beberapa karakteristik perencanaan sebagai batasan analisa yakni diantaranya sebagai
berikut : 1.
Pemodelan sendi plastis Untuk analisa elastik elemen elemen struktur kaku tidak membentuk
sendi sehingga tidak memberikan pengaruh bagi perilaku elastic struktur, sementara pada analisa nonlinier terjadi perubahan perilaku
elemen dari yang awalnya kaku menjadi sendi sehingga perlu dilakukan pendefinisian sendi plastis dalam model yang dieksekusi.
Properti sendi plastis yang di define pada rangka memberikan batasan perpindahan akibat gaya dan rotasi akibat momen sehingga terbentuk
sendi plastis pada lokasi yang ditentukan. Untuk berbagai tipe elemen struktur yang diizinkan membentuk sendi plastis pada elemen struktur
yang diizinkan untuk plastis didefinisikan pada program ETABS sebagai berikut :
a. Balok.
Semua balok pada struktur didefinisikan sebagai sendi plastisnya dimana pada balok sendi plastis akan terbentuk pada kedua ujung
balok akibat momen pada arah lenturnya sehingga sendi plastis pada balok di define sebagai default-M3-0 dan defauit-M3-1
Universitas Sumatera Utara
b. Kolom
Hanya kolom lantai dasar saja yang didefinisikan mengalami sendi plastis. Pada kolom, sendi plastis dapat terbentuk pada kedua ujungnya
akibat kombinasi lentur tekan pada kedua arah bekerjanya beban gempa, sehingga sendi plastis di-define sebagai default-PM-M-0 dan
default-PM-M-1. Kolom lantai teratas boleh didefinisikan mengalami sendi plastis, akan
tetapi pada model diasumsikan tidak terjadi sendi plastis. 2.
Pengecekan Mode Dominan pada Model struktur Pada analisa static pushover hanya bias dilakukan apabila ragam getar
mode 1 adalah mode yang dominan 70 pada struktur bangunan terhadap beban lateral, karna itu perlu pengecekan dominasi mode 1
pada model yang digunakan. Pada program ETABS, modal participation factor dapat diketahui dari out put table. Berikut ini
adalah hasil yang diberikan program ETABS : Tabel 4.4 Dominasi ragam getar mode 1 pada model yang digunakan.
Bangunan Tingkat
α Ket
Tube Tube in Tube
10 70.56
76.65 Mode 1 dominan
15 81.98
84.74 Mode 1 dominan
20 76.51
83.04 Mode 1 dominan
Universitas Sumatera Utara
4.5 Pembatasan waktu getar alami
Pembatasa Waktu Getar Alami Fundamental untuk mencegah penggunaan stuktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami
fundamental T
1
dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ξ untuk wilayah gempa tempat struktur gedung beraga dan
jumlah tingkatnya n menurut persamaan T
1
ξ n
Tabel 4.5 Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur
gedung
Wilayah Gempa ξ
1 2
3 4
5 6
0,20 0,19
0,18 0,17
0,16 0,15
Dimana koefis ien ξ yang digunakan adalah 0,16 wilayah gempa 5
Tabel 4.6 Periode model struktur Tube dan Tube in Tube
Jumlah lantai n
Max T1 yang diizinkan s
T1 model s Ket
10 1.6
Tube 1.2363
Ok Tube in Tube
1.0774 Ok
15 2.4
Tube 1.9504
Ok Tube in Tube
1.7132 Ok
20 3.2
Tube 2.4974
Ok Tube in Tube
2.2711 Ok
Universitas Sumatera Utara
4.6 Pengecekan Kinerja Batas Layan Kinerja batas layan struktur gedung dicek apakah memenuhi yang
diizinkan atau tidak. Berikut ini adalah hasil pengecekan kinerja batas layan model :
Contoh Perhitungan 10 Lantai Simpangan Tingkat ke 10 Sistem struktur tube
: Simpangan Tingkat ke 10
: 0.087532 m diperoleh dari ETABS 9.0 Simpangan Tingkat ke 9
: 0.078701 m diperoleh dari ETABS 9.0 Selisih simpangan antara tingkat 10 : 0.087532 - 0.078701 = 0.009 m
Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m. Simp. antar tingkat 10 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002
0,009 m 0,014 m ……… ok
Simpangan Tingkat ke 9 Sistem struktur tube :
Simpangan Tingkat ke 9 : 0.078701 m diperoleh dari ETABS 9.0
Simpangan Tingkat ke 8 : 0.069091 m diperoleh dari ETABS 9.0
Selisih simpangan antara tingkat 9 : 0.078701 - 0.069091 = 0.010 m Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m.
Simp. antar tingkat 9 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002. 0,010 m 0,014 m ……… ok
Simpangan Tingkat ke 10 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 10 : 0.115584 m diperoleh dari ETABS 9.0
Simpangan Tingkat ke 9 : 0.10987 m diperoleh dari ETABS 9.0
Universitas Sumatera Utara
Selisih simpangan antara tingkat 10 : 0.115584 - 0.10987 = 0.006 m Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m.
Simp. antar tingkat 10 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002 0,006 m 0,014 m ……… ok
Simpangan Tingkat ke 9 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 9 : 0.10987 m diperoleh dari ETABS 9.0
Simpangan Tingkat ke 8 : 0.101039 m diperoleh dari ETABS 9.0
Selisih simpangan antara tingkat 9 : 0.10987 – 0.101039 = 0.009 m Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m.
Simp. antar tingkat 9 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002 0,009 m 0,014 m ……… ok
Table 4.7 Kinerja batas layan model struktur 10 lantai
Story Simpangan antar
tingkat m Simpangan max ijin m
Keterangan Tube
Tube in Tube 0.03HR
30mm Tube Tube in Tube
10 0.009
0.006 0.014
0.03 Ok
Ok 9
0.010 0.009
0.014 0.03
Ok Ok
8 0.010
0.011 0.014
0.03 Ok
Ok 7
0.011 0.011
0.014 0.03
Ok Ok
6 0.011
0.014 0.014
0.03 Ok
Ok 5
0.010 0.011
0.014 0.03
Ok Ok
4 0.010
0.014 0.014
0.03 Ok
Ok 3
0.008 0.013
0.014 0.03
Ok Ok
2 0.006
0.013 0.014
0.03 Ok
Ok 1
0.003 0.009
0.014 0.03
Ok Ok
Contoh Perhitungan 15 Lantai Simpangan Tingkat ke 15 Sistem struktur tube
: Simpangan Tingkat ke 15
: 0.1236 m diperoleh dari ETABS 9.0
Universitas Sumatera Utara
Simpangan Tingkat ke 14 : 0.1166 m diperoleh dari ETABS 9.0
Selisih simpangan antara tingkat 15 : 0.1236 – 0.1166 = 0.007 m Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m.
Simp. antar tingkat 15 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002 0.007 m 0,014 m ……… ok
Simpangan Tingkat ke 14 Sistem struktur tube :
Simpangan Tingkat ke 14 : 0.1166 m diperoleh dari ETABS 9.0
Simpangan Tingkat ke 13 : 0.1091 m
diperoleh dari ETABS 9.0 Selisih simpangan antara tingkat 14 : 0.1166 – 0.1091 = 0.008 m
Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m. Simp. antar tingkat 14 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002
0.008 m 0,014 m ……… ok
Simpangan Tingkat ke 15 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 15 : 0.1429 m diperoleh dari ETABS 9.0
Simpangan Tingkat ke 14 : 0.1379 m
diperoleh dari ETABS 9.0 Selisih simpangan antara tingkat 15 : 0.1429 – 0.1379 = 0.005 m
Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m. Simp. antar tingkat 15 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002
0.005 m 0,014 m ……… ok
Simpangan Tingkat ke 14 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 14 : 0.1379 m diperoleh dari ETABS 9.0
Simpangan Tingkat ke 13 : 0.1306 m
diperoleh dari ETABS 9.0 Selisih simpangan antara tingkat 14 : 0.1379 – 0.1306 = 0.007 m
Universitas Sumatera Utara
Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m. Simp. antar tingkat 14 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002
0.007 m 0,014 m ……… ok Table 4.8 Kinerja batas layan model struktur 15 lantai
Story Simpangan antar
tingkat m Simpangan max ijin
m Keterangan
Tube Tube in Tube
0.03HR 30mm
Tube Tube in Tube
15 0.007
0.005 0.014
0.03 Ok
Ok 14
0.008 0.007
0.014 0.03
Ok Ok
13 0.008
0.009 0.014
0.03 Ok
Ok 12
0.009 0.011
0.014 0.03
Ok Ok
11 0.009
0.012 0.014
0.03 Ok
Ok 10
0.009 0.010
0.014 0.03
Ok Ok
9 0.010
0.010 0.014
0.03 Ok
Ok 8
0.010 0.011
0.014 0.03
Ok Ok
7 0.010
0.011 0.014
0.03 Ok
Ok 6
0.010 0.012
0.014 0.03
Ok Ok
5 0.009
0.011 0.014
0.03 Ok
Ok 4
0.008 0.011
0.014 0.03
Ok Ok
3 0.007
0.011 0.014
0.03 Ok
Ok 2
0.006 0.009
0.014 0.03
Ok Ok
1 0.003
0.004 0.014
0.03 Ok
Ok
Contoh Perhitungan 20 Lantai Simpangan Tingkat ke 20 Sistem struktur tube
: Simpangan Tingkat ke 20
: 0.16319 m diperoleh dari ETABS 9.0 Simpangan Tingkat ke 19
: 0.15647 m diperoleh dari ETABS 9.0 Selisih simpangan antara tingkat 20 : 0.16319 – 0.15647 = 0.007 m
Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m. Simp. antar tingkat 20 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002
0.007 m 0,014 m ……… ok
Universitas Sumatera Utara
Simpangan Tingkat ke 19 Sistem struktur tube :
Simpangan Tingkat ke 19 : 0.15647 m diperoleh dari ETABS 9.0
Simpangan Tingkat ke 18 : 0.14925 m diperoleh dari ETABS 9.0
Selisih simpangan antara tingkat 19 : 0.15647 – 0.14925 = 0.007 m Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m.
Simp. antar tingkat 19 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002 0.007 m 0,014 m ……… ok
Simpangan Tingkat ke 20 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 20 : 0.18494 m diperoleh dari ETABS 9.0
Simpangan Tingkat ke 19 : 0.17896 m diperoleh dari ETABS 9.0
Selisih simpangan antara tingkat 20 : 0.18494 – 0.17896 = 0.006 m Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m.
Simp. antar tingkat 20 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002 0.006 m 0,014 m ……… ok
Simpangan Tingkat ke 19 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 19 : 0.17896 m diperoleh dari ETABS 9.0
Simpangan Tingkat ke 18 : 0.17117 m diperoleh dari ETABS 9.0
Selisih simpangan antara tingkat 19 : 0.17896 – 0.17117 = 0.008 m Simpangan Maksimum yang diijinkan : 0.03HR = 0.0348.5 = 0.014 m.
Simp. antar tingkat 19 Simp. maks ijin. pasal 8.1.1 SNI 03-1726-2002 0.008 m 0,014 m ……… ok
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9 Kinerja batas layan model struktur 20 lantai
Story Simpangan antar
tingkat m Simpangan max ijin
m Keterangan
Tube Tube in
Tube 0.03HR
30mm Tube
Tube in Tube
20 0.007
0.006 0.014
0.03 Ok
Ok 19
0.007 0.008
0.014 0.03
Ok Ok
18 0.008
0.009 0.014
0.03 Ok
Ok 17
0.008 0.011
0.014 0.03
Ok Ok
16 0.009
0.012 0.014
0.03 Ok
Ok 15
0.009 0.009
0.014 0.03
Ok Ok
14 0.009
0.010 0.014
0.03 Ok
Ok 13
0.010 0.010
0.014 0.03
Ok Ok
12 0.010
0.011 0.014
0.03 Ok
Ok 11
0.010 0.011
0.014 0.03
Ok Ok
10 0.009
0.010 0.014
0.03 Ok
Ok 9
0.010 0.010
0.014 0.03
Ok Ok
8 0.009
0.010 0.014
0.03 Ok
Ok 7
0.009 0.011
0.014 0.03
Ok Ok
6 0.009
0.011 0.014
0.03 Ok
Ok 5
0.008 0.009
0.014 0.03
Ok Ok
4 0.008
0.009 0.014
0.03 Ok
Ok 3
0.007 0.008
0.014 0.03
Ok Ok
2 0.005
0.007 0.014
0.03 Ok
Ok 1
0.003 0.004
0.014 0.03
Ok Ok
4.7 Kinerja Batas Ultimit Kinerja batas ultimit struktur gedung dicek apakah memenuhi yang
diizinkan atau tidak. Berikut ini adalah hasil pengecekan kinerja batas layan pada model :
Contoh Perhitungan 10 Lantai Tingkat ke 10 Sistem struktur tube :
Simpangan Tingkat ke 10 : 0.087532 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.7 x 8.5 x 0.087532 = 0.521 m.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 40 m = 0.8 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.521m 0.8m …. Ok
Tingkat ke 9 Sistem struktur tube :
Simpangan Tingkat ke 9 : 0.078701 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.7 x 8.5 x 0.078701 = 0.468 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 36 m = 0.72 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.468m 0.72m …. Ok
Tingkat ke 10 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 10 : 0.115584 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.7 x 8.5 x 0.115584 = 0.688 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 40 m = 0.8 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.688m 0.8 m …. Ok
Tingkat ke 9 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 9 : 0.10987 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.7 x 8.5 x 0.10987 = 0.654 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 36 m = 0.72 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.654m 0.72m …. Ok
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Kinerja batas ultimit model strukt ur 10 lantai.
Story 0.7xRx Simpangan
m Simpangan max
ultimit m Keterangan
Tube Tube in Tube
2 x h Tube
Tube in Tube 10
0.521 0.688
0.8 Ok
Ok 9
0.468 0.654
0.72 Ok
Ok 8
0.411 0.601
0.64 Ok
Ok 7
0.351 0.533
0.56 Ok
Ok 6
0.287 0.470
0.48 Ok
Ok 5
0.224 0.385
0.4 Ok
Ok 4
0.162 0.317
0.32 Ok
Ok 3
0.105 0.235
0.24 Ok
Ok 2
0.056 0.156
0.16 Ok
Ok 1
0.019 0.079
0.08 Ok
Ok
Contoh Perhitungan 15 Lantai Tingkat ke 15 Sistem struktur tube :
Simpangan Tingkat ke 15 : 0.1236 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.1236 x 0.7 x 8.5 = 0.736 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 60 m = 1.2 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.736 m 1.2 m …. Ok
Tingkat ke 14 Sistem struktur tube :
Simpangan Tingkat ke 14 : 0.1166 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.1166 x 0.7 x 8.5 = 0.694 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 56 m = 1.12 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.694 m 1.12m …. Ok
Universitas Sumatera Utara
Tingkat ke 15 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 15 : 0.1429 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.1429 x 0.7 x 8.5 = 0.850 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 60 m = 1.2 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.850 m 1.2m …. Ok
Tingkat ke 14 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 14 : 0.1379 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.1379 x 0.7 x 8.5 = 0.821 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 56 m = 1.12 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.821 m 1.12m …. Ok Tabel 4.11 Kinerja batas ultimit model strukt ur 15 lantai.
Story 0.7xRx Simpangan
m Simpangan max
ultimit m Keterangan
Tube Tube in Tube
2 x h Tube
Tube in Tube 15
0.736 0.850
1.2 Ok
Ok 14
0.694 0.821
1.12 Ok
Ok 13
0.649 0.777
1.04 Ok
Ok 12
0.600 0.725
0.96 Ok
Ok 11
0.547 0.661
0.88 Ok
Ok 10
0.491 0.590
0.8 Ok
Ok 9
0.434 0.533
0.72 Ok
Ok 8
0.377 0.473
0.64 Ok
Ok 7
0.317 0.410
0.56 Ok
Ok 6
0.257 0.342
0.48 Ok
Ok 5
0.198 0.270
0.4 Ok
Ok 4
0.144 0.206
0.32 Ok
Ok 3
0.093 0.142
0.24 Ok
Ok 2
0.049 0.079
0.16 Ok
Ok 1
0.017 0.026
0.08 Ok
Ok
Universitas Sumatera Utara
Contoh Perhitungan 20 Lantai Tingkat ke 20 Sistem struktur tube :
Simpangan Tingkat ke 20 : 0.16319 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.16319 x 0.7 x 8.5 = 0.971 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 80 m = 1.6 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.971 m 1.6m …. Ok
Tingkat ke 19 Sistem struktur tube :
Simpangan Tingkat ke 19 : 0.15647 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.15647 x 0.7 x 8.5 = 0.931 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 76 m = 1.52 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 0.931 m 1.52m …. Ok
Tingkat ke 20 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 20 : 0.18494 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.18494 x 0.7 x 8.5 = 1.100 m.
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 80 m = 1.6 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 1.100 m 1.6m …. Ok
Tingkat ke 19 Sistem struktur tube in tube :
Simpangan Tingkat ke 19 : 0.17896 m diperoleh dari ETABS 9.0
Kinerja batas ultimit : 0.17896 x 0.7 x 8.5 = 1.065 m.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai pasal 8.2.1 SNI 03-1726-2002, Simpangan maksimum adalah 0.02 x h = 0.02 x 76 m = 1.52 m
Simpangan struktur Simpangan maksimum ; 1.065 m 1.52m …. Ok Tabel 4.12 Kinerja batas ultimit model strukt ur 20 lantai.
Story 0.7xRx Simpangan
m Simpangan max
ultimit m Keterangan
Tube Tube in Tube
2 x h Tube
Tube in Tube 20
0.971 1.100
1.6 Ok
Ok 19
0.931 1.065
1.52 Ok
Ok 18
0.888 1.018
1.44 Ok
Ok 17
0.842 0.963
1.36 Ok
Ok 16
0.793 0.898
1.28 Ok
Ok 15
0.742 0.827
1.2 Ok
Ok 14
0.689 0.773
1.12 Ok
Ok 13
0.637 0.716
1.04 Ok
Ok 12
0.580 0.655
0.96 Ok
Ok 11
0.522 0.590
0.88 Ok
Ok 10
0.465 0.522
0.8 Ok
Ok 9
0.410 0.464
0.72 Ok
Ok 8
0.352 0.403
0.64 Ok
Ok 7
0.297 0.343
0.56 Ok
Ok 6
0.241 0.280
0.48 Ok
Ok 5
0.187 0.216
0.4 Ok
Ok 4
0.136 0.164
0.32 Ok
Ok 3
0.089 0.113
0.24 Ok
Ok 2
0.048 0.063
0.16 Ok
Ok 1
0.016 0.022
0.08 Ok
Ok
Universitas Sumatera Utara
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN