22 efektivitas bantuan luar negeri Bank Dunia terhadap pengentasan kemiskinan di
Indonesia dan melihat bagaimana dampak yang terjadi dari bantuan luar negeri Bank Dunia di Indonesia. Disamping itu juga untuk melihat bagaimana
pandangan Bank Dunia dalam pengentasan kemiskinan diikuti dengan penjelasan tentang strategi Bank Dunia dalam menurunkan angka kemiskinan.
I.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah I.2 Perumusan Masalah
I.3 Kerangka Teori I.4 Metoda Penelitian
I.5 Tujuan Penelitian I.6 Sistematika Penulisan
BAB II KEMISKINAN DI INDONESIA
Membahas masalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia 1999-2009 yang merupakan penyebab terjadinya bantuan luar negeri, seperti; menjelaskan
kemiskinan yang terjadi di Indonesia dan disertai pula pandangan Bank Dunia dalam kemiskinan di Indonesia.
BAB III BANTUAN LUAR NEGERI BANK DUNIA DI INDONESIA
Membahas tentang kebijakan bantuan luar negeri Bank Dunia dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia, seperti; menjelaskan sebuah bantuan luar
23 negeri Bank Dunia dan bentuk program pengentasan kemiskinan yaitu PNPM
Mandiri.
BAB IV ANALISIS BANTUAN LUAR NEGERI BANK DUNIA DALAM
KEMISKINAN DI INDONESIA
Menganalisis masalah yang terjadi antara kemiskinan di Indonesia dan bantuan luar negeri Bank Dunia, seperti; sejauh mana efektivitas bantuan luar
negeriPNPM-Mandiri terhadap Indonesia disertai tabel-tabel, relevansinya terhadap neoliberalisme dan dampaknya terhadap bantuan luar negeri Bank
Dunia.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
24
BAB II KEMISKINAN DI INDONESIA
II.1 Masalah Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan di Indonesia memang terjadi sangat rumit, pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang cukup parah. Kontraksi
ekonomi tersebut menimbulkan dampak sosial yang sangat besar dan membalikkan banyak kemajuan di sektor sosial yang telah dicapai dalam dekade
sebelumnya. Dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengangguran meningkat sedikit dari 4,7 persen pada tahun 1997 menjadi 5,5 persen pada tahun 1998, upah riil
menurun sekitar sepertiga. Tingkat kemiskinan selama krisis, dari awal terjadinya krisis pada pertengahan tahun 1997 ke puncak krisis pada akhir tahun 1998 telah
meningkat menjadi 164 persen. Jelas bahwa kemiskinan meningkat dengan cepat seiring dengan memburuknya krisis ekonomi, hal ini menyiratkan bahwa sejumlah
besar mengalami kemiskinan dalam waktu singkat.
37
Disamping itu, dalam mencari penyebab krisis ekonomi tersebut, hal ini menjadi pusat perhatian di dalam pemerintahan. Penyebab krisis ekonomi tersebut
adalah bahwa ada terjadinya pemerintahan yang buruk bad governance, yang biasa dikenal sebagai KKN Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia yang
telah melemahkan perekonomian Indonesia, sehingga menimbulkan penderitaan dari krisis periodik. Karena masalah tersebut, Indonesia menempati bagian atas
dalam daftar negara-negara paling korup di dunia dalam waktu yang lama.
37
Asep Suryahadi dan Sudarno Sumarto, 2010, “Poverty and Vulnerability In Indonesia Before
and After The Economic Crisis ”, dalam Poverty and Social Protection In Indonesia, Joan
Hardjono, Nuning Akhmadi dan Sudarno Sumarto, ISEAS Publishing, Pasir Panjang. Hal. 36-37.
25 Disamping itu, pengurangan kemiskinan dan tata pemerintahan merupakan kedua
hal yang saling terkait. Tata pemerintahan yang buruk telah melakukan upaya- upaya penanggulangan kemiskinan yang tidak efektif, sementara proyek-proyek
pengurangan kemiskinan malah menyediakan lahan subur bagi korupsi.
38
Dengan adanya korupsi tersebut, secara tidak langsung hal ini juga merugikan masyarakat miskin, yaitu:
1. Peningkatan harga barang dan jasa yang harus dibayar oleh masyarakat
miskin; 2.
Mengurangi pendapatan oleh penduduk miskin dengan cara pajak semi-legal, ilegal dan retribusi;
3. Adanya tindakan dukungan untuk masyarakat miskin, padahal hal itu malah
justru sebaliknya; 4.
Menciptakan ketimpangan atau ketidaksamaan dalam kepemilikan aset, karena orang-orang kaya dapat mempengaruhi pemerintah untuk mengejar
kebijakan yang akan meningkatkan kekayaan mereka sendiri seperti perlakuan pajak yang menguntungkan dan nilai tukar mata uang yang tidak
tersedia bagi masyarakat miskin; dan 5.
Mencegah orang miskin dalam melakukan investasi baru atau membuka bisnis baru, karena mereka tahu bahwa orang-orang yang berbisnis akan selalu
menang dan terhubung dengan kontrak proyek-proyek pemerintah, karena adanya praktek korupsi. Akibatnya, mereka tidak dapat meningkatkan standar
kehidupan mereka, dan menjadikan selalu tetap miskin.
38
Sudarno Sumarto, Asep Suryahadi, Alex Arifianto, 2003, “Governance and Poverty Reduction:
Evidence From Newly Decentralized Indonesia ”, dalam The Role Of Governance In Asia,
Yasutami Shimomura, Japan Institute Of International Affairs and ASEAN Foundation, Singapore. Hal. 28.
26 Singkatnya, ada sebuah konsensus yang kuat bahwa tata kelola
pemerintahan yang baik itu sangat diperlukan bagi upaya untuk pengurangan kemiskinan secara efektif dan untuk mengurangi adanya praktek korupsi.
39
Pada tahun 2000-2005 jumlah penduduk miskin malah cenderung menurun dari 38,70
juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000
menjadi 15,97 persen pada tahun 2005.
40
Tetapi di awal tahun 2005, telah dindikasikan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia telah mencapai 51, atau mencapai 114,64 juta jiwa. Diduga
bahwa kenaikan jumlah penduduk miskin itu disebabkan oleh beberapa hal yang saling berkaitan. Hal-hal tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Aceh dan sebagian wilayah
Sumatera Utara telah menyebabkan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat lenyap dari dua wilayah tersebut. Memang banyak juga mereka yang tinggal
di wilayah itu selamat dari musibah tersebut. Tapi satu hal yang pasti bahwa hal ini akan berimplikasi terhadap penambahan jumlah pengangguran dan
kemiskinan dari penduduknya. 2.
Kenaikan harga bahan bakar minyak BBM yang terjadi beberapa kali hingga awal bulan Oktober di tahun 2005 ini tentu telah membebani biaya-biaya
produksi. Ini tentu pada gilirannya mengakibatkan turunnya kemampuan daya beli, dan bahkan hanya untuk bertahan hidup pun, bagi masyarakat yang
secara umum memang sudah sangat berat saat ini. Dampak ikutan berikutnya
39
Ibid . “Governance and Poverty Reduction: Evidence From Newly Decentralized Indonesia”.
Hal. 32-33.
40
Berita Resmi Statistik, 2009, Badan Pusat Statistik, No. 4307Th. XII. Hal. 1.
27 yakni meningkatnya jumlah orang yang dikategorikan sebagai penduduk
miskin. 3.
Kenaikan harga minyak internasional dan melemahnya nilai tukar rupiah tampaknya juga bisa dilihat sebagai penyebab yang berpengaruh terhadap
melemahnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan produk-produk primer, apalagi sekunder, yang memang diperlukan selama ini dalam kehidupan
mereka sehari-hari.
41
Terkait dalam hal tersebut, faktor utama yang menyebabkan peningkatan angka kemiskinan di Indonesia secara signifikan bukanlah kenaikan harga BBM,
melainkan kenaikan harga beras. Ada dua alasan dalam hal tersebut, yaitu;
Pertama
, kenaikan harga BBM, pada April dan Oktober 2005 yang secara kumulatif mencapai rata-rata 143 persen, hanya menurunkan kesejahteraan
masyarakat miskin, karena telah dimbangi dengan program bantuan langsung
tunai BLT. Kedua, tiga per empat dari orang miskin merupakan konsumen
bersih net consumer beras, sehingga kenaikan harga beras berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan angka kemiskinan.
42
Dampak dari perubahan harga tersebut sudah bisa ditebak yakni akan makin membebani biaya hidup masyarakat secara umum. Secara sederhana, tapi
memang terlihat sangat nyata, kita bisa mengidentifikasi beberapa hal di balik makin besarnya biaya hidup yang harus ditanggung oleh masyarakat. Beberapa
hal tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Ada kecenderungan kenaikan secara berkala dari harga-harga seperti air bersih, tarif angkutan, tarif komunikasi dan tarif dasar listrik;
41
Hari Susanto, 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru, Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Jakarta. Hal. 8-9.
42
Fahmy Radhi, 2008, Kebijakan Ekonomi Pro Rakyat, Republika, Jakarta. Hal. 44.
28 2.
Pada saat bersamaan harga kebutuhan pokok rumah tangga penduduk terus ikut-ikutan mengalami kenaikan meski pemerintah berulang kali dalam
berbagai kesempatan mengatakan bahwa harga kebutuhan pokok tidak boleh membebani masyarakat. Pernyataan yang lebih bersifat himbauan ini dalam
kenyataannya berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di pasar. Faktanya hampir semua harga kebutuhan pokok rumah tangga bergerak naik;
3. Harga bahan bakar minyak yang terus cenderung naik beberapa kali dalam
setahun memiliki kaitan dengan alasan beratnya beban subsidi yang ditanggung pemerintah selama ini sebagaimana terlihat dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara. Kenaikan harga bahan bakar minyak tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap kecenderungan naiknya inflasi yang
konon, bagi banyak pengamat ekonomi, bergerak laksana sebuah spiral.
43
Di bulan Februari pada tahun 2008 kondisi pengangguran mencapai 8,46 atau menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
mencapai 9,75 akibat kenaikan BBM. Turunnya angka pengangguran sebesar
1,12 juta orang dalam setahun terakhir ini disebabkan oleh dua faktor: Pertama,
seluruh sektor ekonomi menunjukkan peningkatan serapan tenaga kerja dan pertumbuhan tertinggi dialami oleh sektor keuangan yang mencapai 11,5.
Demikian pula sektor keuangan memiliki angka elastisitas serapan tenaga kerja yang paling tinggi, di mana untuk setiap I satu persen pertumbuhan sektor
keuangan maka tenaga kerja di sektor tcisebut akan mengalami pertumbuhan
3,6. Kedua, pertumbuhan kesempatan kerja mencapai 2.43 lebih besar dari
pertumbuhan angkatan kerja yang mencapai 1.76. Hal ini menandakan baik
43
Hari Susanto, 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru, Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Jakarta. Hal. 8.
29 tenaga kerja yang pertama kali bekerja maupun yang sebelumnya menganggur
dapat bekerja. Apabila ditinjau dari status pekerjaan utama, sebagian besar tenaga kerja
diserap oleh sektor informal. Berdasarkan data Februari 2003 jumlah pekerja informal mencapai 70,55 juta orang atau 69,1 dari total penduduk usia 15 tahun
ke atas yang bekerja. Persentase pekerja informal ini hampir tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan data Februari 2006 yaitu sebesar 69,8. Tingkat
penghasilan pekerja informal ini relatif kecil dan tidak pasti. Artinya, meskipun pekerja informal ini tidak terhitung sebagai pengangguran, namun mereka sangat
rentan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk kenaikan harga BBM. Misalnya para penjual gorengan, bubur, dan makanan kecil lainnya di
pinggir jalan semakin tertekan akibat kenaikan harga dan kelangkaan minyak tanah.
44
Untuk lebih rinci mengenai kemiskinan di Indonesia pada periode 1999- 2009 bisa dilihat di tabel 1.
Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia
Pada Tahun 1999-2009
Tahun Jumlah Penduduk Miskin Juta
Persentase Penduduk Miskin Kota
Desa Kota + Desa
Kota Desa
Kota + Desa 1999
15,64 32,33
47,97 19,41
26,03 23,43
2000 12,30
26,40 38,70
14,60 22,38
19,14 2001
8,60 29,30
37,90 9,76
24,84 18,41
2002 13,30
25,10 38,40
14,46 21,10
18,20
44
Tim Jumpa Pers-Pusat Penelitian Ekonomi, 2008, “Problema Pengangguran dan Kemiskinan di
Tengah Gejolak Harga BBM: Telaah Kritis Kebijakan dan Solusi Alternatif ”, Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan , vol. XVI, no. 1, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Jakarta. Hal. 82.
30 2003
12,20 25,10
37,30 13,57
20,23 17,42
2004 11,40
24,80 36,10
12,13 20,11
16,66 2005
12,40 22,70
35,10 11,68
19,98 15,97
2006 14,49
24,81 39,30
13,47 21,81
17,75 2007
13,56 23,61
37,17 12,52
20,37 16,58
2008 12,77
22,19 34,96
11,65 18,93
15,42 2009
11,91 20,62
32,53 10,72
17,35 14,15
Sumber: Badan Pusat Statistik BPS
45
Menurut Lembaga Penelitian SMERU, kemiskinan di Indonesia berwajah majemuk, berubah dari waktu ke waktu, atau dari satu tempat ke tempat lain, hal
ini mengandung berbagai dimensi dan masalah yang kompleks, antara lain: 1.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar sandang, pangan, papan;
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi; 3.
Tidak adanya jaminan masa depan karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga;
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal;
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam;
6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat;
7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan; 8.
Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;
45
Berita Resmi Statistik, 2009, Badan Pusat Statistik, No. 4307Th. XII. Hal. 2-5.
31 9.
Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial anak-anak terlantar, Perempuan korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal
dan terpencil.
46
Ada banyak penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia, dan tidak ada satu jawaban pun yang mampu menjelaskan semuanya sekaligus. Ini ditunjukkan
oleh adanya berbagai pendapat mengenai penyebab kemiskinan sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat tertentu yang mencoba mencari penyebab
kemiskinan. Tetapi Lembaga Penelitian SMERU menyimpulkan bahwa penyebab dasar kemiskinan antara lain:
1. Kegagalan kepemilikan, terutama tanah dan modal;
2. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana;
3. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor;
4. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang
kurang mendukung; 5.
Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antar sektor ekonomi ekonomi tradisional versus ekonomi modern;
6. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat;
7. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola
sumber daya alam dan lingkungannya; 8.
Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik good governance; 9.
Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
47
46
Paket Informasi: Dasar Penanggulangan Kemiskinan, Lembaga Penelitian SMERU untuk Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan BKPK. Hal. 2.
47
Ibid, Paket Informasi: Dasar Penanggulangan Kemiskinan. Hal. 4
32
II.2 Ukuran dan Kemiskinan di Indonesia Menurut Bank Dunia
II.2.1 Ukuran Kemiskinan Menurut Bank Dunia Secara Umum
Pendekatan yang luas untuk suatu kesejahteraan dan kemiskinan berfokus pada kemampuan individu yang berfungsi di dalam masyarakat.
Masyarakat miskin sering kali kekurangan dalam kemampuannya; dengan kemungkinan karena mereka memiliki pendapatan yang tidak memadai dalam
pendidikan, memiliki kesehatan yang buruk, merasa tidak berdaya, atau bisa jadi karena kurangnya dalam kebebasan politik. Oleh karena itu, Bank Dunia
menguraikan empat alasan untuk mengukur kemiskinan, yaitu: 1.
Untuk menjaga orang miskin yang masuk di dalam agenda Bank Dunia. 2.
Untuk dapat mengidentifikasi orang-orang yang miskin, sehingga dapat tepat sasaran dalam mengintervensi.
3. Untuk memonitor dan mengevaluasi proyek-proyek dan intervensi kebijakan
yang diarahkan untuk masyarakat miskin. 4.
Untuk mengevaluasi efektivitas lembaga-lembaga yang tujuannya adalah untuk membantu orang miskin.
48
Langkah pertama dalam mengukur kemiskinan adalah mendefinisikan indikator kesejahteraan seperti pendapatan atau konsumsi per kapita. Informasi
tentang kesejahteraan berasal dari data survei. Sebuah desain survei yang baik adalah suatu hal yang terpenting. Meskipun beberapa survei menggunakan sampel
acak random sampling secara sederhana, hal ini juga kebanyakan menggunakan sampel acak secara bertingkat. Oleh sebab itu, Bank Dunia mengambil tiga
langkah dalam mengukur kemiskinan, yaitu:
48
Jonathan Haughton dan Shahidur R. Khandker, 2009, Handbook On Poverty and Inequality, The International Bank for Reconstruction and DevelopmentThe World Bank, Washington DC. Hal
. 1.
33 1.
Menentukan indikator kesejahteraan. 2.
Menetapkan standar minimal yang dapat diterima oleh suatu indikator bahwa hal ini untuk memisahkan orang miskin dari orang yang tidak miskin garis
kemiskinan. 3.
Menghasilkan sebuah ringkasan untuk mengumpulkan suatu informasi dari distribusi indikator kesejahteraan yang relatif terhadap garis kemiskinan.
49
Adapun tindakan dan strategi Bank Dunia yang bertujuan untuk memerangi kemiskinan yaitu dalam beberapa dekade, pengalaman Bank Dunia
telah mengakui beberapa faktor umum yang terkait dengan kemajuan dalam pembangunan secara keseluruhan. Faktor dasar inilah yang menjadi acuan dalam
strategi Bank Dunia yaitu sebagai berikut: 1.
Suatu negara yang aktif dengan tata pemerintahan yang baik good governance
di sektor publik dan swasta yang mendorong ke arah lingkungan dimana kontraknya tersebut bersifat memaksa dan sebuah pasar yang dapat
berfungsi sebagai; karya infrastruktur dasar, ada ketentuan yang memadai untuk kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial dan orang-orang dapat
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
2. Suatu pemberdayaan yang dapat memastikan bahwa semua orang akan
memiliki kemampuan untuk membentuk kehidupan mereka sendiri, dengan memberikan kesempatan, keamanan dan dengan mendorong partisipasi dan
inklusi sosial yang efektif.
49
Ibid, Handbook On Poverty and Inequality. Hal. 10.
34 3.
Pertumbuhan ekonomi adalah hal yang sangat penting karena negara-negara yang telah mengurangi kemiskinan adalah hal yang paling efektif dan tumbuh
paling cepat. Belum ada contoh pembangunan berkelanjutan yang berhasil tanpa periode pertumbuhan tinggi per kapita output.
4. Perlu ada sektor swasta karena hal ini sangat penting untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan usaha kecil dan menengah dapat memainkan peran yang sangat penting dalam menghasilkan peluang
kerja bagi masyarakat miskin. 5.
Suatu kebijakan sektor keuangan yang rasional dan tepat untuk negara merupakan hal yang sangat penting, sebagai penghapusan hambatan dalam
perdagangan internasional sehingga ekspor negara-negara berkembang dapat memberikan kontribusi untuk pertumbuhannya.
6. Suatu negara dan masyarakat harus memiliki kepemilikan agenda
pembangunan untuk mencerminkan kondisi khusus dari suatu negara dan ekonomi politik.
Bank Dunia memiliki dua pilar untuk menanggulangi kemiskinan dalam pembangunannya, dua pilar tersebut adalah membangun 1. Iklim investasi,
pekerjaan dan pertumbuhan yang berkelanjutan, 2. Investasi pada orang yang miskin dan memberdayakan mereka untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Kedua pilar tersebut dalam kerangka kerja strategis Bank Dunia sangat penting untuk keberhasilan dalam mencapai pengurangan kemiskinan yang berkelanjutan
dan membantu negara-negara untuk mencapai tujuannya. Di setiap negara-negara memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Bekerja dengan Bank Dunia mengenai
MDGs adalah prioritas di negara-negara yang sebagian besar berpenghasilan
35 rendah, sedangkan pendapatan yang relatifmenengah lebih sering bekerja untuk
mencari lebih banyak nasabah dengan Bank Dunia pada pembangunan iklim investasi.
50
II.2.2 Kemiskinan di Indonesia Menurut Bank Dunia
Untuk melihat kemiskinan di Indonesia, ternyata sebelumnya Bank Dunia belajar dari sejarah untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan di
Indonesia. Sejarah Indonesia memberi banyak pelajaran tentang keberhasilan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di masa lalu. Pelajaran ini dapat
bermanfaat ketika mencari strategi penanggulangan kemiskinan yang efektif untuk masa mendatang. Bank Dunia membuat catatan-catatan tersebut, antara
lain: Pertama, catatan Indonesia menunjukkan seperti apa kekuatan penggerak
pertumbuhan dalam penanggulangan kemiskinan tatkala ia berdampak pada
rakyat penduduk miskin. Kedua, catatan Indonesia menunjukkan bahwa
penyaluran pengeluaran negara secara bijaksana ke dalam upaya-upaya dan program-program yang bermanfaat bagi penduduk miskin adalah kunci bagi
penanggulangan kemiskinan. Ketiga, pengalaman Indonesia diterpa guncangan
krisis ekonomi justru semakin menunjukkan perlunya mewujudkan perlindungan
sosial bagi penduduk miskin. Keempat, pengalaman masa lalu Indonesia
menunjukkan bahwa Indonesia harus membangun pemerintahan yang dapat bermanfaat bagi penduduk miskin.
51
50
Cathy L. Gagnet dan World Bank, World Bank Annual Report 2003, vol. 1 Year In Review, The International Bank for Reconstruction and DevelopmentThe World bank, Washington DC. Hal.
12-13.
51
The World Bank, 2006, Indonesia Making the New Indonesia Work For The Poor, Jakarta. Hal. 19-21.
36 Menurut Bank Dunia, Indonesia memiliki peluang emas untuk
menurunkan kemiskinan dengan pesat. Pertama, dengan melihat sifat
kemiskinan, memusatkan perhatian pada beberapa bidang unggulan dapat memberi beberapa kemenangan dengan cepat dalam perang melawan kemiskinan
dan rendahnya hasil pengembangan manusia. Kedua, sebagai negara penghasil
minyak dan gas, Indonesia berada di posisi untuk memperoleh keuntungan dalam beberapa tahun ke depan dari sumber-sumber daya keuangan. Hal ini disebabkan
oleh harga minyak yang lebih tinggi dan penurunan subsidi bahan bakar. Ketiga,
Indonesia masih dapat memperoleh keuntungan lebih jauh dari proses-proses demokratisasi dan desentralisasinya yang terus berlanjut.
Kemiskinan di Indonesia memiliki tiga ciri yang menonjol: i Banyak rumah tangga terkonsentrasi di sekitar garis kemiskinan pendapatan nasional
sejumlah kurang lebih 1,55 dolar AS perhari PPP Public-Private Partnerships
Kemitraan Publik dan Swasta, membuat bahkan banyak penduduk tidak miskin rentan terhadap kemiskinan; ii ukuran kemiskinan pendapatan tidak
mencakup jangkauan kemiskinan sebenarnya di Indonesia; banyak dari mereka yang kemungkinan tidak miskin secara pendapatan dapat diklasifikasikan sebagai
masyarakat miskin berdasarkan kekurangan akses ke layanan-layanan pokok dan hasil pengembangan manusia yang buruk; dan iii dengan melihat ukuran besar
dan kondisi berbeda-beda kepulauan Indonesia, kesenjangan regional merupakan ciri pokok kemiskinan di negara ini.
52
Adapun faktor-faktor penentu kemiskinan di Indonesia, Bank Dunia dalam bagian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengungkap faktor-faktor
52
The World Bank, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable
Development, IFC International Finance Corporation: World Bank Group Jakarta. Hal. 50.
37 penentu dan arti penting relatif dari karakteristik, aset dan akses utama pada
rumah tangga sebagai faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan correlates of poverty
. Beberapa faktor kunci memang berpengaruh pada kemiskinan dan karena itu juga berperan bagi upaya dalam penanggulangan
kemiskinan. Bank Dunia menguraikan lima korelasi faktor penentu dalam kemiskinan, antara lain:
1. Faktor Korelasi Dalam Pendidikan
a. Kemiskinan memiliki kaitan yang sangat erat dengan pendidikan yang
tidak memadai. b.
Melampaui jenjang pendidikan sekolah dasar dengan meningkatkan kesejahteraan secara berarti.
c. Meningkatkan capaian jenjang pendidikan di wilayaharea tertentu yang
berkorelasi dengan pengurangan kemiskinan yang lebih besar. 2.
Faktor Korelasi Dalam Pekerjaan Bekerja di sektor pertanian memiliki korelasi yang kuat dengan
kemiskinan. Kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian memiliki tingkat konsumsi yang jauh lebih rendah dan karena itu memiliki kemungkinan
lebih besar untuk menjadi miskin dibandingkan mereka yang bekerja di sektor lain. Dengan menggunakan kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian
informal sebagai dasar base, faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan menunjukkan bahwa kepala rumah tangga di daerah pedesaan yang bekerja di
sektor pertanian formal memiliki korelasi dengan kenaikan tingkat konsumsi dengan nilai koefisien korelasi sebesar 3,1 persen, sedangkan mereka yang
bekerja di sektor industri informal dengan nilai koefisien sebesar 5,4 persen.
38 Koefisien korelasi yang lebih tinggi terdapat pada kepala rumah tangga
yang bekerja di sektor industri formal 11,7 persen. Koefisien korelasi yang tertinggi terdapat di sektor jasa: sektor jasa informal sebesar 14 persen, sedangkan
sektor jasa formal sebesar 22 persen, yang berlaku untuk daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Mengingat sedikitnya porsi penduduk miskin yang
bekerja di sektor formal dan sektor nonpertanian, di samping kenyataan bahwa bekerja di sektor-sektor yang lebih menguntungkan tersebut memiliki korelasi
dengan pengurangan kemiskinan, maka perpindahan tenaga kerja ke sektor pertanian formal, atau ke sektor nonpertanian formal maupun informal, akan
membuka jalan keluar dari kemiskinan. 3.
Faktor Korelasi Dalam Gender Meskipun tingkat kemiskinan terlihat sedikit lebih rendah pada rumah
tangga dengan kepala keluarga perempuan, namun pada kenyataannya tidaklah demikian: rumah tangga yang dengan kepala keluarga laki-laki masih jauh lebih
beruntung dibandingkan rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan. Pada tahun 1999, dengan menganggap karakteristik-karakteristik yang lain bersifat
tetap, rumah tangga di daerah perkotaan yang dikepalai laki-laki memiliki tingkat pengeluaran 14,4 persen lebih tinggi daripada rumah tangga yang dipimpin
perempuan. Kesenjangan gender ini bahkan lebih mencolok di daerah pedesaan, di mana terdapat perbedaan tingkat pengeluaran sebesar 28,4 persen. Pada tahun
2002, kesenjangan gender ini semakin melebar menjadi 15,8 persen di daerah perkotaan dan 31,1 persen di daerah pedesaan.
Hasil yang tampak berlawanan antara analisis regresi yang mengindikasikan bahwa rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan jauh
39 lebih miskin dan analisis deskriptif sederhana yang menunjukkan bahwa rumah
tangga dengan kepala keluarga perempuan sedikit kurang miskin, hanya dapat dijelaskan
oleh karakteristik-karakteristik
yang tak
teramati, seperti
kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami goncangan dan rendahnya akses kepada instrumen-instrumen untuk meredam dan menghadapi goncangan,
yang mungkin berkorelasi dengan aspek gender kepala rumah tangga. Penilaian terhadap risiko dan kerentanan di antara beberapa tipe rumah tangga dan tahap-
tahap siklus hidup yang berbeda mengindikasikan bahwa rumah tangga miskin dengan kepala keluarga perempuan memiliki risiko yang lebih besar untuk
mengalami guncanganguncangan negatif akibat konflik, masalah kesehatan dan risiko ekonomi.
4. Faktor Korelasi Dalam Akses Terhadap Pelayanan dan Infrastruktur Dasar
a. Kemiskinan jelas berkaitan dengan rendahnya akses terhadap fasilitas dan
infrastruktur dasar. b.
Rumah tangga di daerah pedesaan yang memiliki lebih banyak akses kepada pendidikan sekolah menengah jauh lebih kecil kemungkinannya
untuk menjadi miskin. c.
Akses kursus informal dapat menjadi faktor kunci dalam mobilitas ekonomi ke atas, khususnya di daerah perkotaan.
d. Akses lembaga perkreditan setempat juga menaikkan secara berarti tingkat
pengeluaran dan mengurangi kemungkinan rumah tangga untuk menjadi miskin.
e. Akses jalan memiliki korelasi dengan tingkat konsumsi yang lebih tinggi.
40 f.
Akses telekomunikasi memiliki kaitan yang tidak signifikan dengan konsumsi pada tingkat nasional, tetapi cukup signifikan pada sebagian
wilayah. 5.
Faktor Korelasi Dalam Lokasi Geografis Dengan adanya ketimpangan antarwilayah, tidaklah mengherankan bila
lokasi geografis juga berkorelasi dengan kemiskinan. Dewasa ini, di samping wilayah yang sangat luas yang dimiliki Indonesia, dimungkinkan untuk
menggunakan teknik disagregasi geografis yang lebih baik untuk mengonfirmasi ketimpangan-ketimpangan tersebut dan memfokuskan upaya penanggulangan
kemiskinan pada tingkat yang terendah. Indonesia terdiri dari 33 provinsi; 440 kabupaten atau kota; 5.850 kecamatan dan 73.219 desakelurahan. Namun, sejalan
dengan tujuan penilaian atas kemiskinan nasional ini, meskipun penting untuk menangkap berbagai gambaran yang terpisah sebanyak mungkin, penilaian ini
diputuskan untuk secara khusus difokuskan pada perbedaan-perbedaan geografis dan temuan-temuan di enam wilayah pengelompokan kepulauan yang luas:
Sumatera, JawaBali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa TenggaraMaluku dan Papua.
53
Sebuah analisis akan kemiskinan, faktor-faktor penentunya, dan sejarah Indonesia dalam menurunkan kemiskinan menunjuk pada tiga cara untuk
memerangi kemiskinan. Tiga cara untuk membantu penduduk mengangkat diri mereka sendiri dari kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi, layanan sosial, dan
belanja publik. Masing-masing dari cabang ini mengatasi satu atau lebih ciri-ciri pembentuk kemiskinan di Indonesia: kerentanan, multidimensi dan kesenjangan
53
The World Bank, 2006, Indonesia Making the New Indonesia Work For The Poor, Jakarta. Hal. 46-50.
41 sosial. Dengan kata lain, strategi kemiskinan yang efektif untuk Indonesia
memiliki tiga komponen: 1.
Membuat Pertumbuhan Ekonomi Berguna bagi Masyarakat Miskin. Pertumbuhan ekonomi telah dan akan terus menjadi hal penting dalam
menurunkan kemiskinan. Membuat pertumbuhan berguna bagi masyarakat miskin sekaligus merupakan kunci menghubungkan masyarakat miskin di
seluruh bagian-bagian kepulauan Indonesia yang berbeda-beda dengan proses pertumbuhan, baik antara daerah pedalaman dan perkotaan maupun antara
kelompok-kelompok regional dan kepulauan yang beragam. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengatasi masalah kesenjangan regional. Untuk
mengatasi karakteristik kerawanan kemiskinan yang dikaitkan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apa pun yang dapat
mengalihkan distribusi ini ke sayap kanan akan dengan cepat menurunkan insidensi dari dan kerentanan terhadap kemiskinan pendapatan.
2. Membuat Layanan Sosial Berguna bagi Masyarakat Miskin. Pemberian
layanan sosial pada masyarakat miskin, baik oleh sektor publik maupun
swasta, penting untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia. Pertama, hal ini
merupakan kunci dalam mengatasi dimensi nonpendapatan dari kemiskinan. Indikator pengembangan manusia yang tertinggal, seperti angka kematian ibu
yang tinggi, harus ditanggulangi dengan meningkatkan kualitas layanan yang disediakan untuk orang miskin. Hal ini melampaui tingkat-tingkat belanja
publik: hal tersebut mengenai meningkatkan sistem pertanggungjawaban,
mekanisme pemberian layanan, dan bahkan proses-proses pemerintah. Kedua,
sifat kesenjangan regional melampaui kesenjangan pendapatan dan sebagian
42 besar tecermin pada kesenjangan dalam akses ke layanan yang, pada
gilirannya, menghasilkan kesenjangan dalam hasil pengembangan manusia di seluruh wilayah. Karena itu, membuat layanan berguna bagi masyarakat
miskin merupakan kunci untuk mengatasi masalah kesenjangan regional dalam kemiskinan.
3. Membuat Belanja Publik Berguna bagi Masyarakat Miskin. Selain
pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, pemerintah dengan menargetkan belanja publik pada masyarakat miskin dapat membantu mereka dalam
melawan kemiskinan pendapatan dan nonpendapatan. Belanja publik dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan
pendapatan melalui sistem modern perlindungan sosial yang menggandakan usaha-usaha mereka dalam menangani ketidakpastian ekonomi. Selain itu,
belanja publik
dapat digunakan
untuk meningkatkan
hasil-hasil pengembangan manusia dan karenanya, mengatasi aspek multidimensi
nonpendapatan dari kemiskinan. Membuat belanja berguna bagi masyarakat miskin sangat berkaitan menimbang ruang keuangan yang makin bertambah
yang ada di Indonesia saat ini.
54
Tiga transformasi yang sedang berlangsung di Indonesia, setiap transformasi dapat kurang lebih memihak masyarakat miskin. Langkah-langkah
kebijakan yang dapat membuat perubahan-perubahan ini menurunkan kemiskinan dengan pesat termasuk:
1. Selama Indonesia bertumbuh, ekonominya diubah dari ekonomi pertanian
sebagai andalannya menjadi ekonomi yang akan lebih bergantung pada jasa
54
The World Bank, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable
Development, IFC International Finance Corporation: World Bank Group, Jakarta. Hal. 50-51.
43 dan industri. Prioritas untuk membuat pertumbuhan ini berguna bagi
masyarakat miskin adalah iklim investasi pedesaan yang lebih bersahabat, terutama lewat jalan-jalan desa yang lebih baik.
2. Sementara demokrasi mengambil alih, pemerintah ditransformasi dari keadaan
di mana layanan sosial diberikan dari pusat menuju ke pemberian layanan yang lebih bergantung pada pemerintah daerah. Prioritas untuk membuat
layanan berguna bagi masyarakat miskin adalah kapasitas pemerintah daerah yang lebih kuat dan insentif yang lebih baik untuk penyedia jasa.
Sementara Indonesia menyatu secara internasional, sistem-sistem perlindungan sosialnya dimodernisasi sehingga Indonesia merata secara sosial dan
kompetitif secara ekonomi. Prioritas untuk membuat belanja publik berguna bagi masyarakat miskin adalah dengan beralih dari intervensi pasar untuk komoditas
yang dikonsumsi masyarakat miskin seperti bahan bakar dan beras ke penyediaan dukungan pendapatan yang ditargetkan padarumah-rumah tangga
yang miskin, dan menggunakan ruang keuangan untuk meningkatkan layanan- layanan kritis seperti pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi.
55
55
Ibid , Investing in Indonesia‟s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development. Hal. 51.
44
BAB III BANTUAN LUAR NEGERI
BANK DUNIA DI INDONESIA
III.1 Bantuan Luar Negeri Bank Dunia Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
Bank Dunia di Indonesia dalam penyelesaian CAS yang mengkaji pelaksanaan dan efektivitas Strategi Bantuan Negara Country Assistance
StrategyCAS dari Kelompok Bank Dunia World Bank GroupWBG dan untuk
menanggapi kebutuhan darurat Pemerintah. Dalam tujuan strategis jangka panjang Indonesia, pada saat persiapan CAS, Indonesia sedang dalam proses transisi dari
suatu negara otokratis, dengan ekonomi tersentralisasi menjadi suatu negara demokratis dengan ekonomi terdesentralisasi. Pemerintah telah berhasil
memulihkan stabilitas makroekonomi dan mengurangi kemiskinan hingga ke tingkat sebelum krisis.
Kendati demikian, jumlah masyarakat miskin di Indonesia masih tetap tinggi dan banyak di antaranya yang tetap rawan terhadap kemungkinan untuk
masuk dalam kategori di bawah garis kemiskinan sebagai akibat dari guncangan yang merugikan. Pertemuan yang membahas tetang hasil MDGs juga tidak
mengalami kemajuan yang berarti. Penyediaan layanan dasar bagi publik dalam kerangka terdesentralisasi merupakan suatu peluang sekaligus juga merupakan
tantangan. Walaupun Indonesia telah memulai upaya untuk mengatasi isu-isu
45 pemerintahan dan korupsi, upaya reformasi tersebut terhambat oleh lambatnya
pelaksanaan akibat kapasitas kelembagaan yang lemah. Agenda jangka pendek pemerintah Indonesia terjebak oleh keputusan
pemerintah untuk tidak memperbarui program IMF setelah selesainya program tersebut pada bulan Desember 2003. Alih-alih, pemerintah mempersiapkan suatu
paket ekonomi komprehensif berupa tindakan kebijakan yang terikat dengan waktu time-bound untuk dilaksanakan dalam jangka pendek 18 bulan. Paket
ekonomi tersebut atau “buku putih” panduan otorisasi mencakup bidang-bidang inti manajemen makroekonomi, reformasi sektor keuangan, dan kebijakan untuk
memulihkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Paket tersebut cukup komprehensif tetapi ambisius, terutama untuk
dilaksanakan selama periode penyelenggaraan pemilihan umum. Kerangka kerja
jangka menengah Pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dijabarkan dalam RPJM Rencana Jangka Menengah, yang mencerminkan visi pembangunan
negara selama jangka waktu 2004-2009 dan dalam Dokumen Strategi Penurunan Angka Kemiskinan Sementara I-PRSP. Ketiga tujuan pembangunan nasional
selama tahun 2004-2009 tersebut diuraikan dalam RPJM berupa menciptakan Indonesia yang aman dan damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan
Indonesia sejahtera.
56
Tujuan CAS tersebut dirancang guna mendukung agenda jangka pendek dan jangka menengah Pemerintah. Melalui pencapaian tujuan tersebut, dua
hambatan utama dapat diidentifikasi, yaitu: i iklim investasi yang lemah dan ii rendahnya kualitas penyediaan layanan bagi masyarakat miskin. Kemajuan dalam
56
The World Bank, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable
Development, IFC International Finance Corporation: World Bank Group, Jakarta. Hal. 57.
46 kedua bidang tersebut selanjutnya terhambat oleh masalah mendasar berupa
kepemerintahan yang lemah. Bank Dunia menerapkan strategi berupa dukungan kepada Indonesia dalam upayanya memperkuat iklim investasi dan meningkatkan
penyediaan layanan dasar sambil mengatasi masalah inti pemerintahan. Bank Dunia juga menghadapi tantangan tambahan dalam menanggapi
serangkaian bencana alam yang belum pernah terjadi sebelumnya gempa bumi dan tsunami di Aceh pada bulan Desember 2004, gempa bumi di Nias pada bulan
Maret 2005, gempa bumi di Jogyakarta pada bulan Mei 2006 dan keprihatinan yang meningkat sehubungan dengan merebaknya virus Flu Burung Avian Human
InfluenzaAHI . Dengan demikian, keempat bidang fokus dalam pengelolaan
risiko bencana yang meningkat tercakup dalam CASPR. Keempat fokus tersebut
menjadi pilar dalam CAS. Pilar 1: Mengatasi Isu Mendasar dalam kepemerintahan, Pilar 2: Meningkatkan iklim investasi berkualitas tinggi, Pilar
3: Menjadikan pemberian layanan tanggap terhadap masyarakat miskin, Pilar 4:
Pengelolaan risiko bencana. Dalam keempat pilar tersebut yang terfokus untuk mengatasi kemiskinan
adalah pilar ketiga yang berupa upaya Bank Dunia diarahakan pada percepatan pencapaian MDGs dalam bidang pendidikan dan kesehatan, serta meningkatkan
hasil pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin.
57
Kemajuan dalam pencapaian MDG tersebut dengan desentralisasi, pemerintah daerah telah menjadi
pemain dominan dalam pemberian layanan dan kini memiliki anggaran belanja yang jumlahnya hampir sama dengan pemerintah pusat. Angka kemiskinan telah
menurun dari sebesar 16,6 persen pada bulan September 2007 setelah mencapai
57
Ibid , Investing in Indonesia‟s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development. Hal. 57-
58.
47 angka tertinggi sebesar lebih dari 23 persen pada tahun 1999 sebagai akibat dari
krisis keuangan 17,4 persen pada tahun 2003. Pemerintah Indonesia mengumumkan sejumlah prakarsa besar yang baru
untuk pengentasan kemiskinan dan pada bulan Agustus 2006 pemerintah Indonesia meluncurkan program pengentasan kemiskinan nasional yang terdiri
dari pilar: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri PNPM Mandiri. Program PNPM Mandiri ini juga didukung oleh Bank Dunia berupa
bantuan luar negeri.
58
Sesuai dengan Keppres No. 1242001 jo. No. 82002 jo. No. 342002 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan Keanggotaan terdiri dari
11 Menteri dan 1 Kepala Badan serta anggota non Pemerintah lainnya dan disempurnakan melalui Perpres No. 542005 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Keanggotaan terdiri dari 19 Menteri dan 3 Kepala Badan serta anggota non Pemerintah lainnya.
59
III.1.1 PNPM Mandiri
Dalam upaya
menanggulangi permasalahan
kemiskinan yang
dititikberatkan pada
pemberdayaan masyarakat,
pemerintah Indonesia
meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM yang dikoordinasikan oleh Menko Kesra Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat. Pada tahap awal di tahun 2007 pemerintah mengalokasikan sekitar Rp 3,6 triliun dari APBN, Rp 0,8 triliun dari APBD, dan
sekitar Rp 100 miliar yang berasal dari kontribusi masyarakat. PNPM pada tahun
58
Ibid , Investing in Indonesia‟s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development. Hal. 61-
62.
59
Sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan,
dilihat pada
tanggal 26
Maret 2011
pukul 09:20
WIB. gudang.tkpkri.orgrakorteknasPresentasi_Kepala_Sekretariat_TNP2K.pdf.
48
2007 yang lalu mencakup 2.992 kecamatan di perdesaan dan perkotaan sekitar
lebh dari 41.000 desakelurahan. Ada dua program besar yang diintegrasikan dalam PNPM Mandiri tahun 2007 yakni Program Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan P2KP dan Program Pengembangan Kecamatan PPK. Dalam PNPM ini juga dialokasikan sekitar Rp 0,5-1,5 miliar per
kecamatantahun dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat BLM, Sedangkan pada tahun 2008 program-program yag diintegrasikan dalam PNPM
bertambah yakni adanya PNPM-Perdesaan yang dikelola oleh Depdagri dan P2KP atau PNPM-Perkotaan yang dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum DPU,
Program Pengembangan Daerah Tertinggal dan Khusus P2DTK dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Program Pembangunan
Infrastruktur Perdesaan PPIP dari Departemen PU dan program-program lainnya dari berbagai kementerian dan lembaga. Anggaran yang dialokasikan adalah
sebesar 13 triliun rupiah. Sementara itu, alokasi anggaran untuk penaggulangan kemiskinan sendiri termasuk subsidi untuk masyarakat miskin pada tahun 2008 ini
mencapai 80 triliun rupiah yang tersebar di 22 kementerianLembaga.
60
PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung
mengenai PNPM Mandiri adalah : 1.
PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur
60
Tim Jumpa Pers-Pusat Penelitian Ekonomi, 2008, “Problema Pengangguran dan Kemiskinan di
Tengah Gejolak Harga BBM: Telaah Kritis Kebijakan dan Solusi Alternatif ”, Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan , vol. XVI, no. 1, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Jakarta. Hal. 80-81.
49 program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk
mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
2. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakanmeningkatkan
kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup,
kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak
untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah :
1. Tujuan Umum
a. Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin
secara mandiri. 2.
Tujuan Khusus b.
Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok
masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
c. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar,
representatif dan akuntabel.
50 d.
Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan
penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin pro-poor. e.
Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat
dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
f. Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas
pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.
g. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan
potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal. h.
Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.
61
Pada dasarnya, PNPM Mandiri merupakan harmonisasi dan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang bersifat pemberdayaan.
PNPM Mandiri terbagi atas dua kategori utama, yaitu PNPM-Inti dan PNPM- Penguatan. PNPM-Inti adalah program pemberdayaan masyarakat berbasis
kewilayahan yang mencakup PPK, P2KP, Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan PPIP, Program Pengembangan Infrastruktur Sosial-Ekonomi Wilayah
PISEW, dan Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus P2DTK.
61
Pengertian dan Tujuan PNPM Mandiri, dilihat pada tanggal 08 Juli 2010 pukul 11:08 WIB, http:www.pnpm-mandiri.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=26Itemid=53
.
51 PNPM-Penguatan adalah program pemberdayaan masyarakat berbasis
sektoral dan kewilayahan yang khusus ditujukan untuk mendukung penanggulangan kemiskinan yang pelaksanaannya terkait pencapaian target
tertentu. PNPM-Penguatan, antara lain, terdiri atas PNPM Generasi Sehat dan Cerdas PNPM Generasi, PNPM Hijau, Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan PUAP, Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat Pamsimas, dan Bantuan Langsung Masyarakat untuk Keringanan Investasi
Pertanian BLM-KIP. Secara garis besar, cakupan PNPM Mandiri dapat dilihat pada Gambar 2.
62
Gambar 2. Cakupan PNPM Mandiri
Prinsip utama dalam PNPM Mandiri adalah 1. Partisipasikeikutsertaan: Partisipasi masyarakat ditekankan, terutama masyarakat miskin dan Perempuan.
Partisipasi harus luas, melalui pengambilan keputusan yang dilakukan oleh semua
warga desa. 2. Transparansi: PPK menekankan transparansi dan berbagi
62
Hastuti, 2010, Laporan Penelitian: Peran Program Perlindungan Sosial Dalam Meredam Dampak Krisis Keuangan Global 200809
, Lembaga Penelitian SMERU Research Institute, Jakarta. Hal. 12-13.
PNPM Mandiri
PNPM-Inti
1. PNPM Perdesaan PPK
2. PNPM Perkotaan P2KP
3. PNPM Infrastruktur Perdesaan PPIP
4. PNPM Infrastruktur Sosial-Ekonomi
Wilayah PISEW 5.
PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus P2DTK
PNPM-Penguatan
1. PNPM Generasi Sehat dan Cerdas
PNPM Generasi 2.
PNPM Hijau 3.
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP
4. Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat Pamsimas 5.
Bantuan Langsung Masyarakat untuk Keringanan
Investasi Pertanian
BLM-KIP 6.
Program PNPM lainnya
52 informasi di seluruh siklus proyek. Pengambilan keputusan dan pengelolaan
keuangan harus terbuka dan dibagikan dengan masyarakat. 3. Daftar kegiatan yang terbuka: Warga desa dapat mengusulkan kegiatan apa pun, kecuali yang
tertulis dalam daftar negatif. 4. Persaingan untuk dana: Harus ada persaingan terbuka yang sehat antar warga untuk mendapatkan dana PPK. 5.
Terdesentralisasi: Pengambilan keputusan dan pengelolaandilakukan di tingkat daerah. 6. Sederhana: Tidak ada aturan yang rumit, hanya strategi dan metode
sederhana. Untuk proses pemberdayaan masyarakat dalam PNPM Mandiri bisa dilihat pada gambar 3 di bawah ini.
63
Gambar 3. Proses Pemberdayaan Masyarakat Dalam PNPM Mandiri
63
The World Bank, 2010, National Program For Community Empowerment Mandiri-PNPM Mandiri For Rural Area 2008-2011
, dilihat pada tanggal 10 Juli 2010 pukul 19.04 WIB. http:web.worldbank.orgWBSITEEXTERNALCOUNTRIESEASTASIAPACIFICEXTIND
ONESIAEXTN0,,contentMDK:22039058~pagePK:1497618~piPK:217854~theSitePK:226309,00 .html
.
Sosialisasi Awal dan
Musyawarah Masyarakat
Penyusunan Rencana
Pelaksanaan Kegiatan
Pemetaan Swadaya
Pengorganisasian Masyarakat
Pemanfaatan dan
Pemeliharaan Hasil Kegiatan
Mengenali Kemiskinan
53 Disamping itu, adapun dukungan Bank Dunia dalam pemberian pinjaman
loan untuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri PNPM
Mandiri tersebut. Kelompok Bank Dunia World Bank GroupWBG akan ikut mendanai bagian dari PNPM Mandiri, mendukung perluasan program dengan
taksiran investasi tahunan sebesar US 2 miliar. Dengan berlangsungnya PNPM- Perdesaan dan PNPM-Perkotaan, proyek-proyek pengulang diharapkan akan
memperluas program PNPM hingga menjangkau 70.000 masyarakat di seluruh Indonesia pada tahun 20092010 tahap awal periode Strategi Kemitraan Negara
CPSCountry Partnership Strategy . WBG memberikan dukungan kepada
pemerintah yang berupaya membawa prakarsa di sektor kesehatan, pendidikan, pengembangan desa, dan sektor-sektor lainnya di bawah payung PNPM untuk
memaksimalkan upaya-upaya pelengkap pengentasan kemiskinan. Selain itu, melalui dana perwalian WBG, mitra-mitra pengembangan
lainnya menunjang sejumlah layanan analitis dan konsultasi untuk menggalakkan reformasi kelembagaan yang lebih luas. Sasarannya adalah memperkuat
akuntabilitas dan meningkatkan kemampuan proses perencanaan di tingkat masyarakat pada lembaga-lembaga dan sistem-sistem utama, seperti penyelesaian
perselisihan dan hal-hal yang terkait dengan hak kebendaan.
64
Program ini dimulai menyusul pengalaman sukses 10 tahun sebelumnya dengan Program Pengembangan Kecamatan PPK Bank Dunia dan Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan P2KP. Untuk tahun 2008-2009, program tersebut meliputi dua WBG SILS World Bank Group Specific
Investment Loans , Pinjaman ini diperuntukan guna menciptakan asset-aset baru
64
The World Bank, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable
Development, IFC International Finance Corporation: World Bank Group, Jakarta. Hal. 21.
54 yang produktif dan pemulihan institusi-institusi infrastruktur lainnya sehingga
dapat berfungsi maksimal dengan total US 409 juta serta pendanaan nasional dan mitra pemerintah lokal dan program pengembangan masyarakat lainnya yang
bernilai setara dengan kurang lebih US 1,8 juta. Program penanggulangan kemiskinan yang lebih kecil lainnya dikemas menjadi PNPM Mandiri guna
membuat program penanggulangan kemiskinan di tingkat masyarakat lebih sederhana dan terkoordinasi. Saat ini PNPM Mandiri mencakup hampir 70 persen
kelurahan sub-districts dan kota. Program ini direncanakan akan berlanjut hingga tahun 2015, dan WBG serta donor lainnya akan mendukung upaya-upaya
tersebut melalui pinjaman bergulir repeater loans.
65
Sekilas, komitmen pemerintah untuk memerangi kemiskinan memang cukup positif. Namun demikian, sebagaimana yang disadari oleh pemerintah
sendiri, salah satu permasalahan yang cukup problematik adalah masalah koordinasi antar kementerianlembaga dalam menjalankan program-program yang
ditujukan untuk memerangi kemiskinan. Dengan alokasi anggaran yang tampaknya cukup besar tetapi melewati banyak saringan dalam mekanisme
penyampaiannya, dampak positif yang diharapkan dari PNPM belum bisa begitu terlihat dan dirasakan oleh kaum miskin. Perlu disadari bahwa untuk
mengentaskan kemiskinan, tak hanya aspek anggaran tetapi juga kesiapan dari masyarakat itu sendiri serta terbukanya akses yang menjembatani antara
masyarakat sebagai aktor dan pemerintah sebagai fasilitator untuk secara bersama aktif dalam program pengentasan kemiskinan tersebut.
65
Ibid , Investing in Indonesia‟s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development. Hal. 37.
55 Untuk itu, ada baiknya pemerintah lebih memfokuskan aktivitas
pengentasan kemiskinan secara lebih terarah dalam institusi yang lebih efektif di mana peran dari berbagai kementerian lembaga lebih kepada fasilitator dan
monitoring . Program besar pemberdayaan ini juga sebaiknya dilaksanakan secara
bertahap dan konsisten piece of meal and consistent ketimbang all grabing hand
, dengan menitikberatkan pada sektor-sektor yang mendesak dan terkait secara langsung kepada masyarakat.
66
66
Tim Jumpa Pers-Pusat Penelitian Ekonomi, 2008, “Problema Pengangguran dan Kemiskinan di
Tengah Gejolak Harga BBM: Telaah Kritis Kebijakan dan Solusi Alternatif ”, Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan , vol. XVI, no. 1, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Jakarta. Hal. 81.
56
BAB IV ANALISIS BANTUAN LUAR NEGERI