analisis bantuan luar negeri bank dunia (world bank) dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia periode 2007-2009 (studi kasus PNPM Mandiri)

(1)

SKRIPSI

Analisis Bantuan Luar Negeri Bank Dunia (World Bank)

Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Periode 2007-2009

(Studi Kasus PNPM Mandiri)

Oleh

Julian Muhammad Hasan

106083003655

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2011


(2)

Lembar Persetujuan Skripsi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Nama : Julian Muhammad Hasan

NIM : 106083003655

Menyetujui untuk diajukan pada Ujian Sidang jenjang Sarjana

Jakarta, 2010

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Penasihat Akademik

(Arisman, M.Si.) (Ali Munhanif, Ph.D) NIP:150253408


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Analisis Bantuan Luar Negeri Bank Dunia (World Bank) Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Periode 2007-2009 (Studi Kasus PNPM Mandiri” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 16 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial.

Jakarta, Maret 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua, Sekretaris,

Dina Afrianty, Ph.D Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si NIP. 197808042009121002

Penguji I Penguji II

Kiky Rizky, M.Si M.Adian Firnas, M.Si NIP. 197303212008011002

Pembimbing


(4)

Lembar Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 2010

Julian Muhammad Hasan 106083003655


(5)

ABSTRAK

Bank Dunia yang merupakan sebuah lembaga multilateral saat ini sedang menghadapi sebuah tantangan global yaitu kemiskinan. Kemiskinan itu sendiri datang tidak hanya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia melainkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Disamping itu, Indonesia yang mengalami sebuah kemiskinan berusaha untuk mengentaskannya dengan bantuan luar negeri Bank Dunia demi mengejar target MDGs yang telah disepakati sebelumnya di tahun 2000.

Di dalam skripsi ini penulis menggunakan metode kualitatif dan

membahas mengenai “Analisis Bantuan Luar Negeri Bank Dunia (World Bank) Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Periode 2007-2009 (Studi Kasus

PNPM Mandiri)”. Penelitian ini juga menganalisis tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia beserta bantuan luar negeri Bank Dunia dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia dalam mengejar target MDGs.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman kelak.

Alhamdulillah, penulis dapat menyusun skripsi ini dengan judul “Analisis Bantuan Luar Negeri Bank Dunia (World Bank) Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Periode 2007-2009 (Studi Kasus PNPM Mandiri)”. Penulis sebagai manusia biasa menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih sangat banyak kekurangan dan kelemahan. Tentunya tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah memberi bantuan baik secara moril maupun materil, skripsi ini tidak akan bisa selesai.

Karena itu, pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bpk Arisman, M.Si selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi yang dengan sabar dan ikhlas membimbing saya dalam penulisan skripsi ini;

2. Ibu Dina Afrianty, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta;

3. Bpk Adian Firnas, S.Sos, M.Si, selaku dosen mata kuliah seminar yang telah mengawali skripsi saya di mata kuliah seminar;


(7)

4. Kepada kedua orang tua saya yang turut serta memberikan dorongan dalam penyusunan skripsi ini;

5. Kepada semua pihak yang ikut mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu tanpa mengurangi rasa hormat.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan alhamdu lillahi rabbil 'alamin, syukur tak terhingga hanya kepada Allah SWT, kepada-Nyalah bermuara segala keberkahan. Akhirnya tiada kata lain yang lebih berarti selain sebuah doa dan harapan semoga hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnnya.

Jakarta, 22 September 2010

Julian Muhammad Hasan (106083003655)


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 8

I.3 Kerangka Pemikiran ... 8

I.3.1 Kemiskinan ... 10

I.3.2 Bantuan Luar Negeri ... 12

I.3.3 Neoliberalisme ... 18

I.4 Metoda Penelitian ... 21

I.5 Tujuan Penelitian ... 21

I.6 Sistematika Penulisan ... 22

BAB II KEMISKINAN DI INDONESIA II.1 Masalah Kemiskinan di Indonesia ... 24


(9)

II.2 Ukuran dan Kemiskinan di Indonesia Menurut Bank Dunia ... 32 II.2.1 Ukuran Kemiskinan Menurut Bank Dunia

Secara Umum ... 32 II.2.2 Kemiskinan di Indonesia Menurut Bank Dunia ... 35 BAB III BANTUAN LUAR NEGERI BANK DUNIA DI INDONESIA

III.1 Bantuan Luar Negeri Bank Dunia

Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia ... 44 III.1.1 PNPM Mandiri ... 47 BAB IV ANALISIS BANTUAN LUAR NEGERI BANK DUNIA DALAM

KEMISKINAN DI INDONESIA

IV.1 Efektivitas PNPM Mandiri Dalam Bantuan Luar Negeri ... 56 IV.2 Dampak Bantuan Luar Negeri Bank Dunia

Terhadap Indonesia ... 72 BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan ... 96 DAFTAR PUSTAKA ... xii


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia

Pada Tahun 1999-2009 ... 29

Tabel 2. Hasil Kegiatan PPK/PNPM-PPK Tahun 2007 ... 63

Tabel 3. Indikator Kinerja PNPM-PPK 2007 ... 65

Tabel 4. Indikator Kinerja PNPM-Perdesaan 2008 ... 66

Tabel 5. Hasil Capaian Untuk Penilaian Parameter “Input” ... 69

Tabel 6. Efektivitas dan Status Kemiskinan di Indonesia Pada Tahun 1999-2009 ... 71


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 9

Gambar 2. Cakupan PNPM Mandiri ... 51

Gambar 3. Proses Pemberdayaan Masyarakat Dalam PNPM Mandiri ... 52

Gambar 4. Presentase Hasil PNPM-PPK per Jenis Kegiatan Tahun 2007 ... 64

Gambar 5. Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Pada Tahun 1999-2009 ... 70

Gambar 6. Persentase Penduduk Miskin (Juta) Pada Tahun 1999-2009 ... 70


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Bank Dunia didirikan pada tanggal 27 Desember 1945. Lembaga ini berdiri setelah ratifikasi internasional mengenai perjanjian yang dicapai pada konferensi 1 Juli 1944 di Kota Bretton Woods di negara Amerika Serikat. Markas Bank Dunia berada di Washington DC, Amerika Serikat. Secara teknis dan struktural, Bank Dunia termasuk salah satu badan PBB. Namun, secara operasional sangat berbeda dari badan PBB lainnya.1

Bank Dunia memandang dan memperlakukan sasaran-sasaran pembangunan penting seperti: pengentasan kemiskinan, keberkelanjutan lingkungan, dan pemerintahan yang bersih. Usaha-usaha penting Bank Dunia yang bertujuan menjawab sasaran pembangunan berkelanjutan melalui kebijakan-kebijakan, program-program dan struktur baru. Kemajuan-kemajuan yang harus dibuat untuk menjamin operasi dan kebijakan Bank Dunia dengan tidak merusak sasaran-sasaran tersebut, karena kesenjangan yang terus-menerus antara komitmen retorik Bank Dunia dan kenyataan-kenyataan dari tindakannya.2

Bank Dunia yang didirikan di Bretton Woods tersebut sebagai bagian dari arsitektur keuangan internasional pasca Perang Dunia II. Sistem ini dimaksudkan untuk menghindari perang dunia di masa depan dengan memastikan sistem perdagangan terbuka internasional dan stabilitas keuangan global. Pakar ekonom

1

2010, 1945 Bank Dunia Berdiri, dilihat pada tanggal 18 Maret 2011 pukul 10:20 WIB. <http://www.mediaindonesia.com/read/2010/12/27/190897/77/21/1945-Bank-Dunia-Berdiri>. 2

Frances Seymour, 1999, Tinjauan Umum dan Ringkasan Argumentasi, dilihat pada tanggal 12 Mei 2010 pukul 10:15 WIB, <http://members.fortunecity.com/edicahy/lendingc/chapt1.html>.


(13)

Maynard Keynes, yang meminta sebuah lembaga fokus pada rekonstruksi pasca perang dunia satu dan kemudian melakukan pembangunan di negara-negara miskin. Oleh karena itu, Bank Dunia didirikan yang diawali percobaan pada saat pasca perang besar (Perang Dunia II) dengan menggunakan pinjaman publik untuk pembangunan ekonomi. 3 Bank Dunia lebih memusatkan terhadap pengentasan kemiskinan. Untuk lebih jelas tujuan Bank Dunia itu sendiri penulis akan menguraikan tujuan Bank dunia sebagai berikut :

 Untuk membantu rekonstruksi dan pembangunan di daerah anggota dengan cara memfasilitasi investasi modal untuk tujuan produktif, termasuk pemulihan kembali ekonomi yang hancur atau rusak karena perang, perubahan kembali fasilitas-fasilitas produktif yang dibutuhkan untuk usaha damai dan dorongan pembanunan untuk fasiltas produktif dan sumber-sumber di negara-negara miskin.

 Untuk mendorong investasi swasta luar negeri lewat jaminan atau partisipasi dalam pemberian pinjaman dan investasi lainnya oleh investor swasta; dan ketika modal swasta tidak tersedia dalam syarat-syarat yang wajar, sebagai tambahan investasi swasta dengan menyediakan, berdasarkan persyaratan yang cocok, membiayai untuk tujuan-tujuan produktif di luar dari modal mereka sendiri, pengumpulan dan oleh sumber-sumber sendiri maupun sumber lainnya.

 Untuk mendorong keseimbangan perkembangan jangka panjang perdagangan internasional dan untuk mempertahankan keseimbangan

3

Jessica Einhorn, 2004, “The World Bank‟s Mission Creep”, dalam Essential Readings in World

Politics, Karen A. Mingst dan Jack L. Snyder, W.W. Norton & Company, New York. Hal. 430-431.


(14)

saldo pembayaran dengan mendorong investasi internasional untuk kemajuan sumber-sumber produktif para anggota, dengan cara membantu menaikkan produktivitas, standar kehidupan dan keadaan buruh di daerah mereka.

 Untuk menyusun pinjaman-pinjaman yang dibuat atau dijamin olehnya dalam hubungannya dengan pinjaman internasional melalui sumber lainnya sehingga dapat lebih berguna dan proyek-proyek yang mendesak, besar ataupun kecil, dapat diatasi segera.

 Untuk menjalankan kegiatannya dengan dasar untuk mempengaruhi investasi internasional dalam persyaratan bisnis di dalam daerah anggota dan, dalam tahun tahun setelah perang, untuk membantu membuat masa transisi dari suasana perang ke keadaan ekonomi yang damai.4

Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Saat itu, Indonesia membutuhkan uang yang cukup banyak untuk mendanai pembangunan. 5 Kebijakan Bank Dunia pada tahun 1968 telah mendukung secara berurutan dalam lima proyek KB (Keluarga Berencana), yang total bernilai US$ 211,8 juta. Empat pinjaman pertama yang keseluruhannya berjumlah US$ 107,8 juta adalah pinjaman “bricks and mortar”, yaitu: 40% dana dialokasikan pada prasarana gedung, 26% untuk peralatan, perabotan dan kendaraan. Pinjaman-pinjaman tersebut memudahkan untuk merancang bahan-bahan pendidikan kependudukan,

4

Anggaran Dasar Bank Dunia (Bank For Reconstruction and Development), 1989, dilihat pada tanggal 12 Mei 2010 pukul 18:09 WIB, <http://www.lfip.org/laws817/idver/dok/Perjanjian%20IBRD1.htm>.

5

Ade Hapsari Lestarini, 2008, Total Utang RI ke World Bank Rp243,7 Trilyun, dilihat pada tanggal 04 Juni 2010 pukul 21:44 WIB, < http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/01/30/20/79590/20/total-utang-ri-ke-world-bank-rp243-7-t>.


(15)

baik formal maupun non-formal.6 Pinjaman tersebut adalah bantuan luar negeri pertama Bank Dunia di Indonesia dalam pengentasan kemiskinan melalui program Keluarga Berencana.

Bank Dunia dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia melihat ada tiga cara untuk membantu penduduk mengangkat diri mereka sendiri dari kemiskinan yaitu pertumbuhan ekonomi, layanan sosial, dan belanja publik. Masing-masing dari cabang ini mengatasi satu atau lebih ciri-ciri pembentuk kemiskinan di Indonesia: kerentanan, multidimensi dan kesenjangan sosial. Dengan kata lain, strategi kemiskinan yang efektif untuk Indonesia memiliki tiga komponen: membuat pertumbuhan ekonomi berguna bagi masyarakat miskin, membuat layanan sosial berguna bagi masyarakat miskin, membuat belanja publik berguna bagi masyarakat miskin.7

Karena Bank Dunia telah melihat adanya cara untuk membantu penduduk mengangkat diri mereka sendiri dari kemiskinan, maka pada bulan Agustus 2006 pemerintah Indonesia mengumumkan sejumlah prakarsa besar yang baru untuk pengentasan kemiskinan dan meluncurkan program pengentasan kemiskinan nasional yang terdiri pilar: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri).8 Program PNPM Mandiri ini juga didukung oleh Bank Dunia yang berupa bantuan luar nageri. PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung mengenai PNPM Mandiri adalah :

6

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ATAS NAMA PEMBANGUNAN: Bank Dunia dan Hak Asasi Manusia di Indonesia, 1995, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta. Hal. 138.

7

The World Bank, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development, IFC (International Finance Corporation: World Bank Group), Jakarta. Hal. 50. 8Ibid, Investing in Indonesia‟s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development. Hal. 61

-62.


(16)

1. PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

2. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. 9

Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs), yang disepakati para anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sebuah KTT global yang kemudian melahirkan Millennium Declaration, adalah suatu inisiatif global untuk mengurangi jumlah orang miskin di dunia menjadi separuhnya pada tahun 2015.10 MDGs dideklarasikan pada tahun 2000 dalam rangka mengurangi jumlah penduduk miskin di dunia dan proyek kemanusiaan selama 15 tahun (2000-2015) ini yang disepakati oleh semua anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Indonesia. Dalam deklarasi tersebut, diharapkan

9

Pengertian dan Tujuan PNPM Mandiri, dilihat pada tanggal 08 Juli 2010 pukul 11:08 WIB, <http://www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=53>. 10

Fabby Tumiwa, MDGs Saja Tidak Cukup!, dilihat pada tanggal 07 Juli 2010 pukul 16:35 WIB, <http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=view&id=53&Itemid=6>.


(17)

semua negara anggota PBB, melalui berbagai upaya serius, dapat mengurangi jumlah penduduk miskin dan menghentikan perusakan lingkungan.11

Pada awal milenium baru suatu lembaga yang mewakili masyarakat dunia mengakui kebutuhan mendesak yang tersisa setelah hampir 60 tahun dalam upaya bersama. Tujuan Pembangunan Milenium merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi prioritas yang paling mendesak. Tujuan Pembangunan Milenium memiliki delapan tujuan (goals) yang harus dicapai oleh negara-negara berkembang dan juga negara-negara maju. Tujuan tersebut antara lain; 1) Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan, 2) Mencapai pendidikan dasar universal, 3) Mempromosikan kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan, 4) Mengurangi tingkat kematian anak, 5) Meningkatkan kesehatan ibu, 6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya, 7) Menjamin kelestarian lingkungan, 8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.12 Dari delapan tujuan MDGs tersebut salah satunya adalah mengenai tingkat kemiskinan dan kelaparan dan hal ini yang menjadi sebuah acuan Bank Dunia untuk membantu dalam menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan di Negara penerima.

Dengan adanya target MDGs, Indonesia turut memacu diri untuk segera mengurangi angka kemiskinan, seiring dengan seruan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan, agar dunia sesuai dengan target

11

Posman Sibuea, MDGs dan Pembangunan Berkelanjutan, dilihat pada tanggal 18 Maret 2011

pukul 10:40 WIB,

<http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=view&id=74&Itemid=6>. 12 John Fiend dan Phillip Hughes, 2007, “Education For The End Of Poverty: Three Ways

Forward”, dalam Education For The End Of Poverty Implementing All The Millenium Development Goals, Matthew Clarke dan Simon Feeny, Nova Science, New York. Hal. 12.


(18)

MDGs pada tahun 2015 dapat mengurangi angka kemiskinan secara signifikan.13 Untuk mencapai tujuan MDGs tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, utamanya pemerintah (nasional dan lokal), masyarakat sipil, akademia, media, sektor swasta dan komunitas donor. Bersama-sama, kelompok ini akan memastikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai tersebar merata di seluruh Indonesia. Pemerintah Indonesia tetap memegang komitmennya untuk melaporkan kemajuan pencapaian MDGs.14

Disamping itu, Bank Dunia menilai baik kinerja Indonesia dalam upaya pencapaian Target Pembangunan Milenium (MDGs), namun masih ada perbaikan yang mendesak di sejumlah hal. Kinerja Indonesia dianggap cukup baik antara lain terkait dengan upaya pencapaian sasaran penghapusan kemiskinan yang ekstrem atau penduduk dengan pendapatan di bawah satu dolar AS per hari.15 Di tahun 2006, persentase penduduk yang hidup dengan kurang dari US$1 per hari jauh berada di bawah sasaran MDG yaitu 10,3 persen. Oleh karena itu, terdapat perbaikan-perbaikan yang menonjol dalam pencapaian pendidikan di tingkat dasar. Selain itu, Akses ke sarana air yang lebih baik telah meningkat drastis, meskipun masih cenderung rendah bagi masyarakat miskin.16 Maka, dalam hal ini Bank Dunia dapat disebut juga sebagai jembatan Indonesia menuju target MDGs di tahun 2015 untuk mengurangi kemiskinan.

13

Soetanto Hadinoto dan Djoko Retnadi, 2007, Micro Credit Challenge: Cara Efektif Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran Di Indonesia, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Hal. 279. 14

The Efforts to Achieve the MDGs in Indonesia, dilihat pada tanggal 07 Juli 2010 pukul 22:30 WIB

<http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=view&id=25&Itemid=12> . 15

Bank Dunia Puji RI dalam Pencapaian MDG, dilihat pada tanggal 07 Juli 2010 pukul 21:14 WIB,

<http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=view&id=760&Itemid=5>. 16

The World Bank, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable


(19)

I.2 Identifikasi Masalah

Penulis membatasi rumusan masalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan diantaranya yaitu:

1. Sejauh mana efektivitas PNPM Mandiri dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia?

2. Bagaimana dampak bantuan luar negeri Bank Dunia terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia?

I.3 Kerangka Pemikiran

Sesuatu masalah bisa terjadi pasti ada faktor penyebabnya. Kejadian yang tidak diinginkan/diharapkan tersebut bisa dinyatakan sebagai perubahan nilai suatu variabel dan variabel ini disebut variabel dependen/tak bebas (dependent variable). Suatu kejadian bisa berubah, pasti ada faktor penyebabnya. Faktor penyebab ini disebut variabel independen/bebas (Independent variable). Penentuan suatu faktor menjadi penyebab sebagai variabel independen/bebas didasarkan pada teori yang ada, hasil penelitian sebelumnya, atau berdasarkan pemikiran hipotesis baik berdasarkan harapan (expectation) atau hal-hal yang masuk akal (common-sense). Jadi masalah itu sebetulnya merupakan hubungan antarvariabel yaitu antara variabel independen/bebas (mempengaruhi) dan dependen/tak bebas (dipengaruhi).17

Mohtar Mas‟oed juga menjelaskan bahwa proses memilih tingkat analisa menetapkan “unit analisa” (sebuah kemiskinan di Indonesia), yaitu yang perilakunya hendak dideskripsikan, dijelaskan dan diramalkan (variabel

17

J. Supranto, 2004, Proposal Penelitian Dengan Contoh, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Hal. 11-12.


(20)

dependen) dan “unit eksplanasi” (Bantuan Luar Negeri Bank Dunia di Indonesia), yaitu yang dampaknya terhadap unit analisa yang hendak diamati (variabel independen).18 Di dalam penelitian ini merupakan sebuah variabel-variabel yang telah dijelaskan diatas, adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Gambar 1 merupakan kerangka pemikiran yang akan diteliti yaitu, dengan adanya sebuah kemiskinan di Indonesia di tahun 1999-2009 dan program PNPM Mandiri, yang menimbulkan adanya bantuan luar negeri Bank Dunia di Indonesia. Disamping itu, Bank Dunia sendiri memiliki sebuah kebijakan-kebijakan yang sebagaimana telah ditetapkan oleh Bank Dunia. Dengan adanya bantuan luar negeri tersebut pemerintah dan Bank Dunia berusaha dan memanfaatkannya untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi di Indonesia menjadi sebuah program PNPM Mandiri pada tahun 2007-2009. Program PNPM Mandiri juga akan turut mensukseskan dalam pencapaian target MDGs di tahun 2015. Dengan adanya permasalahan tersebut penulis akan menganalisis dan meneliti lebih dalam.

18Mohtar Mas‟oed, 1994,

Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. Hal. 35

Kemiskinan Di Indonesia

Bantuan Luar Negeri Program PNPM Mandiri

Pencapaian Target MDGs


(21)

I.3.1 Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia; walaupun, seringkali tidak disadari kehadirannya sebagai masalah oleh manusia yang bersangkutan. Bagi mereka yang tergolong miskin, kemiskinan merupakan sesuatu yang nyata ada dalam kehidupan mereka sehari-hari; karena mereka itu merasakan dan menjalani sendiri bagaimana hidup dalam kemiskinan. Walaupun demikian belum tentu mereka itu sadar akan kemiskinan yang mereka jalani. Kesadaran akan kemiskinan yang mereka miliki itu, baru terasa pada waktu mereka membandingkan kehidupan yang mereka jalani dengan kehidupan orang lain yang tergolong mempunyai tingkat kehidupan sosial dan ekonomi yang lebih tinggi. Secara singkat, Parsudi Suparlan mendefinisikan kemiskinan sebagai:

Suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.19

Menurut Muhammad Yunus, kemiskinan dapat dihapuskan karena kemiskinan bukan sifat alamiah manusia dan kemiskinan itu dipaksakan pada mereka.20 Ruth Lister menguraikan bahwa kemiskinan itu adalah hal dalam ketidakmampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam masyarakat, yang

19

Parsudi Suparlan, 1995, Kemiskinan di Perkotaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hal. x-xi. 20

Muhammad Yunus, 2007, Creating a World Without Poverty: Social Business and The Future Of Capitalism, Public Affairs, New York. Hal. 247.


(22)

melibatkan seseorang itu baik berpenghasilan rendah maupun standar hidup yang rendah.21 Amartya Kumar Sen pun melihat kemiskinan berupa:

Poverty must be seen as the deprivation of basic capabilities rather than merely as lowness of incomes, which is the standard criterion of identification of poverty. The perspective of capability-poverty does not involve any denial of the sensible view that low income is clearly one of the major causes of poverty, since lack of income can be a principal reason for a person's capability deprivation. Indeed, inadequate income is a strong predisposing condition for an impoverished life.22

Perspektif Amartya Kumar Sen bahwa berpenghasilan rendah yang sudah sangat jelas bahwa hal itu adalah salah satu penyebab utama kemiskinan terjadi. Karena kurangnya pendapatan bisa menjadi alasan utama dalam kekurangan kemampuan seseorang. Memang, pendapatan yang tidak memadai merupakan kondisi kehidupan yang cenderung kuat dalam kemiskinan. Di tahun 2009 Amartya Kumar Sen menambahkan bahwa hubungan sumber penghasilan dan kemiskinan adalah variabel yang saling berhubungan dan sangat bergantung pada karakteristik masing-masing seseorang dan lingkungan di mana mereka hidup, baik di alam maupun di ruang lingkup sosial. Distribusi sarana dan kesempatan dalam keluarga menimbulkan komplikasi lebih lanjut dalam pendekatan pendapatan terhadap kemiskinan. Tercatat bahwa penghasilan anggota keluarga cukup produktif, tetapi tidak semua setiap individu akan mendapatkannya karena terlepas dari usia, jenis kelamin dan kemampuan kerja.23

Konsep garis kemiskinan menurut Bank Dunia bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan absolut (dengan penghasilan dibawah USD $1 per

21

Ruth Lister, 2004, Poverty, Polity Press, Cambridge. Hal. 15. 22

Amartya Kumar Sen, 2001, Development As Freedom, Oxford University Press, New York. Hal. 87.

23

Amartya Kumar Sen, 2009, The Idea Of Justice, The Belknap Press Of Harvard University Press, Cambridge. Hal. 254-257.


(23)

hari) dan kemiskinan relatif.24 Kemiskinan absolut adalah ukuran (poverty band)

yang digunakan untuk menentukan tingkat kemiskinan individu dengan menggunakan indikator seperti kapasitas untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, akses terhadap air bersih dan kesehatan. Individu yang tidak memiliki kapasitas untuk memenuhi kebutuhan dasar ini diasumsikan sebagai miskin dan hidup dalam garis kemiskinan. Sedangkan kemiskinan relatif, kategori ini cenderung bersifat subjektif karena lebih merupakan kemiskinan yang dirasakan sendiri secara subjektif oleh individu yang bersangkutan; dan terdapat unsur kecemburuan sosial serta dorongan untuk membandingkan dirinya dengan yang lain.25

I.3.2 Bantuan Luar Negeri

Bantuan luar negeri merupakan salah satu instrumen kebijakan yang sering digunakan dalam hubungan luar negeri. Secara umum bantuan luar negeri dapat didefinisikan sebagai transfer sumber daya dari satu pemerintah ke pemerintah lain yang dapat berbentuk barang atau dana. Ada empat teori mengenai bantuan luar negeri menurut Pearson dan Payasilian yang sebagaimana dikutip oleh Anak Agung dan Yanyan, yaitu:

 Aliran realis menyatakan bahwa tujuan utama dari bantuan luar negeri adalah bukan untuk menunjukkan idealisme abstrak aspirasi kemanusiaan tetapi

24

The World Bank, 2000, Making Transition Work For Everyone Poverty and Inequality In Europe And Central Asia, The International Bank For Reconstruction and Development/The World Bank, Washington DC. Hal. 370.

25 Dewi Sinorita Sitepu, 2005, “Utang Luar Negeri dan Problem Kemiskinan Negara

Berkembang”, Global: Jurnal Politik Internasional (Kompleksitas Kemiskinan: Tanggung Jawab Komunitas Global, vol. 8, no. 1, Departemen Ilmu hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok. Hal. 4.


(24)

untuk proyeksi power nasional. Bantuan luar negeri merupakan komponen penting bagi kebijakan keamanan internasional.

 Teori ketergantungan (dependensia) menyatakan bahwa bantuan luar negeri digunakan oleh negara kaya untuk mempengaruhi hubungan domestik dan luar negeri negara penerima bantuan, merangkul elit politik lokal di negara penerima bantuan untuk tujuan komersil dan keamanan nasional. Kemudian, melalui jaringan internasional, keuangan internasional dan struktur produksi, bantuan luar negeri ditujukan untuk mengeksploitasi sumber daya alam negara penerima bantuan. Sehingga, para penganut teori dependensia menganggap bahwa bantuan luar negeri dapat digunakan sebagai sebuah instrumen untuk perlindungan dan ekspansi negara kaya ke negara miskin, sebuah sistem untuk mengekalkan ketergantungan.

 Aliran moralis/idealis menyatakan bahwa bantuan luar negeri secara esensial merupakan gerakan kemanusiaan yang menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan internasional. Menurut aliran idealis, negara yang lebih kaya memiliki tanggungjawab moral untuk mempererat kerjasama Utara-Selatan yang lebih besar dan merespon kebutuhan pembangunan ekonomi dan sosial di Selatan. Maka itu, moralis berpendapat bahwa bantuan luar negeri mendorong dukungan yang saling menguntungkan (mutual supportive) dan hubungan menguntungkan sejalan dengan pembangunan ekonomi dan hak asasi manusia, hukum dan ketertiban internasional.

 Teori bureaucratic incrementalist menyatakan bahwa bantuan luar negeri sebagai kebijakan publik, produk dari politik domestik yang melibatkan opini publik, kelompok kepentingan, dan institusi pemerintah yang secara langsung


(25)

terlibat dalam proses pembuatan kebijakan yang mempromosikan kepentingan nasional melalui agenda politik. Teori ini juga menyatakan bahwa tujuan yang dikejar negara donor dalam lingkup kepentingan ekonomi politik internasional, antara lain kombinasi tujuan kemanusiaan, geopolitik, ideologi, kepentingan komersil, masalah lingkungan, dan berbagai faktor dalam politik domestik.26

Di dalam buku Ekonomi Politik Internasional 2 yang ditulis oleh Yanuar Ikbar bahwa pengertian bantuan luar negeri itu sendiri sesungguhnya bermacam-macam, tergantung pada konteks dan tujuan analisisnya. Secara sederhana, bantuan luar negeri dapat didefinisikan sebagai:

Segala sesuatu yang berurusan dengan pemindahan sumber-sumber kebendaan material dan jasa-jasa dari negara tertentu terhadap negara lainnya yang memerlukannya dalam suatu ikatan transaksi berbentuk pinjaman, pemberian, dan penanaman modal asing.

Kemudian ada pula definisi atau pun pemahaman mengenai hal diatas menurut Michael Todaro yang sebagaimana dikutip oleh Yanuar Ikbar, bahwa bantuan luar negeri sebagai setiap arus modal yang mengalir ke negara Dunia Ketiga, intinya memenuhi kriteria:

a. Dari segi negara donor (pemberi bantuan), tujuan-tujuan itu haruslah nonkomersial; dan

b. Bantuan itu harus memenuhi syarat-syarat konsesional, dengan suku bunga dan jangka waktu pembayaran kembali modal yang dipinjamkan secara lunak atau tidak memberatkan negara peminjam.

26

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal. 81-82.


(26)

c. Sebaliknya dengan syarat-syarat pinjaman poin (b), ialah pinjaman komersial dengan suku bunga lunak dan jangka pengembalian berjangka pendek atau menengah.27

Carol Lancaster melihat bantuan luar negeri adalah sebuah konsep yang rumit. Kadang-kadang dianggap sebagai sebuah kebijakan. Hal ini bukanlah sebuah kebijakan tetapi sebagai alat kebijakan. Kadang-kadang bantuan luar negeri dianggap sebagai untuk kebutuhan perdagangan dan militer. Bantuan luar negeri juga dapat didefinisikan sebagai:

Sebuah transfer sukarela untuk mengembangkan sumber daya masyarakat, dari sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau sebuah organisasi internasional (seperti Bank Dunia atau Program Pembangunan PBB) dengan setidaknya 25 persen unsur hibah, yang salah satu tujuannya untuk kondisi manusia dengan lebih baik di negara penerima bantuan. 28

Bantuan luar negeri umumnya tidak ditujukan untuk kepentingan politik jangka pendek melainkan untuk prinsip-prinsip kemanusiaan atau pembangunan ekonomi jangka panjang. Dalam jangka panjang bantuan luar negeri dimaksud-kan untuk membantu menjamin beberapa tujuan politik negara donor yang tidak dapat dicapai hanya melalui diplomasi, propaganda atau kebijakan publik. Paling tidak ada dua syarat aliran modal dari luar negeri merupakan bantuan luar negeri, yaitu:

 Aliran modal dari luar negeri tersebut bukan didorong untuk mencari keuntungan;

27

Yanuar Ikbar, 2007, Ekonomi Politik Internasional 2 (Implementasi Konsep dan Teori), PT Refika Aditama, Bandung. Hal. 188-189.

28

Carol Lancaster, 2007, Foreign Aid: Diplomacy, Development, Domestic Politics, The University Of Chicago Press, London. Hal. 9.


(27)

 Aliran modal dari luar negeri atau dana tersebut diberikan kepada negara penerima atau dipinjamkan dengan syarat yang lebih ringan daripada yang berlaku dalam pasar internasional.

Karena itu, aliran modal dari luar negeri yang tergolong sebagai bantuan luar negeri dapat berupa pemberian (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) yang diberikan oleh negara-negara donor atau badan-badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman luar negeri, seperti Bank Dunia (World Bank), Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), Dana Moneter International (International Monetary Fund), dan sebagainya.29

Program bantuan luar negeri ini biasanya saling menguntungkan kedua pihak. Pihak penerima memperoleh pinjaman dana, perlengkapan, pengetahuan yang diharapkan mampu mengikuti dinamika ekonomi modern, stabilitas politik dan keamanan militer. Sedangkan pihak pemberi atau donor tanpa memperhitungkan jenis-jenis persyaratannya selalu mengharapkan keuntungan politik dan ekonomi baik langsung maupun jangka panjang, yang tidak bisa diperoleh sepenuhnya melalui diplomasi, propaganda atau kebijakan militer. Hal itu dikarenakan sebagai instrumen kebijakan luar negeri, bantuan luar negeri merupakan tindakan ekonomi yang memiliki sifat dan efektivitas berbeda dibandingkan diplomasi dan propaganda. Diplomasi dan propaganda mengandalkan personel untuk memanfaatkan situasi dan tatanan internasional yang ada. Sedangkan bantuan luar negeri lebih mengandalkan kapabilitas dalam bentuk modal, sumber daya serta kemampuan manajerial.

29

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Hal. 82-83.


(28)

Teknik pemberian bantuan luar negeri dapat dilakukan secara bilateral maupun multilateral. Dengan kata lain, pemberian bantuan luar negeri dapat dilakukan antar pemerintah (government to government) atau melalui lembaga keuangan internasional, seperti International Monetary Fund (IMF), World Bank

(Bank Dunia), Asian Development Bank (ADB), dan sebagainya. Namun, dikaji dari segi urgensinya bantuan luar negeri secara bilateral memiliki ikatan politik yang lebih kuat daripada bantuan luar negeri secara multilateral dan juga secara khusus lebih sensitif terhadap kondisi politik domestik.

Sifat urgensi di atas tidak terlepas juga dari motivasi para pemberi bantuan luar negeri (negara donor). Terdapat empat kategori motivasi negara donor, yaitu:

Pertama, motif kemanusiaan yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan di negara dunia ketiga melalui dukungan kerjasama ekonomi.

Kedua, motif politik yang memusatkan tujuan untuk meningkatkan image negara donor. Peraihan pujian menjadi tujuan dari pemberian bantuan luar negeri baik dari politik domestik dan hubungan luar negeri donor.

Ketiga, motif keamanan nasional, yang mendasarkan pada asumsi bahwa bantuan luar negeri dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang akan mendorong stabilitas politik dan akan memberikan keuntungan pada kepentingan negara donor. Dengan kata lain, motif keamanan memiliki sisi ekonomi.

Keempat, motif yang berkaitan dengan kepentingan nasional negara donor. Dari keempat motivasi di atas terlihat bahwa pada hakikatnya bantuan luar negeri (foreign aid) merupakan bantuan yang diberikan kepada suatu negara oleh pemerintah negara lainnya atau lembaga internasional berupa bantuan ekonomi,


(29)

sosial, dan militer yang diberikan secara bilateral atau multilateral oleh badan internasional. Tujuan pemberian bantuan luar negeri antara lain mendukung persekutuan, membangun ekonomi, meraih dukungan ideologis, memperoleh bahan baku strategis, kemanusiaan, serta menyelamatkan kehidupan bangsa dari bahaya keruntuhan ekonomi ataupun bencana alam.30

I.3.3 Neoliberalisme

Neoliberalisme adalah pendekatan teoritis untuk hubungan internasional yang mengacu pada konsep rasionalitas dan kontraktor, dan memfokuskan perhatian pada peran sentral dari lembaga-lembaga dan organisasi dalam politik internasional.31 Disamping itu, Adam Smith yang sebagaimana dikutip oleh David N. Balaam dan Michael Veseth yang berpandangan bahwa liberalisme itu berkenaan dengan sebuah pasar yang biasa disebut “invisible hand” atau tangan-tangan yang tidak nampak yang terbagi dari 2 bagian, yaitu: sebuah kepentingan diri sendiri dan sebuah persaingan dalam pasar.32

Revolusi neoliberalisme ini bermakna dalam bergantinya sebuah manajemen ekonomi yang berbasiskan persediaan menjadi berbasis permintaan. Sehingga menurut kaum neoliberal, sebuah perekonomian dengan inflasi rendah dan pengangguran tinggi, tetap lebih baik dibanding inflasi tinggi dengan pengangguran rendah. Tugas pemerintah hanya menciptakan lingkungan sehingga modal dapat bergerak bebas dengan baik.

30Ibid. “

Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”. Hal. 83-84. 31

Tim Dunne, Milja Kurki, Steve Smith, 2007, International Relations Theories (Discipline and Diversity), Oxford University Press, New York. Hal. 110.

32

David N. Balaam dan Michael Veseth, 2005, Introduction to International Political Economy, Pearson Education, New Jersey. Hal. 50


(30)

Dalam titik ini pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakan memotong pengeluaran, memotong biaya-biaya publik seperti subsidi, sehingga fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan publik harus dikurangi. Akhirnya logika pasarlah yang berjaya diatas kehidupan publik. Ini menjadi pondasi dasar neoliberalisme, menundukan kehidupan publik ke dalam logika pasar. Semua pelayanan publik yang diselenggarakan negara harusnya menggunakan prinsip untung-rugi bagi penyelenggara bisnis publik tersebut, dalam hal ini untung rugi ekonomi bagi pemerintah. Pelayanan publik semata, seperti subsidi dianggap akan menjadi pemborosan dan inefisiensi. Neoliberalisme tidak mengistimewakan kualitas kesejahteraan umum.

Dalam penyebaran neoliberalisme, penerapan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara mencolok dimotori oleh Inggris melalui pelaksanaan privatisasi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mereka. Penyebarluasan agenda-agenda ekonomi neoliberal ke seluruh penjuru dunia, menemukan momentum setelah dialaminya krisis moneter oleh beberapa Negara Amerika Latin pada penghujung 1980-an.

Dalam rangka menanggulangi krisis moneter yang dialami oleh beberapa negara Amerika Latin, bekerja sama dengan Departemen Keuangan AS (Amerika Serikat) dan Bank Dunia (World Bank), IMF (International Monetary Fund)

sepakat meluncurkan sebuah paket kebijakan ekonomi yang dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington (Washington Consensus). Agenda pokok paket kebijakan Konsensus Washington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut dalam garis besarnya meliputi : (1) pelaksanan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya,


(31)

(2) pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan, (3) pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan, dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN.33

Konsensus Washington yang mempunyai tiga pilar utama: deregulasi,

privatisasi, dan liberalisasi pasar. “Konsensus” tersebut kemudian diperinci atas

sepuluh bagian. Elemen-elemennya adalah disiplin fiskal yang konservatif, prioritas pengeluaran publik dalam anggaran pemerintah, perluasan basis pemungutan pajak, liberalisasi finansial, kebijakan nilai tukar yang berkredibilitas, liberalisasi perdagangan melalui pengurangan restriksi-restriksi kualitatif, meningkatkan kompetisi perusahaan domestik dan asing berdasarkan efisiensi, privatisasi (termasuk terhadap BUMN), promosi deregulasi, dan perlindungan hak milik intelektual.

Konsensus Washington juga merupakan tonggak yang penting artinya dalam hubungan ekonomi antara negara maju dan berkembang, karena kesepakatan tersebut kemudian digunakan sebagai prasyarat pemberian hutang dan bantuan ekonomi pada Negara-negara berkembang. Artinya, apabila sebelumnya hubungan ekonomi tidak mempunyai kandungan politik, maka setelah ini hubungan ekonomi diberi prasyarat dipenuhinya sejumlah kondisi ekonomi yang harus dipenuhi oleh negara dalam bentuk kebijakan, yang merupakan ranah politik. Persyaratan politik telah dimasukkan ke dalam hubungan ekonomi antara negara industri maju dan negara berkembang melalui

33

Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo,. 2008, Manajemen Privatisasi BUMN, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Hal. 53-54.


(32)

neoliberalisme, yang dimulai sejak akhir 1940an, dan terkristalisasi dalam Konsensus Washington pada dasawarsa 1980an.34

I.4 Metoda Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang bertumpu pada beberapa aliran, tradisi, atau teori yang kesemuanya menekankan pada pentingya pengembangan penyusunan teori yang ditandai dengan strategi induktif empiris.35 Sebagai contoh kualitatif adalah penelitian yang dikonseptualisasikan sebagai studi kasus dan berfokus pada interpretasi, hal ini yang melibatkan data kualitatif. Atau, sebagai contoh metode campuran, mungkin sebuah survei kuantitatif yang akan diikuti dengan data kualitatif.36

Penelitian ini akan menggunakan data sekunder. Melalui studi kepustakaan yang diharapkan dapat mempelajari “Analisis Bantuan Luar Negeri Bank Dunia (World Bank) Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Periode 2007-2009 (Studi Kasus PNPM Mandiri)” secara teoritis maupun empiris. Sumber-sumber data ini berupa buku, jurnal, internet, hasil penelitian dan penerbitan-penerbitan lainnya.

I.5 Tujuan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Analisis Kebijakan Bantuan Luar Negeri Bank Dunia (World Bank) Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Periode 2007-2009 (Studi Kasus PNPM Mandiri)” yang bertujuan untuk melihat sejauh mana

34

A. Irawan J.H., 2007, “Ekspansi Global Neo-Liberalisme”, dalam Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional (Aktor, Isu dan Metodologi), Yulius P. Hermawan, Graha Ilmu, Yogyakarta. Hal. 104-105.

35

Bagong Suyanto dan Sutinah ed., 2007, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan,Kencana, Jakarta. Hal. 177-179.

36

Keith F. Punch, 2000, Developing Effective Research Proposals, SAGE Publications, London. Hal. 51.


(33)

efektivitas bantuan luar negeri Bank Dunia terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia dan melihat bagaimana dampak yang terjadi dari bantuan luar negeri Bank Dunia di Indonesia. Disamping itu juga untuk melihat bagaimana pandangan Bank Dunia dalam pengentasan kemiskinan diikuti dengan penjelasan tentang strategi Bank Dunia dalam menurunkan angka kemiskinan.

I.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah I.2 Perumusan Masalah I.3 Kerangka Teori I.4 Metoda Penelitian I.5 Tujuan Penelitian I.6 Sistematika Penulisan

BAB II KEMISKINAN DI INDONESIA

Membahas masalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia (1999-2009) yang merupakan penyebab terjadinya bantuan luar negeri, seperti; menjelaskan kemiskinan yang terjadi di Indonesia dan disertai pula pandangan Bank Dunia dalam kemiskinan di Indonesia.

BAB III BANTUAN LUAR NEGERI BANK DUNIA DI INDONESIA Membahas tentang kebijakan bantuan luar negeri Bank Dunia dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia, seperti; menjelaskan sebuah bantuan luar


(34)

negeri Bank Dunia dan bentuk program pengentasan kemiskinan yaitu PNPM Mandiri.

BAB IV ANALISIS BANTUAN LUAR NEGERI BANK DUNIA DALAM KEMISKINAN DI INDONESIA

Menganalisis masalah yang terjadi antara kemiskinan di Indonesia dan bantuan luar negeri Bank Dunia, seperti; sejauh mana efektivitas bantuan luar negeri/PNPM-Mandiri terhadap Indonesia (disertai tabel-tabel), relevansinya terhadap neoliberalisme dan dampaknya terhadap bantuan luar negeri Bank Dunia.

BAB V PENUTUP Kesimpulan


(35)

BAB II

KEMISKINAN DI INDONESIA

II.1 Masalah Kemiskinan di Indonesia

Kemiskinan di Indonesia memang terjadi sangat rumit, pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang cukup parah. Kontraksi ekonomi tersebut menimbulkan dampak sosial yang sangat besar dan membalikkan banyak kemajuan di sektor sosial yang telah dicapai dalam dekade sebelumnya. Dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengangguran meningkat sedikit dari 4,7 persen pada tahun 1997 menjadi 5,5 persen pada tahun 1998, upah riil menurun sekitar sepertiga. Tingkat kemiskinan selama krisis, dari awal terjadinya krisis pada pertengahan tahun 1997 ke puncak krisis pada akhir tahun 1998 telah meningkat menjadi 164 persen. Jelas bahwa kemiskinan meningkat dengan cepat seiring dengan memburuknya krisis ekonomi, hal ini menyiratkan bahwa sejumlah besar mengalami kemiskinan dalam waktu singkat.37

Disamping itu, dalam mencari penyebab krisis ekonomi tersebut, hal ini menjadi pusat perhatian di dalam pemerintahan. Penyebab krisis ekonomi tersebut adalah bahwa ada terjadinya pemerintahan yang buruk (bad governance), yang biasa dikenal sebagai KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di Indonesia yang telah melemahkan perekonomian Indonesia, sehingga menimbulkan penderitaan dari krisis periodik. Karena masalah tersebut, Indonesia menempati bagian atas dalam daftar negara-negara paling korup di dunia dalam waktu yang lama.

37

Asep Suryahadi dan Sudarno Sumarto, 2010, “Poverty and Vulnerability In Indonesia Before and After The Economic Crisis”, dalam Poverty and Social Protection In Indonesia, Joan Hardjono, Nuning Akhmadi dan Sudarno Sumarto, ISEAS Publishing, Pasir Panjang. Hal. 36-37.


(36)

Disamping itu, pengurangan kemiskinan dan tata pemerintahan merupakan kedua hal yang saling terkait. Tata pemerintahan yang buruk telah melakukan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan yang tidak efektif, sementara proyek-proyek pengurangan kemiskinan malah menyediakan lahan subur bagi korupsi.38

Dengan adanya korupsi tersebut, secara tidak langsung hal ini juga merugikan masyarakat miskin, yaitu:

1. Peningkatan harga barang dan jasa yang harus dibayar oleh masyarakat miskin;

2. Mengurangi pendapatan oleh penduduk miskin dengan cara pajak semi-legal, ilegal dan retribusi;

3. Adanya tindakan dukungan untuk masyarakat miskin, padahal hal itu malah justru sebaliknya;

4. Menciptakan ketimpangan atau ketidaksamaan dalam kepemilikan aset, karena orang-orang kaya dapat mempengaruhi pemerintah untuk mengejar kebijakan yang akan meningkatkan kekayaan mereka sendiri (seperti perlakuan pajak yang menguntungkan dan nilai tukar mata uang) yang tidak tersedia bagi masyarakat miskin; dan

5. Mencegah orang miskin dalam melakukan investasi baru atau membuka bisnis baru, karena mereka tahu bahwa orang-orang yang berbisnis akan selalu menang dan terhubung dengan kontrak proyek-proyek pemerintah, karena adanya praktek korupsi. Akibatnya, mereka tidak dapat meningkatkan standar kehidupan mereka, dan menjadikan selalu tetap miskin.

38

Sudarno Sumarto, Asep Suryahadi, Alex Arifianto, 2003, “Governance and Poverty Reduction: Evidence From Newly Decentralized Indonesia”, dalam The Role Of Governance In Asia, Yasutami Shimomura, Japan Institute Of International Affairs and ASEAN Foundation, Singapore. Hal. 28.


(37)

Singkatnya, ada sebuah konsensus yang kuat bahwa tata kelola pemerintahan yang baik itu sangat diperlukan bagi upaya untuk pengurangan kemiskinan secara efektif dan untuk mengurangi adanya praktek korupsi.39 Pada tahun 2000-2005 jumlah penduduk miskin malah cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000 menjadi 15,97 persen pada tahun 2005.40

Tetapi di awal tahun 2005, telah dindikasikan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia telah mencapai 51%, atau mencapai 114,64 juta jiwa. Diduga bahwa kenaikan jumlah penduduk miskin itu disebabkan oleh beberapa hal yang saling berkaitan. Hal-hal tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Aceh dan sebagian wilayah Sumatera Utara telah menyebabkan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat lenyap dari dua wilayah tersebut. Memang banyak juga mereka yang tinggal di wilayah itu selamat dari musibah tersebut. Tapi satu hal yang pasti bahwa hal ini akan berimplikasi terhadap penambahan jumlah pengangguran dan kemiskinan dari penduduknya.

2. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi beberapa kali hingga awal bulan Oktober di tahun 2005 ini tentu telah membebani biaya-biaya produksi. Ini tentu pada gilirannya mengakibatkan turunnya kemampuan daya beli, dan bahkan hanya untuk bertahan hidup pun, bagi masyarakat yang secara umum memang sudah sangat berat saat ini. Dampak ikutan berikutnya

39Ibid. “

Governance and Poverty Reduction: Evidence From Newly Decentralized Indonesia”. Hal. 32-33.

40


(38)

yakni meningkatnya jumlah orang yang dikategorikan sebagai penduduk miskin.

3. Kenaikan harga minyak internasional dan melemahnya nilai tukar rupiah tampaknya juga bisa dilihat sebagai penyebab yang berpengaruh terhadap melemahnya daya beli masyarakat terhadap kebutuhan produk-produk primer, apalagi sekunder, yang memang diperlukan selama ini dalam kehidupan mereka sehari-hari.41

Terkait dalam hal tersebut, faktor utama yang menyebabkan peningkatan angka kemiskinan di Indonesia secara signifikan bukanlah kenaikan harga BBM, melainkan kenaikan harga beras. Ada dua alasan dalam hal tersebut, yaitu; Pertama, kenaikan harga BBM, pada April dan Oktober 2005 yang secara kumulatif mencapai rata-rata 143 persen, hanya menurunkan kesejahteraan masyarakat miskin, karena telah dimbangi dengan program bantuan langsung tunai (BLT). Kedua, tiga per empat dari orang miskin merupakan konsumen bersih (net consumer) beras, sehingga kenaikan harga beras berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan angka kemiskinan.42

Dampak dari perubahan harga tersebut sudah bisa ditebak yakni akan makin membebani biaya hidup masyarakat secara umum. Secara sederhana, tapi memang terlihat sangat nyata, kita bisa mengidentifikasi beberapa hal di balik makin besarnya biaya hidup yang harus ditanggung oleh masyarakat. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ada kecenderungan kenaikan secara berkala dari harga-harga seperti air bersih, tarif angkutan, tarif komunikasi dan tarif dasar listrik;

41

Hari Susanto, 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru, Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Jakarta. Hal. 8-9. 42


(39)

2. Pada saat bersamaan harga kebutuhan pokok rumah tangga penduduk terus ikut-ikutan mengalami kenaikan meski pemerintah berulang kali dalam berbagai kesempatan mengatakan bahwa harga kebutuhan pokok tidak boleh membebani masyarakat. Pernyataan yang lebih bersifat himbauan ini dalam kenyataannya berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di pasar. Faktanya hampir semua harga kebutuhan pokok rumah tangga bergerak naik;

3. Harga bahan bakar minyak yang terus cenderung naik beberapa kali dalam setahun memiliki kaitan dengan alasan beratnya beban subsidi yang ditanggung pemerintah selama ini sebagaimana terlihat dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. Kenaikan harga bahan bakar minyak tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap kecenderungan naiknya inflasi yang konon, bagi banyak pengamat ekonomi, bergerak laksana sebuah spiral.43

Di bulan Februari pada tahun 2008 kondisi pengangguran mencapai 8,46% atau menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 9,75% akibat kenaikan BBM. Turunnya angka pengangguran sebesar 1,12 juta orang dalam setahun terakhir ini disebabkan oleh dua faktor: Pertama, seluruh sektor ekonomi menunjukkan peningkatan serapan tenaga kerja dan pertumbuhan tertinggi dialami oleh sektor keuangan yang mencapai 11,5%. Demikian pula sektor keuangan memiliki angka elastisitas serapan tenaga kerja yang paling tinggi, di mana untuk setiap I (satu) persen pertumbuhan sektor keuangan maka tenaga kerja di sektor tcisebut akan mengalami pertumbuhan 3,6%. Kedua, pertumbuhan kesempatan kerja mencapai 2.43% lebih besar dari pertumbuhan angkatan kerja yang mencapai 1.76%. Hal ini menandakan baik

43

Hari Susanto, 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru, Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Jakarta. Hal. 8.


(40)

tenaga kerja yang pertama kali bekerja maupun yang sebelumnya menganggur dapat bekerja.

Apabila ditinjau dari status pekerjaan utama, sebagian besar tenaga kerja diserap oleh sektor informal. Berdasarkan data Februari 2003 jumlah pekerja informal mencapai 70,55 juta orang atau 69,1 % dari total penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja. Persentase pekerja informal ini hampir tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan data Februari 2006 yaitu sebesar 69,8%. Tingkat penghasilan pekerja informal ini relatif kecil dan tidak pasti. Artinya, meskipun pekerja informal ini tidak terhitung sebagai pengangguran, namun mereka sangat rentan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk kenaikan harga BBM. Misalnya para penjual gorengan, bubur, dan makanan kecil lainnya di pinggir jalan semakin tertekan akibat kenaikan harga dan kelangkaan minyak tanah.44 Untuk lebih rinci mengenai kemiskinan di Indonesia pada periode 1999-2009 bisa dilihat di tabel 1.

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Pada Tahun 1999-2009

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota + Desa

1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43

2000 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14

2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41

2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20

44

Tim Jumpa Pers-Pusat Penelitian Ekonomi, 2008, “Problema Pengangguran dan Kemiskinan di Tengah Gejolak Harga BBM: Telaah Kritis Kebijakan dan Solusi Alternatif”, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, vol. XVI, no. 1, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta. Hal. 82.


(41)

2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42

2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66

2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97

2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75

2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58

2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42

2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)45

Menurut Lembaga Penelitian SMERU, kemiskinan di Indonesia berwajah majemuk, berubah dari waktu ke waktu, atau dari satu tempat ke tempat lain, hal ini mengandung berbagai dimensi dan masalah yang kompleks, antara lain:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan, papan);

2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi);

3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga);

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal; 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam; 6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat;

7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan;

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;

45


(42)

9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak-anak terlantar, Perempuan korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).46

Ada banyak penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia, dan tidak ada satu jawaban pun yang mampu menjelaskan semuanya sekaligus. Ini ditunjukkan oleh adanya berbagai pendapat mengenai penyebab kemiskinan sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat tertentu yang mencoba mencari penyebab kemiskinan. Tetapi Lembaga Penelitian SMERU menyimpulkan bahwa penyebab dasar kemiskinan antara lain:

1. Kegagalan kepemilikan, terutama tanah dan modal;

2. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; 3. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor;

4. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung;

5. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antar sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern);

6. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; 7. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola

sumber daya alam dan lingkungannya;

8. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); 9. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan

lingkungan.47

46

Paket Informasi: Dasar Penanggulangan Kemiskinan, Lembaga Penelitian SMERU untuk Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK). Hal. 2.

47


(43)

II.2 Ukuran dan Kemiskinan di Indonesia Menurut Bank Dunia II.2.1 Ukuran Kemiskinan Menurut Bank Dunia Secara Umum

Pendekatan yang luas untuk suatu kesejahteraan (dan kemiskinan) berfokus pada kemampuan individu yang berfungsi di dalam masyarakat. Masyarakat miskin sering kali kekurangan dalam kemampuannya; dengan kemungkinan karena mereka memiliki pendapatan yang tidak memadai dalam pendidikan, memiliki kesehatan yang buruk, merasa tidak berdaya, atau bisa jadi karena kurangnya dalam kebebasan politik. Oleh karena itu, Bank Dunia menguraikan empat alasan untuk mengukur kemiskinan, yaitu:

1. Untuk menjaga orang miskin yang masuk di dalam agenda Bank Dunia. 2. Untuk dapat mengidentifikasi orang-orang yang miskin, sehingga dapat tepat

sasaran dalam mengintervensi.

3. Untuk memonitor dan mengevaluasi proyek-proyek dan intervensi kebijakan yang diarahkan untuk masyarakat miskin.

4. Untuk mengevaluasi efektivitas lembaga-lembaga yang tujuannya adalah untuk membantu orang miskin.48

Langkah pertama dalam mengukur kemiskinan adalah mendefinisikan indikator kesejahteraan seperti pendapatan atau konsumsi per kapita. Informasi tentang kesejahteraan berasal dari data survei. Sebuah desain survei yang baik adalah suatu hal yang terpenting. Meskipun beberapa survei menggunakan sampel acak (random sampling) secara sederhana, hal ini juga kebanyakan menggunakan sampel acak secara bertingkat. Oleh sebab itu, Bank Dunia mengambil tiga langkah dalam mengukur kemiskinan, yaitu:

48

Jonathan Haughton dan Shahidur R. Khandker, 2009, Handbook On Poverty and Inequality, The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank, Washington DC. Hal. 1.


(44)

1. Menentukan indikator kesejahteraan.

2. Menetapkan standar minimal yang dapat diterima oleh suatu indikator bahwa hal ini untuk memisahkan orang miskin dari orang yang tidak miskin (garis kemiskinan).

3. Menghasilkan sebuah ringkasan untuk mengumpulkan suatu informasi dari distribusi indikator kesejahteraan yang relatif terhadap garis kemiskinan.49

Adapun tindakan dan strategi Bank Dunia yang bertujuan untuk memerangi kemiskinan yaitu dalam beberapa dekade, pengalaman Bank Dunia telah mengakui beberapa faktor umum yang terkait dengan kemajuan dalam pembangunan secara keseluruhan. Faktor dasar inilah yang menjadi acuan dalam strategi Bank Dunia yaitu sebagai berikut:

1. Suatu negara yang aktif dengan tata pemerintahan yang baik (good governance) di sektor publik dan swasta yang mendorong ke arah lingkungan dimana kontraknya tersebut bersifat memaksa dan sebuah pasar yang dapat berfungsi sebagai; karya infrastruktur dasar, ada ketentuan yang memadai untuk kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial dan orang-orang dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

2. Suatu pemberdayaan yang dapat memastikan bahwa semua orang akan memiliki kemampuan untuk membentuk kehidupan mereka sendiri, dengan memberikan kesempatan, keamanan dan dengan mendorong partisipasi dan inklusi sosial yang efektif.

49


(45)

3. Pertumbuhan ekonomi adalah hal yang sangat penting karena negara-negara yang telah mengurangi kemiskinan adalah hal yang paling efektif dan tumbuh paling cepat. Belum ada contoh pembangunan berkelanjutan yang berhasil tanpa periode pertumbuhan tinggi per kapita output.

4. Perlu ada sektor swasta karena hal ini sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan usaha kecil dan menengah dapat memainkan peran yang sangat penting dalam menghasilkan peluang kerja bagi masyarakat miskin.

5. Suatu kebijakan sektor keuangan yang rasional dan tepat untuk negara merupakan hal yang sangat penting, sebagai penghapusan hambatan dalam perdagangan internasional sehingga ekspor negara-negara berkembang dapat memberikan kontribusi untuk pertumbuhannya.

6. Suatu negara dan masyarakat harus memiliki kepemilikan agenda pembangunan untuk mencerminkan kondisi khusus dari suatu negara dan ekonomi politik.

Bank Dunia memiliki dua pilar untuk menanggulangi kemiskinan dalam pembangunannya, dua pilar tersebut adalah membangun 1. Iklim investasi, pekerjaan dan pertumbuhan yang berkelanjutan, 2. Investasi pada orang yang miskin dan memberdayakan mereka untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Kedua pilar tersebut dalam kerangka kerja strategis Bank Dunia sangat penting untuk keberhasilan dalam mencapai pengurangan kemiskinan yang berkelanjutan dan membantu negara-negara untuk mencapai tujuannya. Di setiap negara-negara memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Bekerja dengan Bank Dunia mengenai MDGs adalah prioritas di negara-negara yang sebagian besar berpenghasilan


(46)

rendah, sedangkan pendapatan yang relatif/menengah lebih sering bekerja untuk mencari lebih banyak nasabah dengan Bank Dunia pada pembangunan iklim investasi.50

II.2.2 Kemiskinan di Indonesia Menurut Bank Dunia

Untuk melihat kemiskinan di Indonesia, ternyata sebelumnya Bank Dunia belajar dari sejarah untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Sejarah Indonesia memberi banyak pelajaran tentang keberhasilan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di masa lalu. Pelajaran ini dapat bermanfaat ketika mencari strategi penanggulangan kemiskinan yang efektif untuk masa mendatang. Bank Dunia membuat catatan-catatan tersebut, antara lain: Pertama, catatan Indonesia menunjukkan seperti apa kekuatan penggerak pertumbuhan dalam penanggulangan kemiskinan tatkala ia berdampak pada rakyat penduduk miskin. Kedua, catatan Indonesia menunjukkan bahwa penyaluran pengeluaran negara secara bijaksana ke dalam upaya-upaya dan program-program yang bermanfaat bagi penduduk miskin adalah kunci bagi penanggulangan kemiskinan. Ketiga, pengalaman Indonesia diterpa guncangan krisis ekonomi justru semakin menunjukkan perlunya mewujudkan perlindungan sosial bagi penduduk miskin. Keempat, pengalaman masa lalu Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia harus membangun pemerintahan yang dapat bermanfaat bagi penduduk miskin.51

50

Cathy L. Gagnet dan World Bank, World Bank Annual Report 2003, vol. 1 Year In Review, The International Bank for Reconstruction and Development/The World bank, Washington DC. Hal. 12-13.

51

The World Bank, 2006, Indonesia Making the New Indonesia Work For The Poor, Jakarta. Hal. 19-21.


(47)

Menurut Bank Dunia, Indonesia memiliki peluang emas untuk menurunkan kemiskinan dengan pesat. Pertama, dengan melihat sifat kemiskinan, memusatkan perhatian pada beberapa bidang unggulan dapat memberi beberapa kemenangan dengan cepat dalam perang melawan kemiskinan dan rendahnya hasil pengembangan manusia. Kedua, sebagai negara penghasil minyak dan gas, Indonesia berada di posisi untuk memperoleh keuntungan dalam beberapa tahun ke depan dari sumber-sumber daya keuangan. Hal ini disebabkan oleh harga minyak yang lebih tinggi dan penurunan subsidi bahan bakar. Ketiga, Indonesia masih dapat memperoleh keuntungan lebih jauh dari proses-proses demokratisasi dan desentralisasinya yang terus berlanjut.

Kemiskinan di Indonesia memiliki tiga ciri yang menonjol: (i) Banyak rumah tangga terkonsentrasi di sekitar garis kemiskinan pendapatan nasional sejumlah kurang lebih 1,55 dolar AS perhari PPP (Public-Private Partnerships/Kemitraan Publik dan Swasta), membuat bahkan banyak penduduk tidak miskin rentan terhadap kemiskinan; (ii) ukuran kemiskinan pendapatan tidak mencakup jangkauan kemiskinan sebenarnya di Indonesia; banyak dari mereka yang kemungkinan tidak miskin secara pendapatan dapat diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin berdasarkan kekurangan akses ke layanan-layanan pokok dan hasil pengembangan manusia yang buruk; dan (iii) dengan melihat ukuran besar dan kondisi berbeda-beda kepulauan Indonesia, kesenjangan regional merupakan ciri pokok kemiskinan di negara ini.52

Adapun faktor-faktor penentu kemiskinan di Indonesia, Bank Dunia dalam bagian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengungkap faktor-faktor

52

The World Bank, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable


(48)

penentu dan arti penting relatif dari karakteristik, aset dan akses utama pada rumah tangga sebagai faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan

(correlates of poverty). Beberapa faktor kunci memang berpengaruh pada kemiskinan dan karena itu juga berperan bagi upaya dalam penanggulangan kemiskinan. Bank Dunia menguraikan lima korelasi faktor penentu dalam kemiskinan, antara lain:

1. Faktor Korelasi Dalam Pendidikan

a. Kemiskinan memiliki kaitan yang sangat erat dengan pendidikan yang tidak memadai.

b. Melampaui jenjang pendidikan sekolah dasar dengan meningkatkan kesejahteraan secara berarti.

c. Meningkatkan capaian jenjang pendidikan di wilayah/area tertentu yang berkorelasi dengan pengurangan kemiskinan yang lebih besar.

2. Faktor Korelasi Dalam Pekerjaan

Bekerja di sektor pertanian memiliki korelasi yang kuat dengan kemiskinan. Kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian memiliki tingkat konsumsi yang jauh lebih rendah (dan karena itu memiliki kemungkinan lebih besar untuk menjadi miskin) dibandingkan mereka yang bekerja di sektor lain. Dengan menggunakan kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian informal sebagai dasar (base), faktor-faktor yang berkorelasi dengan kemiskinan menunjukkan bahwa kepala rumah tangga di daerah pedesaan yang bekerja di sektor pertanian formal memiliki korelasi dengan kenaikan tingkat konsumsi dengan nilai koefisien korelasi sebesar 3,1 persen, sedangkan mereka yang bekerja di sektor industri informal dengan nilai koefisien sebesar 5,4 persen.


(49)

Koefisien korelasi yang lebih tinggi terdapat pada kepala rumah tangga yang bekerja di sektor industri formal (11,7 persen). Koefisien korelasi yang tertinggi terdapat di sektor jasa: sektor jasa informal sebesar 14 persen, sedangkan sektor jasa formal sebesar 22 persen, yang berlaku untuk daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. Mengingat sedikitnya porsi penduduk miskin yang bekerja di sektor formal dan sektor nonpertanian, di samping kenyataan bahwa bekerja di sektor-sektor yang lebih menguntungkan tersebut memiliki korelasi dengan pengurangan kemiskinan, maka perpindahan tenaga kerja ke sektor pertanian formal, atau ke sektor nonpertanian formal maupun informal, akan membuka jalan keluar dari kemiskinan.

3. Faktor Korelasi Dalam Gender

Meskipun tingkat kemiskinan terlihat sedikit lebih rendah pada rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan, namun pada kenyataannya tidaklah demikian: rumah tangga yang dengan kepala keluarga laki-laki masih jauh lebih beruntung dibandingkan rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan. Pada tahun 1999, dengan menganggap karakteristik-karakteristik yang lain bersifat tetap, rumah tangga di daerah perkotaan yang dikepalai laki-laki memiliki tingkat pengeluaran 14,4 persen lebih tinggi daripada rumah tangga yang dipimpin perempuan. Kesenjangan gender ini bahkan lebih mencolok di daerah pedesaan, di mana terdapat perbedaan tingkat pengeluaran sebesar 28,4 persen. Pada tahun 2002, kesenjangan gender ini semakin melebar menjadi 15,8 persen di daerah perkotaan dan 31,1 persen di daerah pedesaan.

Hasil yang tampak berlawanan antara analisis regresi (yang mengindikasikan bahwa rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan jauh


(50)

lebih miskin) dan analisis deskriptif sederhana (yang menunjukkan bahwa rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan sedikit kurang miskin), hanya dapat dijelaskan oleh karakteristik-karakteristik yang tak teramati, seperti kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami goncangan dan rendahnya akses kepada instrumen-instrumen untuk meredam dan menghadapi goncangan, yang mungkin berkorelasi dengan aspek gender kepala rumah tangga. Penilaian terhadap risiko dan kerentanan di antara beberapa tipe rumah tangga dan tahap-tahap siklus hidup yang berbeda mengindikasikan bahwa rumah tangga miskin dengan kepala keluarga perempuan memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami guncanganguncangan negatif akibat konflik, masalah kesehatan dan risiko ekonomi.

4. Faktor Korelasi Dalam Akses Terhadap Pelayanan dan Infrastruktur Dasar a. Kemiskinan jelas berkaitan dengan rendahnya akses terhadap fasilitas dan

infrastruktur dasar.

b. Rumah tangga di daerah pedesaan yang memiliki lebih banyak akses kepada pendidikan sekolah menengah jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menjadi miskin.

c. Akses kursus informal dapat menjadi faktor kunci dalam mobilitas ekonomi ke atas, khususnya di daerah perkotaan.

d. Akses lembaga perkreditan setempat juga menaikkan secara berarti tingkat pengeluaran dan mengurangi kemungkinan rumah tangga untuk menjadi miskin.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arslanalp, Serkan dan Peter Blair Henry, 2006, “Helping The Poor To Help Themselves: Debt Relief Or Aid?”, dalam Sovereign Debt At The Crossroads: Challanges and Proposals For Resolving The Third World Debt Crisis, Chris Jochnick dan Fraser A. Preston, Oxford University Press, New York.

Berita Resmi Statistik, 2009, Badan Pusat Statistik, No. 43/07/Th. XII.

Balaam, David N. dan Michael Veseth, 2005, Introduction to International Political Economy, Pearson Education, New Jersey.

Chomsky, Noam, 1999, Provit Over People: Neoliberalism and Global Order, Seven Stories Press, New York.

Dunne, Tim, Milja Kurki, Steve Smith, 2007, International Relations Theories (Discipline and Diversity), Oxford University Press, New York.

Einhorn, Jessica, 2004, “The World Bank‟s Mission Creep”, dalam Essential Readings in World Politics, Karen A. Mingst dan Jack L. Snyder, W.W. Norton & Company, New York.

Fiend, John dan Phillip Hughes, 2007, “Education For The End Of Poverty: Three Ways Forward”, dalam Education For The End Of Poverty Implementing All The Millenium Development Goals, Matthew Clarke dan Simon Feeny, Nova Science, New York.

Gagnet, Cathy L. dan World Bank, World Bank Annual Report 2003, vol. 1 Year In Review, The International Bank for Reconstruction and Development/The World bank, Washington DC.

H., A. Irawan J., 2007, “Ekspansi Global Neo-Liberalisme”, dalam Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional (Aktor, Isu dan Metodologi), Yulius P. Hermawan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hadi, Syamsul, dkk, 2004, Strategi Pembangunan Indonesia Pasca IMF, Granit, Jakarta.

Hadinoto, Soetanto dan Djoko Retnadi, 2007, Micro Credit Challenge: Cara Efektif Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran Di Indonesia, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Hastuti, 2010, Laporan Penelitian: Peran Program Perlindungan Sosial Dalam Meredam Dampak Krisis Keuangan Global 2008/09, Lembaga Penelitian SMERU Research Institute, Jakarta.

Haughton, Jonathan dan Shahidur R. Khandker, 2009, Handbook On Poverty and Inequality, The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank, Washington DC.

Ikbar, Yanuar, 2007, Ekonomi Politik Internasional 2 (Implementasi Konsep dan Teori), PT Refika Aditama, Bandung.

Ja‟far, Marwan, 2007, Infrastruktur Pro Rakyat: Strategi Investasi Infrastrukutr Indonesia Abad 21, Pustaka Tokoh Bangsa, Jogjakarta.


(2)

Khan, Mushtaq H., 2004, “Korupsi dan Tata Kelola Pada Awal Kapitalisme: Strategi Bank Dunia dan Keterbatasnnya”, dalam Membongkar Bank Dunia, Jonathan R. Princus dan Jeffrey A. Winters, Djambatan, Jakarta.

Lancaster, Carol, 2007, Foreign Aid: Diplomacy, Development, Domestic Politics, The University Of Chicago Press, London.

Laporan Tahunan 2007, Program Pengembangan Kecamatan PNPM Mandiri. Laporan Tahunan 2008, PNPM-Mandiri Pedesaan.

Laporan Tahunan 2009, PNPM-Mandiri Perdesaan.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ATAS NAMA PEMBANGUNAN: Bank Dunia dan Hak Asasi Manusia di Indonesia, 1995, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta.

Lister, Ruth, 2004, Poverty, Polity Press, Cambridge.

Mas‟oed, Mohtar, 1994, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Matthews, Alan, 1999, “International Development Assistance and Food Security”, dalam Foreign Aid: New Perspectives, Kanhaya L. Gupta, Kluwer Academic Publisher, Norwell.

Nugroho, Riant dan Randy R. Wrihatnolo,. 2008, Manajemen Privatisasi BUMN, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Paket Informasi: Dasar Penanggulangan Kemiskinan, Lembaga Penelitian SMERU untuk Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK).

Pedoman dan Evaluasi, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri.

Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan Mochamad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Pincus, Jonathan R. dan Jeffrey A. Winters, 2004, “Merancang Ulang Bank Dunia”, dalam Membongkar Bank Dunia, Jonathan R. Princus dan Jeffrey A. Winters, Djambatan, Jakarta.

Punch, Keith F., 2000, Developing Effective Research Proposals, SAGE Publications, London.

Radhi, Fahmy, 2008, Kebijakan Ekonomi Pro Rakyat, Republika, Jakarta.

Rizky, Awalil dan Nasyith Masjidi, 2008, Neoliberalisme Mencengkeram Indonesia, E Publishing Company, Jakarta.

Sachs, Jeffrey D., 2005, The End Of Poverty: Economic Possibilities For Our Time, The Penguin Press, New York.

Sen, Amartya Kumar, 2001, Development As Freedom, Oxford University Press, New York.

____________________, 2009, The Idea Of Justice, The Belknap Press Of Harvard University Press, Cambridge.

Stiglitz, Joseph E. dan Ha-Joon Chang, 2001, Joseph Stiglitz and The World Bank: The Rebel Within, ANTHEM PRESS, London.

Sumarto, Sudarno, Asep Suryahadi, Alex Arifianto, 2003, “Governance and Poverty Reduction: Evidence From Newly Decentralized Indonesia”,


(3)

Suparlan, Parsudi, 1995, Kemiskinan di Perkotaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Supranto, J., 2004, Proposal Penelitian Dengan Contoh, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Suryahadi, Asep dan Sudarno Sumarto, 2010, “Poverty and Vulnerability In Indonesia Before and After The Economic Crisis”, dalam Poverty and Social Protection In Indonesia, Joan Hardjono, Nuning Akhmadi dan Sudarno Sumarto, ISEAS Publishing, Pasir Panjang.

Susanto, Hari, 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru, Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Jakarta.

Suyanto, Bagong dan Sutinah ed., 2007, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Kencana, Jakarta.

The World Bank, 2000, Making Transition Work For Everyone Poverty and Inequality In Europe And Central Asia, The International Bank For Reconstruction and Development/The World Bank, Washington DC. ______________, 2006, Indonesia Making the New Indonesia Work For The

Poor, Jakarta.

______________, 2008, Investing in Indonesia’s Institutions: For Inclusive and Sustainable Development, IFC (International Finance Corporation: World Bank Group), Jakarta.

Winters, Jeffrey A., 2004, “Utang Kriminal”, dalam Membongkar Bank Dunia, Jonathan R. Princus dan Jeffrey A. Winters, Djambatan, Jakarta. Yunus, Muhammad, 2007, Creating a World Without Poverty: Social Business

and The Future Of Capitalism, Public Affairs, New York.

Jurnal

Basri, Faisal H. dan Dendi Ramdani, 2001, “Utang Luar Negeri: Mengayuh Di Antara Kebutuhan Dana Bagi Pemulihan Ekonomi dan Beban Pembayaran Cicilan dan Bunga”, Global Jurnal Politik Internasional, Kerjasama Jurusan Ilmu HI FISIP-UI Dengan S2 HI Pasca-Sarjana Ilmu Politik FISIP-UI dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Isnaeni, Nurul Isnaeni, 2001, “Bank Dunia, Indonesia dan Politik Lingkungan Global (Mencermati Agenda Pembangunan Berkelanjutan)”, Global Jurnal Politik Internasional, Kerjasama Jurusan Ilmu HI FISIP-UI Dengan S2 HI Pasca-Sarjana Ilmu Politik FISIP-UI dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Rochayati, Nurul dan Suzanne Maria A, 2005, “Debt Relief Melalui HIPC Initiatives dan Tantangan Mengatasi Kemiskinan Dunia”, Global: Jurnal Politik Internasional (Kompleksitas Kemiskinan: Tanggung Jawab Komunitas Global, vol. 8, no. 1, Departemen Ilmu hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok.


(4)

Sitepu, Dewi Sinorita, 2005, “Utang Luar Negeri dan Problem Kemiskinan Negara Berkembang”, Global: Jurnal Politik Internasional (Kompleksitas Kemiskinan: Tanggung Jawab Komunitas Global, vol. 8, no. 1, Departemen Ilmu hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok.

Tim Jumpa Pers-Pusat Penelitian Ekonomi, 2008, “Problema Pengangguran dan Kemiskinan di Tengah Gejolak Harga BBM: Telaah Kritis Kebijakan dan Solusi Alternatif”, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, vol. XVI, no. 1, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta.

Internet

2010, 1945 Bank Dunia Berdiri, dilihat pada tanggal 18 Maret 2011 pukul 10:20 WIB.

<http://www.mediaindonesia.com/read/2010/12/27/190897/77/21/194 5-Bank-Dunia-Berdiri>.

2010, Mandiri Dengan Zakat dan SDA, dilihat pada tanggal 11 Juli 2010 pukul 15:01 WIB. <http://bataviase.co.id/node/216385>.

2010, Poltabes Manado Dalami Kasus Korupsi PNPM, dilihat pada tanggal 15

Juli 2010 pukul 20.00.

<http://www.antaranews.com/berita/1267474536/poltabes-manado-dalami-kasus-korupsi-pnpm>.

Anggaran Dasar Bank Dunia (Bank For Reconstruction and Development), 1989, dilihat pada tanggal 12 Mei 2010 pukul 18:09 WIB, <http://www.lfip.org/laws817/idver/dok/Perjanjian%20IBRD1.htm>. Ariyanto, Dodik, Pengaruh Efektivitas Penggunaan dan Kepercayaan Teknologi

Sistem Informasi Terhadap Kinerja Individual, dilihat pada tanggal 26

Maret 2011 pukul 08:15 WIB

<ejournal.unud.ac.id/abstrak/ok_dodik.pdf>.

Bank Dunia Puji RI dalam Pencapaian MDG, dilihat pada tanggal 07 Juli 2010

pukul 21:14 WIB,

<http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=vie w&id=760&Itemid=5>.

Lestarini, Ade Hapsari, 2008, Total Utang RI ke World Bank Rp243,7 Trilyun, dilihat pada tanggal 04 Juni 2010 pukul 21:44 WIB, <http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/01/30/20/79 590/20/total-utang-ri-ke-world-bank-rp243-7-t>.

Pengertian dan Tujuan PNPM Mandiri, dilihat pada tanggal 08 Juli 2010 pukul

11:08 WIB,

<http://www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Item id=53>.

Seymour, Frances, 1999, Tinjauan Umum dan Ringkasan Argumentasi, dilihat pada tanggal 12 Mei 2010 pukul 10:15 WIB, <http://members.fortunecity.com/edicahy/lendingc/chapt1.html>. Sibuea, Posman, MDGs dan Pembangunan Berkelanjutan, dilihat pada tanggal 18


(5)

<http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=vie w&id=74&Itemid=6>.

Sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, dilihat pada tanggal 26 Maret 2011

pukul 09:20 WIB.

<gudang.tkpkri.org/rakorteknas/Presentasi_Kepala_Sekretariat_TNP2 K.pdf>.

The Efforts to Achieve the MDGs in Indonesia, dilihat pada tanggal 07 Juli 2010

pukul 22:30 WIB

<http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=vie w&id=25&Itemid=12>.

The World Bank, 2010, National Program For Community Empowerment Mandiri-PNPM Mandiri For Rural Area (2008-2011), dilihat pada

tanggal 10 Juli 2010 pukul 19.04 WIB.

<http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EAS TASIAPACIFICEXT/INDONESIAEXTN/0,,contentMDK:22039058~ pagePK:1497618~piPK:217854~theSitePK:226309,00.html>.

Tumiwa, Fabby, MDGs Saja Tidak Cukup!, dilihat pada tanggal 07 Juli 2010

pukul 16:35 WIB,

<http://www.targetmdgs.org/index.php?option=com_content&task=vie w&id=53&Itemid=6>.


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang

2 51 121

Peran Bantuan Luar Negeri terhadap Perekonomian Daerah (Studi Bantuan World Bank dalam EIRTP II Second Eastern Indonesia Region Transport Project terhadap Perekonomian Kabupaten Lombok Tengah)

0 21 42

EFEKTIVITAS BANTUAN BANK DUNIA PADA PERCEPATAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA (Studi pada PNPM Mandiri di Kendari Sultra)

1 7 46

Analisis bantuan luar negeri bank dunia (World Bank) dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia periode 2007-2009 (studi kasus PNPM Mandiri)

0 9 117

Bantuan luar negeri kanada ke Indonesia dalam upaya pengentasan kemiskinan di bawah cida’s aid effectiveness action plan 2009-2013

3 30 79

PENDAHULUAN Analisis Mengukur Tingkat Efisiensi Perbankan Syariah Di Indonesia (Studi Pada Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia Periode 2009-2012).

0 2 12

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA BANK MUAMALAT INDONESIA DAN BANK MANDIRI DENGAN MENGGUNAKAN Analisis Kinerja Keuangan Pada Bank Muamalat Indonesia Dan Bank Mandiri Dengan Menggunakan Metode Camels Periode 2009-2011.

0 2 15

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA BANK MUAMALAT INDONESIA DAN BANK MANDIRI DENGAN MENGGUNAKAN Analisis Kinerja Keuangan Pada Bank Muamalat Indonesia Dan Bank Mandiri Dengan Menggunakan Metode Camels Periode 2009-2011.

0 1 13

world bank era baru dalam pengentasan kemiskinan di indonesia

1 6 403

Economy Sejarah Bank Indonesia Moneter

0 0 8