Paradigma Penelitian
3.1. Paradigma Penelitian
Menurut Bogan dan Biklen (1982:32), paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian (Moleong, 2004:49). Menurut Harmon (1970), paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas (Moleong, 2004:49). Sedangkan menurut Wimmer dan Dominick, pendekatan dengan paradigma yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia (Kriyantono, 2006:48).
Paradigma merupakan cara pandang (the way looking at thing) (Ghony dan Almanshur, 2012:374). Dari penjelasan tersebut menurut para ahli paradigma merupakan cara pandang untuk mengkaji suatu permasalahan, dalam hal ini cara pandang sebagai lensa apa yang ingin dipakai terhadap suatu realitas. Paradigma merupakan kajian peneliti menggunakan pembedahan atas suatu masalah yang ingin diteliti.
Menurut Eriyanto dalam wawancara dengan peneliti pada hari Senin, 15 April 2013 Pukul 10.56 – 12.03 WIB Di kantor Lembagai Survei Indonesia (LSI) Jalan Pemuda No. 70 Rawamangun, Jakarta Timur, jika ingin meneliti teks media, paradigma apa yang ingin digunakan sebab teks yang sama bisa dipahami secara berbeda kalau peneliti menggunakan paradigma yang berbeda. Menurut Dr.
Agus Salim mengutip dalam buku Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, membagi tiga paradigma Ilmu Sosial, yaitu paradigma positivisme & post- positivisme, paradigma konstruktivisme, dan paradigma kritis.
Tabel 3.1 Tiga Paradigma Ilmu Sosial
Positivism & Post-
Kritis positivisme
Kontruktivisme
Menetapkan ilmu Memandang ilmu sosial sebagai Mentakrifkan ilmu sosial seperti ilmu- analisis sistematis terhadap sosial sebagai suatu ilmu
alam, yaitu ”socially meanigful action” proses yang secara sebagai suatu metode melalui pengamatan langsung kritis
berusaha yang
”the untuk
terorganisir dan rinci terhadap aktor sosial mengungkap
dalam setting yang alamiah, real structure ” di mengkombinasikan
agar dapat memahami dan balik ilusi atau ”deductive
logic ” menafsirkan bagaimana aktor kesadaran palsu dengan pengamatan sosial mencipta dan memelihara yang ditampakkan di emperis,
agar dunia sosial. dunia materi, guna mendapatkan
mengembangkan konfrimasi
tentang . kesadaran sosial hukum kausalitas yang
untuk memperbaiki dapat
digunakan kondisi kehidupan memprediksi
pola subjek penelitian. umum sosial tertentu.
Sumber: (Salim, 2006:72)
Setiap penelitian, memiliki cara pandang tersendiri dalam memandang suatu realitas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.
Secara ontologis, aliran ini menyatakan bahwa realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan pada pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik serta tergantung pada pihak yang melakukanya, secara epistomologi aliran ini menyatakan antara pengamat dan objek merupakan hasil perpaduan interaksi diantara keduannya. Sedangkan secara aksiologis peneliti sebagai fasilator yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial dan secara metodologis, aliran ini Secara ontologis, aliran ini menyatakan bahwa realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan pada pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik serta tergantung pada pihak yang melakukanya, secara epistomologi aliran ini menyatakan antara pengamat dan objek merupakan hasil perpaduan interaksi diantara keduannya. Sedangkan secara aksiologis peneliti sebagai fasilator yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial dan secara metodologis, aliran ini
Sebagaimana diketahui, menurut Guba dan Lincoln, sesuatu yang riil sesungguhnya merupakan sebuah konstruksi dalam pikiran para individu (Denzin dan Lincoln, 2009:162). Realitas tersebut secara sengaja dikonstruksikan sebagai hasil subjektifitas bukan realitas yang bersifat “riil”. Yang dimaksud subjektif adalah seseorang yang memandang realitas sehingga mengkonstruksi realitas tersebut seobjektif mungkin. Peneliti harus menjelaskan proses-proses pembentukan makna dan menerangkan ihwal serta bagaimana makna-makna tersebut terkandung dalam bahasa dan tindakan para aktor (Denzin dan Lincoln, 2009:146).
Pandangan kaum konstruksionis menganggap bahwa teks, tulisan, dan bahasa merupakan hasil sosial yang telah dibuat, apa yang dilihat sebagai peristiwa telah dimaknai subjektifitas. Pernyataan tersebut berita dapat dipahami khalayak sebagai subjek yang aktif karena setiap individu berbeda memahami realitas tersebut (Eriyanto, 2002:41). Berkaitan dengan konstruktivis, realitas secara disengaja dibuat untuk mengarahkan pola pikir khalayak menentukan subjektifitas tiap individu. Institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Namun pada kenyataanya itu semua dibangun dalam subjektif melalui proses interaksi (Bungin, 2008:15).
Penelitian ini memiliki perhatian terhadap aspek-aspek realitas yang dikonstruksikan sebagai hasil sosial. Menggunakan paradigma konstruktivis bahwasanya realitas riil sebagai peristiwa bersifat subjektif dikarenakan secara
ontologis realitas berlaku pada individu yang relevan, secara epistomologis pemahaman tentang realitas antara peneliti dan objek yang diteliti sedangkan aksiologis peneliti sebagai fasilator untuk melihat subjektifitas dan metodologis rekontruksi realitas sosial. Senada pada pernayataan tersebut, menurut Agus Salim, paradigma konstruktivis menempatkan pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas (Salim, 2006:71). Dengan demikian, berita-berita yang dibuat oleh media sebagai hasil ciptaan wartawan atau media sehingga dapat memahami (interpretasi) dengan bagaimana wartawan atau media membuat berita.