Penyimpangan semu Hukum Mendel (PSHM)

4.3.2. Penyimpangan semu Hukum Mendel (PSHM)

Penyimpangan semu hukum mendel (PSHM) terjadi apabila munculnya perbandingan yang tidak sesuai atau menyimpang dengan dengan Hukum Mendel. Disebut dengan penyimpangan semu karena sebenarnya prinsip segregasi gen bebas tetap berlaku, tetapi karena gen-gen yang membawa sifat memilki ciri tertentu maka perbandingan yang dihasilkan menyimpang dari Hukum Mendel (perbandingannya tidak 3:1 atau 9:3:3:1). Penyimpangan ini meliputi: polimeri, komplementer, epistasis- hipostasis dan pautan gen.

a. Polimeri Polimeri adalah gen dengan banyak sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi mempengaruhi bagian yang sama pada suatu makhluk hidup. Untuk memahami peristiwa itu Nilson-Ehle

b. Gen-gen komplementer Gen komplementer adalah interaksi antara dua gen dominan, jika terdapat bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotipe alelnya. Bila salah satu gen tidak ada maka pemunculan sifat terhalang. Contohnya: perkawinan pria bisu tuli dengan wanita bisu tuli, ternyata keturunannya F1 semua normal,

c. Inhibiting gen (Epistasis-hipostasis) Inhibiting gen adalah penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat dua gen yang dominan jika bersama-sama pengaruhnya akan menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut sehingga perbandingan fenotipenya = 13:3.

d . Pautan gen Gen yang ada dalam setiap makhluk hidup sangat banyak, padahal kromosom yang ada hanya sedikit, hal tersebut dapat mengakibatkan di dalam satu kromosom terdapat lebih dari satu gen. Bila dalam satu kromosom terdapat lebih dari satu gen yang mengendalikan sifat yang berbeda (bukan alelnya) maka peristiwa itu disebut pautan gen (linkage=berangkai=pautan)

 meiosis →  C dan c

Pada skema di atas gen A terpaut dengan gen B; B terpaut dengan C; C terpaut dengan gen D; dan D terpaut dengan E pada kromosom yang sama, sedangkan alelnya a terpaut dengan b; b terpaut dengan c; c terpaut dengan d; dan d terpaut dengan e.

Pada pembelahan sel secara meiosis, pembentukan sel gamet kromosom memisah secara bebas sehingga gen-gen yang terletak pada kromosom yang berlainan dapat memisah secara bebas. Dalam peristiwa meiosis pada gen terpaut seperti diatas akan dihasilkan dua macam gamet dengan susunan gen ABCDE dan abcde, mengapa demikian? Menurut Sutton, gen-gen yang letaknya pada satu kromosom tidak dapat diturunkan secara bebas. Lebih-lebih gen yang berdekatan lokusnya cenderung memisah bersama-sama. Dengan kata lain saling berpaut satu sama lain. Jadi individu dengan genotipe AaBb yang mengalami pautan, akan membentuk dua macam gamet saja, yakni gamet AB dan ab.

Contoh: pada lalat Drosophila dikenal gen-gen

C = gen untuk sayap normal

c = gen untuk sayap keriput (lalat tak dapat terbang) S = gen untuk dada polos s = gen untuk dada bergaris-garis.

Misalnya untuk lalat jantan bersayap normal, dada polos homozigotik CS dikawinkan dengan lalat betina bersayap keriput, dada bergaris-garis ccss. Lalat-lalat F1 bersayap normal, dada polos heterozigotik CcSs. Oleh karena ada pautan gen maka hibrid ini akan membentuk dua macasm gamet saja, yaitu gamet CS dan gamet cs. Akibatnya pekawinan dua lalat dihibrid tidak akan menghasilkan keturunan F2 dengan perbandingan fenotipe 9:3:3:1 seperti Hukum Mendel, melainkan 3 lalat sayap normal dada polos : 1 lalat sayap keriput bergaris-garis = 3:0:0:1 = 3:1

Jarak antar gen mempengaruhi ke eratan sifat pautan ini. Makin dekat jarak antara gen, maka semakin erat pautan gen. Untuk mengetahui adanya pautan antara dua gen dapat dilakukan testcross, yaitu penyilangan individu F1 dengan tetua yang homozigot resesif. Bila dalam testcross ternyata kombinasi parental lebih besar 50% dan rekombinasi lebih kecil 50% maka dapat disimpulkan bahwa terjadi pautan gen, persentase pautan merupakan indikator kuat lemahnya pautan gen. Contoh: tanaman mangga berbuah Bulat (BB) dan berkulit Kuning (KK) dominan terhadap mangga berbuah Kisut (bb) warna Hijau (kk). Bila B dan K tidak terpaut demikian pula gen b dan k, maka dari persilangan induk BK dengan bk akan diperoleh F1 dengan fenotipe Bulat Kuning (BbKk).