16
Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasholine dan butyl eter [1]
Bioetanol ETBE
MTBE Gasoline
Heating value [MJkg] 26.8
36.4 35.0
42 Heating value [MJI]
21.3 26.9
25.9 32
Octane number RON 106
115.118 113.120
92.96 Density at 15ºC [kgI]
0.79 0.74
0.74 0.76
Visicosity at 20ºC [mm
2
�] 1.5
1.5 0.7
0.6
Oxygen content [] 35
16 18
0.2 Fuel Equivalent to Gasoline
0.66 0.83
0.80 1.0
2.4.2 Bioetanol untuk Kompor
Sumber energi fosil di Indonesia khususnya minyak bumi semakin langka. Penggunaan terbesar adalah pada sektor rumah tangga dan komersial, diikuti oleh
sektor industri, transportasi, dan bahan baku. Hal ini mendorong pemerintah untuk mulai menggunakan energi baru dan terbarukan EBT untuk mencegah
habisnya minyak bumi. Salah satu energi alternatif yang bisa dimanfaatkan adalah bioetanol.
Sejak 4 tahun yang lalu pertama kali diperkenalkan hingga sekarang, bioetanol telah mengalami peningkatan dalam penjualannya. Akan tetapi
bioetanol tersebut sebagian besar hanya dikonsumsi untuk skala industri. Sedangkan untuk transportasi dan target sektor rumah tangga yaitu penggunaan
kompor bioetanol, masih mengalami kendala, terutama kelemahan pada desain kompornya.
Terkait dengan masalah kompor bioethanol, pemerintah telah mengupayakan rencana pengurangan penggunaan minyak tanah untuk keperluan
rumah tangga dengan mengeluarkan Instruksi Presiden Inpres No. 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan
bakar lain. Menindak lanjuti Inpres tersebut, masyarakat telah mengupayakan
bioetanol sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah. Penggunaan bioetanol memerlukan kompor yang berbeda dengan kompor minyak tanah. Kompor
Universitas Sumatera Utara
17
bioetanol memang belum sepopuler kompor minyak tanah maupun kompor LPG, akan tetapi sampai saat ini banyak pihak yang optimis akan kelangsungan hidup
produk tersebut di masa yang akan datang, baik itu untuk perseorangan maupun instansi.
Salah satu keunggulan kompor bioethanol tersebut adalah bahwa kompor ini lebih aman daripada menggunakan kompor gas LPG, karena kompor ini tidak
memerlukan tekanan, etanol cukup digantungkan di tempat yang lebih tinggi dari posisi kompor atau dengan low-pressure. Untuk mematikan kompor ini cukup
dengan dikecilkan regulatornya dan ditiup pada saat api sudah mengecil, bahkan disiram air pun api sudah mati persis penanganan terhadap kompor minyak tanah.
Dari aspek harga juga sangat kompetitif, dasar aturannya adalah Kepmen ESDM No. 3784 Tahun 2014 tanggal 2 Oktober 2014 tentang HIP BBN yang
menetapkan formulasinya yaitu Argus FOB Thailand +14. Atas dasar formulasi itu harga jual bioetanol adalah USD 550KL atau Rp 7000 per liter. Jika
ditambahkan biaya handling, distribusi dan marketing Rp 3000 per liter, maka harga komersialnya Rp 10.000 perliter atau Rp 120,000 untuk 12 liter dan untuk
harga subsidinya Rp 5000 per liter atau Rp 15.000 untuk kemasan melon 3 liter. Padahal kalori panasnya labih tinggi ketimbang LPG, karena itu mampu
memasak lebih cepat. Seandainya kompor bioetanol ini digunakan secara masif di republik ini
maka akan menimbulkan efek berganda yang akan berimbas langsung kepada kesejahteraan petani. Seandainya singkong digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol, maka akan bergulir kegiatan perekonomian dari petani sampai pengguna energi akhir yaitu para ibu rumah tangga pemakai kompor
bioetanol. Dan jika bahan baku etanol tersebut terbuat dari tetes tebu molasses, maka putaran dana triliunan rupiah itu akan mampu memberdayakan puluhan
pabrik gula dan petani tebu yang kini kondisinya rata-rata hidup segan mati tak mau.
Kelemahan utama beberapa kompor bioetanol produksi lokal seperti: kompor Bionas dari Yogyakarta, kompor Kuwatsu, serta kompor Repindo antara
lain kurang efisien, kurang nyaman dan kurang user-friendly bagi penggunanya. Kelemahan tersebut menyebabkan kompor bioetanol masih kurang bisa diterima
Universitas Sumatera Utara
18
masyarakat hingga saat ini. Karena itu, perlu dikembangkan kompor bioetanol yang lebih berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Dan itu
sangat memungkinkan karena cara kerjanya yang amat sederhana [1].
2.5. Bioetanol Gel