Islamisasi yang Gagal

Islamisasi yang Gagal

Di tahun 1982, Ismail Raji al-Faruqi, cendekiawan Muslim Palestina-Amerika, menulis buku The Islamization of Knowledge; isinya mengajak kaum Muslim mengkritisi semua ilmu-ilmu Barat yang mulai masuk, dipelajari, dikuasai, dan dilestarikan dalam lembaga-lembaga pendidikan di negeri-negeri berpenduduk mayoritas Muslim. Kenapa harus dikritisi? Karena ilmu-ilmu Barat itu tidak bebas-nilai, tidak value-free, 100% obyektif murni, tapi malah mengandung nilai-nilai (value-laden), yakni nilai- nilai Barat yang amat sekuler dan atheistik. Kalau ilmu-ilmu Barat yang kadung dipelajari dan dikuasai kaum Muslim itu tidak segera di-islam-kan (Islamization), maka muncullah generasi Muslim di negeri Muslim tapi di bawah sadarnya malah menjunjung nilai-nilai sekuler Barat.

Gagasan beliau ditanggapi amat serius oleh semua otoritas Muslim. Ada yang pro; tak sedikit yang kontra. Tapi karena gagasan beliau, muncullah ilmu-ilmu baru made-in dan made-by umat Islam, semisal Ilmu Ekonomi Islam (Ilmu Ekonomi Syari’ah), Ilmu Perbankan Islam (Ilmu Perbankan Syari’ah), Ilmu Manajemen Syari’ah,

Ilmu Psikologi Islam, Ilmu Antropologi Islam, Ilmu Epistemologi Islam, de-el-el. Imbasnya malah memunculkan fenomena yang tidak kalah serunya: Salon Islami, Kolam Renang Islami, bahkan Ojek Islami (Diskotik Islami, jugakah??).

Sayangnya, proyek mega-raksasa Islamisasi Ilmu tersebut lebih merupakan tren tahun 1990an daripada program mondial umat Islam yang riel dan berkelanjutan. Di tahun 2016an ini sudah tidak terdengar lagi produksi ilmu-ilmu baru hasil islamisasi ini. Everything, then, turns normal as always. Segalanya pun berjalan seperti biasa kembali. Ilmu-ilmu produksi Barat terus diimpor di dunia Islam. Yang sudah diislamkan, tetap hidup (seperti Ilmu Perbankan Syari’ah), tapi ilmu-ilmu Barat baru yang belum sempat diislamkan (mungkin karena umat Islam sudah sibuk cari posisi di partai politik lokalnya), terus diimpor, terus dipelajari, terus dikuasai. Tak ada kritik. Tak ada keluhan. Sudah ‘lâ ba’tsa!’. Sudah dianggap tak berbahaya!

Lagipula, semua buku-buku (baca, ilmu-ilmu) di kebanyakan (tepatnya mungkin, semua) SDIT, SMPIT, SMAIT, di Universitas Islam, yang sempat saya teliti dan survei, tetap saja buku-buku Barat yang berisi ilmu-ilmu Barat. Kalau pun ada, paling banter di kover depannya diberi kaligrafi indah bertulisan ‘Bismillah’ dan di kover belakangnya ‘Alhamdulillah’, tapi isinya ya itu-itu juga: ilmu-ilmu Barat yang sudah tidak sempat diislamkan. Wajar saja kalau ada yang mencari nafkah sebagai ustadz atau kyai; Wong yang dia baca buku Ekonomi Kapitalis dan yang dia kuasai Ilmu Ekonomi Kapitalis! Kalau kyai dan ustadz itu sejenis profesi, maka semua keturunan Muhammad SAW seharusnya dapat royalty bulanan dari copyright hadits dan ayat yang mereka pakai dalam semua ceramah mereka. Iyya dong! Coba baca lagi deh Undang-Undang HAKI, yang memang terinspirasi dari Kapitalisme Global!

Semestinya, yang dilakukan bukan hanya islamisasi ilmu, tapi produksi ilmu-ilmu baru. Daripada sekedar mengislamkan Ilmu Ekonomi Kapitalis Barat, mengapa kita tidak membuat saja seribu satu ilmu baru yang riel menjawab seribu-satu tantangan dan soal kontemporer kita detik ini? Soal-soal umat Islam kontemporer membutuhkan ilmu-ilmu yang juga kontemporer. Banyak umat Islam di Indonesia yang masih miskin, ayo coba buat ‘Fiqih Mengentaskan Kemiskinan’. Banyak umat Islam Indonesia yang korupsi, ayo coba buat ‘Tafsir Menghapus Korupsi’. Banyak anak Muslim kita yang menjadi korban pelecehan seksual di pesantren-pesantren (ironis, bukan?), ayo coba buat ‘Tasawuf Membebaskan Pelecehan Seksual’. Terlalu banyak pedagang Muslim tapi berkelakuan kafir (seperti pedagang Bakso Borax Segunung, pedagang kue-kue basah beracun, de-el-el), ayo coba bikin ‘Fiqih Menghapus Kelakuan Kafir dalam Perdagangan Muslim’. Terlalu banyak pemimpin politik Muslim tapi berakhlak kafir (seperti politisi partai Muslim yang ikutan korupsi, ikutan berzina dengan PSK cantik, ikutan nonton pertunjukan belly dance, menghabiskan uang rakyat untuk hedonisme, de-el-el), ayo coba buat ‘Fiqih Menghapus Kelakuan Kafir dalam Politik Islam’. Itu lebih berdayaguna nyata daripada sekadar menempelkan ayat-ayat dan hadits-hadits dalam semua baris halamannya, tapi kandungan inti bukunya tetap berisi ajaran-ajaran dari Ilmu Ekonomi Kapitalis!