Bentuk Komunikasi Pengajar Dan Murid Dalam Meningkatkan Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji Depok
INTELEKTUAL ANAK TUNAGRAHITA DI
SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA BEJI DEPOK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)
Oleh:
SITI RUPAEDAH
NIM. 108051000115
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2013
(2)
(3)
(4)
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Januari 2013
(5)
Siti Rupaedah
Bentuk Komunikasi Pengajar dan Murid dalam Meningkatkan Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji Depok
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Intelektual atau kecerdasan memiliki tujuh komponen yaitu kecerdasan linguistik-verbal, logis-matematis, spasial-visual, ritmik-musik, kinestetik, kecerdasan interpersonal dan intrapersonal. Salah satu permasalahan yang dihadapi tunagrahita adalah mereka mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat dan didengar sehingga menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Hal tersebut dapat menjadi tantangan tersendiri bagi para pengajar dalam menyampaikan materi belajar. Sekarang ini sudah banyak ditemui sekolah atau tempat terapi bagi anak-anak yang menderita tunagrahita. Salah satunya adalah Sekolah Luar Biasa Nusantara berasrama di Beji, Depok.
Untuk itu pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana bentuk komunikasi yang digunakan pengajar di Sekolah Luar Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan intelektual (dalam hal ini kecerdasan berbahasa) anak tunagrahita tingkat SD kelas 1 dan 2? Serta bagaimana kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita?
Menurut Joseph A. Devito komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi ini berlangsung secara dialogis sehingga terjadi interaksi antara pemberi pesan dan penerima, bahkan keduanya dapat saling bertukar posisi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian yang ditujukan untuk mengumpulkan data aktual dan rinci mengenai gejala yang terjadi, kemudian mengidentifikasi masalah dan cara orang lain menghadapi kondisi tertentu, dan selanjutnya mempelajari pengalaman mereka. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara observasi, wawancara serta dokumentasi.
Hasilnya diketahui bahwa bentuk komunikasi yang digunakan oleh pengajar untuk meningkatkan kemampuan membaca, menulis, berbicara adalah bentuk komunikasi antarpribadi. Yaitu suatu bentuk komunikasi, dimana antara guru dan murid atau sebaliknya, dapat saling berinteraksi, berkomunikasi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunikasi antarpribadi ini terjadi karena guru memberikan materi belajar tidak secara umum, tetapi kepada individu (murid) sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Anak tunagrahita ini juga masih dapat belajar menulis, membaca meskipun sederhana, dan berbicara meskipun ada yang terbata-bata.
(6)
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah atas rahmat dan magfirah-Nya yang senantiasa tercurahkan kepada hamba-hambanya. Serta shalawat dan salam kucurahkan untuk Nabiku tercinta yakni Nabi Muhammad SAW semoga kita mendapatkan syafaatnya kelak di yaumil akhir.
Penulis bersyukur bahwasanya skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam penulisan ini banyak menyita waktu, tenaga dan pikiran. Meski demikian, penulis berharap proses tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengalaman tersendiri untuk masa depan. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan bagi para pembaca.
Terwujudnya skripsi ini pada hakekatnya adalah berkat pertolongan Allah SWT, namun tidak terlepas pula bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan dorongan, semangat, dan bimbingan yang sabar dan tak ternilai harganya. Untuk itu penulis menghanturkan terima kasih yang tiada terhingga kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Drs. Wahidin Saputra, M.A, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs. Mahmud Djalal, M.A, selaku Pembantu Dekan
(7)
2. Drs. Djumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Dra. Umi Musyarofah, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).
3. Nasichah, M.A, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan praskripsi.
4. Rubiyanah, MA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan pengarahan.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selama ini telah memberikan ilmu pengetahuan. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat.
6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah melayani penulis dalam mempergunakan buku-buku dan literatur yang penulis butuhkan selama penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta, atas segala kasih sayang, perhatian, dorongan, yang tak pernah lelah dan bosan dalam membiayai kuliah
serta do’a yang selalu dipanjatkan untuk anak-anaknya
8. Seluruh keluarga besar, kakak tercinta, bibi, dan paman yang telah banyak memotivasi untuk cepat lulus.
(8)
Nusantara yang telah mengizinkan saya untuk dapat melakukan penelitian. Dan dengan terbuka melayani setiap pertanyaan.
10.Seluruh teman-teman KPI D 2008, yang selalu memotivasi, menemami sepanjang menuntut ilmu di bangku kuliah, baik dalam keadaan suka dan duka.
11.Dan untuk orang-orang yang tidak bisa disebutkan satu persatu, tapi turut serta memberikan suntikan semangat untuk segera menyelesaikan kuliah ini.
Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis serahkan, semoga mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Mungkin skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Meski begitu besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 15 Januari 2013
Penulis
(9)
ABSTRAK……… ii
KATA PENGANTAR………. iii
DAFTAR ISI………. vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………. 4
C. Tujuan Penelitian ……….... 5
D. Manfaat Penelitian ………. 5
E. Metodologi Penelitian ……….... 5
F. Tinjauan Pustaka ……….... 9
G. Sistematika Penulisan ………... 10
BAB II LANDASAN TEORI A. Ruang Lingkup Komunikasi ………... 12
1. Definisi Komunikasi ………... 12
2. Unsur-unsur Komunikasi ……….. 14
3. Karakteristik Komunikasi ………... 16
4. Bentuk Komunikasi ……….. 17
5. Hambatan Komunikasi ………. 21
B. Kecerdasan Linguistik Verbal ……….... 24
C. Tunagrahita ………... 26
1. Definisi Tunagrahita ………... 26
2. Klasifikasi Tunagrahita ……….... 27
3. Hambatan dan Karakteristik Tunagrahita ………... 38
BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA A. Sejarah dan Profil Sekolah ………. 31
B. Struktur Pengurus ………... 34
C. Program atau Kegiatan yang Tersedia ……….... 35
(10)
B. Kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita ………... 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………. 58
B. Saran-saran ………. 59
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(11)
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan pilar yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan pengetahuan yang diperoleh, seseorang dapat merubah jalan hidupnya ke arah yang lebih baik. Atau paling tidak dengan pengetahuan yang dimiliki, seseorang dapat membedakan mana yang baik dan tidak untuk dirinya sendiri. Untuk itu sudah menjadi tugas bagi setiap orang tua dan mereka yang peduli, agar memberikan pendidikan bagi anak-anak sejak usia dini. Tak terkecuali untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Khusus adalah suatu usaha pembelajaran untuk mengembangkan semua potensi kemanusiaan peserta didik luar biasa baik yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan (berkebutuhan khusus) secara optimal agar dapat bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Salah satu Sekolah Luar Biasa yang memberikan pembelajaran kepada anak-anak berkebutuhan khusus adalah SLB Nusantara di Beji, Depok. Sekolah ini menampung penderita tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan autis untuk dapat menimba ilmu. Berbeda dengan sekolah pada umumnya, setiap kelas di SLB ini hanya terdiri dari 5-10 orang murid.
(12)
Tunagrahita sendiri merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif ini mencakup area komunikasi, merawat diri, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol diri, serta pemanfaatan waktu luang dan kerja. Karena itulah, jika anak kelas 1 SD di sekolah umum berkisar antara usia 6 atau 7 tahun, maka tidak demikian dengan di Sekolah Luar Biasa. Disini usia tidak bisa menjadi patokan, bisa saja usia SMP atau SMA tetapi masih harus belajar di tingkat SD.
Anak dengan handaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi, mental, emosi, sosial dan fisik. Untuk itu prinsip pembelajaran yang diperlukan yaitu prinsip kebutuhan dan keaktifan, kebebasan yang mengarah, pemanfaatan waktu luang dan kompensasi, kekeluargaan dan kepatuhan kepada orang tua, setia kawan, perlindungan, minat dan kemampuan, disiplin, serta kasih sayang.1
Salah satu permasalahn yang dihadapi tunagrahita adalah mereka mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat, didengar sehingga menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
Padahal manusia adalah mahluk sosial yang berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, baik itu lingkungan tempat tinggal, sekolah maupun lingkungan kerja. Komunikasi menjadi penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, memupuk hubungan dengan orang lain, serta terhindar dari tekanan dan ketegangan. Untuk itu, pengajaran baca tulis menjadi penting pula sebagai dasar atau pondasi untuk berbicara.
1
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h.45
(13)
Pembelajaran di kelas belum tentu dapat berjalan sesuai dengan keinginan pengajar. Seringkali guru atau pengajar harus mengikuti keinginan muridnya masing-masing, dengan memberi kebebasan melakukan hal yang mereka suka. Setelah mereka merasa nyaman barulah pengajar dapat memberikan materi belajar yang telah disiapkan. Setiap pengajar harus dapat mengetahui karakteristik murid-muridnya. Saat seorang anak tidak mau belajar, pengajar juga harus memberikan perhatian dan pendekatan untuk dapat mengetahui alasannya.
Proses pembelajaran di kelas merupakan suatu interaksi antara guru dengan siswa dan suatu komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam suasana edukatif untuk pencapaian suatu tujuan belajar. Dalam proses pembelajaran ini, kedua komponen tersebut yaitu interaksi dan komunikasi harus saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.
Namun demikian, tujuan pembelajaran disini bukan hanya untuk meningkatkan pengetahuannya, tetapi juga untuk mempersiapkan para siswa dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita) agar dapat hidup secara mandiri, dapat menghidupi diri sendiri, dan mungkin keluarganya, setelah yang bersangkutan keluar dari sekolah. Atau minimal mereka dapat bersosialisasi dengan baik di masyarakat serta bersikap sopan santun.
Tidak seperti SLB yang lain, SLB Nusantara ini menyediakan asrama bagi siswanya yang berasal dari luar daerah. Selain itu bagi mereka yang telah lulus tingkat SMA disediakan pula fasilitas keterampilan seperti komputer, untuk mendesain pin dan gelas, atau keterampilan menjahit.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirasa penting untuk meneliti bagaimana para pengajar di Sekolah Luar Biasa berkomunikasi dengan anak-anak
(14)
tunagrahita dalam membantu mengembangkan dan meningkatkan kemampuan mereka terutama kemampuan bahasa secara optimal. Untuk itu penelitian ini diberi judul “Bentuk Komunikasi Pengajar Dan Murid Dalam Meningkatkan Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa
Nusantara Beji Depok”
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasannya tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi hanya pada pola komunikasi pengajar anak-anak yang menderita tunagrahita ringan di tingkat SD (sekolah dasar) kelas 1 dan 2 Sekolah Luar Biasa Nusantara. Kemampuan intelektual (kecerdasan) juga dibatasi hanya pada kecerdasan linguistik-verbal.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana bentuk komunikasi yang digunakan pengajar Sekolah Luar Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita?
(15)
C. Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui judul serta latar belakang masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bentuk komunikasi yang digunakan pengajar Sekolah Luar Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita
2. Mengetahui kemampuan berbahasa anak tunagrahita
3. Mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat peningkatan kemampuan berbahasa anak tunagrahita.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmu komunikasi, terutama dalam upaya komunikasi yang efektif
2. Manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya untuk lebih peduli dengan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Dan sebagai masukan bagi lembaga-lembaga lainnya yang bergerak dibidang yang sama.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
(16)
lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.2 Dengan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu metode penelitian yang ditujukan untuk mengumpulkan data aktual dan rinci mengenai gejala yang terjadi, untuk kemudian mengidentifikasi masalah dan cara orang lain menghadapi kondisi tertentu, dan selanjutnya mempelajari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.3
Disini peneliti akan berinteraksi secara langsung dengan subjek penelitian untuk mengamati kegiatan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan apa yang diteliti, agar mendapatkan gambaran yang nyata.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini yaitu pengajar atau guru SD di Sekolah Luar Biasa Nusantara. Sedangkan objek penelitiannya adalah pola komunikasi yang digunakan oleh pengajar Sekolah Luar Biasa Nusantara di kelas dalam meningkatkan kemampuan intelektual (kecerdasan bahasa) anak-anak tunagrahita.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan mulai September-November 2012. Di Sekolah Luar Biasa Nusantara, Jalan Sempu I Rt 06 Rw 04, Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok.
2
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 4
3
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 25
(17)
4. Tahapan Penelitian
a. Teknik Pengumpulan Data
1) Observasi
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subjek (orang), objek (benda-benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.4 Selain itu observasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan pemilihan, pengubahan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang diamati.5
Observasi ini akan dilakukan di sekolah, terutama di dalam kelas, yaitu tentang bagaimana komunikasi antara pengajar dengan anak-anak tunagrahita tersebut terjalin. Secara jelasnya adalah tentang cara penyampaian pesannya, alat-alat pendukung yang digunakan, cara pengajar mengatasi suatu masalah, dan tanggapan dari setiap murid. 2) Wawancara
Wawancara adalah pertemuan antara dua orang dengan maksud bertukar informasi atau ide melalui tanya jawab.6 Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara langsung kepada kepala sekolah dan pengajar tunagrahita ringan kelas 1 dan 2 SD di Sekolah Luar Biasa Nusantara. Tentang bagaimana cara pengajar menyampaikan materi belajar untuk meningkatkan kemampuan murid dalam berbahasa.
4
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 34
5
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, h. 83
6
Sugiyono, Metode PenelitianKuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 231
(18)
3) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sumber data yang diambil dari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini, baik dari pihak yayasan ataupun pihak lainnya seperti dari buku, majalah, artikel dan lain-lain.
b. Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh akan diolah dan disusun berdasarkan pedoman penulisan karya ilmiah yaitu buku CeQda yang diterbitkan oleh Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, yang berjudul “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi)”
c. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Menurut Bogdan, analisis data kualitatif merupakan proses mencari dan menyusun data-data yang diperoleh melalui wawancara, catatan lapangan atau observasi, dan bahan-bahan lain secara sistematis, dengan mendeskripsikan atau menggambarkannya secara tertulis. Sehingga dapat dengan mudah dipahami dan hasilnya dapat diinformasikan kepada orang lain.7 Dan agar lebih mempermudah penyusunannya, hasil penelitian ini akan dijabarkan secara jelas sesuai dengan perumusan masalahnya.
7
(19)
F. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan terhadap beberapa tulisan, buku, dan skripsi tentang pola komunikasi, diantaranya skripsi dari:
Herman Setiawan, dengan metode analisis deskriptif, dalam skripsinya menemukan pola komunikasi yang digunakan pengasuh dalam pembinaan akhlak adalah komunikasi yang bersifat kelompok. Selain itu ada juga pola komunikasi antar pribadi yang lebih sering digunakan pada saat diluar proses belajar mengajar, seperti pada waktu istirahat.8
Nurhasanah, dengan metode deskriptif analisis, dalam skripsinya menemukan pola komunikasi yang digunakan guru-guru agama dalam menerapkan nilai-nilai keislaman adalah dengan komunikasi antar pribadi yaitu pada saat murid menghafal Al-Qur’an atau hadits, dan komunikasi kelompok pada saat belajar mengajar di dalam kelas. Teori yang digunakan adalah teori Wibur Scramm bahwa komunikasi didasarkan atas hubungan antar satu sama lain yang fokus pada informasi yang sama, dan berada dalam komunikasi tatap muka.9
Heldawati, dengan metode deskriptif, dalam skripsinya menemukan pola komunikasi yang digunakan Pembina dalam program pembinaan muallaf adalah pola roda yaitu pada saat Pembina memberikan materi kepada muallaf dalam
8
Herman Setiawan, Pola Komunikasi Antara Pengasuh dengan Anak Asuh dalam Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan Al-Ikhsan Vila Tomang Tangerang (Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2010)
9
Nurhasanah, Pola Komunikasi Guru dan Murid dalam Penerapan Nilai-nilai Keislaman di MAN 7 Jakarta (Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2010)
(20)
jumlah yang besar, dan pola bintang pada saat pemberian materi rukun iman dan islam, dimana semua anggota saling berkomunikasi.10
Dari ketiga tinjauan pustaka diatas yang membedakannya dengan penelitian ini yaitu terletak pada tempat, subjek dan objek penelitiannya, penelitian ini bertempat di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji, Depok, subjeknya adalah Pengajar di kelas 1 dan 2 SD, dan objeknya yaitu bentuk komunikasi yang digunakan guru kepada murid.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, untuk itu penulis membaginya menjadi lima bab yang tiap-tiap babnya terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Di dalamnya berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Menguraikan tentang difinisi komunikasi, unsur-unsur komunikasi, karakteristik komunikasi, bentuk komunikasi, hambatan komunikasi, kecerdasan linguistik-verbal, dan pengertian, klasifikasi serta karakteristik tunagrahita.
10
Heldawati, Pola Komunikasi Antara Pembina dan Muallaf Pada Program Pembinaan Muallaf di Masjid Sunda Kelapa Jakarta, (Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2011)
(21)
BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA Gambaran umum ini berisi tentang sejarah dan profil sekolah, struktur kepengurusan, kegiatan atau program-program yang disediakan sekolah, serta keadaan guru dan murid-murid.
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN
Berisi tentang bentuk komunikasi yang terjadi antara pengajar dengan anak tunagrahita di dalam kelas, kemampuan berbahasa yang dimiliki tunagrahita, serta faktor pendukung dan penghambat komunikasi tersebut.
BAB V PENUTUP
Berisikan kesimpulan yang berkaiatan dengan bentuk komunikasi yang digunakan oleh pengajar dalam meningkatkan kemampuan intelektual anak-anak penderita tunagrahita, dan saran bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan anak tunagrahita.
(22)
12 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ruang Lingkup Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Secara etimologi (bahasa), komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio yang bersumber dari kata communis yang berarti sama. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, makna atau pesan dianut secara sama.1 Namun secara umum banyak definisi mengenai komunikasi, tergantung paradigma atau perspektif yang digunakan para ahli komunikasi dalam menjelaskan fenomena komunikasi yang mereka temukan. Secara terminologi (istilah) ada beberapa definisi mengenai komunikasi, definisi tersebut diantaranya yaitu:
a. Menurut Theodore M. Newcomb, “setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima”
b. Gerald R. Miller menyatakan “komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima”
1
(23)
c. Pernyataan yang senada di katakan oleh Everett M. Rogers (1981), “komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.
d. Sedangkan menurut Harold Laswell, “Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect?” atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh yang Bagaimana?2
Pada definisi yang diungkapkan Everett M. Rogers, baik komunikator atau komunikan sebagai partisipan sama-sama aktif dalam merumuskan isi pesan yang dapat dimengerti dan disetujui oleh kedua belah pihak. Ini merupakan cirri komunikasi dua arah, yakni isi pesan bukan hanya dimengerti oleh satu pihak saja tetapi kedua-duanya. Dengan demikian efek komunikasi yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.3
Tidak ada yang salah atau benar dalam definisi-definisi diatas. Tergantung dalam konteks apa komunikasi itu digunakan. Dalam hal ini menurut penulis, secara singkat komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya penyampaian pesan atau informasi dari sumber kepada penerima, dengan atau tanpa media, dengan harapan terjadi perubahan atau efek ke arah yang lebih baik.
2
Ibid., h. 69
3
M. Budyatna dan Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: universitas Terbuka, 1994), h. 25
(24)
Pada hakikatnya komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Pesan ini dapat berupa pesan verbal atau non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang berupa kata-kata lisan atau tulisan, sedangkan non verbal adalah pesan yang berupa isyarat badan atau gerakan.
2. Unsur-unsur Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses kegiatan yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu:
a. Komunikator
Yaitu unsur yang pertama kali menyampaikan pesan4 atau menghubungkan pesan kepada seseorang atau beberapa orang.
b. Pesan
Adalah seperangkat lambang, baik berupa ide atau informasi bermakna yang disampaikan oleh komunikator kepada pendengarnya.5
Pesan sendiri dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
1) Informatif adalah komunikasi yang memberikan keterangan-keterangan, kemudian mengambil kesimpulan
4
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 46
5
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 59
(25)
dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu komunikasi informatif justru berhasil dan persuasif.
2) Persuasif adalah komunikasi yang berisikan bujukan, yaitu membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan sikap, dan perubahan ini diterima atas kesadaran sendiri. 3) Koersif adalah komunikasi dengan menggunakan
sanksi-sanksi. Bentuknya dikenal dengan agitasi, yaitu penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin diantara sesama dan dikalangan publik.
c. Media
Yaitu sarana atau saluran yang mendukung pesan jika penerima (komunikan) jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.
d. Komunikan
Yaitu orang yang menerima pesan dari komunikator.6 Saat komunikasi terjadi dua arah, maka komunikan dapat berperan sebagai komunikator.
e. Efek
Yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari pesan yang disampaikan. Yang terpenting dalam sebuah proses komunikasi adalah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan oleh
6
(26)
komunikator dapat memberikan dampak atau efek kepada komunikan. Dampak tersebut dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Dampak kognitif. Yaitu dampak yang timbul pada komunikan yang menyebabkan menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya
2) Dampak afektif. Yaitu dampak yang tidak hanya sekedar komunikan menjadi tahu, tetapi juga tergerak hatinya. Menimbulkan perasaan tertentu, misalnya iba, terharu, sedih, gembira, marah dan lain-lain
3) Dampak behavioral. Yaitu dampak yang timbul berupa perilaku, tindakan atau kegiatan. Misalnya berbuat seperti apa yang disarankan atau berbuat yang tidak disarankan (menentang).7
3. Karakteristik Komunikasi
a. Komunikasi adalah suatu proses
Artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam waktu tertentu.
b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan tertentu
7
(27)
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja sesuai dengan kemauannya, serta sesuai dengan tujuan yaitu hasil atau akibat yang ingin dicapai.
c. Komunikasi menuntut adanya patisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat
Komunikasi akan berlangsung dengan baik jika pihak-pihak yang melakukan komunikasi sama-sama terlibat dan mempunyai perhatian yang sama pada pesan yang dikomunikasikan.
d. Komunikasi bersifat simbolis
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya bahasa.
e. Komunikasi bersifat transaksional
Pada dasarnya komunikasi menuntut adanya tindakan yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut perlu dilakukan secara seimbang oleh pelaku yang terlibat dalam komunikasi.
f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Para peserta atau pelaku yang terlibat komunikasi tidak perlu lagi hadir dalam ruang dan waktu yang sama. Karena dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini (telepon, email, dan sebagainya)
(28)
kedua faktor tersebut bukan menjadi persoalan dalam berkomunikasi.8
4. Bentuk Komunikasi
Onong U. Effendi menyebutkan dalam bukunya Dimensi-Dimensi komunikasi, berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikan, komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk: komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa.
a. Komunikasi antarpribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua orang dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi ini dapat berlangsung secara tatap muka atau melalui medium seperti telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi ialah sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two way traffic communication). Efektifnya komunikasi antar pribadi ini ialah karena adanya arus balik langsung, sehingga komunikator dapat melihat seketika tanggapan komunikan. Pengertian efektif dalam komunikasi antar pribadi ini yaitu hubungannya dengan perubahan sikap (attitude change).9
Komunikasi antar pribadi menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” (Devito, 1989) “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang
8
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 33
9
(29)
atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”10
Keuntungan dari situasi komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya yang berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan adanya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi ini dapat berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.
Dalam proses komunikasi ini juga nampak adanya upaya dari para pelaku agar terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati. Disinilah terjadinya saling menghormati, bukan karena status sosial ekonomi, melainkan karena didasarkan anggapan bahwa masing-masing memang wajib, berhak, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.11
Jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain, komunikasi antarpribadi dinilai yang paling berpengaruh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Karena itulah komunikasi antar pribadi sering digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasive, yaitu suatu teknik komunikasi secara psikologis yang sifatnya halus, berupa ajakan, bujukan atau rayuan.12
10
Onong U. Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 59
11
Ibid., h. 60
12
(30)
b. Komunikasi kelompok
Komunikasi kelompok (group communication) adalah komunikasi antara seseorang dengan sejumlah orang yang berkumpul bersama-sama secara sengaja dalam bentuk kelompok. Kelompok tersebut bisa kecil (small group) bisa juga besar (large group), tetapi jumlah orang dalam anggota kelompok itu tidak dapat ditentukan dengan eksak.
1) Kelompok kecil atau kadang disebut micro group adalah kelompok yang dalam situasi komunikasinya terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal. Dengan kata lain komunikator dapat melakukan komunikasi antar pribadi dengan salah seorang anggota kelompok.
2) Kelompok besar atau disebut juga macro group. Dalam komunikasi ini kontak pribadi antara komunikator dengan komunikan jauh lebih kurang dibandingkan dengan situasi kelompok kecil. Apabila anggota kelompok besar memberikan tanggapan kepada komunikator maka tanggapan itu lebih bersifat emosional. 13
c. Komunikasi massa
Komunikasi masa (mass communication) ialah komunikasi melalui media masa modern dengan jangkauan yang luas, seperti surat kabar, siaran radio dan televisi serta film. Namun menurut
13
(31)
Everett M. Rogers, selain media masa modern ada juga media masa tradisonal seperti teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun dan lain-lain.
Umumnya media masa modern menunjukan seluruh sistem dimana pesan-pesan diproduksikan, dipilih, disiarkan, diterima dan ditanggapi. Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dan dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media.14
5. Hambatan Komunikasi
Ada beberapa hal yang seringkali menjadi hambatan dalam komunikasi, diantara yang harus diperhatikan yaitu:
a. Gangguan
Menurut sifatnya, ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi:
1) Gangguan mekanik. Gangguan ini disebabkan oleh saluran atau media yang digunakan dalam komunikasi yang berbentu fisik. Seperti gangguan suara pada pesawat radio.
2) Gangguan semantik. Gangguan jenis ini bersangkutan dengan bahasa yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan.
14
(32)
b. Kepentingan
Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang hanya akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Kepentingan tidak hanya mempengaruhi perhatian saja tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku.
c. Motivasi terpendam
Motivasi akan membuat seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar pula kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh komunikan.15
d. Hambatan Psikologis dan Sosial
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi. Misalnya, bencana yang menimbulkan trauma pada komunikan sehingga sulit diajak komunikasi.
Selain itu faktor prasangka juga merupakan hambatan yang berat bagi suatu komunikasi, karena orang yang mempunyai prasangka, terlebih yang tidak baik, akan cepat bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melakukan komunikasi. Dalam
15
(33)
prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran yang rasional.16
Hambatan-hambatan komunikasi yang seringkali ditemui dalam proses belajar mengajar antara lain:
a. Verbalisme. Dimana guru menerangkan pelajaran hanya melalui kata-kata atau secara lisan. Disini yang aktif hanya guru, sedangkan murid lebih banyak bersifat pasif, dan komunikasi bersifat satu arah.
b. Perhatian yang bercabang. Yaitu perhatian murid tidak terpusat pada informasi yang disampaikan guru, tetapi bercabang perhatian lainnya.
c. Kekacauan penafsiran. Terjadi disebabkan berbedanya daya tangkap murid, sehingga sering terjadi istilah-istilah yang sama namun diartikan berbeda-beda.
d. Tidak adanya tanggapan. Yaitu murid-murid tidak merespon secara aktif apa yang disampaikan oleh guru, sehingga tidak terbentuk sikap yang diperlukan. Disini proses pemikiran tidak terbentuk sebagaimana mestinya.
e. Kurang perhatian. Hal ini disebabkan karena prosedur dan metode pengajaran kurang bervariasi, sehingga penyampaian informasi yang monoton menyebabkan timbulnya kebosanan murid.
16
(34)
f. Keadaan fisik dan lingkungan yang mengganggu. Misalnya objek yang terlalu besar atau kecil, gerakan yang terlalu cepat atau lambat, dan objek yang terlalu kompleks serta konsep yang terlalu luas, sehingga menyebabkan tanggapan murid menjadi mengambang.
g. Sikap pasif anak didik. Yaitu tidak bergairahnya siswa dalam mengikuti pelajaran disebabkan kesalahan memilih teknik komunikasi.17
B. Kecerdasan Linguistik Verbal
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Intelektual berarti cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. (Depdiknas, 2005:437)18
Howard Gardner dalam bukunya, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (1983) mengusulkan bahwa kecerdasan memiliki tujuh komponen. Yaitu kecerdasan linguistik-verbal, kecerdasan logis-matematis, spasial-visual, ritmik-musik, kinestetik, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal.19
Kecerdasan linguistik-verbal mengacu pada kemampuan menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakannya secara kompeten melalui
17
Basyirudin Usman dan Asnawir, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h.6
18
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 437
19
May Lwin, dkk., Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, (T.tp.:PT. Indeks, 2008), h. 2
(35)
kata-kata untuk mengungkapkan pikiran dalam bentuk berbicara, membaca dan menulis.20
Kecerdasan berbahasa mencakup kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa atau kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.21
Keterampilan membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar dalam komunikasi. Cerdas dalam kata-kata juga merupakan kemampuan yang memungkinkan manusia untuk dapat berkomunikasi satu sama lain dalam tataran sosial. Dan komunikasi yang efektif memungkinkan seseorang untuk memahami orang lain, mempengaruhi orang lain, belajar dari orang lain, dan belajar lebih tentang diri sendiri.
Anak-anak yang mengetahui kata-kata akan belajar memahami dan menggunakan bahasa, khususnya bahasa lisan dan tulis. Hal ini yang kemudian akan membantu mereka bersosialisasi dengan lingkungan dan membuka pintu untuk menguasai berbagai pelajaran mulai dari sains, matematika, sejarah dan lain-lain.
Bahasa menurut Myklebust (1955) didefinisikan sebagai perilaku simbolik yang mencakup kemampuan seseorang dalam mengikhtisarkan, mengikatkan kata-kata dengan arti, dan menggunakannya sebagai simbol untuk berpikir dan mengekspresikan ide, maksud dan perasaan.22
20
May Lwin, h. 11
21
Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 12
22
T. Sutjihati Soemantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 113
(36)
Beberapa hal dibawah ini merupakan kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, diantaranya:
Keterampilan verbal
1. Berbicara dalam kalimat
2. Memahami dan mengikuti perintah 3. Menirukan dan memainkan peran
4. Merangkai kata-kata untuk berkomunikasi Keterampilan membaca dan menulis
1. Berusaha untuk menulis abjad dasar 2. Mulai membaca kata-kata sederhana 3. Mengenal abjad dengan baik
4. Memperlihatkan minat pada buku-buku23
C. Tunagrahita
1. Definisi Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam bahasa asing istilah yang digunakan seperti mental retardation, mentally retarded, mental deficiency.24
Definisi dari American Association of Mental Retardation/AAMR (Luckasson, 1992), dengan menitikberatkan pada tiga dimensi utama penilaian yakni kemampuan (capabilities), lingkungan tempat ia
23
May Lwin, dkk., Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, h. 22
24
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 136
(37)
melakukan fungsi kegiatan (environment), dan kebutuhan bantuan dengan berbagai tingkat keperluan (functioning dan support), hasilnya yaitu:
“Anak dengan hendaya perkembangan, mengacu pada adanya keterbatasan dalam perkembangan fungsional. Hal ini menunjukan adanya signifikansi karakteristik fungsi intelektual yang berada dibawah normal, bersamaan dengan kemunculan dua atau lebih ketidaksesuaian dalam aspek keterampilan penyesuaian diri (adaptif) meliputi: komunikasi, bina diri, kehidupan di rumah, keterampilan sosial, penggunaan fasilitas lingkungan, mengatur diri, kesehatan dan keselamatan diri, keberfungsian akademik, mengatur waktu luang, dan bekerja. Keadaan seperti itu secara nyata berlangsung sebelum usia 18 tahun”.25
Seseorang dikategorikan berkelainanan mental subnormal atau tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, sehingga untuk meningkatkan kemampuannya memerlukan bantuan atau layanan spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Bratanata, 1979).26
2. Klasifikasi Tunagrahita
a. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Mereka masih dapat membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Karena mereka dapat dididik menjadi tenaga kerja seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, dan pekerjaan tumah tangga.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka tampak seperti anak normal. Hanya saja
25
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h.62
26
Bratanata, “Pendidikan Anak Terbelakang Mental ” dalam Mohammad Effendi
(38)
mereka tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen.
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disbut juga imbesil. Mereka sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung. Tetapi mereka masih dapat dididik untuk mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan minum, mengerjakan pekerjaan rumah dan sebagainya. Namun dalam kehidupan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan yang terus menerus.
c. Tunagrahita Berat
Anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Mereka memerlukan bantuan perawatan total dalam hal merawat diri, makan dan lainnya. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.27
3. Hambatan dan Karakteristik Tunagrahita
Pada dasarnya tunagrahita menunjukan kecenderungan kemampuan yang rendah pada fungsi umum kecerdasannya, karena keterbatasan fungsi kognitif. Fungsi kognitif sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan.
27
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 139-141
(39)
Beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi kognitif yang juga menjadi karakteristiknya yaitu:
a. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret b. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
c. Kemampuan sosialisasinya terbatas
d. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
e. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi f. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis
dan hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.28
Menurut Hallahan, terdapat empat bidang hambatan kognisi pada anak yang tergolong kategori retardasi mental. Empat bidang tersebut adalah hambatan perhatian, ingatan, bahasa, dan prestasi akademik.
a. Hambatan Perhatian. Biasanya mereka kesulitan mencurahkan perhatiannya kepada aspek yang bermacam-macam
b. Hambatan Ingatan. Mereka sulit mengingat suatu benda atau proses yang telah dialaminya
c. Hambatan Bahasa. Karena mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat dan didengar sehingga menyebabkan kesulitan dalam berbicara
28
(40)
d. Prestasi Akademik. Karena terlambat dalam perkembangan mental, tunagrahita mengalami masalah dalam keterampilan akademik di banding kelompok usia sebaya.29
Sementara itu, Bandi Delphie dalam bukunya menyebutkan bahwa karakteristik anak tunagrahita, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita
b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (expectancy for failure)
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness)
d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri
e. Mempunyai permasalahan dengan perilaku sosial (social behavioral)
f. Mempunyai masalah dengan karakteristik belajar g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi
j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak30
29
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 155
30
Bandi Delphi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 17
(41)
31
GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA
A. Sejarah Dan Profil Sekolah 1. Sejarah
Berawal dari rasa prihatin terhadap adik kelas sewaktu kuliah di Pendidkan Luar Biasa, Bapak Sujono (saat ini menjabat sebagai ketua yayasan) menampung dua belas orang adik kelasnya tersebut di dua tempat yaitu di Depok dan Jakarta Selatan. Mereka mulai mencari murid, hingga muridnya terus bertambah banyak. Karena para guru (yang juga adik kelasnya) tinggal dan makan di sekolah, maka dibuatlah sekolah berasrama. Akhirnya pada tahun 1989 beliau membeli tanah di daerah Beji, Depok dari uang pribadi hasil penjualan rumah.
Saat ini beliau telah membangun dua Sekolah Luar Biasa di dua daerah yaitu di Beji, Depok dan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.1 Sekolah Luar Biasa Nusantara Ber-asrama tidak hanya menerima siswa-siswi ABCD (Tunanetra, Tunarungu, tunagrahita, Tunadaksa), tetapi juga Hiperaktif, Down Syndrom, Autis dan Epilepsi, mulai dari usia dini sampai usia lanjut. Motto sekolah adalah PAIKEM GEMBROT yang artinya Pendidikan Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan Gembira Berbobot.
Selain pendidikan formal, sekolah ini juga menyediakan beberapa program umum seperti:
1
(42)
a. Lembaga pendidikan komputer nusantara untuk Anak berbakat usia sekolah, SMKLB, alumni SMALB
b. Paket wisata alam nusantara, diadakan setiap minggu, maksimal 15 peserta di wilayah jabodetabek, waktunya satu hari. Kegiatan ini ditujukan untuk menghilangkan kejenuhan dari rutinitas sehari-hari c. Klinik tumbuh kembang ”Bunga Nusantara”, yaitu layanan terapi
untuk anak berkebutuhan khusus seperti terapi air, terapi perilaku, terapi okupasi, terapi wicara, terapi sensor integrasi, konsultasi anak dan tes psikologi.2
2. Profil
Nama Sekolah : SLB BCD NUSANTARA BER-ASRAMA
Status Sekolah : Swasta
NSS : 802026605001
Alamat Sekolah : Jl. Sempu Raya No. 120 Rt. 03 Rw. 04 Kel. Beji Kec. Beji Kota Depok 16421
Telp (021)7761131
Tahun Berdiri : 1989
Ijin Oprasional : No. 421.9/3124 – DISDIK/2003
Status Akreditasi : C
Waktu Penyelengaraan : Siang Hari Nama Kepala Sekolah : Kusnaeni, S.Pd
Nama Yayasan : YPLB NUSANTARA
2
(43)
Alamat Yayasan : Jl. Sempu Raya No. 120 Rt. 03 Rw. 04 Kel. Beji Kec. Beji Kota Depok 16421
Tlp./ Hp. (021) 7761131 / 08174948901 No Akte Notaris / Tahun : 117 / 2001
Nama Ketua Yayasan : Drs. Sujono, MM
Nama Komite : -
Visi :
Mewujudkan SLB BCD Nusantara Berasrama kota Depok sebagai salah satu sekolah unggulan dan terbaik di jawa barat.
Misi :
1. Meningkatkan kinerja aparatur sekolah yang efektif, efisien dan profesional
2. Meningkatkan segala potensi sumber daya sekolah
3. Mengembangkan wawasan keunggulan kreatif dan inovatif dibidang pendidikan
4. Membangguan komitmen kebersamaan dan keteladanan warga sekolah yang harmonis, religius yang dilandasi Iman dan Taqwa.3
3
(44)
B. Struktur Pengurus 4
4
Hasil wawancara dengan Bapak Kusnaeni pada Selasa, 20 November 2012 Kepala Sekolah
Kusnaeni, S.Pd Ketua Yayasan Drs. Sujono, MM
Wakil Kepala Sekolah Ani Riani Olahraga Kusnaeni Keterampilan Tuti Purwani Bina Diri Miftah Bendahara Neni Bimbingan Konseling Neni Keagamaan Sulistiani Kesenian Elis Tata Usaha Syahbani Pembelajaran Eka Program
(45)
C. Program atau Kegiatan yang Tersedia
Beberapa program atau kegiatan yang menjadi unggulan di sekolah ini yaitu:
1. Keterampilan. Sablon elektrik seperti membuat gelas, pin, topi dan kaos bergambar, serta menyulam dan memasang manik-manik
2. Bina Diri. Kegiatan dalam bina diri ini yaitu keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, mulai dari makan, minum, bersih-bersih, ke toilet, ganti baju dan lain-lain
3. Seni. Seperti memainkan alat musik dan tarian
4. Olahraga. Kegiatan olahraga ini yaitu renang, badminton, fitness5
D. Keadaan Guru dan Murid
Jumlah guru yang ada di sekolah ini yaitu 16 orang. Dengan status kepegawaian 1 orang pegawai negeri dan 15 lainnya pegawai swasta. Pendidikan terakhir masing-masing guru yaitu: 1 orang tamatan S2, 5 orang tamatan S1/D4, 3 orang tamatan SGPLB/D3/SARMUD/POLITEKNIK, dan 7 orang tamatan SMA/SMK/MA/MAK. Sedangkan jumlah muridnya yaitu 93 orang, 63 perempuan dan 35 laki-laki.6
Untuk kelas 1 dan 2 SD ini terdapat 7 orang murid, 6 laki-laki dan 1 perempuan. 4 orang termasuk tunagrahita ringan yaitu Ridwan, Shendi, Krist Hansen dan Naufal. 3 lainnya yaitu Raihan, Aldi dan Nina termasuk down syndrome dan tunagrahita. Yang menjadi fokus penelitian pada skripi ini adalah
5
Hasil wawancara dengan Bapak Kusnaeni pada Selasa, 20 November 2012
6
(46)
tunagrahita ringan, maka yang akan dibahas pada bab selanjutnya hanya 4 anak tersebut saja.
Jam belajar di sekolah yaitu mulai dari pukul 07.30-11.30, dengan jam istirahat pada pukul 09.30-10.00. Pada jam istirahat anak-anak akan tetap berada di dalam kelas untuk makan bekal yang dibawa masing-masing. Sementara guru mengawasi mereka, karena makan merupakan salah satu pelajaran bina diri bagi anak-anak tunagrahita, yang memang diharapkan setelah keluar dari sekolah mereka dapat mengurus dirinya sendiri. Waktu istirahat ini bisa dimanfaatkan oleh guru untuk lebih mendekatkan diri kepada muridnya dan menilai kemandiriannya.
Guru kelas 1 dan 2 SD ini merasa sudah sangat sayang dengan muridnya, hal tersebut dirasakan jika ada salah seorang murid yang tidak masuk maka beliau merasa kangen.7 Beliau berharap dengan rasa sayang yang diberikan dalam mengajar, murid-muridnya dapat mematuhi beliau karena sayang dan bukan takut.
Bahasa yang biasa digunakan oleh Ibu Rita (Guru kelas 1 dan 2 SD) dalam berbicara kepada muridnya cenderung bahasa yang baik, dikatakan baik karena sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia seperti: “tidak boleh bicara seperti itu”, “minta maaf kepada temannya”, “kalau tidak selesai, tidak boleh pulang”, “bersihkan sampahnya”, “nanti ibu kasih tau ayah ya kalau kamu nakal”.8
Selain bertanggung jawab terhadap pelajaran atau akademiknya, guru juga bertanggung jawab dengan keadaan muridnya. Anak tunagrahita cenderung mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri9 termasuk saat mereka
7
Wawancara dengan Ibu Rita Maryana 8
Observasi
9
Bandi Delphi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus,(Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 17
(47)
ingin buang air kecil atau besar. Jadi jika ada yang buang air kecil dicelana maka guru yang harus membantunya ke kamar mandi dan menggantikan celananya.
Identitas guru dan murid yang menjadi subjek penelitian: 1. Guru
Nama : Rita Maryana
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Oktober 1986
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : PGTK
Alamat : Kp. Sindangkarsa Rt 01 Rw 09 No.39,
Sukamaju, Tapos 2. Murid
Nama Tempat/Tanggal
lahir Agama Alamat
M. Ridwan (11 thn)
Cianjur
6 Agustus 2001
Islam Jl. KH. Ahmad Dahlan, Beji Timur, Depok
Shendi Freno Pratama (10 thn)
Jakarta,
20 Agustus 2002
Islam Jl. Temulawak, Citayam, Depok
Krist Hansen
Lamliembert (7 thn)
Belitung, 15 Mei 2005
Kristen Jl. Bioskop Surya No.164, Manggar, Belitung Timur Naufal Rizky
Pratama (7 thn)
Jakarta, 27 Juli 2005
Islam Jl. KH. Ahmad Dahlan VI, Beji, Depok
(48)
38
ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Bentuk Komunikasi yang Terjadi Antara Pengajar Dengan Anak Tunagrahita
Dalam teorinya, tunagrahita diklasifikasi menjadi tiga. Dan yang termasuk dalam penelitian ini adalah tunagrahita ringan, seperti dalam buku Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus tunagrahita ringan adalah mereka yang masih dapat membaca, menulis dan berhitung sederhana.1 Meskipun dengan usaha yang lebih dibandingkan anak lain seusianya. Karena mereka membutuhkan berkali-kali pengulangan agar dapat mengingat apa yang telah diajarkan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Dalam penyampaian materi, di sekolah umum biasanya murid akan mengikuti apa saja yang diberikan oleh guru. Tetapi di Sekolah Luar Biasa, khususnya pada anak tunagrahita tingkat SD kelas 1 dan 2 ini, bisa saja guru yang mengikuti keinginan dari murid-murid, yang penting materi pada hari itu tetap tersampaikan. Hal ini dilakukan karena kepribadian anak tunagrahita berbeda dengan yang lain, seperti yang dikatakan Ibu Rita “…beberapa diantaranya cenderung tempramen, sulit membedakan yang benar dan salah, dan lebih suka bermain”.2
Di sekolah ini, kelas 1 dan 2 SD digabung dalam satu ruangan. Selain karena ruang kelas yang terbatas, hal ini dilakukan karena jumlah muridnya tidak
1
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 139
2
(49)
sebanyak dengan di sekolah umum. Selain itu pelajaran untuk anak kelas 1 dan 2 cenderung sama, yaitu belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Di bawah ini beberapa hasil kegiatan harian di dalam kelas:
Hari/Tanggal Senin, 1 Oktober 2012 (10.30-11.30)
Mata Pelajaran IPA
Subjek Kegiatan
Guru Memberikan materi belajar IPA
Ridwan, Krist Hansen, Shendy menyalin tulisan KACANG HIJAU yang diberikan guru di buku masing-masing siswa. Naufal tidak ada di dalam ruangan.
Ridwan dan Shendi
Mengerjakan tugas yang diberikan
Krist Hansen Mengerjakan tugas yang diberikan, kemudian dia meminta guru untuk melihat kacang hijau atau kecambah yang sebelumnya sudah ditanam.
“Ibu katanya mau belajar kacang hijau, yang kemarin udah ditanam itu bu”
Ridwan Ridwan juga mengiyakan kata-kata Krist Hansen “Iya bu”
Guru “Iya, setelah ini. Selesaikan dulu tugasnya”
Shendi “Lima aja ya bu”
Shendi minta tugasnya dikurangi dari delapan menjadi lima Guru “Yaudah sampai lima aja ya ngerjainnya
Kalau sudah selesai boleh ambil kacang hijaunya”
Setelah semuanya selesai, guru menjelaskan bagian-bagian dari kecambah dan kegunaan dari kacang hijau.
Kegiatan belajar ini tidak dilakukan didalam kelas yang terdapat kursi dan meja tulis, tetapi di ruangan kosong sehingga anak-anak bisa bebas bergerak. Dari kegiatan tersebut penulis melihat hasil tulisan Shendi, kata KACANG HIJAU yang ditulis sebanyak lima kali tidak semuanya lengkap. Ada yang kurang huruf I, ada juga yang kurang huruf J. Menurut bu Rita, anak tunagrahita memang seperti
(50)
itu, meskipun sudah bisa menulis tetapi ada saja huruf yang kurang dalam tulisannya.
Hari/Tanggal Senin, 26 November 2012 (10.00-11.30)
Pembahasan Pra Ujian Semester
Subjek Kegiatan
Guru Memberikan materi pra ujian semester yang berbeda-beda Ridwan: Diberikan soal Matematika, penjumlahan satu dan dua angka.
Krist hansen: Diberikan soal PKN berupa sebuah paragraf tentang hidup rukun antar sesama anggota keluarga dan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan tersebut. Shendi: Diberikan soal IPS, mengikuti tulisan “Rumah Adat”, “Pakaian Adat” yang sudah tersedia di lembar soal masing-masing lima kali.
Naufal: Tidak ada di ruangan
Krist Hansen “Ibu, saya ko soalnya susah. Shendi dikasih yang gampang” Guru “Katanya pintar… masa soal seperti itu tidak bisa. Baca dulu
setelah itu jawab pertanyaannya”
Krist Hansen “Saya maunya yang kaya Shendi aja bu, gampang”
Guru “Iya, selesaikan dulu, nanti dikasih yang gampang. Ridwan sudah mau selesai… kalah sama Ridwan, ya Ridwan ya…” Ridwan dan
Shendi
Tetap mengerjakan tugasnya tanpa banyak protes
Karena kesal dengan tugas yang dirasa sulit, Krist Hansen mulai bermalas-malasan, pindah dari kursi ke lantai. Dia juga menjawab soal tanpa
memperhatikan bacaan dalam paragraf. Guru tidak melarang Krist duduk di lantai, karena jika dilarang dia bisa semakin kesal. Sementara itu, Ridwan sudah selesai mengerjakan tugas matematikanya, Shendi masih tetap mengerjakan soal IPSnya, sampai waktu belajar habis.
(51)
Krist Hansen merasa tugas yang diberikan padanya berupa menjawab pertanyaan dengan menyesuaikannya pada bacaan adalah sulit. Dia mengatakan bahwa tugas Shendi menyalin tulisan Rumah Adat dan Pakaian Adat sebanyak lima kali lebih mudah dari tugasnya. Padahal yang diberikan oleh guru tersebut sudah disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jika demikian Krist Hansen bukan kesulitan tetapi dia malas dan merasa iri pada Shendi.
Hari/Tanggal Selasa, 29 Januari 2013 (10.00 – 11.30)
Mata Pelajaran PKN dan IPA
Subjek Kegiatan
Sebelum mulai belajar anak-anak dibimbing untuk mengangkat kedua tangan sambil membaca do’a (al-fatihah). Tetapi yang terdengar suaranya hanya beberapa orang saja, itupun hanya sepenggal-sepenggal seperti Ridwan, Krist Hansen dan Shendi.
Guru Menyiapkan materi belajar yang akan diberikan
Shendi: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan IPA
Ridwan: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan PKN
Naufal: Diberi tugas IPA dari lembar soal yang telah dibuat oleh guru
Krist Hansen: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dan menjawab soal dari buku bacaan IPA
Naufal Di lembar tugas pertama Naufal dibimbing oleh guru (sambil dibantu memegang pensil) untuk mencari gambar yang sama antara bagian yang kiri dan kanan, sambil menyebutkan nama bendanya. Dilembar kedua menyalin tulisan AYAM dan IKAN, awalnya masih dibantu setelah itu guru memintanya menulis sendiri tetapi naufal tidak mengerjakan. Kemudian guru membimbingnya lagi sambil mengingatkan bagaimana
(52)
membuat huruf A (kecil) dengan mengatakan “ayo naufal tulis, angka satu…bulat di depan”. Huruf Y (kecil) “lengkungan.. lengkungan”. Huruf M (kecil) “kakinya tiga”.
Shendi Karena tugas yang diberikan kepada Shendi tidak dikerjakan, kemudian guru mengganti tugasnya dengan menyalin tulisan guru BEL SEKOLAH BERBUNYI di buku tulis sebanyak sepuluh kali
Guru “Kerjakan tugasnya… ayo tulis…” Melihat Ridwan, Krist Hansen dan Shendi berbicara dan berhenti mengerjakan tugasnya
Krist Hansen “Ibu, ini banyak banget. Dua aja ya bu…”
Guru “Sampai selesai”
Krist Hansen “Tapi kalau udah selesai saya minta origami satu untuk bikin burung ya bu…”
Guru “Iya”
Shendi “Bukannya sampe lima bu… Bu Rita, bukannya sampe lima?” Shendi meminta tugasnya dikurangi
Guru “Sampe enam deh, sampe enam”
Selama kegiatan tersebut Krist Hansen terus meminta tugasnya dikurangi. Ridwan memarahi Shendi hanya karena Shendi melihat tulisannya, dan berkata “ah… nyontek mulu, kerjain sendiri apa”.
Naufal tiba-tiba berteriak dan menangis cukup lama, sehingga murid lain berhenti menulis dan berbalik melihat kearahnya. Bu Rita mencoba mengalihkan
perhatiaanya dan meminta Naufal untuk bernyanyi saja tetapi naufal tetap berteriak. Guru juga berpura-pura menelpon ibunya Naufal dengan berkata “ibu, Naufal tidak usah dijemput ya…”, sebagai sebuah konsekuensi kalau tidak berhenti berteriak. Tetapi Naufal tetap teriak, hingga akhirnya guru mengajak Naufal duduk dilantai menghadap pintu. Akhirnya Naufal berhenti berteriak. Sampai pukul 11.30, tugas yang diberikan guru tidak semuanya dapat
diselesaikan, hanya sebagian-sebagian saja.
(53)
do’a selesai belajar (surat Al-Asr).
Sepanjang kegiatan belajar tersebut yang lebih sering berbicara dan meminta sesuatu seperti minta tugasnya dikurangi adalah Krist Hansen. Padahal tugasnya hanya tiga nomor dengan lima pertanyaan.
Tugas tersebut yaitu:
1. Sebutkan tanda-tanda terjadinya waktu Pagi siang dan malam
2. Pada hari apa saja kamu libur sekolah
Pada hari apa kamu belajar matematika di sekolah 3. Pukul berapa kamu masuk sekolah
Pukul berapa kamu pulang sekolah
Ridwan terlihat murung, sesekali marah-marah kepada shendi karena hal kecil. Tetapi Shendi hanya senyum-senyum saja melihat temannya marah. Awalnya Naufal antusias dengan lembar yang diberikan guru, dia menyebutkan nama gambar dihadapannya itu AYAM, IKAN dengan jelas tetapi dia tidak mau menulisnya.
Di luar kegiatan yang penulis observasi tersebut, ada beberapa metode belajar yang dijelaskan oleh guru kepada penulis “…metode tematik yaitu mengajarkan satu pelajaran tetapi mencakup beberapa kemampuan. Misalnya saat belajar mengenal angka satu, maka yang dipelajari bisa mengucap huruf-hurufnya, membaca dan menulis. Ada juga metode bermain peran, saya membacakan cerita lalu mengajak anak-anak bermain peran…”.3
3
(54)
Meskipun berada dalam kelas tetapi guru menggunakan pendekatan komunikasi antarpribadi dalam mengajar, karena materi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak, sehingga komunikasi yang terjadi antara guru dan murid sesuai dengan materi belajar tersebut.
Komunikasi antarpribadi menurut Joseph A. Devito adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.4
Dalam proses komunikasi antarpribadi akan terjadi interaksi antara pemberi pesan dan penerima, karena ciri khas komunikasi ini adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik. Komunikasi antarpribadi juga dianggap efektif karena adanya arus balik langsung. Pada kasus ini arus balik yang diterima guru sebagai tanggapan yang diberikan murid misalnya terjadi pada Shendi yang meminta tugas menulis atau menyalin tulisan “Kacang Hijau” dikurangi dari delapan menjadi lima pada pelajaran IPA. Atau Krist Hansen yang meminta tugas yang lebih mudah pada saat Pra Ujian Semester. Itu artinya mereka merasa keberatan dengan tugas yang diberikan oleh guru.
Pendekatan antarpribadi juga terlihat pada saat guru mengajarkan Naufal menulis, dengan sabar guru memegang tangan Naufal dan membantunya memilih gambar yang sama kemudian membantu menulis kata Ayam dan Ikan sambil mengatakan bagaimana penulisannya. Atau pada saat guru melihat Shendi tidak nyaman dengan tugasnya, tidak dikerjakan, hanya membolak-balik bukunya, hingga akhirnya guru mengganti tugas tersebut.
4
Onong U. Effendy, M.A., Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 59
(55)
Secara umum, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah ini sama seperti sekolah biasa, hanya saja standar pencapaiannya berbeda. Jika disekolah umum ada buku-buku paket dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dimiliki setiap anak untuk belajar. Di sini buku paket atau buku bacaan dipegang oleh guru, bahan belajar murid diberikan oleh guru dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing,
Proses belajar menulis, membaca dan pemberian tugas lebih sering diberikan guru kepada murid langsung di buku bukan di papan tulis. Misalnya:
a. Bagi murid yang sudah bisa membaca dan menulis, diberikan sebuah bacaan dalam bentuk paragraf, kemudian diberikan pertanyaan sesuai dengan bacaan tersebut. Baik dari buku bacaan atau guru yang menulisnya. Seperti yang diberikan pada Ridwan dan Krist Hansen.
b. Untuk yang baru bisa mencontoh atau menyalin, materi yang diberikan biasanya dalam bentuk satu kalimat singkat yang hanya terdiri dari dua kata atau lebih, untuk selanjutnya ditiru lima sampai delapan kali. Seperti yang diberikan kepada Shendi dan Naufal.5
Meskipun begitu, terkadang Ridwan dan Krist Hansen juga diberikan materi yang sama dengan yang diberikan pada Shendi dan Naufal.
Begitu pentingnya seorang guru untuk dapat mengetahui kemampuan setiap siswanya, sehingga ibu Rita sendiri harus mengikuti kegiatan observasi selama tiga bulan di sekolah ini sebelum mulai mengajar. Seperti yang disampaikannya dalam wawancara “…sebelum mengajar disini saya melakukan
5
(56)
observasi selama tiga bulan, biasanya saya datang tiga kali dalam seminggu itupun setelah selesai mengajar di sekolah sebelumnya (TK)”.6
Tujuan observasi ini adalah agar guru tersebut dapat terbiasa dengan keadaan anak tunagrahita dan dengan sendirinya dapat lebih mudah menganalisis karakter murid-murid yang diajarnya serta mengatasi masalah yang mungkin terjadi.
Karakter Anak-anak:7
Subjek Karakter
Shendi Patuh dengan apa yang dikatakan oleh guru, mau bertanggung jawab dengan apa yang dia lakukan
Naufal Mudah ngambek dan jenuh
Ridwan Suka buat onar tetapi masih patuh dengan apa yang dikatakan oleg guru.
Krist Hansen Sombong, bertanggung jawab
Dari pengamatan penulis, Shendi adalah anak yang suka bertanya karena setiap kali penulis berkunjung ada saja yang dia tanyakan seperti alamat, “kakak yang waktu hari senin datang juga ya?”. Tetapi Shendi hanya diam saja dengan apa yang dikatakan temannya tentang dia, seperti Krist Hansen yang pernah mengatakan bahwa “Shendi orang miskin”.
Naufal cenderung tempramen, penulis pernah melihat Naufal tiba-tiba memukul teman disampingnya (Nina) tanpa sebab, sementara pandangan matanya tetap kedepan.8 Beberapa kali kunjungan penulis, Naufal terlihat berada di ruang
6
Wawancara dengan Ibu Rita Maryana
7
Wawancara dengan Ibu Rita Maryana pada 03 Februari 2013
8
(57)
yang sama dengan anak autis. Menurut Ibu Rita, peilaku Naufal yang seperti itu karena meniru sikap anak autis.
Ridwan adalah anak yang jahil, dia suka mengganggu temannya lewat kata-kata ataupun perbuatan. Tetapi dia lebih sering terlihat diam jika dihadapan guru. Ridwan juga termasuk anak yang patuh karena dia akan segera minta maaf kepada temannya setelah diminta oleh guru.
Krist Hansen adalah anak yang aktif (banyak bicara), dia sering protes dengan tugas yang diberikan guru, sering memberikan syarat-syarat sebelum menyelesaikan tugas, dia juga sering mengomentari apa saja. Tetapi dia termasuk anak yang mau patuh pada perkataan gurunya.
Untuk mengatasi atau menghadapi perilaku anak-anak yang tidak sesuai, seperti Naufal yang mudah ngambek, Ridwan yang suka bikin onar, Krist Hansen yang suka membangga-banggakan dirinya, dan Shendi yang malas, guru harus mencari tahu apa yang ditakuti oleh masing-masing murid. Seperti yang dikatakan “cari tahu yang mereka takuti, itu yang aku pake agar mereka nurut sama
aku…”.9 Contoh, Ridwan takut pada ayahnya, Naufal tidak suka kalau ibunya tidak datang menjemput, Krist Hansen takut pada polisi.
Hal-hal demikian dapat diketahui dari cerita anak itu sendiri, dari temannya atau secara tidak langsung tercermin dari sikapnya. Untuk itu komunikasi yang baik dan pendekatan guru kepada murid menjadi suatu hal penting untuk lebih mengetahui kepribadian mereka.
Pada dasarnnya komunikasi adalah sebuah proses, bagaimana suatu kejadian sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan.
9
(58)
Menurut Ibu Rita, dalam wawancara, tujuan dari kegiatan belajar ini adalah “yang penting mereka dapat bersosialisai di masyarakat dan dapat mengenal uang agar tidak mudah dibohongi”.10 Hal senada juga dikatakan Bapak Kusnaeni bahwa “harapannya minimal agar anak-anak ini bisa merawat dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain dan mempunyai keterampilan yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan”.11
Jadi belajar di sekolah bagi anak tunagrahita bukan sekedar menambah pengetahuannya dari segi akademik tetapi juga untuk mempersiapkan mereka agar dapat bergaul dengan masyarakat, dan yang paling penting adalah mereka dapat mengurus diri mereka sendiri (mandiri).
B. Kemampuan Bahasa Anak-Anak Tunagrahita
Kemampuan berbahasa yaitu meliputi kemampuan menulis, membaca dan berbicara untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Dari beberapa kunjungan penulis dan memperhatikan keadaan di kelas, kemampuan bahasa anak-anak tunagrahita yang teramati yaitu:
Subjek Kemampuan Bahasa
Ridwan Membaca: Sudah bisa membaca dan mengenal angka satuan dan belasan
Menulis: Dapat menulis rapi, menyalin sebuah kalimat atau paragraf
Berbicara: Bisa berkomunikasi dengan orang lain
Krist Hansen Membaca: Sudah bisa membaca dan mengenal angka satuan Menulis: Dapat menulis rapi, menyalin sebuah kalimat atau
10
Wawancara dengan Ibu Rita Maryana 20 November 2012
11
(59)
paragraf, menjawab pertanyaan dari sebuah cerita
Berbicara: Bisa berkomunikasi dengan orang lain. Suka membuat pernyataan yang aneh (seperti, “nggk apa-apa nggk naik kelas, yang penting pelajarannya gampang”)
Shendi Membaca: Masih dalam proses belajar membaca
Menulis: Bisa menulis atau menyalin dua kata atau lebih, tetapi belum rapi, masih ada satu atau dua huruf yang hilang dari satu kata
Berbicara: Sudah bisa bicara dengan orang lain, tetapi terkadang suka menyangkut pautkan apa yang diingat dengan yang sedang dibicarakan
Naufal Membaca: Bisa mengucapkan huruf-huruf Menulis: Masih harus dibimbing oleh guru
Berbicara: Kata yang diucapkan untuk komunikasi sehari-hari kurang jelas, tetapi masih bisa menyebut satu benda dengan jelas seperti Ayam, Ikan, dan Sapi yang gambarnya dia lihat ada lembar tugas
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Bukan mengalami kesulitan artikulasi, tetapi karena pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya dan diajarkan berulang-ulang.12 Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Kusnaeni, kepala sekolah, “Dengan mengenalkan kata-kata yang dilakukan berulang-ulang, dan kalau perlu dilengkapi dengan gambar”.13
12
T. Sutjihati Soemantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 106
13
(60)
May Lwin, dalam bukunya “Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan” menyebutkan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, diantaranya:
Keterampilan verbal
1. Berbicara dalam kalimat
2. Memahami dan mengikuti perintah 3. Menirukan dan memainkan peran
4. Merangkai kata-kata untuk berkomunikasi Keterampilan membaca dan menulis
1. Berusaha untuk menulis abjad dasar 2. Mulai membaca kata-kata sederhana 3. Mengenal abjad dengan baik
4. Memperlihatkan minat pada buku-buku.14
Dari hasil observasi, wawancara dan penjelasan guru, beberapa hal yang telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa seperti dalam buku May Lwin tersebut, diantaranya meliputi kegiatan:
1. Memahami dan mengikuti perintah. Hal ini dapat dilihat di dalam kelas, baik berupa perintah guru untuk mengerjakan tugas, membuang sampah pada tempatnya, membersihkan kelas.
2. Menirukan dan memainkan peran. Kegiatan bermain peran sudah pernah dilakukan oleh guru sebagai suatu metode belajar.
14
May Lwin, dkk., Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, (T.tp: PT. Indeks, 2008), h. 22
(61)
3. Berusaha untuk menulis abjad dasar. Tugas yang diberikan oleh guru pada dasarnya adalah agar anak-anak terbiasa menulis, baik berupa sebuah kata atau kalimat. Seperti pelajaran yang diberikan pada Shendi dan Naufal, yaitu berupa meniru atau menulis ulang kata lebih dari satu kali.
4. Mulai membaca kata-kata sederhana. Kata-kata sederhana yang diberikan kepada Shendi seperti Bel Sekolah Berbunyi bukan hanya untuk sekedar ditulis tetapi juga untuk dibaca.
5. Mengenal abjad dengan baik. Pada saat guru membimbing Naufal untuk belajar menulis huruf (dengan gerakan tangan dan ucapan guru) merupakan sebuah proses agar anak dapat mengingat dan mengenal huruf lebih mudah.
Dalam setiap proses kegiatan akan selalu ada hal-hal yang mendukung dan menghambatnya. Berikut ini adalah beberapa faktor yang mendukung dan menghambat komunikasi antara guru dengan anak tunagrahita.
1. Faktor Pendukung a. Alat Peraga
Alat peraga yang dimaksud adalah alat tulis dan alat-alat mewarnai, alat peraga yang ada di kelas ini lengkap sehingga dapat digunakan untuk mendukung kegiatan anak-anak dalam belajar.
(62)
b. Peran Sesama Guru
Saat seorang guru sedang kesulitan menghadapi muridnya, maka peran guru lain dibutuhkan sebagai tempat bertukar pikiran dan pemberi saran dalam menyelesaikan kesulitan tersebut.
c. Ruang Kelas yang Luas
Ruang kelas yang digunakan saat ini adalah sebuah rumah lengkap dengan kamar, toilet, dapur dan sebuah kolam di belakangnya. Rumah ini sengaja diubah menjadi ruang belajar untuk anak kelas 1 dan 2 SD, dan satu kamar untuk anak autis. Selebihnya, ruangan tersebut dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan pesan agar anak-anak tidak bosan dengan suasana kelas yang biasa.
d. Dukungan Orangtua
Untuk anak-anak yang tinggal di rumah (bukan asrama), guru selalu menggambarkan setiap perkembangan anak kepada orangtuanya. Hal ini dilakukan agar tidak hanya guru yang memberikan dukungan untuk meningkatkan kemampuan anak, tapi juga keluarga dan orangtua mereka di rumah turut memantaunya. Selain itu, komunikasi antara guru dan orangtua dapat dijadikan bahan evaluasi tentang bagaimana cara yang tepat dalam mengajarkan anak-anaknya.
Anak yang pulang-pergi juga cenderung lebih pintar dibandingkan dengan yang di asrama. Karena jika diberi tugas, mereka
(63)
yang pulang ke rumah diajarkan lagi oleh orangtuanya, sedangkan di asrama tidak ada yang membimbing.
2. Faktor Penghambat
Ada beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penghambat komunikasi antara guru dengan anak tunagrahita:
a. Keadaan Pengajar
Keadaan pengajar/guru yang kurang sehat atau sedang ada masalah, bisa disebut faktor psikologis. Faktor ini masih bisa diminimalisir, mengingat profesionalitas sebagai seorang guru yang harus bisa mengatasi keadaan, dan membedakan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan murid-muridnya.
b. Mood (suasana hati) yang Tidak Baik
Mood atau suasana hati anak yang tidak baik, tidak baik di sini dapat ditimbulkan karena sedih atau bertengkar dengan teman. Kalau ada murid bertengkar dengan temannya, yang paling utama dilakukan adalah mendamaikan. Karena mereka cenderung bersifat pendendam, untuk itu harus diyakinkan bahwa mereka tidak boleh saling membalas. Kalaupun ingin memberi hukuman maka harus keduanya. Hal ini dilakukan untuk memberi pelajaran bahwa siapapun yang membuat keributan adalah salah.
Jika mood anak tidak bagus karena sedih maka guru tidak bisa memaksa. Yang dapat dilakukan hanya membiarkan mereka
(64)
melakukan hal yang diinginkan, tetapi tetap dalam pengawasan. Tidak bagusnya mood anak ini juga dapat membuat mereka menjadi pasif, hanya berdiam diri dan tidak mau mengikuti kegiatan belajar.
Hal itu dapat dimaklumi karena menurut Bandi Delphi “…kelainan perilaku mal-adaptif berkaitan dengan sifat agresif anak tunagrahita secara verbal atau fisik, perilaku yang suka menyakiti diri sendiri, perilaku suka menghindarkan diri dari orang lain, suka menyendiri, suka mengucapkan kata atau kalimat yang tidak masuk akal atau sulit dimengerti maknanya”.15
c. Memerlukan Perhatian Ekstra dari Guru
Anak tunagrahita memerlukan perhatian yang ekstra dari guru. Jika salah satu dari mereka sedang mencari perhatian maka guru harus secepatnya mengalihkan kepada hal lain. Karena jika kemauan satu orang ini dituruti maka murid lain akan ikut meminta perhatian lebih dan mengganggu kegiatan yang sedang berlangsung.
d. Penggunaan Bahasa
Gangguan bahasa dalam komunikasi disebut dengan gangguan semantik. Dalam hal ini, bahasa yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan kepada murid harus yang sederhana. Selain itu setiap penjelasan atau instruksi yang diberikan juga harus disertai
15
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h.65
(65)
dengan alasana-alasan rasional, yang dapat mereka jumpai dalam kegiatan sehari-hari.
Hambatan yang juga menjadi karakteristik anak tunagrahita dari segi kognitif menurut Mohammad Effendi dalam bukunya Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, yaitu cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret, mengalami kesulitan dalam konsentrasi, kemampuan sosialisasinya terbatas, tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit, kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi:16
Berdasarkan karakteristik anak tunagrahita dari segi kognitif tersebut, yang ditemukan penulis di lapangan adalah:
1. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret
Cara mengatasinya yaitu dengan menyertakan gambar atau menunjukan benda nyata pada kosakata yang baru dikenalkan. Seperti yang dilakukan guru pada saat mengenalkan kacang hijau dan kecambah. 2. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
Shendi sering melupakan satu atau dua huruf dari kata yang ditulisnya. Apa yang terjadi pada Shendi ini adalah salah satu ciri bahwa dia sulit berkonsentrasi, padahal dia hanya diminta untuk menirukan tulisan guru yang ada di bukunya.
16
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) h. 98
(66)
3. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
Pada saat Naufal berteriak, yang dikatakan oleh guru bukan “diam, teman-temannya terganggu” atau “jangan berisik” tetapi guru hanya memintanya diam dan memberi tahu konsekuensi kalau tidak diam maka tidak boleh pulang. Apa yang dilakukan oleh guru itu lebih sederhana dan masuk akal bagi Naufal, dari pada memintanya diam dengan alasan temannya terganggu.
4. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi Krist Hansen pernah berkata “…nggk apa-apa nggk naik kelas, yang penting pelajarannya gampang”, itu artinya bagi dia kenaikan tingkat di sekolah tidak penting, karena itu hanya menyebabkan pelajaran semakin sulit.17
Sedangkan menurut Hallahan terdapat empat bidang hambatan kognisi pada anak yang termasuk kategori retardasi mental, yaitu hambatan perhatian, hambatan ingatan, hambatan bahasa dan hambatan akademik.18
Hambatan yang penulis temukan di lapangan berdasakan kategori tersebut adalah:
1. Hambatan Ingatan
Sulit mengingat benda atau proses yang dialaminya. Contohnya Shendi selalu bertanya siapa nama penulis, padahal setiap kali penulis berkunjung kesana dia juga menanyakan hal yang sama.
17
Observasi pada 29 Januari 2013
18
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 155
(67)
2. Hambatan Bahasa
Sulit mengingat apa yang dilihat dan didengar sehingga sulit berbicara. Shendi termasuk anak yang sulit mengingat apa yang dilihat dan didengar karena saat berbicara dia akan terlihat berpikir (sambil melihat keatas) dan mencari kata-kata yang tepat untuk diungkapkan. Selain itu sulit berbicara juga dapat terjadi karena tidak dibiasakan bicara mulai dari lingkungan keluarga.
3. Hambatan Akademik
Terlambat dalam perkembangan mental, tunagrahita mengalami masalah dalam keterampilan akademik dibanding usia sebaya. Usia Ridwan sudah 11 tahun, pada anak normal usia itu sudah duduk di kelas 4 atau 5 SD, tetapi dia masih belajar di kelas 2.19
19
(68)
58 PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bentuk komunikasi yang ditemukan pada kegiatan belajar antara pengajar atau guru dengan anak tunagrahita di Sekolah luar Biasa Nusantara kelas 1 dan 2 SD adalah komunikasi antarpribadi. Karena dalam kegiatan belajar, interaksi dan komunikasi guru dan murid berlangsung berdasarkan apa yang diterima muridnya. Dengan komunikasi antarpribadi ini, pengajar dapat mengetahui kemampuan setiap anak didiknya dan memberikan materi belajar baik berupa kegiatan membaca dan menulis sesuai kemampuannya masing-masing. Komunikasi ini juga dianggap lebih efektif karena guru dapat menerima tanggapan langsung dari muridnya.
2. Seperti halnya pada ciri-ciri anak tunagrahita ringan, hasil penelitian ini menemukan bahwa anak tungrahita ringan di kelas ini masih dapat diajarkan untuk membaca, menulis, berbicara dan berhitung sederhana.
Setiap kegiatan yang dilakukan manusia selalu ada faktor yang mendukung dan menghambat, dalam komunikasi antara pengajar dengan murid tunagrahita hal-hal yang mendukung dan menghambat yaitu:
a. Faktor pendukung, diantaranya adalah alat peraga berupa alat tulis kelas yang cukup lengkap, peran sesama guru dalam memberikan saran dan masukan untuk mengajar, ruang kelas yang luas, dan dukungan orangtua.
(1)
i. Gudang
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Lemari 3 buah
2. Rak
j. Tempat Bermain/Berolah Raga
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Peralatan Olah Raga 5 Set Alat fitness 2. Kolam Renang 2 buah
3. L. Bulutangkis 1 buah 4. L .Tenis Meja 1 buah
k. Ruang Keterampilan
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Papan Tulis 1 buah 2. Lemari panjang Hasil Karya 2 buah 3. Kursi Kerja 6 buah
4. Meja Kerja 3 buah
5. Rak Buku -
(2)
l. Ruang Musik
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Dram 1 set
2. Gitar 3 buah
3. Keyboard 2 buah
4. Piano 1 buah
m. Ruang Terapi
No. Nama Sarana Jumlah Keterangan
1. Kursi 4 buah
2. Meja 4 buah
3. AC 1 buah
4. Papan informasi 1 buah
(3)
Tampak Depan Sekolah Luar Biasa Nusantara
(4)
Guru yang Akan Memberikan Hadiah Setelah Selesai Belajar
Guru Saat Membimbing Naufal belajar menulis
(5)
Kegiatan Belajar di Kelas
(6)
Tulisan Tangan Krist Hansen