Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Campuran Hi-Cester dengan Solar
DAFTAR PUSTAKA
American Society for Testing and Materials. (1998). ASTM D3588 : Standard Practice for Calculating Heat Value, Compresibility Factor, and Relative Density (Spesific Gravity). Washington, D.C : The Execituve Director Office of the Federal Register.
Arismunandar, W & T, Koichi. (2004). Motor Diesel Putaran Tinggi. Jakarta: Pradnya Paramita.
Heywood, J.B. (1998). Internal Combustion Engines Fundamental. New York: Mc Graw Hill.
Manual book of TD110-115.(2000). Test Bed Instrumentations for Small Engines. England: TQ Education and Training Ltd-Product Division.
Mathur, M.L & Sharma, R.P. (1980). A Course Internal Combustion Engine (3rd ed.). Naisarak, Delhi: Phanpat Rai & Sons.
Priambodo, B. & Maleev,V.L. (1991). Operasi dan Pemeliharaan Mesin Diesel. Jakarta: Erlangga.
Pulkrabek, W.W. (1997). Engineering Fundamental of the Internal Combustion Engine. New Jersey: Prentice Hall.
Rangkuti, Chalilullah. (1997). Panduan Praktikum Bom Kalorimeter. Medan: Laboratorium Motor Bakar Teknik Mesin USU.
Y.A. Cengel & M.A. Boles. (2006). Thermodynamics an Engineering Approach (5th ed.). New York: Mc Graw Hill.
Pertamina. (2014). Karakteristik Mutu Solar. Diakses pada 17 Juni 2014, dari http://Pertamina.com/Karakteristik Mutu Solar.
Google. (2014). Hi-Cester. Diakses pada 8 Agustus 2014, dari http://Google.com/Hi-Cester.
(2)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Pengujian
Pengujian dilakukan di laboratorium motor bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara selama 3 minggu.
3.2. Alat Dan Bahan 3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam pengujian ini terdiri dari: 1. Tecquipment TD111 Four-Stroke Diesel Engine
Gambar 3.1 Tecquipment TD111 Four-Stroke Diesel Engine Spesifikasi :
Model : TD111 Four-Stroke Diesel Engine
Type : ROBIN-FUJI DY23D
Valve Position : Overhead
Valve Rocker Clearance : 0,10 mm (cold)
Swept Volume : 230 cm3
Bore : 70 mm
Stroke : 60 mm
Compression Ratio : 21
Number of Cylinder : 1
Recommended Maximum Speed : 3600 RPM
(3)
Dry Mass : 26 Kg
2. Tecquipment Small Test Engine Bed TD115 MKII
Gambar 3.2 Tecquipment TD115 MK II Spesifikasi
Model : TD 115 MK II
Type : Dynamometer
Max output : 7,5 Kw
Rated output : 5 Kw
Rated speed : 6000 rpm
3. I.C Engine Instrumentation TD 114
(4)
Disambungkan ke Small Test Engine Bed TD115 MKII untuk mengukur torsi, temperatur gas buang, dan putaran mesin (RPM)
4. HESHBON Opacity Smokemeter HD-410 sebagai alat pengukur opasitas.
Gambar 3.4 HESHBON Opacity Smokemeter HD-410 Spesifikasi :
Measuring Range : 0.0 - 100.0 % (Opacity) Absorption Coefficient : 0.00 –21.42 m-1 (k)
RPM : 0 –8000 rpm
Oil Temperature : 0 –150oC Operation Temperature : 10 –40oC
Power Source : AC220V ± 10% 50 Hz/60Hz
5. HESHBON Automotive Emission Analyzer HG-510 untuk mengukur kadar CO dan kadar HC pada gas buang.
(5)
Spesifikasi :
Measuring Range HC : 0.0 –9.99 % CO : 0 –9999 ppm Operation Temperature : 0 –40
o C
Power Source : AC220V ± 10% 60Hz
6. Alat bantu perbengkelan, seperti : kunci pas, kunci ring, obeng, tang, dan palu. 7. Stopwatch untuk menentukan waktu yang dibutuhkan mesin untuk
menghabiskan bahan bakar.
Gambar 3.6 Stopwatch
8. Beaker glass digunakan untuk menentukan jumlah bahan bakar yang akan dipakai.
(6)
9. Gelas Ukur
Gambar 3.8 Gelas Ukur Digunakan mengukur volume cairan secara akurat. 3.2.2. Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Solar dan biofuel vitamin Hi-Cester.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Data primer
Data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan pembacaan pada unit instrumenstasi dan alat ukur pada masing-masing pengujian.
b. Data sekunder
Data yang diperoleh dari hasil penelitian karakteristik bahan bakar solar dari pertamina.
3.4 Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan rumus yang ada, kemudian hasil dari peritungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik. 3.5. Pengamatan dan Tahap Pengujian
Pada proses penelitian ini yang akan diamati adalah: a. Parameter torsi (T) dan parameter daya (PB);
(7)
b. Parameter konsumsi bahan bakar spesifik (sfc); c. Rasio perbandingan udara bahan bakar (AFR) d. Efisiensi Volumetris (Volumetric Effeciency)
e. Efisiensi Thermal Brake (Brake Thermal Effeciency) f. Emisi Gas Buang
Prosedur penelitian dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
a. Pengujian nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan solar murni; b. Pengujian nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan campuran solar
dengan Hi-Cester;
c. Pengujian motor bakar diesel menggunakan solar murni pada putaran 1400 rpm, 1800 rpm, 2200 rpm, 2600 rpm dan 3000 rpm dengan beban statis sebesar 3,5 kg dan 4,5 kg.
d. Pengujian motor bakar diesel menggunakan campuran solar dan Hi-Cester pada putaran 1400 rpm, 1800 rpm, 2200 rpm, 2600 rpm dan 3000 rpm dengan beban statis sebesar 3,5 kg dan 4,5 kg.
3.6. Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
Alat yang akan digunakan dalam pengujian pengukuran nilai kalor bahan bakar adalah Bom Kalorimeter.
Peralatan yang digunakan, antara lain:
a. Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom; b. Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar; c. Tabung gas oksigen
d. Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang dimasukkan ke dalam tabung bom;
e. Thermometer, dengan akurasi pembacaan skala 0,01 oC; f. Elektrometer yang dilengkapi dengan pengaduk;
g. Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar;
h. Pengatur penyalaan (saklar), unuk menghubungkan arus listrik ke tangkai penyala pada tabung bom;
(8)
j. Cawan, untuk tempat bahan bakar di tabung bom;
k. Pinset, untuk memasang busur nyala pada tangkai penyala, dan cawan pada dudukannya.
Gambar 3.9 Bom Kalorimeter Adapun tahapan pengujian adalah sebagai berikut:
1. Mengisi cawan dengan bahan bakar yang akan diuji;
2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tanki penyala yang ada pada penutup bom;
3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangki penyala serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan bakar yang berada di dalam cawan dengan menggunakan pinset; 4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan
berisi bahan bakar pad tabung serta dikunci sampai rapat; 5. Mengisi bom dengan oksigen dengan tekanan 30 bar; 6. Menepatkan bom ke dalam kalorimeter;
7. Memasukkan air pendingin sebanyak 1250 mL;
8. Menghubungkan tanki penyala penutup bom ke sumber arus listrik; 9. Menutup calorimeter dengan penutup yang dilengkapi dengan pengaduk; 10.Menghubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada electromotor; 11.Menempatkan thermometer melalui lubang pada tutup calorimeter;
12.Menghidupkan electromotor selama 5 menit dan membaca temperature air pendingin pada thermometer;
(9)
14.Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan lampu indicator selama electromotor terus bekerja;
15.Membaca dan mencatat kembali temperature air pendingin setelah 5 menit dari penyalaan berlangsung;
16.Mematikan electromotor pengaduk;
17.Lakukan langkah-langkah pengujian di atas untuk pengujian nilai kalor bahan bakar lainnya.
Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.10.
Gambar. 3.10. Diagram Alir Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar MULAI
SELESAI
a. Berat sampel bahan bakar = 0.15 gr; b. Volume air pendingin = 1250 mL; c. Tekanan oksigen = 30 bar
Melakukan pengadukan terhadap air pendingin selama 5 menit
Mencatat temperatur air pendingin T1 (oC) Menyalakan bahan bakar Melanjutkan pengadukan air
pendingin selama 5 menit Mencatat temperatur air
pendingin T2 (oC)
Menghitung HHV Bahan Bakar HHV = (T2– T1– Tkp) x Cv x 1000
(10)
3.7. Prosedur Pengujian Performansi Motor Diesel
Pada pengujian performansi motor diesel akan dilakukan dengan 5 variasi putaran yaitu 1400 rpm, 1800 rpm, 2200 rpm, 2600 rpm dan 3000 rpm dan dengan 2 variasi beban yaitu 3,5 kg dan 4,5 kg.
Sebelum pengujian, dilakukan kalibrasi torquemeter pada intrumentasi mesin uji.
Langkah-langkah kalibrasi torquemeter antara lain:
1. Hubungkan unit intrumentasi mesin ke sumber arus listrik; 2. Putar tombol span searah jarum jam sampai posisi maksimum; 3. Mengguncangkan/menggetarkan mesin pada bagian lengan beban; 4. Putar tombol zero, hingga jarum torquemeter menunjukkan angka nol; 5. Pastikan bahwa penunjukkan angka nol pada torquemeter telah akurat
dengan mengguncangkan mesin kembali;
6. Gantung beban sebesar 3,5 kg dan 4,5 kg pada lengan beban;
7. Mengguncangkan/menggetarkan mesin pada posisi jarum torquemeter menunjukkan angka yang tetap;
8. Lepaskan beban dari lengan beban.
Kalibrasi dilakukan setiap akan dilakukan pengujian sebelum mesin dihidupkan. Setelah dilakukan kalibrasi, maka pengujian dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut;
1. Hidupkan pompa air pendingin dan pastikan sirkulasi air pendingin mengalir dengan lancar melalui mesin;
2. Hidupkan mesin dengan cara menarik tali starter, memanaskan mesin selama 5-20 menit pada putaran rendah (± 1400 rpm);
3. Atur putaran mesin pada 1400 rpm dengan menggunakan tuas kecepatan dan memastikan melalui pembacaan tachometer;
4. Menggantung beban sebesar 3,5 kg dan 4,5 kg pada lengan beban;
5. Menutup saluran bahan bakar dari tangki dengan memutar katup saluran bahan bakar sehingga permukaan bahan bakar didalam pipette turun; 6. Mencatat waktu yang dibutuhkan mesin untuk menghabiskan 8 mL bahan
bakar dengan menggunakan stopwatch dengan memperhatikan ketinggian permukaan bahan bakar di dalam pipette;
(11)
7. Mencatat torsi melalui pembacaan torquemeter, temperature gas buang melalui exhaust temperature meter, dan tekanan udara masuk melalui air flow manometer;
8. Membuka katup bahan bakar sehingga pipette kembali terisi oleh bahan bakar yang berasal dari tangki;
9. Mengulang pengujian untuk variasi putaran dan beban mesin.
Diagram alir pengujian performansi motor bakar diesel yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.11
Gambar 3.11 Diagram Alir Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel MULAI
SELESAI a. Volume : 8 mL
Putaran : 1400 rpm, 1800 rpm, 2200 rpm, 2600 rpm, 3000 rpm
c. Beban Statis : 3.5 kg dan 4.5 kg
a. Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan 8 mL bahan bakar;
b. Mencatat torsi;
c. Mencatat temperature gas buang; d. Mencatat tekanan udara masuk
Analisa data hasil pembacaan unit instrumentasi dengan
rumus empiris
Mengulang pengujian dengan beban dan putaran
(12)
3.8. Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang
Pengujian emisi gas buang yang dilakukan meliputi kadar HC, CO, OP yang terdapat pada hasil pembakaran bahan bakar. Pengujian ini akan dilakukan bersamaan dengan pengujian unjuk kerja motor diesel dimana gas buang yang dihasilkan oleh mesin uji pada saat pengujian diukur untuk mengetahui kadar emisi dalam gas buang.
Pengujian emisi gas buang yang dilakukan dalam penelitian menggunakan alat Hesbon Gas Analyzer
Berikut ini diagram alir pengujian emisi gas buang motor bakar diesel.
Gambar 3.12 Diagram Alir Pengujian Emisi Gas Buang Motor Bakar Diesel
Menyiapkan perangkat alat uji emisi gas buang (Opacity, HC, CO)
Memastikan semua kabel, dan menyambung perangkat alat uji
Mulai
Tekan Tombol power yang ada di bagian belakang alat.
Tekan Tombol select sampai muncul “ready code smoke meter”
Pasang probe tester ke ujung knalpot mesin dan tunggu sampai datanya stabil kemudian print hasil pengujiannya
Mengulang pengujian dengan beban dan putaran yang di tentukan sebelumnya
Menganalisa data hasil pengujian
(13)
BAB 4 ANALISA DATA
4.1. Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar
Data temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan (T1 dan T2) yang diperoleh pada pengujian digunakan untuk menghitung nilai kalor bahan bakar (HHV) dengan persamaan:
dimana : HHV = Nilai Kalor Atas (High Heating Value)
T1 = Temperatur Air Pendingin Sebelum Penyalaan (oC) T2 = Temperatur Air Pendingin Sebelum Penyalaan (oC) CV = Panas Jenis Bom Kalorimeter (73529.6 kJ/Kg oC)
Tkp = Kenaikan Temperatur Akibat Kawat Penyalaan (0,05 oC) Sedangkan nilai kalor atas rata-rata (HHVrata-rata) adalah
Berikut ini merupakan perhitungan nilai kalor bahan bakar yang digunakan, yaitu
1. Bahan Bakar = Solar Murni T1 = 26.19 oC
T2 = 26.89 oC
(14)
Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk pengujian kedua sampai pengujian kelima sehingga akan diperoleh nilai kalor bahan bakar seperti tabel berikut ini.
Tabel. 4.1. Hasil pengujian nilai kalor bahan bakar
Bahan
Bakar Pengujian
Temperatur HHV
(kJ/Kg)
HHVrata-rata
(kJ/Kg)
LHV rata-rata
(kJ/kg) T1
o
C T2
o
C
Solar 100%
1 26,19 26,89 47.794,2
45.882,47 42.642,47 2 26,93 27,60 45.588,4
3 27,55 28,20 44.117,8 4 27,70 28,36 44.853,1 5 28,18 28,87 47.058,9 Solar
100% + 1 mL Hi Cester
1 25,88 26,58 47.794,2
46.029,53 42.789,53 2 26,59 27,23 43.382,5
3 27,30 27,98 46.323,6 4 27,94 28,61 45.588,4 5 28,63 29,32 47.058,9 Solar
100% + 2 mL Hi Cester
1 25,82 26,49 45.588,4
46.176,59 42.936,59 2 26,60 27,26 44.853,1
3 27,30 27,97 45.588,4 4 28,08 28,78 47.794,2 5 28,81 29,50 47.058,9 Solar
100% + 3 mL Hi Cester
1 25,52 26,20 46.323,6
46.323,65 43.083,65 2 26,35 27,03 46.323,6
3 27,13 27,78 44.117,8 4 27,88 28,60 49.264,8 5 28,67 29,34 45.588,4 Solar
100% + 4 mL Hi Cester
1 25,98 26,64 44.853,1
46.617,77 43.377,77 2 26,73 27,38 44.117,8
3 27,38 28,10 49.264,8 4 28,16 28,85 47.058,9 5 28,93 29,63 47.794,2 Solar
100% + 5 mL Hi Cester
1 25,55 26,24 47.058,9
47.058,944 43.818,944 2 26,30 26,99 47.058,9
3 27,05 27,74 47.058,9 4 27,82 28,52 47.794,2 5 28,61 29,29 46.323,6
(15)
4.2. Pengujian Performansi Motor Diesel
Data yang diperoleh dari pengujian performansi motor diesel, antara lain: a. Putaran (rpm) akan diperoleh melalui tachometre;
b. Torsi (Nm) akan diperoleh melalui torquemetre;
c. Tinggi kolom udara (mmH2O) akan diperoleh melalui air flow manometre; d. Temperatur gas buang (oC) akan diperoleh melalui exhaust temperature
metre;
e. Waktu untuk menghabiskan 8 mL bahan bakar (s) akan diperoleh melalui stopwatch.
4.2.1. Torsi
Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin.
Berikut merupakan hasil nilai torsi yang diperoleh dari penelitian, yaitu: Tabel 4.2 Hasil pembacaan unit instrumentasi dengan bahan bakar solar
Beban Statis
(Kg)
Hasil Pembacaan Unit Instrumentasi
Putaran (rpm)
1400 1800 2200 2600 3000
3,5
Torsi (Nm) 8.6 10 11 11.8 12.08
Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 121.27 92.11 71.02 58.9 43.11 Aliran udara (mm H2O) 8.5 12 15.5 18,5 21,5 Temperatur gas buang
(oC) 175 205 240 265 305
4,5
Torsi (Nm) 11.1 11.5 12.5 13 13.36
Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 116.77 90.45 66.64 58.01 43.65 Aliran udara (mm H2O) 8 12.5 15.5 19 22 Temperatur gas buang
(16)
Tabel 4.3 Hasil pembacaan unit instrumentasi dengan bahan bakar solar + 1 mL Hi-Cester
Beban Statis (Kg)
Hasil Pembacaan Unit Instrumentasi
Putaran (rpm)
1400 1800 2200 2600 3000
3,5
Torsi (Nm) 8.8 10.81 11.68 12.05 13.51 Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 152.91 106.29 83.34 66.76 47.75 Aliran udara (mm H2O) 6 10.5 14 17.5 20.5 Temperatur gas buang
(oC) 150 155 180 210 260
4,5
Torsi (Nm) 11.76 11.26 11.71 12.22 14.86 Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 139.70 112.96 88.55 71.07 47.91 Aliran udara (mm H2O) 8 10 13 15.5 21 Temperatur gas buang
(oC) 155 160 180 195 270
Tabel 4.4 Hasil pembacaan unit instrumentasi dengan bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester Beban Statis (Kg) Hasil Pembacaan Unit Instrumentasi Putaran (rpm)
1400 1800 2200 2600 3000
3,5
Torsi (Nm) 8.84 11.89 12.04 13.6 14.6 Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 143.05 107.67 89.71 70.97 47.72 Aliran udara (mm H2O) 7.5 10 14 17 20 Temperatur gas buang
(oC) 145 155 170 198 270
4,5
Torsi (Nm) 11.78 12.13 12.75 13.62 14.98 Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 139.02 109.77 88.18 69.21 48.87 Aliran udara (mm H2O) 8 10 13 18 19.5 Temperatur gas buang
(17)
Tabel 4.5 Hasil pembacaan unit instrumentasi dengan bahan bakar solar + 3 ml Hi-Cester
Beban Statis (Kg)
Hasil Pembacaan Unit Instrumentasi
Putaran (rpm)
1400 1800 2200 2600 3000
3,5
Torsi (Nm) 8.6 11.5 11.65 12.77 14.49
Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 155.40 102.33 87.24 66.00 46.86 Aliran udara (mm H2O) 6.2 11.5 13.5 18 20 Temperatur gas buang
(oC) 145 167 175 210 275
4,5
Torsi (Nm) 11.64 12.01 12.26 13.25 14.81 Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 143.17 111.40 86.07 67.83 47.47 Aliran udara (mm H2O) 7 11.5 13.5 17.5 20 Temperatur gas buang
(oC) 150 160 180 207 270
Tabel 4.6 Hasil pembacaan unit instrumentasi dengan bahan bakar solar + 4 ml Hi-Cester
Beban Statis (Kg)
Hasil Pembacaan Unit Instrumentasi
Putaran (rpm)
1400 1800 2200 2600 3000
3,5
Torsi (Nm) 8.47 9.82 10.81 12.04 14.25
Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 147.88 114.72 84.38 66.78 45.25 Aliran udara (mm H2O) 7.5 10 14 18 20.5 Temperatur gas buang
(oC) 150 160 185 215 280
4,5
Torsi (Nm) 11.52 11.89 13.11 13.31 14.74 Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 131.95 114.05 83.44 67.66 47.05
Aliran udara (mm H2O) 8 10 14 18 20
Temperatur gas buang
(18)
Tabel 4.7 Hasil pembacaan unit instrumentasi dengan bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester
Beban Statis (Kg)
Hasil Pembacaan Unit Instrumentasi
Putaran (rpm)
1400 1800 2200 2600 3000
3,5
Torsi (Nm) 8.35 9.58 10.56 11.79 13.36
Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 163.78 112.88 84.74 64.65 46.14
Aliran udara (mm H2O) 6 9.5 14 17 20
Temperatur gas buang
(oC) 148 158 182 220 285
4,5
Torsi (Nm) 11.27 11.52 12.88 13.03 14.49 Waktu menghabiskan
8 mL bahan bakar (s) 151.30 103.13 82.03 66.97 46.45
Aliran udara (mm H2O) 6 10 13 17 20
Temperatur gas buang
(oC) 150 160 190 220 280
Untuk membandingkan besarnya torsi yang dihasilkan mesin untuk tiap variasi bahan bakar dan variasi putaran mesin pada pembebanan 3,5 dan 4,5 kg maka hasil dari tabel di atas dapat kita lihat pada grafik seperti gambar 4.1 berikut:
(19)
Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa nilai torsi terendah untuk beban 3.5 kg adalah pada putaran 1400 rpm menggunakan bahan bakar Solar Murni + 5 mL Hi-Cester dengan nilai 8.35 Nm. Sedangkan untuk nilai torsi tertinggi adalah pada putaran 3000 rpm menggunakan bahan bakar Solar Murni + 2 mL Hi-Cester dengan nilai 14.98 Nm.
Gambar 4.2. Grafik Torsi VS Putaran, beban 4.5 kg
Berdasarkan grafik pada gambar 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa nilai torsi terendah untuk beban 4.5 kg adalah pada putaran 1400 rpm menggunakan bahan bakar Solar Murni dengan nilai 11.1 Nm. Sedangkan untuk nilai torsi tertinggi adalah pada putaran 3000 rpm menggunakan bahan bakar Solar Murni + 2 mL Hi-Cester dengan nilai 14.98 Nm.
Berdasarkan kedua grafik di atas dapat diketahui bahwa besarnya nilai torsi sangat dipengaruhi oleh energi hasil pembakaran bahan bakar. Sedangkan besarnya energi hasil pembakaran bahan bakar tersebut dipengaruhi oleh nilai kalor bahan bakar. Nilai kalor bahan bakar Solar + Hi-Cester lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kalor bahan bakar solar murni, sehingga nilai torsi yang akan dihasilkan motor bakar diesel dengan menggunakan campuran bahan bakar solar dengan Hi-Cester akan lebih besar jika dibandingkan dengan torsi yang dihasilkan dengan menggunakan bahan bakar solar.
(20)
4.2.2. Daya Aktual
Untuk mencari daya keluaran aktual yang terjadi pada mesin terlebih dahulu dilakukan pencarian daya ideal mesin, efisiensi volumetris mesin, dan efisiensi termal ideal mesin.
Daya Aktual (PBa) = Daya Ideal x Efisiensi termal ideal x
η
vDaya ideal mesin dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
dimana : PBi = Daya Ideal (Watt) = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m)
Efisiensi volumetris mesin dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
dimana : ṁa = Laju aliran massa udara (kg/jam)
ρa = Densitas Udara (kg/m3) (1,181; Pulkarebek)
Vs = volume langkah torak (m3) = 0,00023 m3 (spesifikasi mesin) n = Putaran Mesin (rpm)
Untuk nilai ṁa, pengujian dengan pembebanan statis 3,5 kg menggunakan bahan bakar Solar pada putaran 1400 rpm, pembacaan manometer menunjukkan tekanan udara masuk hingga 8,5 mm H2O (Tabel 4.2). Berdasarkan kurva di bawah ( gambar 4.3) nilai 8,5 terletak diantara nilai 0 dan 10, untuk itu digunakan interpolasi untuk mengetahui laju aliran massa udara yang terjadi dalam pengujian. Setelah laju aliran massa udara didapat, hasil yang diperoleh
(21)
dikalikan dengan faktor koreksi (Cf), maka laju aliran massa udara untuk pembacaan manometer 8,5 mm H2O adalah:
Gambar 4.3 kurva viscous flow meter
Maka dengan interpolasi pada kurva viscous flow meter maka didapat besar ṁa = 9,673 kg/jam dengan Cf = 0,9465.
ṁa = 9,673 x 0,9465 ṁa = 9,155 kg/jam
Efisiensi thermal ideal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Dimana: PBi = Daya Ideal (kW)
ηm = Efisiensi Mekanis (0,75; Pulkarebek) ṁf = Laju aliran bahan bakar ( kg/jam) LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (Kj/kg)
Untuk setiap nilai torsi yang akan digunakan dalam persamaan tersebut diperoleh dari data hasil pembacaan unit instrumentasi. Besarnya nilai torsi yang digunakan disesuaikan dengan variasi bahan bakar, variasi putaran dan variasi beban statis dari unit intrumentasi tersebut.
(22)
Untuk pengujian dengan pembebanan statis 3,5 kg menggunakan bahan bakar Solar pada putaran mesin 1400 rpm didapat :
Daya ideal = x T
= x 8,6
= 1261,3 Watt = 1,2613 kW Efisiensi Volumetris =
=
= 0,8025
Efisiensi thermal ideal (
) =
x 3600 x ηm= x 3600 x 0,75
= 0,3980
Maka daya aktual (PBa) = 1,2613 kw x 0,3980 x 0,8025 = 0,4028 kW
Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan di atas maka dapat dilakukan perhitungan untuk daya aktual motor diesel dengan variasi putaran dan beban statis yang lain.
Besarnya daya aktual motor diesel dengan menggunakan bahan bakar solar dan dengan menggunakan campuran bahan bakar solar dengan Hi-Cester untuk setiap variasi putaran dan variasi beban statis yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.
(23)
Tabel 4.8 Daya aktual yang dihasilkan bahan bakar solar Beban Statis (kg) Putaran Mesin (rpm) Daya Ideal (kW) Eff. Thermal
Ideal ηv
Daya Aktual
(kW)
3,5
1400 1,261 0,398 0,803 0,403 1800 1,886 0,452 0,881 0,751 2200 2,535 0,468 0,931 1,106 2600 3,214 0,493 0,941 1,489 3000 3,797 0,426 0,947 1,532
4,5
1400 1,628 0,495 0,755 0,608 1800 2,169 0,510 0,918 1,016 2200 2,881 0,500 0,932 1,341 2600 3,541 0,534 0,966 1,828 3000 4,199 0,477 0,969 1,941
Tabel 4.9 Daya aktual yang dihasilkan bahan bakar solar + 1 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
Daya Ideal (kW)
Eff. Thermal
Ideal ηv
Daya Aktual (kW)
3,5
1400 1,291 0,512 0,567 0,374 1800 2,038 0,562 0,771 0,883 2200 2,692 0,582 0,841 1,317 2600 3,282 0,568 0,890 1,659 3000 4,246 0,526 0,903 2,016
4,5
1400 1,651 0,598 0,755 0,746 1800 2,301 0,674 0,734 1,138 2200 2,950 0,677 0,781 1,561 2600 3,704 0,683 0,788 1,993 3000 4,670 0,580 0,925 2,507
Tabel 4.10 Daya aktual yang dihasilkan bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
Daya Ideal (kW)
Eff. Thermal
Ideal ηv
Daya Aktual (kW)
3,5
1400 1,297 0,479 0,708 0,440 1800 2,242 0,624 0,734 1,027 2200 2,775 0,643 0,841 1,501 2600 3,704 0,679 0,864 2,175 3000 4,589 0,566 0,881 2,288
4,5
1400 1,728 0,621 0,755 0,810 1800 2,287 0,649 0,734 1,090 2200 2,939 0,670 0,781 1,537 2600 3,710 0,663 0,915 2,252 3000 4,708 0,595 0,859 2,405
(24)
Tabel 4.11 Daya aktual yang dihasilkan bahan bakar solar + 3 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
Daya Ideal (kW)
Eff. Thermal
Ideal ηv
Daya Aktual (kW)
3,5
1400 1,261 0,505 0,585 0,373 1800 2,169 0,571 0,845 1,047 2200 2,685 0,603 0,811 1,314 2600 3,478 0,591 0,915 1,882 3000 4,554 0,550 0,881 2,205
4,5
1400 1,707 0,629 0,661 0,710 1800 2,265 0,650 0,845 1,243 2200 2,826 0,626 0,811 1,435 2600 3,609 0,630 0,890 2,024 3000 4,655 0,569 0,881 2,334
Tabel 4.12 Daya aktual yang dihasilkan bahan bakar solar + 4 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg) Putaran Mesin ( rpm) Daya Ideal (kW) Eff. Thermal
Ideal ηv
Daya Aktual (kW)
3,5
1400 1,242 0,470 0,708 0,413 1800 1,852 0,543 0,734 0,739 2200 2,491 0,538 0,841 1,127 2600 3,279 0,560 0,915 1,681 3000 4,479 0,518 0,903 2,097
4,5
1400 1,690 0,570 0,755 0,728 1800 2,242 0,654 0,734 1,077 2200 3,022 0,645 0,841 1,639 2600 3,625 0,627 0,915 2,081 3000 4,633 0,557 0,881 2,276
Tabel 4.13 Daya aktual yang dihasilkan bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
Daya Ideal (kW)
Eff. Thermal
Ideal ηv
Daya Aktual (kW)
3,5
1400 1,225 0,508 0,567 0,352 1800 1,807 0,516 0,698 0,651 2200 2,434 0,522 0,841 1,069 2600 3,211 0,526 0,864 1,459 3000 4,199 0,491 0,881 1,815
4,5
1400 1,653 0,633 0,567 0,593 1800 2,172 0,567 0,734 0,905 2200 2,969 0,617 0,781 1,430 2600 3,549 0,602 0,864 1,846 3000 4,554 0,536 0,881 2,149
(25)
Untuk membandingkan besarnya daya aktual yang dihasilkan mesin untuk tiap variasi bahan bakar dan variasi putaran mesin pada pembebanan 3,5 dan 4,5 kg maka hasil dari tabel di atas dapat kita lihat pada grafik seperti gambar 4.4 berikut:
Gambar 4.4 Grafik daya vs putaran tiap bahan bakar pembebanan 3,5 kg Dari grafik pada gambar 4.4 di atas dapat dilihat bahwa daya yang dihasilkan mesin pada pembebanan 3,5 kg berbanding lurus dengan putaran mesin, semakin tinggi putaran mesin, semakin tinggi juga daya yang dihasilkan. Daya aktual tertinggi pada putaran 3000 rpm bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester sebesar 2,288 kW, sedangkan daya aktual terendah pada putaran 1400 rpm bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester sebesar 0,352 kW.
(26)
Dari grafik pada gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa daya yang dihasilkan mesin pada pembebanan 4,5 kg berbanding lurus dengan putaran mesin, semakin tinggi putaran mesin, semakin tinggi juga daya yang dihasilkan. Daya aktual tertinggi pada putaran 3000 rpm bahan bakar solar + 1 ml Hi-Cester sebesar 2,507 kW, sedangkan daya aktual terendah pada putaran 1400 rpm bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester yaitu sebesar 0,593 kW.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa, setelah penambahan Hi-Cester rata-rata daya aktual yang dihasilkan meningkat dibandingkan daya aktual yang dihasilkan bahan bakar solar. Sama halnya dengan torsi mesin, kenaikan daya diakibatkan nilai setan yang semakin tinggi, dimana kenaikan nilai setan mengakibatkan kenaikan nilai kalor bahan bakar sehingga nilai pembakaran semakin tinggi juga.
4.2.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik (Spesific Fuel Consumption, Sfc ) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
dimana : sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h) ṁf = laju aliran bahan bakar (kg/jam)
PBa = Daya aktual (kW)
Laju aliran massa bahan bakar ( ) dihitung dengan persamaan berikut:
dimana : sgf = Specific gravity
Vf = Volume bahan bakar yang diuji
tf = Waktu untuk menghabiskan bahan bakar (detik)
Untuk nilai specific gravity (sgf) adalah 0.845 dan volume bahan bakar (Vf) adalah 8 mL.
Dengan menggunakan persamaan di atas, maka dapat diperoleh konsumsi bahan bakar spesifik pada motor diesel yaitu:
1. Putaran 1400 rpm dengan bahan bakar solar murni a. Beban 3.5 kg
(27)
Laju aliran massa bahan bakar (ṁf)
m
Setelah diperoleh laju aliran massa bahan bakar, maka konsumsi bahan bakar spesifiknya (sfc) adalah
b. Beban 4.5 kg
Laju aliran massa bahan bakar (ṁf)
Setelah diperoleh laju aliran massa bahan bakar, maka konsumsi bahan bakar spesifiknya (sfc) adalah
Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan di atas maka dapat dilakukan perhitungan untuk konsumsi bahan bakar spesifik motor diesel dengan variasi putaran dan beban statis yang lain.
(28)
Tabel 4.14 Nilai SFC bahan bakar solar
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf (kg/jam) Daya aktual (Kw) SFC (gr/kW.jam) 3,5
1400 0,2007 0,403 498,13 1800 0,2642 0,751 351,82 2200 0,3427 1,106 309,81 2600 0,4132 1,489 277,46 3000 0,5645 1,532 368,57
4,5
1400 0,2084 0,608 342,66 1800 0,2691 1,016 264,85 2200 0,3652 1,341 272,42 2600 0,4195 1,828 229,45 3000 0,5575 1,941 287,22
Tabel 4.15 Nilai SFC bahan bakar solar + 1 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf (kg/jam) Daya aktual (Kw) SFC (gr/kW.jam) 3,5
1400 0,1592 0,374 425,37 1800 0,2290 0,883 259,29 2200 0,2920 1,317 221,69 2600 0,3645 1,659 219,72 3000 0,5097 2,016 252,79
4,5
1400 0,1742 0,746 233,45 1800 0,2154 1,138 189,25 2200 0,2748 1,561 176,09 2600 0,3424 1,993 171,84 3000 0,5080 2,507 202,61
Tabel 4.16 Nilai SFC bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf (kg/jam) Daya aktual (Kw) SFC (gr/kW.jam) 3,5
1400 0,1701 0,440 386,64 1800 0,2260 1,027 220,07 2200 0,2713 1,501 180,67 2600 0,3429 2,175 157,66 3000 0,5100 2,288 222,90
4,5
1400 0,1751 0,810 216,13 1800 0,2217 1,090 203,43 2200 0,2760 1,537 179,58 2600 0,3516 2,252 156,11 3000 0,4980 2,405 207,07
(29)
Tabel 4.17 Nilai SFC bahan bakar solar + 3 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf (kg/jam) Daya aktual (Kw) SFC (gr/kW.jam) 3,5
1400 0,1566 0,373 420,19 1800 0,2378 1,047 227,24 2200 0,2790 1,314 212,34 2600 0,3687 1,882 195,95 3000 0,5193 2,205 235,49
4,5
1400 0,1700 0,710 239,35 1800 0,2185 1,243 175,81 2200 0,2827 1,435 196,98 2600 0,3588 2,024 177,25 3000 0,5127 2,334 219,67
Tabel 4.18 Nilai SFC bahan bakar solar + 4 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf (kg/jam) Daya aktual (Kw) SFC (gr/kW.jam) 3,5
1400 0,1646 0,413 398,15 1800 0,2121 0,739 287,11 2200 0,2884 1,127 255,94 2600 0,3644 1,681 216,78 3000 0,5378 2,097 256,49
4,5
1400 0,1844 0,728 253,44 1800 0,2134 1,077 198,15 2200 0,2917 1,639 177,96 2600 0,3597 2,081 172,80 3000 0,5172 2,276 227,27
Tabel 4.19 Nilai SFC bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf (kg/jam) Daya aktual (Kw) SFC (gr/kW.jam) 3,5
1400 0,1486 0,352 421,73 1800 0,2156 0,651 331,32 2200 0,2872 1,069 268,63 2600 0,3764 1,459 258,00 3000 0,5274 1,815 290,60
4,5
1400 0,1608 0,593 271,27 1800 0,2360 0,905 260,77 2200 0,2967 1,430 207,52 2600 0,3634 1,846 196,85 3000 0,5239 2,149 243,75
(30)
Untuk membandingkan besarnya SFC mesin untuk tiap variasi bahan bakar dan variasi putaran mesin pada pembebanan 3,5 dan 4,5 kg maka hasil dari tabel nilai SFC di atas dapat kita lihat pada grafik berikut:
Gambar 4.6 Grafik Konsumsi Bahan Bakar Spesifik vs Putaran, beban 3.5 kg Dari gambar 4.6 di atas dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar spesifik terendah untuk beban 3.5 kg adalah pada putaran 2600 rpm menggunakan bahan bakar Solar Murni + 2 mL Hi-Cester dengan nilai 157,66 g/kW.h. Sedangkan untuk nilai konsumsi bahan bakar spesifik tertinggi adalah pada putaran 1400 rpm menggunakan bahan bakar Solar dengan nilai 498,13 g/kW.h.
(31)
Dari gambar 4.7 di atas dapat dilihat bahwa Nilai konsumsi bahan bakar spesifik terendah untuk beban 4.5 kg yaitu pada putaran 2600 rpm menggunakan bahan bakar Solar Murni + 2 mL Hi-Cester dengan nilai 156,11 g/kW.h. Sedangkan untuk nilai konsumsi bahan bakar spesifik tertinggi adalah pada putaran 1400 rpm menggunakan bahan bakar Solar dengan nilai 342,66 g/kW.h.
Berdasarkan kedua grafik pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa untuk pembebanan 3,5 dan 4,5 kg SFC mesin dengan bahan bakar solar lebih tinggi dibanding SFC mesin dengan bahan bakar Solar + Hi-Cester. Penurunan konsumsi bahan bakar spesifik akibat penambahan Hi-Cester disebabkan oleh kenaikan nilai setan. Kenaikan nilai setan mengakibatkan energi yang terkandung dari hasil pembakaran semakin besar. SFC mesin dipengaruhi oleh laju aliran massa bahan bakar dan daya yang dihasilkan. Jika daya yang dihasilkan tinggi dan laju aliran massanya rendah maka SFCnya akan rendah dan sebaliknya.
4.2.4. Rasio Udara Bahan Bakar (AFR)
Rasio udara bahan bakar (AFR) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
dimana : AFR = Air Fuel Ratio
ṁa = laju aliran massa udara (kg/jam) ṁf = laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)
Besarnya laju aliran udara (ṁa) diperoleh dengan membandingkan besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow manometer terhadap kurva viscous flow metre calibration.
Pada pengujian ini, dianggap tekanan udara (Pa) sebesar 100 kPa ( 1bar) dan temperatur (Ta) sebesar 27 °C. Kurva kalibrasi dibawah dikondisikan untuk pengujian pada tekanan 1013 mb dan temperatur 20 °C.
(32)
Maka besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi berikut:
Gambar 4.8 Kurva Viscous Flow Meter Calibration
Untuk nilai ṁa, pengujian dengan pembebanan statis 3,5 kg menggunakan bahan bakar Solar pada putaran 1400 rpm, pembacaan manometer menunjukkan tekanan udara masuk hingga 8,5 mm H2O (Tabel 4.2). Berdasarkan kurva (gambar 4.8) di atas nilai 8,5 terletak diantara nilai 0 dan 10, untuk itu digunakan interpolasi untuk mengetahui laju aliran massa udara yang terjadi dalam pengujian. Setelah laju aliran massa udara didapat, hasil yang diperoleh dikalikan dengan faktor koreksi (Cf), maka dengan interpolasi pada kurva viscous flow meter maka didapat besar ṁa=9,673 kg/jam dengan Cf = 0,9465.
ṁa = 9,673 x 0,9465 ṁa = 9,155 kg/jam
Untuk laju aliran bahan bakar (ṁf) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
(33)
Dimana : sgf = spesific gravity (0,845)
Vf = Volume bahan bakar yang diuji ( 8 ml) tf = Waktu untuk menghabiskan bahan bakar (s) maka,
ṁf = x 3600
= 0,2007 kg/jam
Maka diperoleh nilai AFR sebagai berikut: AFR=
= = 45,62
Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan di atas maka dapat dilakukan perhitungan untuk rasio udara bahan bakar motor diesel dengan variasi putaran dan beban statis yang lain.
Besarnya rasio udara bahan bakar motor bakar diesel dengan menggunakan bahan bakar solar dan dengan menggunakan campuran bahan bakar solar dengan Hi-Cester untuk setiap variasi putaran dan variasi beban statis yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.20 AFR dengan bahan bakar solar
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf
(kg/jam)
Tekanan Udara Masuk (mmH2O)
ṁa
(kg/jam) AFR
3,5
1400 0,2007 8,5 9,16 45,62
1800 0,2642 12 12,93 48,92
2200 0,3427 15,5 16,70 48,72
2600 0,4132 18,5 19,93 48,23
3000 0,5645 21,5 23,16 41,02
4,5
1400 0,2084 8 8,62 41,35
1800 0,2691 12,5 13,46 50,04
2200 0,3652 15,5 16,70 45,72
2600 0,4195 19 20,47 48,78
(34)
Tabel 4.21 AFR dengan bahan bakar solar + 1 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf
(kg/jam)
Tekanan Udara Masuk (mmH2O)
ṁa
(kg/jam) AFR
3,5
1400 0,1592 6 6,46 40,61
1800 0,2290 10,5 11,31 49,40
2200 0,2920 14 15,08 51,64
2600 0,3645 17,5 18,85 51,71
3000 0,5097 20,5 22,08 43,33
4,5
1400 0,1742 8 8,62 49,47
1800 0,2154 10 10,77 50,00
2200 0,2748 13 14,00 50,95
2600 0,3424 15,5 16,70 48,76
3000 0,5080 21 22,62 44,53
Tabel 4.22 AFR dengan bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf
(kg/jam)
Tekanan Udara Masuk (mmH2O)
ṁa
(kg/jam) AFR
3,5
1400 0,1701 7,5 8,08 47,49
1800 0,2260 10 10,77 47,66
2200 0,2713 14 15,08 55,59
2600 0,3429 17 18,31 53,40
3000 0,5100 20 21,54 42,24
4,5
1400 0,1751 8 8,62 49,23
1800 0,2217 10 10,77 48,59
2200 0,2760 13 14,00 50,74
2600 0,3516 18 19,39 55,14
3000 0,4980 19,5 21,00 42,18
Tabel 4.23 AFR dengan bahan bakar solar + 3 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
mf
(kg/jam)
Tekanan Udara Masuk (mmH2O)
ma
(kg/jam) AFR
3,5
1400 0,1566 6,2 6,68 42,65
1800 0,2378 11,5 12,39 52,09
2200 0,2790 13,5 14,54 52,13
2600 0,3687 18 19,39 52,58
3000 0,5193 20 21,54 41,48
4,5
1400 0,1700 7 7,54 44,36
1800 0,2185 11,5 12,39 56,70
2200 0,2827 13,5 14,54 51,43
2600 0,3588 17,5 18,85 52,54
(35)
Tabel 4.24 AFR dengan bahan bakar solar + 4 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf
(kg/jam)
Tekanan Udara Masuk (mmH2O)
ṁa
(kg/jam) AFR
3,5
1400 0,1646 7,5 8,08 49,09
1800 0,2121 10 10,77 50,78
2200 0,2884 14 15,08 52,29
2600 0,3644 18 19,39 53,20
3000 0,5378 20,5 22,08 41,06
4,5
1400 0,1844 8 8,62 46,72
1800 0,2134 10 10,77 50,48
2200 0,2917 14 15,08 51,70
2600 0,3597 18 19,39 53,91
3000 0,5172 20 21,54 41,65
Tabel 4.25 AFR dengan bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf
(kg/jam)
Tekanan Udara Masuk (mmH2O)
ṁa
(kg/jam) AFR
3,5
1400 0,1486 6 6,46 43,50
1800 0,2156 9,5 10,23 47,46
2200 0,2872 14 15,08 52,51
2600 0,3764 17 18,31 48,65
3000 0,5274 20 21,54 40,84
4,5
1400 0,1608 6 6,46 40,18
1800 0,2360 10 10,77 45,65
2200 0,2967 13 14,00 47,20
2600 0,3634 17 18,31 50,39
3000 0,5239 20 21,54 41,12
Perbandingan harga AFR untuk masing-masing pengujian pada variasi beban dan putaran untuk setiap bahan bakar dapat dilihat pada grafik berikut:
(36)
Berdasarkan hasil perhitungan rasio udara – bahan bakar (AFR) untuk setiap bahan bakar pada beban 3,5 kg, nilai AFR terendah dari mesin didapat pada putaran mesin 1400 dengan menggunakan bahan bakar solar + 1 ml Hi-Cester yaitu sebesar 40,61. Sedangkan nilai AFR tertinggi didapat pada putaran 2200 pada saat mesin menggunakan bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester yaitu sebesar 55,59.
Gambar 4.10 Grafik AFR vs putaran, pembebanan 4,5 kg
Berdasarkan hasil perhitungan rasio udara – bahan bakar (AFR) untuk setiap bahan bakar pada beban 4,5 kg, nilai AFR terendah dari mesin didapat pada putaran mesin 1400 dengan menggunakan bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester yaitu sebesar 40,18. Sedangkan nilai AFR tertinggi didapat pada putaran 1800 pada saat mesin menggunakan bahan bakar solar + 3 ml Hi-Cester yaitu sebesar 56,70.
4.2.5. Efisiensi Volumetrik
Efisiensi Volumetrik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
dimana : ṁa = Laju aliran massa udara (kg/jam) ρa = Densitas Udara (kg/m3)
(37)
Vs = volume langkah torak (m3) = 0,00023 m3 (spesifikasi mesin) n = Putaran Mesin (rpm)
Diasumsikan udara sebagai gas ideal sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut:
Dimana : R = Konstanta gas (untuk udara 287 J/kg.K)
Dengan nilai tekanan udara sebesar 101 kPa (1 Bar) dan temperatur udara sebesar 25oC, maka diperoleh massa jenis udara yaitu sebesar :
Untuk nilai Vs sebesar 0,00023 m3 yang diperoleh dari spesifikasi mesin yang digunakan.
Dengan menggunakan persamaan di atas, maka dapat diperoleh Efisiensi pada mesin diesel yaitu:
1. Putaran 1400 rpm dengan bahan bakar solar murni a. Beban 3.5 kg
0,8024
(38)
0,755
Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan di atas maka dapat dilakukan perhitungan untuk efisiensi volumetrik motor diesel dengan variasi putaran dan beban statis yang lain.
Besarnya efisiensi volumetrik motor diesel dengan menggunakan bahan bakar solar dan dengan menggunakan campuran bahan bakar solar dengan Hi-Cester untuk setiap variasi putaran dan variasi beban statis yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.26 Efisiensi Volumetrik dengan bahan bakar Solar
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁa
(kg/jam) ηv (%)
3,5
1400 9,16 80,25 1800 12,93 88,12 2200 16,70 93,13 2600 19,93 94,07 3000 23,16 94,74
4,5
1400 8,62 75,53 1800 13,46 91,79 2200 16,70 93,15 2600 20,47 96,62 3000 23,70 96,95
Tabel 4.27 Efisiensi volumetrik dengan bahan bakar solar + 1 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁa
(kg/jam) ηv (%)
3,5
1400 6,46 56,65 1800 11,31 77,11 2200 15,08 84,12 2600 18,85 88,97 3000 22,08 90,33
4,5
1400 8,62 75,53 1800 10,77 73,44 2200 14,00 78,11 2600 16,70 78,80 3000 22,62 92,53
(39)
Tabel 4.28 Efisiensi volumetrik dengan bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁa
(kg/jam) ηv (%)
3,5
1400 8,08 70,81 1800 10,77 73,44 2200 15,08 84,12 2600 18,31 86,43 3000 21,54 88,12
4,5
1400 8,62 75,53 1800 10,77 73,44 2200 14,00 78,11 2600 19,39 91,51 3000 21,00 85,92
Tabel 4.29 Efisiensi volumetrik dengan bahan bakar solar + 3 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁa
(kg/jam) ηv (%)
3,5
1400 6,68 58,54 1800 12,39 84,45 2200 14,54 81,11 2600 19,39 91,51 3000 21,54 88,12
4,5
1400 7,54 66,09 1800 12,39 84,45 2200 14,54 81,11 2600 18,85 88,97 3000 21,54 88,12
Tabel 4.30 Efisiensi volumetrik dengan bahan bakar solar + 4 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁa
(kg/jam) ηv (%)
3,5
1400 8,08 70,81 1800 10,77 73,44 2200 15,08 84,12 2600 19,39 91,51 3000 22,08 90,33
4,5
1400 8,62 75,53 1800 10,77 73,44 2200 15,08 84,12 2600 19,39 91,51 3000 21,54 88,12
(40)
Tabel 4.31 Efisiensi volumetrik dengan bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin (rpm)
ṁa
(kg/jam) ηv (%)
3,5
1400 6,46 56,65 1800 10,23 69,76 2200 15,08 84,12 2600 18,31 86,43 3000 21,54 88,12
4,5
1400 6,46 56,65 1800 10,77 73,44 2200 14,00 78,11 2600 18,31 86,43 3000 21,54 88,12
Perbandingan Efisiensi Volumetris pada pangujian mesin dengan bahan bakar solar dan campuran solar dan Hi-Cester untuk tiap variasi putaran dan bahan bakar dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.11 Grafik efisiensi volumetris vs putaran, beban 3,5 kg
Dari grafik pada gambar 4.11 dapat dilihat bahwa pada pembebanan 3,5 kg rata-rata efisiensi volumetris tertinggi yaitu pada bahan bakar solar, sedangkan rata-rata efisiensi volumetris terendah yaitu pada bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester. Efsisiensi volumetris terendah yaitu pada putaran 1400 rpm bahan bakar solar + 1 dan 5 ml Hi-Cester yaitu sebesar 56,65 %. Nilai Efisiensi volumetris tertinggi yaitu pada putaran 3000 rpm bahan bakar solar yaitu sebesar 94,74 %.
(41)
Gambar 4.12 Grafik efisiensi volumetris vs putaran beban 4,5 kg
Dari grafik pada gambar 4.12 dapat dilihat bahwa pada pembebanan 4,5 kg rata-rata efisiensi volumetris tertinggi yaitu pada bahan bakar solar, sedangkan rata-rata efisiensi volumetris terendah yaitu pada bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester. Efsisiensi volumetris terendah yaitu pada putaran 1400 rpm bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester yaitu sebesar 56,65 %. Nilai Efisiensi volumetris tertinggi yaitu pada putaran 3000 rpm bahan bakar solar yaitu sebesar 96,95 %.
Besarnya efisiensi volumetris dipengaruhi oleh laju aliran udara (ṁa) dan berbanding terbalik dengan putaran mesin, densitas udara dan kapasitas mesin. Semakin tinggi nilai laju aliran massa udara maka nilai efisiensi volumetrisnya semakin tinggi juga, semakin tinggi putaran mesin, densitas udara dan kapasitas mesin maka efisiensi volumetrisnya semakin rendah.
4.2.6. Efisiensi Thermal Aktual
Effisiensi termal aktual adalah perbandingan antara daya aktual dengan laju panas rata-rata yang dihasilkan bahan bakar, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:
x 3600 x
(42)
P = Daya aktual (kW)
ṁf = Laju aliran bahan bakar (kg/jam) LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg)
= Efisiensi mekanis (0,75 ; Pulkarebek)
Untuk pengujian dengan pembebanan statis 3,5 kg menggunakan bahan bakar Solar pada putaran mesin 1400 rpm didapat :
Efisiensi Thermal Aktual = x
3600 x η
m= x 3600 x 0,75
= 0,1271
=12,71 %
Dengan metode perhitungan efisiensi thermal aktual diatas, maka diperoleh efisiensi thermal untuk seluruh sampel pengujian seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.32 Efisiensi thermal aktual dengan bahan bakar solar
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf
(kg/jam)
Daya Aktual (kW)
Eff. Thermal Aktual (%)
3,5
1400 0,2007 0,403 12,7 1800 0,2642 0,751 18,0 2200 0,3427 1,106 20,4 2600 0,4132 1,489 22,8 3000 0,5645 1,532 17,2
4,5
1400 0,2084 0,608 18,5 1800 0,2691 1,016 23,9 2200 0,3652 1,341 23,2 2600 0,4195 1,828 27,6 3000 0,5575 1,941 22,0
(43)
Tabel 4.33 Efisiensi thermal aktual bahan bakar solar + 1 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf (kg/jam) Daya Aktual (kW) Eff. Thermal Aktual (%) 3,5
1400 0,1592 0,374 14,8 1800 0,2290 0,883 24,3 2200 0,2920 1,317 28,5 2600 0,3645 1,659 28,7 3000 0,5097 2,016 25,0
4,5
1400 0,1742 0,746 27,0 1800 0,2154 1,138 33,3 2200 0,2748 1,561 35,8 2600 0,3424 1,993 36,7 3000 0,5080 2,507 31,1
Tabel 4.34 Efisiensi thermal aktual bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf (kg/jam) Daya Aktual (kW) Eff. Thermal Aktual (%) 3,5
1400 0,1701 0,440 16,3 1800 0,2260 1,027 28,6 2200 0,2713 1,501 34,8 2600 0,3429 2,175 39,9 3000 0,5100 2,288 28,2
4,5
1400 0,1751 0,810 29,1 1800 0,2217 1,090 30,9 2200 0,2760 1,537 35,0 2600 0,3516 2,252 40,3 3000 0,4980 2,405 30,4
Tabel 4.35 Efisiensi thermal aktual bahan bakar solar + 3 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg) Putaran Mesin ( rpm) ṁf (kg/jam) Daya Aktual (kW) Eff. Thermal Aktual (%) 3,5
1400 0,1566 0,373 14,9 1800 0,2378 1,047 27,6 2200 0,2790 1,314 29,5 2600 0,3687 1,882 32,0 3000 0,5193 2,205 26,6
4,5
1400 0,1700 0,710 26,2 1800 0,2185 1,243 35,6 2200 0,2827 1,435 31,8 2600 0,3588 2,024 35,4 3000 0,5127 2,334 28,5
(44)
Tabel 4.36 Efisiensi thermal aktual bahan bakar solar + 4 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg)
Putaran Mesin ( rpm)
ṁf (kg/jam) Daya Aktual (kW) Eff. Thermal Aktual (%) 3,5
1400 0,1646 0,413 15,6
1800 0,2121 0,739 21,7
2200 0,2884 1,127 24,3
2600 0,3644 1,681 28,7
3000 0,5378 2,097 24,3
4,5
1400 0,1844 0,728 24,6
1800 0,2134 1,077 31,4
2200 0,2917 1,639 35,0
2600 0,3597 2,081 36,0
3000 0,5172 2,276 27,4
Tabel 4.37 Efisiensi thermal aktual bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester
Beban Statis (kg) Putaran Mesin (rpm) ṁf (kg/jam) Daya Aktual (kW) Eff. Thermal Aktual (%) 3,5
1400 0,1486 0,352 14,6
1800 0,2156 0,651 18,6
2200 0,2872 1,069 22,9
2600 0,3764 1,459 23,9
3000 0,5274 1,815 21,2
4,5
1400 0,1608 0,593 22,7
1800 0,2360 0,905 23,6
2200 0,2967 1,430 29,7
2600 0,3634 1,846 31,3
(45)
Perbandingan efisiensi thermal aktual pada pangujian mesin dengan bahan bakar solar dan campuran solar dan Hi-Cester untuk tiap variasi putaran dan bahan bakar dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.13 Grafik efisiensi thermal aktual vs putaran, beban 3,5 kg Berdasarkan grafik pada gambar 4.13 di atas dapat kita lihat bahwa efisiensi thermal aktual mesin diesel dengan bahan bakar solar lebih rendah dibanding dengan efisiensi thermal aktual mesin diesel dengan bahan bakar campuran solar dan Hi-Cester. Efisiensi thermal aktual terendah yaitu pada putaran 1400 rpm bahan bakar solar sebesar 12,7%. Efisiensi thermal aktual tertinggi yaitu pada putaran 2600 rpm bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester sebesar 39,9%.
(46)
Berdasarkan grafik pada gambar 4.14 di atas dapat kita lihat bahwa efisiensi thermal brake mesin diesel dengan bahan bakar solar lebih rendah dibanding dengan efisiensi thermal aktual mesin diesel dengan bahan bakar campuran solar dan Hi-Cester. Efisiensi thermal aktual terendah yaitu pada putaran 1400 rpm bahan bakar solar sebesar 17,2 %. Efisiensi thermal aktual tertinggi yaitu pada putaran 2600 rpm bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester sebesar 40,3%.
Kenaikan efisiensi thermal aktual setelah menggunakan Hi-Cester diakibatkan oleh kenaikan nilai kalor bahan bakar. Kenaikan nilai kalor bahan bakar mengakibatkan daya yang dihasilkan mesin semakin tinggi.
4.3. Pengujian Kadar Emisi Gas Buang
4.3.1. Kadar Hidro Karbon (HC) Dalam Gas Buang
Kadar hidrokarbon (HC) pada motor bakar diesel hanya diukur pada putaran tertinggi yaitu 3000 rpm. Besarnya kadar hidro karbon (HC) motor bakar diesel dengan menggunakan bahan bakar solar murni dan dengan menggunakan campuran bahan bakar solar murni dengan Hi-Cester untuk setiap variasi putaran dan variasi beban statis yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.38 berikut ini. Tabel 4.38 Kadar HC tiap bahan bakar, beban 3,5 dan 4,5 kg putaran 3000 rpm
Putaran
Beban Statis ( kg )
Bahan Bakar Kadar Hidro
Karbon (ppm)
3000 rpm
3.5 kg
Solar Murni 39
Solar Murni + 1 mL Hi-Cester 25 Solar Murni + 2 mL Hi-Cester 15 Solar Murni + 3 mL Hi-Cester 20 Solar Murni + 4 mL Hi-Cester 19 Solar Murni + 5 mL Hi-Cester 23
4.5 kg
Solar Murni 27
Solar Murni + 1 mL Hi-Cester 21 Solar Murni + 2 mL Hi-Cester 19 Solar Murni + 3 mL Hi-Cester 15 Solar Murni + 4 mL Hi-Cester 19 Solar Murni + 5 mL Hi-Cester 20
(47)
Berdasarkan nilai kadar hidro karbon (HC) dari tabel 4.38 di atas maka diperoleh grafik pada gambar 4.15 dibawah ini, yaitu:
Gambar 4.15 Grafik kadar hidro karbon (HC) vs putaran
Hidrokarbon timbul tidak hanya karena campuran bahan bakar yang tinggi (konsumsi bahan bakar lebih tinggi dibandingkan udara) tetapi bisa juga karena campuran yang rendah pada suhu pembakaran rendah dan lambat misalnya pada saat mesin idle (mesin berputar bebas) atau waktu pembakaran mesin. Tidak sempurnanya pembakaran dimana bahan bakar tidak terbakar seluruhnya karena kekurangan udara akan menyebabkan timbulnya hidro karbon. Dari grafik gambar 4.15 di atas dapat dilihat bahwa kandungan HC bahan bakar solar lebih tinggi dibanding kandungan HC bahan bakar campuran solar dan Hi-Cester baik beban 3,5 maupun 4,5 kg. Kadar HC tertinggi yaitu pada saat mesin menggunakan bahan bakar solar sebesar 39 ppm pembebanan 3,5 kg. Kadar HC terendah yaitu 15 ppm. Dari gambar di atas, dapat kita lihat bahwa perbandingan kandungan HC tiap penambahan Hi-Cester memiliki perbedaan, untuk pembebanan 3,5 kg penambahan 1 dan 2 ml Hi-Cester kadar HC nya menurun dan untuk penambahan 3, 4, 5 ml Hi-Cester kadar HC nya meningkat, sedangkan pembebanan 4,5 kg
(48)
penambahan 1, 2, 3 ml Hi-Cester kadar HC nya menurun dan untuk penambahan 4, 5 ml Hi-Cester kadar HC nya meningkat, sehingga dapat kita simpulkan bahwa penambahan Hi-Cester pada solar harus sesuai ,dilihat dari kadar HC terbaik yang dihasilkan adalah pada campuran solar + 2 ml Hi-Cester.
4.3.2. Kadar Karbon Monoksida (CO) Dalam Gas Buang
Kadar karbon monoksida (CO) pada motor bakar diesel hanya diukur pada putaran tertinggi yaitu 3000 rpm. Besarnya kadar karbon monoksida motor bakar diesel dengan menggunakan bahan bakar solar murni dan dengan menggunakan campuran bahan bakar solar murni dengan Hi-Cester untuk setiap variasi putaran dan variasi beban statis yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.39 berikut ini. Tabel 4.39 Kadar karbon monoksida (CO)
Putaran Beban Statis
( kg ) Bahan Bakar
Kadar Karbon Monoksida (%)
3000 rpm
3.5 kg
Solar Murni 0.06 Solar Murni + 1 mL Hi-Cester 0.05 Solar Murni + 2 mL Hi-Cester 0.05 Solar Murni + 3 mL Hi-Cester 0.05 Solar Murni + 4 mL Hi-Cester 0.06 Solar Murni + 5 mL Hi-Cester 0.06
4.5 kg
Solar Murni 0.05 Solar Murni + 1 mL Hi-Cester 0.05 Solar Murni + 2 mL Hi-Cester 0.05 Solar Murni + 3 mL Hi-Cester 0.05 Solar Murni + 4 mL Hi-Cester 0.06 Solar Murni + 5 mL Hi-Cester 0.05
(49)
Berdasarkan nilai karbon monoksida (CO) di atas maka diperoleh grafik seperti pada gambar 4.16 di bawah ini, yaitu:
Gambar 4.16 Grafik kadar karbon monoksida (CO) vs putaran
CO muncul akibat proses pembakaran yang kurang optimal sehingga bahan bakar tidak terbakar karena kurang oksigen. Hal ini terjadi bila campuran bahan bakar lebih kaya dibandingkan dengan campuran stoikiometris dan terjadi pada saat beban rendah dan output maksimum saat akselerasi. Dari grafik pada gambar 4.16 di atas dapat kita lihat bahwa kadar CO gas buang baik pada pembebanan 3,5 kg baik 4,5 kg berkisar antara 0,05-0,06 %. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan Hi-Cester tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap kandungan CO emisi gas buang mesin diesel tersebut.
4.3.3. Kadar Opacity (OP) Dalam Gas Buang
Kadar Opacity (OP) pada motor bakar diesel hanya diukur pada putaran tertinggi yaitu 3000 rpm. Besarnya kadar opacity motor bakar diesel dengan menggunakan bahan bakar solar dan dengan menggunakan campuran bahan bakar solar dengan Hi-Cester untuk setiap variasi putaran dan variasi beban statis yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.40 berikut ini.
(50)
Tabel 4.40 Kadar Opacity (OP) Putaran Beban Statis
( kg ) Bahan Bakar
Kadar Opacity
(%)
3000 rpm
3.5 kg
Solar Murni 28.5 Solar Murni + 1 mL Hi-Cester 18.8 Solar Murni + 2 mL Hi-Cester 14.1 Solar Murni + 3 mL Hi-Cester 14.1 Solar Murni + 4 mL Hi-Cester 16 Solar Murni + 5 mL Hi-Cester 18.3
4.5 kg
Solar Murni 24.06 Solar Murni + 1 mL Hi-Cester 16 Solar Murni + 2 mL Hi-Cester 15.6 Solar Murni + 3 mL Hi-Cester 15.6 Solar Murni + 4 mL Hi-Cester 13.7 Solar Murni + 5 mL Hi-Cester 18.4
Berdasarkan nilai Kadar Opacity (OP) di atas maka diperoleh grafik seperti pada gambar 4.17 di bawah ini, yaitu:
Gambar 4.1 7Grafik Kadar Opacity (OP) VS Putaran
Dari grafik pada gambar 4.17 di atas dapat dilihat bahwa kadar opacity (kekabutan) gas buang mesin diesel dengan bahan bakar solar lebih tinggi dibandingkan dengan kadar opacity mesin diesel dengan bahan bakar campuran solar dan Hi-Cester baik pada beban 3,5 maupun pada beban 4,5 kg. Opacity terendah gas buang yaitu pada saat mesin menggunakan bahan bakar solar + 2 ml dan 3 ml Hi-Cester sebesar 14,1 % pembebanan 3,5 kg. Opacity tertinggi yaitu pada bahan bakar solar sebesar 28,5 pembebanan 3,5 kg.
(51)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Torsi dan daya mesin setelah menggunakan bahan bakar campuran solar
dan Hi-cester lebih tinggi dibanding torsi dan daya pada saat menggunakan bahan bakar solar, kenaikan torsi dan daya tersebut disebabkan oleh kenaikan nilai kalor bahan bakar.
2. SFC mesin setelah menggunakan bahan bakar campuran solar dan Hi-Cester lebih rendah dibanding SFC mesin pada saat menggunakan bahan bakar solar. SFC mesin dipengaruhi oleh laju aliran bahan bakar (ṁf). semakin tinggi laju aliran bahan bakarnya maka SFCnya semakin tinggi juga.
3. Nilai AFR mesin tertinggi mesin pada pembebanan 3,5 kg sebesar 55,59 yaitu pada putaran 2200 rpm bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester. Nilai AFR mesin tertinggi mesin pada pembebanan 4,5 kg sebesar 56,70 yaitu pada putaran 1800 rpm bahan bakar solar + 3 ml Hi-Cester.
4. Nilai efisiensi volumetris mesin setelah menggunakan bahan bakar campuran solar dan Hi-Cester lebih rendah dibanding efisiensi volumetris pada saat mesin menggunakan bahan bakar solar.
5. Nilai Efisiensi Thermal aktual mesin setelah menggunakan bahan bakar campuran solar dan Hi-Cester lebih tinggi dibanding efisiensi thermal aktual mesin pada saat menggunakan bahan bakar solar. Efisiensi thermal aktual dipengaruhi oleh laju aliran bahan bakar dan daya aktualnya.
6. Untuk nilai emisi gas buang, opacity gas buang setelah menggunakan bahan bakar campuran solar dan Hi-Cester lebih rendah dibanding opacity mesin pada saat menggunakan bahan bakar solar. Penambahan Hi-Cester tidak berpengaruh besar terhadap kadar CO. Kandungan CO nilainya yaitu berkisar antara 0,05-0,06 untuk semua variasi bahan bakar dan variasi pembebanan. Untuk kandungan HC, kandungan HC mesin setelah menggunakan bahan bakar campuran solar dan Hi-Cester lebih rendah
(52)
dibanding kandungan HC pada saat mesin menggunakan bahan bakar solar. Penurunan tersebut rata-rata 40 %.
5.2. Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya, pengujian dilakukan dengan mesin dinamis sehingga diperoleh hasil yang lebih nyata penggunaanya di kalangan masyarakat.
2. Perawatan rutin, Kalibrasi terhadap alat dan mesin uji yang ada di Laboratorium Teknik Mesin USU sehingga dapat lebih memudahkan Mahasiswa dalam melakukan proses pengujian dan data yang diperoleh dari pengujian lebih akurat.
3. Salah satu kendala yang kerap menjadi penghalang dalam melakukan pengujian adalah ketidaktersediaan alat pendukung, oleh karena itu diharapkan Departemen Teknik Mesin USU bersedia untuk lebih memperhatikan dan mengusahakan pangadaan peralatan tersebut.
(53)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Performansi Motor Diesel
Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam motor diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi (compression ignition engines).
Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 16:1 hingga 26:1, jauh lebih tinggi dibandingkan motor bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1. Konsumsi bahan bakar spesifik motor diesel lebih rendah (kira-kira 25 %) dibanding motor bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan tekanan kerjanya tinggi ( Arismunandar, 2004).
2.1.1. Torsi Dan Daya
Torsi suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat dynamometer yang bertindak seolah-olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power).
...(2.1)
dimana : PB = Daya Keluaran (Watt) = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m)
(54)
2.1.2. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya selang waktu tertentu. Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka :
...(2.2) dimana : Sfc= konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h)
ṁf = laju aliran bahan bakar (kg/jam)
Besarnya laju aliran massa bahan bakar (ṁf) dihitung dengan persamaan berikut :
...(2.3) dimana : sgf = specific gravity
Vf = volume bahan bakar yang diuji
tf = waktu mengahabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik) Untuk mesin berpenyalaan kompresi, nilai terbaik SFC didapat dibawah 200 g/kWh atau 0,2 Kg/kWh (Pulkrabek, 1997).
2.1.3. Perbandingan Udara Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)
Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR).
...(2.4)
(55)
Besarnya laju aliran massa udara (ṁa) juga dapat diketahui dengan membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperatur 20 °C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut:
...(2.5)
dimana : Pa = tekanan udara (Pa) Ta = temperatur udara (K)
Rentang AFR yang normal untuk mesin berpenyalaan kompresi (mesin diesel) dengan bahan bakar diesel adalah 18 ≤ AFR ≥ 70 (Pulkrabek, 1997).
2.1.4. Efisiensi Volumetris (Volumetric Efficiency)
Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetris ( ) dirumuskan dengan persamaan:
dimana : Berat udara segar yang terisap =
.
Berat udara sebanyak langkah torak = a .Vs(56)
...(2.6) dimana : ρa = kerapatan udara (kg/m3)
Vs = volume langkah torak = [spesifikasi mesin]
Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut:
...(2.7)
dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg.K)
Nilai efisiensi volumetris biasanya berada di rentang 80 hingga 90 persen untuk mesin bensin. Efisiensi volumetris untuk mesin diesel biasanya lebih tinggi ketimbang mesin bensin (Pulkrabek, 1997).
2.1.5. Efisiensi Thermal Brake (Thermal Brake Efficiency)
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi thermal brake (brake thermal efficiency, ηb).
Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :
...(2.8)
(57)
Jika daya keluaran (PB) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar ṁf dalam satuan kg/jam, maka:
...(2.9)
2.2. Teori Pembakaran
Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah karbon (C) dan hydrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S) Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.
Nitrogen adalah gas lembaran dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hydrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hydrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida.
Nilai Kalor Bahan Bakar
Nilai pembakaran merupakan jumlah energi kimia yang terdapat dalam satu massa atau volume bahan bakar. Ada dua macam nilai pembakaran, yaitu nilai pembakaran tinggi ( High Heating Value) dan nilai pembakaran rendah (Low Heating Value). Nilai kalor bahan bakar pada masing-masing spesimen didapat melalui percobaan bom kalorimeter. Analisa percobaan dilakukan dengan menggunakan rumus:
HHV = (T2-T1-TKP) x Cv (Kj/kg) ...(2.10) Dimana :
(58)
HHV = Nilai kalor atas (High Heating Value)
T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (0C) T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (0C) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05 0C) Cv = Panas jenis bom kalori meter (73529,6 kJ/kg 0C)
Nilai pembakaran rendah atau LHV didapat dengan menggunakan rumus:
LHV = HHV-3240 (kJ/kg)...(2.11) Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV) (American Society for Testing and Material, 1998).
2.3. Siklus Diesel
Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” (Compresion Ignition) oleh karena penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara yang telah bertekanan dan bertemperatur tinggi sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 16 – 26, sedangkan tekanan kompresinya mencapai 20 –40 bar dengan suhu 500 –7000C. Aplikasi dari motor diesel banyak pada industri-industri sebagai motor stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari motor bensin, lebih murah dan perawatannya lebih sederhana .
Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan panas pada volume konstan (Y. A. Çengel and M. A. Boles, Thermodynamics: An Engineering Approach, 5th ed, McGraw-Hill, 2006). Siklus diesel tersebut ditunjukkan pada gambar 2.1 di bawah ini.
(59)
P-V Diagram T-S Diagram Gambar 2.1. P-V Diagram dan T-S Diagram siklus diesel (Y.A Cengel , 2006)
Keterangan Grafik: 1-2 Kompresi Isentropik
2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik
4-1 Pengeluaran Kalor pada Tekanan Konstan
Dalam kenyataannya tiada satu pun merupakan siklus volume-konstan, siklus tekanan-konstan, atau siklus tekanan-terbatas. Hal ini dikarenakan adanya penyimpangan, dan penyimpangan dari siklus udara ideal itu terjadi karena dalam keadaan yang sebenarnya terjadi kerugian yang antara lain disebabkan oleh hal berikut:
1. Kebocoran fluida kerja karena penyekatan oleh cincin torak dan katup tak dapat sempurna.
2. Katup tidak di buka dan ditutup tepat di TMA dan TMB karena pertimbangan dinamika mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja. Kerugian tersebut dapat diperkecil bila saat pembukaan dan penutupan katup disesuaikan dengan besarnya beban dan kecepatan torak.
3. Fluida kerja bukanlah udara yang dapat dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan selama proses siklus berlangsung.
(60)
4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada waktu torak berada di TMA, tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara. Kenaikan tekanan dan temperatur fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran antara bahan bakar dan udara di dalam silinder.
5. Proses pembakaran memerlukan waktu, jadi tidak berlangsung sekaligus. Akibatnya, proses pembakaran berlangsung pada volume ruang bakar yang berubah-ubah karena gerakan torak. Dengan demikian, proses pembakaran harus sudah dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah torak bergerak kembali dari TMA menuju TMB. Jadi, proses pembakaran tidak dapat berlangsung pada volume atau pada tekanan yang konstan. Di samping itu, pada kenyataannya tidak pernah terjadi pembakaran sempurna. Karena itu daya dan efisiensinya sangatlah bergantung kepada perbandingan campuran bahan udara, kesempurnaan bahan bakar-udara itu bercampur, dan saat penyalaan.
6. Terdapat kerugian kalor yang disebabkan oleh perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin, terutama pada langkah kompresi, ekspansi, dan pada waktu gas buang meninggalkan silinder. Perpindahan kalor tersebut terjadi karena terdapat perbedaan temperatur antara fluida kerja dan fluida pendingin. Fluida pendingin diperlukan untuk mendinginkan bagian mesin yang menjadi panas, untuk mencegah bagian tersebut dari kerusakan.
7. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke atmosfer sekitarnya. Energi tersebut tak dapat dimanfaatkan untuk melakukan kerja mekanik.
8. Terdapat kerugian energi karena gesekan antara fluida kerja dengan dinding salurannya.
(61)
2.4. Proses Pembakaran Mesin Diesel
Proses pembakaran mesin diesel dapat dilihat pada grafik seperti gambar 2.2 dibawah ini :
Gambar 2.2. Grafik proses pembakaran mesin diesel (Arismunandar,W, 2004) Proses pembakaran dibagi menjadi 4 periode :
a. Periode 1: Waktu pembakaran tertunda (ignition delay) (A-B), pada periode ini fase persiapan pembakaran, karena partikel-partikel bahan bakar yang diinjeksikan bercampur dengan udara didalam silinder agar mudah terbakar.
b. Periode 2: Perambatan api (B-C), pada periode ini campuran bahan bahan bakar dan udara tersebut akan terbakar di beberapa tempat. Nyala api akan merambat dengan kecepatan tinggi sehingga seolah-olah campuran terbakar sekaligus, sehingga menyebabkan tekanan dalam silinder naik. Periode ini sering disebut pembakaran letup.
c. Periode 3: Pembakaran langsung (C-D) akibat nyala api dalam silinder, maka bahan bakar yang diinjeksikan langsung terbakar. Pembakaran langsung ini dapat dikontrol dari jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, sehingga periode ini sering disebut periode pembakaran dikontrol.
d. Periode 4: Pembakaran lanjut (D-E) injeksi berakhir dititik D, tetapi bahan bakar belum terbakar semua. Jadi walaupun injeksi telah berakhir,
(1)
vi
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 19
3.1. Waktu dan Tempat Pengujian ... 19
3.2. Alat dan Bahan ... 19
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 23
3.4. Metode Pengolahan Data ... 23
3.5. Pengamatan dan Tahap Pengujian……….23
3.6. Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar………...24
3.7. Prosedur pengujian Performansi Motor Diesel ... 27
3.8. Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang ... 29
BAB 4. ANALISA DATA ... 30
4.1. Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ... 30
4.2. Pengujian Performansi Motor Bakar Diesel ... 32
4.2.1. Torsi ... 32
4.2.2. Daya Aktual ... 37
4.2.3. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) ... 43
4.2.4. Rasio Udara Bahan Bakar (AFR) ... 48
4.2.5. Efisiensi Volumetrik ... 53
4.2.6. Efisiensi Thermal Aktual ... 58
4.3. Pengujian Kadar Emisi Gas Buang ... 63
4.3.1. Kadar Hidro Karbon (HC) Dalam Gas Buang ... 63
4.3.2. Kadar Karbon Monoksida (CO) Dalam Gas Buang ... 65
4.3.3. Kadar Ovacity (OP) Dalam Gas Buang ... 66
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1. Kesimpulan ... 68
5.2. Saran ... 69
(2)
vii DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Karakteristik Mutu Solar ... 16
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ... 31
Tabel 4.2. Torsi dengan Bahan Bakar Solar ...32
Tabel 4.3. Torsi dengan Bahan Bakar Solar + 1 ml Hi-Cester ... 33
Tabel 4.4. Torsi dengan bahan bakar solar + 2 ml Hi-Cester ... 33
Tabel 4.5. Torsi dengan bahan bakar solar + 3 ml Hi-Cester ... 34
Tabel 4.6. Torsi dengan bahan bakar solar + 4 ml Hi Cester ... 34
Tabel 4.7. Torsi dengan bahan bakar solar + 5 ml Hi-Cester ... 35
Tabel 4.8. Daya yang dihasilkan Bahan Bakar Solar ... 40
Tabel 4.9 Daya yang dihasilkan Solar + 1 ml Hi-Cester ... 40
Tabel 4.10 Daya yang dihasilkan Solar + 2 ml Hi-Cester ... 40
Tabel 4.11 Daya yang dihasilkan Solar + 3 ml Hi-Cester ... 41
Tabel 4.12 Daya yang dihasilkan Solar + 4 ml Hi-Cester ... 41
Tabel 4.13 Daya yang dihasilkan Solar + 5 ml Hi-Cester ... 41
Tabel 4.14 SFC Bahan Bakar Solar ... 45
Tabel 4.15 SFC Bahan Bakar Solar + 1 ml Hi-Cester ……….45
Tabel 4.16 SFC Bahan Bakar Solar + 2 ml Hi-Cester ……….45
Tabel 4.17 SFC Bahan Bakar Solar + 3 ml Hi-Cester ……….46
Tabel 4.18 SFC Bahan Bakar Solar + 4 ml Hi-Cester ……….46
Tabel 4.19 SFC Bahan Bakar Solar + 5 ml Hi-Cester ……….46
Tabel 4.20 AFR dengan Bahan Bakar Solar……….. ……….50
Tabel 4.21 AFR dengan Bahan Bakar Solar + 1 ml Hi-Cester……...….51
Tabel 4.22 AFR dengan Bahan Bakar Solar + 2 ml Hi-Cester……...….51
Tabel 4.23 AFR dengan Bahan Bakar Solar + 3 ml Hi-Cester……...….51
Tabel 4.24 AFR dengan Bahan Bakar Solar + 4 ml Hi-Cester……...….52
Tabel 4.25 AFR dengan Bahan Bakar Solar + 5 ml Hi-Cester……...….52
Tabel 4.26 Efisiensi Volumetrik Solar……….……...….55
Tabel 4.27 Efisiensi Volumetrik Solar + 1 ml Hi-Cester…………...….55
Tabel 4.28 Efisiensi Volumetrik Solar + 2 ml Hi-Cester…………...….56
(3)
viii Tabel 4.30 Efisiensi Volumetrik Solar + 4 ml Hi-Cester…………...….56 Tabel 4.31 Efisiensi Volumetrik Solar + 5 ml Hi-Cester…………...….57 Tabel 4.32 Efisiensi Thermal Aktual Solar………..…………...…59 Tabel 4.33 Efisiensi Thermal Aktual Solar + 1 ml Hi-Cester…..…..….60 Tabel 4.34 Efisiensi Thermal Aktual Solar + 2 ml Hi-Cester…..…..….60 Tabel 4.35 Efisiensi Thermal Aktual Solar + 3 ml Hi-Cester…..…..….60 Tabel 4.36 Efisiensi Thermal Aktual Solar + 4 ml Hi-Cester…..…...61 Tabel 4.37 Efisiensi Thermal Aktual Solar + 5 ml Hi-Cester…..…...61 Tabel 4.38 Kadar HC beban 3,5 dan 4,5 kg putaran 3000 rpm..…...….63 Tabel 4.39 Kadar CO beban 3,5 dan 4,5 kg putaran 3000 rpm..…...….65 Tabel 4.40 Kadar Opacity (OP) Motor Bakar Diesel………...…...….67
(4)
ix DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Grafik Siklus Diesel ... 11
Gambar 2.2. Grafik Proses Pembakaran Mesin Diesel ... 13
Gambar 2.3. Bio Fuel Vitamin Hi Chester ... 17
Gambar 3.1. Tecquipment TD 111 Four Stroke Diesel Engine ... 19
Gambar 3.2. Tecquipment TD 115 MK II ... 20
Gambar 3.3. I.C Engine Instrumentation ... 20
Gambar 3.4. Hesbon Opacity Smokemeter HD-410 ... 21
Gambar 3.5. Hesbon Automotive Emission Analizer HG-510 ... 21
Gambar 3.6. Stopwatch ... 22
Gambar 3.7. Beaker glass ... 22
Gambar 3.8. Gelas Ukur ... 23
Gambar 3.9. Bom Kalorimeter ... 25
Gambar 3.10. Diagram Alir Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ... 26
Gambar 3.11. Diagram Alir Pengujian Performansi Motor Diesel ... 28
Gambar 3.12. Diagram Alir Pengujian Emisi Gas Buang ... 29
Gambar 4.1. Grafik Torsi VS Putaran, Beban 3.5 kg ... 35
Gambar 4.2. Grafik Torsi VS Putaran, Beban 4.5 kg ... 36
Gambar 4.3. Kurva Viscous Flow meter ... 38
Gambar 4.4. Grafik Daya VS Putaran, Beban 3.5 kg ... 42
Gambar 4.5. Grafik Daya VS Putaran, Beban 4.5 kg ... 42
Gambar 4.6. Grafik SFC VS Putaran , beban 3.5 kg ... 47
Gambar 4.7. Grafik SFC VS Putaran, Beban 4.5 kg ... 47
Gambar 4.8. Kurva Viscous Flow Meter Calibration ... 49
Gambar 4.9. Grafik AFR VS Putaran, Beban 3.5 kg ... 52
Gambar 4.10. Grafik AFR VS Putaran , Beban 4.5 kg ... 53
Gambar 4.11. Grafik Efisiensi Volumetrik vs Putaran, Beban 3.5 kg ... 57
Gambar 4.12. Grafik Efisiensi Volumetrik vs Putaran, Beban 4.5 kg ... 58
Gambar 4.13. Grafik Efisiensi Thermal Aktual VS Putaran, Beban 3.5 kg ... 62
Gambar 4.14. Grafik Efisiensi Thermal Aktual VS Putaran, Beban 4.5 kg ... 62
(5)
x Gambar 4.15. Grafik Kadar Hidro Karbon (HC) VS Putaran ... 64 Gambar 4.16. Grafik Kadar Karbon Monoksida (CO) VS Putaran ... 66 Gambar 4.17. Grafik Kadar Ovacity (OP) VS Putaran ... 67
(6)
xi NOTASI DAN SATUAN
SIMBOL ARTI SATUAN
HHV = Nilai kalor atas (High heating value) kJ/Kg LHV = Nilai kalor bawah (Low heating value) kJ/Kg
T1 = Temperatur awal sebelum penyalaan OC
T2 = Temperatur akhir sesudah penyalaan OC
CV = Panas jenis kJ/Kg OC
T = Torsi Nm
n = Putaran rpm
PB = Daya kW
Vf = Volume bahan bakar mL
sfc = Konsumsi bahan bakar spesifik g/kW.h
ṁf = Laju aliran massa bahan bakar kg/jam
AFR = Air Fuel Ratio
Vs = Volume langkah torak m3
ρa = Kerapatan udara kg/mm3
ṁa = Laju aliran massa udara kg/jam
ηv = Modulus Elastisitas %