Pemodelan jaringan saraf tiruan (artificial neural networks) untuk identifikasi kawanan lemuru dengan menggunakan deskriptor hidroakustik

(1)

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN

(

Artificial Neural Networks

) UNTUK IDENTIFIKASI KAWANAN

LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN

DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK

AMIR HAMZAH MUHIDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemodelan Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks) Untuk Identifikasi Kawanan Lemuru Dengan Menggunakan Deskriptor Hidroakustik adalah karya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2007

Amir Hamzah Muhiddin NIM C561024011


(3)

ABSTRAK

AMIR HAMZAH MUHIDDIN. Pemodelan Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks) Untuk Identifikasi Kawanan Lemuru Dengan Menggunakan Deskriptor Hidroakustrik. Dibimbing oleh INDRA JAYA, TOTOK HESTIRIANOTO dan DANIEL R. MONINTJA.

Dalam disertasi ini dilakukan pemodelan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik (JSTPB) untuk mengidentifikasi kawanan lemuru (Sardinella lemuru) dengan menggunakan deskriptor hidroakustik. Dalam pemodelan ini identifikasi dengan Metode Statistik Analisis Gerombol (Cluster Analysis) dan Metode Analisis Diskriminan (Descriminant Function Analysis) digunakan sebagai pembanding. Deskriptor hidroakustik yang digunakan terdiri dari 15 jenis deskriptor hidroakustik yang dikelompokkan kedalam kelompok deskriptor morfometrik, batimetrik, dan energetik. Ke-15 jenis deskriptor diekstrak dari 114 kawanan ikan dengan 58 diantaranya adalah kawanan ikan teridentifikasi (data latih) sedangkan 56 lainnya adalah kawanan ikan yang belum teridentifikasi (data uji).

Analisis gerombol dilakukan dengan 35 kawanan ikan data latih dan 56 kawanan ikan data uji dengan masing-masing 11 deskriptor, sedangkan analisis diskriminan dilakukan dengan 56 kawanan data uji yang sebelumnya telah diidentifikasi dengan analisis gerombol dan 15 deskriptor hidroakustik. Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa +89% dari 56 kawanan tersebut adalah kawanan lemuru (50 kawanan) dengan 4 spesies kawanan ikan yaitu kawanan lemuru (12 kawanan), protolan (15 kawanan), sempenit (16 kawanan), dan campuran (7 kawanan) sedangkan 11% sisanya (6 kawanan) adalah kawanan non-lemuru. Dengan analisis diskriminan, klasifikasi terhadap 56 kawanan ikan dapat dilakukan dengan ketepatan hingga 98,2%, hanya 1 spesies kawanan sempenit yang teridentifikasi sebagai kawanan campuran sedang ke-55 kawanan ikan lainnya dapat diklasifikasikan dengan benar. Dari hasil analisis ini didapatkan 8 deskriptor utama yaitu deskriptor panjang (L), tinggi (H), luas (A), keliling (P), elongasi (E) dari kelompok deskriptor morfometrik; deskriptor tinggi relatif (Trel) dari kelompok deskriptor batimetrik; dan deskriptor rataan energi hamburan balik (Er) dan densitas (Dv) dari kelompok deskriptor energetik.

Ada 3 tipe model jaringan yang digunakan dalam disertasi ini, yaitu model Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik 1(JSTPB1), 2(JSTPB2), dan 3(JSTPB3). JSTPB1 adalah jaringan dengan 8 deskriptor utama hasil analisis statistik diskriminan pada lapisan masukan, JSTPB2 adalah jaringan yang menggunakan data deskriptor masukan yang sama banyaknya dengan data deskriptor yang digunakan metode statistik yaitu 15 deskriptor, JSTPB3 adalah jaringan yang menggunakan deskriptor hasil analisis tingkat kontribusi deskriptor pada JSTPB2 yang jumlahnya disamakan dengan jumlah deskriptor masukan JSTPB1, 8 deskriptor, tetapi dengan kelompok deskriptor yang berbeda. Dengan metode ini digunakan 114 kawanan ikan dengan 15 deskriptor hidroakustik. Setelah menggunakan beberapa model alternatif, model jaringan yang dipilih untuk digunakan dalam disertasi ini adalah model jaringan 8(8-1) untuk JSTPB1


(4)

dan JSTPB3 yaitu model dengan lapisan tersembunyi tunggal dengan 8 unit sel pada lapisan masukan dan 8 unit sel pada lapisan tersembunyi, sedangkan JSTPB2 menggunakan model jaringan 15(15-1) yaitu model jaringan dengan 15 unit sel masukan pada lapisan masukan dan 15 unit sel pada lapisan tersembunyi. Untuk mendapatkan hasil identifikasi yang optimal maka komposisi akhir data latih dan uji yang digunakan dalam Metode Jaringan Saraf Perambatan Balik adalah 80 pola data pada data latih dan 30 pola data pada data uji. Dengan komposisi data seperti yang disebutkan di atas, didapatkan ketepatan tingkat identifikasi masing-masing untuk JSTPB1 100%, JSTPB2 70%, JSTPB3 73,3% dengan jumlah hitungan iterasi masing-masing JSTPB1 10 kali iterasi, JSTPB2 32 kali iterasi, dan JSTPB3 14 kali iterasi. Hasil analisis kontribusi pareto pada JSTPB2 menunjukkan bahwa dari 15 jenis deskriptor yang digunakan, hanya kelompok deskriptor morfometrik dan energetik yang berperan besar dalam analisis ini. Kelompok deskriptor morfometrik yaitu; deskriptor keliling (P), panjang (L), luas(A), elongasi (E), dan tinggi (H), kelompok deskriptor energetik yaitu; kurtosis (K), skewness (S), dan intensitas hamburan balik (Er). Deskriptor-deskriptor ini selanjutnya digunakan sebagai Deskriptor-deskriptor masukan JSTPB3.

Dalam disertasi ini disimpulkan bahwa; (1) Metode Statistik dan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik dapat digunakan dengan baik untuk identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan pelagis, (2) Dari kedua metode didapatkan bahwa Morfometrik kawanan ikan berperan lebih besar dalam proses identifikasi dan klasifikasi dibanding energetik dan batimetrik, (3) Model jaringan saraf yang ideal adalah 8(8-1) untuk JSTPB1 dan JSTPB3 serta 15(15-1) untuk JSTPB2, (4) Untuk mendapatkan tingkat ketepatan yang optimum maka data kawanan ikan yang akan diidentifikasi dengan metode ini maksimum berjumlah 35,7% dari total data latih yang tersedia.

Kata kunci: identifikasi, kawanan lemuru, deskriptor hidroakustik, metode jaringan saraf tiruan.


(5)

ABSTRACT

AMIR HAMZAH MUHIDDIN. Modeling of Artificial Neural Networks for Identification of Lemuru Schools Using Hydroacoustic Descriptors. Supervised by INDRA JAYA, TOTOK HESTIRIANOTO and DANIEL R. MONINTJA

In this dissertation, Back Propagation Artificial Neural Networks (BPANN) model was used to identify schools of lemuru (Sardinella lemuru) utilizing hydroacoustic descriptors. Statistical methods of Cluster Analysis and Discriminant Function Analysis were used for comparison. Hydroacoustic descriptor approach categorized as morphometric, bathymetric, and energetic descriptors was performed by using 15 types of hydroacoustic descriptors. The 15-descriptor types were extracted from 114 fish schools echogram of which 58 were identified (training data) while the other 56 schools were unidentified (testing data).

Cluster analysis was performed on 35 fish school training data and 56 fish school testing data, each with 11 descriptors, while discriminant analysis was performed on 56 school testing data which had previously been identified with cluster analysis and 15 hydroacoustic descriptors. Results of cluster analysis showed that +89% of the 56 schools were lemuru (50 schools) with 4 fish species school namely lemuru (12 schools), protolan (15 schools), sempenit (16 schools), and combination (7 schools), while remaining 11% (6 schools) were non-lemuru schools. Using discriminant analysis, classification of 56 fish schools can be obtained with 98.2% accuracy; only 1 school of sempenit species was identified as combination of fish school, whereas the other 55 schools were correctly classified. Further, 8 key descriptors of the school were found, namely length (L), height (H), area (A), perimeter (P), Elongation (E) from morphometric descriptor category, Relative Altitude (Trel) from bathymetric descriptor category, and mean back-scattering energy (Er) and Density (Dv) from energetic descriptor category.

Three neural models were used in this dissertation: (1) Back Propagation Neural Network 1 (BPANN1), (2) BPANN2, and (3) BPANN3. BPANN1 was network with 8 key descriptors obtained from discriminant statistical analysis on input layer. BPANN2 was a network that used the same 15 input descriptors data with those used in statistical method. BPANN3 was network that used descriptors obtained from analysis of degree of descriptor’s contribution in BPANN2 with the same number of input descriptors as in BPANN1, but with different descriptor category. These methods used 114 fish schools with 15 hydroacoustic descriptors. After simulating several alternative models, the selected network models in this dissertation was network model 8(8-1) for BPANN1 and BPANN3, model with one hidden layer and 8 unit cells on input layer and 8 unit cell on hidden layer, whereas BPANN2 used network model 15(15-1), network model with 15 unit cells on input layer and 15 unit cells on hidden layer. In order to obtain optimal identification results, final composition of training and testing data used in Back Propagation Neural Network was 84 data patterns in training data and 30 data patterns in testing data. With this composition, degrees of identification accuracy for BPANN1, BPANN2, and BPANN3 were 100%, 70%, and 73.3% and with number of iteration were 10, 32, and 14, respectively. Results from pareto


(6)

contribution analysis on BPANN2 showed that from 15 descriptor types used, only morphometric and energetic descriptor categories play major roles in this analysis. The descriptors from morphometric category were perimeter (P), length (L), area (A), elongation (E), and height (H), while descriptors from energetic category were kurtosis (K), skewness (S), and mean intensity of back-scattering (Er). These descriptors were then used as input descriptors for BPANN3.

In conclusion: 1) Statistical method and Back Propagation Neural Network can be well utilized to identify and classify pelagic fish schools, 2) Morphometric of fish schools played a larger role in identification and classification process compared to energetic and bathymetric, 3) Ideal neural network model was 8(8-1) for BPANN1 and BPANN3, and 15(15-1) for BPANN2, 4) In order to obtain optimum degree of accuracy, a maximum number of fish schools to be identified in the computation was 35.7% of total available training data.

Keywords: identification, lemuru schools, hydroacoustic descriptor, artificial neural networks method.


(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

PEMODELAN JARINGAN SARAF TIRUAN

(Artificial Neural Networks) UNTUK IDENTIFIKASI

KAWANAN LEMURU DENGAN MENGGUNAKAN

DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK

AMIR HAMZAH MUHIDDIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Disertasi : Pemodelan Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks) Untuk Identifikasi Kawanan Lemuru Dengan Menggunakan Deskriptor Hidroakustik

Nama : Amir Hamzah Muhiddin

NIM : C561024011

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Indra Jaya, MSc. Ketua

Dr. Ir. Totok Hestirianoto, MSc. Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja

Anggota Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua,

Prof.Dr.Ir. John Haluan.MSc Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro.MS


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 20 November 1963, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara pasangan Bapak Hammad Muhiddin dan Ibu Hadawijah. Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas ditempuh di Ujung Pandang. Setamat SMA tahun 1982 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Program Perintis I di Jurusan Teknik Geodesi. Penulis menyelesaikan pendidikan di ITB tahun 1990 dengan skripsi berjudul “Hitungan tiga dimensi dengan kontrol tinggi untuk penentuan posisi horisontal” skripsi yang berkaitan dengan Teknologi Global Positioning System (GPS). Sebelum dan setelah menyelesaikan studi di ITB penulis terlibat dalam beberapa kegiatan survey topografi dan hidrografi di beberapa daerah. Tahun 1992 hingga saat ini penulis bekerja di Universitas Hasanuddin (UNHAS) sebagai staf pengajar di Jurusan Ilmu Kelautan dan bertugas di Laboratorium Geomorfologi dan Menejemen Pantai. Sebelum melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan beasiswa UCE-CEPI Kanada penulis mengikuti kursus bahasa Inggris selama 9 bulan di IALF Denpasar Bali dan melanjutkan pendidikan S2 di University of Waterloo Kanada dalam bidang lingkungan tetapi karena sesuatu hal pendidikan tersebut tidak penulis selesaikan. Dengan beasiswa BPPS, penulis melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Teknologi Kelautan IPB tahun 2000 dan menyelesaikan pendidikan S2 dengan thesis berjudul “Pengamatan sinoptik sifat optik Perairan Muara Sungai Cimandiri Teluk Pelabuhan Ratu” pada Januari 2003, thesis yang berkaitan dengan bidang pengindraan jauh kelautan. Saat ini penulis juga tercatat sebagai dosen luar biasa di Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia Makassar.


(11)

PRAKATA

Penggunaan Metode Jaringan Saraf Tiruan untuk mengidentifikasi kawanan ikan lemuru termasuk relatif baru. Sebelumnya metode yang digunakan untuk itu adalah Metode Statistik. Beberapa keunggulan Metode Jaringan Saraf Tiruan terhadap Metode Statistik menjadikan metode ini menarik untuk diteliti. Penulis mencoba mempelajari faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan jaringan saraf tiruan dalam bidang perikanan.

Dengan selesainya penelitian dan tulisan disertasi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Indra Jaya, Msc., sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, MSc., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan, saran dan kritik yang diberikan selama masa penelitian dan penulisan disertasi ini. Khusus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja penulis mengucapkan banyak terimakasih atas kemudahan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat langsung meneruskan pendidikan S2 ke S3 di PS.TKL IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ir. Duto Nugroho, MSi.(Kepala BRPL-DKP), dan Dr. Ir. Bambang Sadatomo, MSc. (Peneliti senior BRPL-DKP) atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pelayaran survey akustik jalur Semarang-Tarakan yang sangat berkesan bagi penulis dan juga atas bantuan data akustik yang diberikan.

Terima kasih juga penulis haturkan kepada rekan-rekan alumni ITB di BPPT, Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, M.Sc., Ir. Amarsyah di Departemen Kelautan dan Perikanan Gambir, dan rekan-rekan alumni ITB lainnya yang telah membantu menyediakan data survei akustik Selat Bali tahun 1998, 1999, 2000 yang penulis gunakan sebagai data penelitian dalam disertasi ini. Tidak lupa diucapkan terima kasih kepada kamerad Syaiful Akbar, David Pranata, Ultra Syahbunan, dan Arwin Lubis atas segala dukungan moral dan materil yang diberikan.

Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa, staf pengajar dan administrasi Program Studi Teknologi Kelautan (PS TKL) IPB diucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini dan kepada rekan Fauziyah diucapkan terima kasih atas izin untuk menggunakan dan memodifikasi Program ADA-2004.


(12)

Kepada Rektor Universitas Hasanuddin, Rektor Institut Pertanian Bogor, dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional diucapkan terima kasih atas kesempatan dan bantuan beasiswa yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Terakhir kepada kedua orang tua, anak (Dhila, Dayat, dan Iba), istri (Niar), dan saudara-saudara tercinta atas dukungan moral dan materil yang diberikan terus menerus penulis mengucapkan beribu terima kasih. Semoga seluruh bantuan yang diberikan bernilai ibadah dan diberikan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Bogor, April 2007


(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI

………...

xii

DAFTAR TABEL

………...

xv

DAFTAR GAMBAR

………...

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

………...

xx

GLOSARI

………

xxi

1 PENDAHULUAN

………...

1

1.1 Latar Belakang ………....

1

1.2 Batasan Masalah ………...

3

1.3 Tujuan ………...

4

1.4 Manfaat Penelitian ………..

4

1.5 Hipotesis ………...

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

………..………..

5

2.1 Jaringan Saraf Tiruan ………...

5

2.1.1 Sel saraf tiruan (artificial neural) ………...

7

2.1.2 Koneksitas sel saraf tiruan (topology) ………...

9

2.1.3

Aturan

pembelajaran

(learning rule) ………...

10

2.1.4 Arsitektur JST ………...

14

2.1.5 Aplikasi JST dalam bidang perikanan …...

18

2.2 Ikan Pelagis ...

22

2.2.1 Kawanan dan gerombolan ikan pelagis ...

22

2.2.2 Struktur kawanan ikan pelagis ...

25

2.2.3 Ukuran kawanan ikan pelagis ...

26

2.2.4 Bentuk kawanan ikan pelagis ...

27

3 METODOLOGI

...

31

3.1 Data Akustik ...

33

3.1.1 Pemrosesan data akustik ...

34

3.1.2 Data hasil tangkapan ...

35


(14)

xiii

Halaman

3.2 Hitungan Nilai Deskriptor ...

36

3.3 Deskriptor

Akustik

...

37

3.4 Identifikasi, Klasifikasi dan Penentuan Deskriptor Utama dengan

Metode Statistik ...

37

3.5 Arsitektur JST ...

38

3.6 Rancangan Awal JST ...

39

3.7 Validasi Silang ...

39

3.8 Hasil Validasi Silang ...

39

4 DESKRIPTOR HIDROAKUSTIK KAWANAN IKAN PELAGIS

...

40

4.1 Pendahuluan ...

40

4.2 Metode Penelitian ...

43

4.3 Hasil ...

47

4.3.1 Analisis korelasi ...

48

4.3.2 Analisis komponen utama ...

55

4.4 Pembahasan ...

57

4.5 Kesimpulan ...

60

5 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS

DENGAN METODE STATISTIK

...

61

5.1 Pendahuluan ...

61

5.2 Metode Penelitian ...

62

5.3 Hasil ...

67

5.3.1 Analisis gerombol ...

67

5.3.2 Analisis diskriminan ...

72

5.4 Pembahasan ...

78

5.5 Kesimpulan ...

80

6 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KAWANAN IKAN PELAGIS

DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERAMBATAN

BALIK

...

82

6.1 Pendahuluan ...

82

6.2 Metode Penelitian ...

83

6.2.1 Perancangan awal dan pelatihan JSTPB ...

85

6.2.2 Perancangan akhir dan uji coba JSTPB ...

91

6.3 Hasil ...

93

6.3.1 Hasil perancangan awal dan pelatihan JSTPB ...

93

6.3.2 Hasil perancangan akhir dan uji coba JSTPB ...

101

6.4 Pembahasan ...

110


(15)

xiv

Halaman

7 PEMBAHASAN UMUM

...

113

7.1 Karakteristik Kawanan Lemuru ...

113

7.2 Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik ...

115

8 KESIMPULAN DAN SARAN

...

119

8.1 Kesimpulan ...

119

8.2 Saran ...

120

DAFTAR PUSTAKA

...

121


(16)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Contoh deskriptor yang digunakan untuk identifikasi sardine,

anchovy,

dan horse mackarel (Haralabous & Georgakarakos, 1996) ………

21

2 Deskriptor

hidroakustik

(Fauziyah, 2005) ...

42

3

Rangkuman nilai rataan dan koefisien keragaman (kk dalam %)

deskriptor morfometrik kawanan ikan berdasarkan selang waktu

pengukuran ...

49

4

Matriks korelasi antar deskriptor morfometrik ...

49

5

Rangkuman nilai rataan dan koefisien keragaman (kk dalam %)

deskriptor batimetrik kawanan ikan berdasarkan selang waktu

pengukuran ...

51

6

Matriks korelasi antar deskriptor batimetrik ...

51

7

Rangkuman nilai rataan dan koefisien keragaman (kk dalam %)

deskriptor energetik kawanan ikan berdasarkan selang waktu

pengukuran ...

52

8

Matriks korelasi antar deskriptor energetik ...

52

9

Matriks korelasi antar deskriptor morfometrik, batimetrik, dan

energetik ...

54

10

Deskriptor hidroakustik untuk analisis statistik (Fauziyah, 2005) ...

63

11

Kelompok kawanan ikan hasil analisis gerombol ...

67

12

Hasil pengelompokan 56 kawanan ikan (data A) dengan Metode Analisis

Gerombol Terbimbing ...

71

13

Nilai rataan deskriptor pada masing-masing kelompok ...

73

14

Koefisien fungsi diskriminan dan struktur matriks fungsi ...

74

15

Eigenvalue dari kempat fungsi diskriminan ...

75


(17)

xvi

Halaman

17

Perbandingan hasil pelatihan beberapa metode pelatihan JSTPB model

8(5-1) dengan menggunakan data pelatihan yang sama ...

94

18 Perbandingan hasil pelatihan berdasarkan arsitektur jaringan yang

berbeda dengan fungsi aktivasi

tansig-purelin

...

99

19

Deskriptor pada unit sel masukan JSTPB1 ... 102

20

Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JSTPB1 ...

103

21

Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JSTPB2 ...

106

22

Deskriptor pada unit sel masukan JSTPB3 ... 107

23

Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JSTPB3 ...

109

24 Rangkuman hasil identifikasi dan klasifikasi dengan metode yang

berbeda ... 117


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Jaringan sel saraf biologi ...

5

2

Sebual sel saraf dengan masukan tunggal ...

8

3

Sebuah sel saraf dengan r masukan ...

8

4

Pemrosesan umpan balik ...

9

5

Arsitektur JSTPB sederhana ...

12

6

JST dengan satu lapisan, dengan r masukan dan s buah sel saraf

... 14

7

Arsitektur JST umpan maju (feed-forward) dengan banyak lapisan ...

16

8

JST dengan banyak lapisan (multi layer) dengan r masukan dan s buah

sel saraf ...

17

9

Contoh deskriptor citra akustik kawanan ikan dengan intensitas

hamburan balik yang berbeda pada setiap titik pikselnya

... 20

10

Sardinella lemuru Bleeker, 1853 (DKP) ...

24

11

Bentuk berlian dalam kawanan ikan (He, 1989) ...

26

12

Bentuk-bentuk kawanan ikan yang terdeteksi dengan peralatan Sonar

(He, 1989) ...

28

13

Pola sebaran ikan di dalam kolom air (Reid, 2000) ...

29

14

Diagram alir metode penelitian ...

32

15

Lintasan survei kapal Baruna Jaya IV di Selat Bali tahun 1998, 1999,

2000 ...

34

16 Deskriptor

hidroakustik

kawanan ikan pelagis ...

41


(19)

xviii

Halaman

18 Citra akustik kawanan ikan setelah proses binerisasi (b) dan

sebelumnya (a) ...

47

19

Hasil plot AKU deskriptor hidroakustik ...

56

20

Karakteristik deskriptor hasil AKU pada malam dan siang hari ...

57

21

Diagram alir identifikasi dan klasifikasi dengan Metode Statistik ...

65

22

Contoh beberapa citra akustik kawanan ikan di Selat Bali ...

69

23

Posisi anggota kelompok kelima kawanan ikan terhadap fungsi

diskriminan 1 dan 2 ...

76

24

Karakteristik 8 deskriptor utama dari kelima kelompok kawanan ikan

... 78

25

Diagram alir proses perancangan hingga operasional JSTPB ...

84

26

Grafik fungsi aktivasi Sigmoid Bipolar dan Linier ...

87

27

Diagram alir algoritma jaringan ...

89

28

Grafik hasil pelatihan dengan jumlah unit sel masukan yang berbeda

(a) Jumlah unit masukan Vs Jumlah iterasi (b) Jumlah unit sel

masukan Vs MSE ...

95

29

Grafik hasil pelatihan dengan jumlah unit sel lapisan tersembunyi yang

berbeda (a) Jumlah unit sel tersembunyi Vs Jumlah iterasi (b) Jumlah

unit sel tersembunyi Vs MSE ...

96

30

Grafik hasil pelatihan berdasarkan arsitektur jaringan yang berbeda

dengan fungsi aktivasi tansig-purelin (a) Model JSTPB Vs Jumlah

iterasi (b) Model JSTPB Vs MSE ...

98

31

Grafik hasil pelatihan dengan jumlah pola masukan yang berbeda (a)

Jumlah pola masukan Vs Jumlah iterasi (b) Jumlah pola masukan Vs

MSE ... 100

32

Hasil simulasi data uji model JSTPB1 dengan arsitektur 8(8-1) dengan

Metode Pelatihan Levenberg-Marquard ... 103


(20)

xix

Halaman

34

Hasil simulasi data uji model JSTPB2 15(15-1) dengan Metode

Pelatihan Levenberg-Marquard ...

105

35

Diagram Pareto JSTPB2 ... 106

36

Hasil simulasi data uji model JSTPB3 8(8-1) dengan Metode Pelatihan

Levenberg-Marquard ... 108

37

Diagram Pareto JSTPB3 ... 109


(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data latih mentah ...

126

2 Data latih dalam bentuk z-score ... 127

3 Data latih dalam bentuk bipolar ...

128

4 Histogram deskriptor hidroakustik data latih ... 129

5 Data uji mentah ...

133

6 Data uji dalam bentuk logaritmik ... 134

7 Data uji dalam bentuk z-score ... 135

8 Data uji dalam bentuk bipolar ... 136

9 Histogram deskriptor hidroakustik data uji ... 137

10 Hasil analisis gerombol ... 142

11 Hasil analisis diskriminan ...

144

12 Hasil hitungan JSTPB1 ...

152

13 Hasil hitungan JSTPB2 ...

154

14 Hasil hitungan JSTPB3 ...

158

15 Jumlah iterasi Vs ketepatan dari seluruh model JSTPB1 ... 160

16 Jumlah iterasi Vs ketepatan dari seluruh model JSTPB2 ... 161

17 Jumlah iterasi Vs ketepatan dari seluruh model JSTPB3 ... 162

18 Deskripsi, sebaran, dan produksi lemuru ...

163


(22)

xxi

GLOSARI

DAFTAR ISTILAH

Akustik

(acoustics)

= Ilmu tentang suara yang mempelajari sifat perambatan

suara di dalam suatu medium.

Arsitektur

(architecture)

= Deskripsi tentang jumlah sel, lapisan tersembunyi, fungsi

aktivasi, dan koneksi antar lapisan.

Bias

= Parameter sel saraf yang ditambahkan ke masukan

terbobot yang selanjutnya diproses oleh fungsi aktivasi.

Bobot (weight)

= Besaran pengali yang berfungsi menguatkan atau

melemahkan masukan yang diberikan kedalam sebuah sel

saraf.

Citra akustik

(echogram)

= Rekaman dari rangkaian gema yang divisualisasikan.

Deskriptor

(descriptor)

= Variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat

dari pantulan akustik, baik berupa morfometrik,

batimetrik, dan energetik.

Fungsi aktivasi

(activation function)

= Fungsi aktivasi adalah fungsi yang secara spesifik

menentukan langkah yang harus dilakukan oleh sebuah

sel setelah sel tersebut menerima sinyal terbobot.

Gema (echo)

= Gelombang suara yang dipantulkan obyek.

Gerombolan

(shoaling)

= Kelompok ikan yang terdiri dari beberapa kawanan ikan,

bersifat tidak homogen, dan memiliki karakteristik

masing-masing.

Hamburan balik

(backscattering)

= Jumlah energi per satuan waktu yang dipantulkan oleh

target selama transmisi suara dari transducer.

Iterasi (epoch)

= Pengulangan yang dilakukan untuk pemrosesan data.

Jaringan saraf tiruan

(artificial neural

networks)


(23)

xxii

Jarak euklidean (D)

(euclidean distance)

= Jarak antara vektor 1(x

1

, x

2

,

,x

n

) dan 2(y

1

, y

2

,

,y

n

) yang

dihitung dengan

=

=

n

1 i

2 i i 2

12

(

x

y

)

D

Jaringan umpan

maju (feedforward

network)

= Lapisan jaringan yang hanya menerima masukan dari

lapisan sebelumnya.

Kawanan

(schooling)

= Salah satu kelompok dari gerombolan, bersifat homogen,

tersinkronisasi dan terpolarisasi ketika beruaya.

Kekuatan target

(target strength)

= Rasio intensitas gema yang diukur pada jarak 1m dari

permukaan transducer dengan intensitas yang datang

mengenai target.

Klasifikasi

(classification)

= Asosiasi antar vektor masukan dan vektor target.

Lemuru campuran

= Kawanan ikan yang tercampur yang terdiri dari sempenit,

protolan, dan lemuru.

Lemuru protolan

= Lemuru yang berukuran panjang total antara 11-15cm.

Lemuru sempenit

= Lemuru yang berukuran panjang total kurang dari 11cm.

Pelatihan (training)

= Proses yang dilakukan terhadap setiap masukan terbobot

dan bias agar jaringan mencapai kondisi tertentu yang

diinginkan.

Perambatan balik

(back propagation)

= Metode

pelatihan

terbimbing

dimana galat di rambatkan

balik ke lapisan dibawahnya dengan terlebih dahulu diberi

bobot.

Perceptron =

Jaringan

lapisan

tunggal dengan fungsi aktivasi biner.

Sel saraf (neuron)

= Elemen dasar pemrosesan pada jaringan saraf.


(24)

xxiii

DEFINISI DESKRIPTOR

Batimetrik

(bathymetric)

= Posisi kawanan ikan dalam kolom perairan

Dimensi fraktal

(fractal dimension)

= Bangun dengan dimensi bukan bilangan bulat.

Elongasi

(elongation)

= Rasio antara panjang dan tinggi kawanan

Energetik

(energetic)

= Sifat internal kawanan dilihat dari pancaran energinya.

Kedalaman

minimum (minimum

depth)

= Jarak terdekat antara permukaan laut dengan kawanan.

Ketinggian

minimum (minimum

altitude)

= Jarak terdekat antara dasar perairan dengan kawanan.

Ketinggian relatif

(relative altitude)

= Rasio antara rataan ketinggian kawanan dengan

kedalaman perairan (%)

Kurtosis

= Ukuran yang digunakan dalam menentukan ekor dan

puncak suatu sebaran.

Luas

= Total pixel dalam citra akustik kawanan ikan.

Panjang (length)

= Jarak antar pixel terdepan dan terbelakang dari kawanan.

Rataan energi

akustik (mean

acoustic energy)

= Energi akustik dari pixel atau backscattering cross

section.

Rataan kedalaman

(mean depth)

= Jarak dari permukaan laut ke titik tengah kawanan.

Skewness

= Kemenjuluran, menyatakan sifat sebaran terhadap nilai

rataannya.


(25)

xxiv

DAFTAR SINGKATAN

ADA-2004 =

Acoustics Descriptor Analyzer Version 2004

AFD

= Analisis Fungsi Diskriminan

AG

= Analisis Gerombol

AKU

= Analisis Komponen Utama

JST

= Jaringan Saraf Tiruan

JSTPB

= Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik

MDA

= Matriks Data Akustik

MSE =

Mean Square Error

SV =

Backscattering Volume


(26)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan metode identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan berdasarkan data hidroakustik merupakan salah satu kunci penurunan tingkat kesalahan dalam pendugaan biomassa (Haralabous & Georgakarakos, 1996). Selama ini, identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan berdasarkan data hidroakustik dilakukan dengan menggunakan metode echo counting, echo integrations, echosounder mapping, dan sonar mapping. Identifikasi spesies ikan dengan keempat metode ini dilakukan dengan menganalisis karakteristik sinyal hamburan balik (echo backscattered) dari kawanan ikan tertentu. Hasil analisis sinyal akustik selanjutnya dibandingkan dengan data spesies ikan yang tertangkap pada saat sampling dilakukan. Pengambilan contoh spesies ikan dapat dilakukan dengan metode trawling dan dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pengambilan data hidroakustik. Sementara itu, identifikasi dan klasifikasi data hidroakustik dengan keempat metode ini umumnya dilakukan dengan Metode Statistik Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis, PCA), Analisis Gerombol (Cluster Analysis, CA), dan Analisis Diskriminan (Discriminant Function Analysis, DFA) sebagaimana yang dilakukan oleh Lu & Lee (1995), Weill et al. (1993), Haralabous & Georgakarakos (1996), Coetzee (2000), Simmonds et al. (1996), dan Lawson et al. (2001). Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi tersebut, pendugaan biomassa dari spesies kawanan ikan tertentu dilakukan.

Metode analisis data hidroakustik seperti dijelaskan di atas membutuhkan waktu yang lama, biaya yang tidak sedikit, juga masih bersifat subjektif. Selain itu pada kondisi tertentu metode ini sangat sulit untuk dilakukan dan hasilnya hanya cocok digunakan pada daerah dimana pengambilan sampling dilakukan (Haralabous & Georgakarakos, 1996; Lawson et al., 2001). Sebagai gambaran akibat dari dibutuhkannya biaya dan waktu yang tidak sedikit dalam identifikasi spesies, di Departemen Kelautan dan Perikanan terdapat sejumlah besar echogram


(27)

2

(selanjutnya disebut citra akustik) data hidroakustik yang diambil dari hasil survei akustik sebelumnya yang hingga tulisan ini dibuat belum juga teridentifikasi (Nugroho, Januari 2005, komunikasi pribadi).

Karena itu dikembangkanlah metode identifikasi spesies kawanan ikan melalui proses identifikasi data sinyal hamburan balik yang dilakukan dengan menganalisis sekumpulan parameter kuantitatif dari data sinyal hamburan balik yang bersifat unik, yang dapat membedakan secara efisien struktur dari kawanan ikan pelagis yang berbeda (Diner et al., 1989; Georgakarakos & Paterakis, 1993) atau dari populasi akustik (Gerlotto & Frĕon, 1988; Lu & Lee, 1995). Dengan demikian estimasi stok biomassa dari setiap spesies dilihat dari kawanannya dan penangkapan ikan yang lebih selektif secara ekonomis dan berkelanjutan dimungkinkan untuk dilakukan (Marchal & Petitgas, 1993; Cochrane et al., 1998). Salah satu metode identifikasi yang dapat digunakan dan sedang dikembangkan saat ini adalah metode identifikasi dan klasifikasi dengan Jaringan Saraf Tiruan (artificial neural networks), yang selanjutnya disingkat JST.

JST merupakan suatu struktur komputasi yang dikembangkan dari sistem pemrosesan informasi pada jaringan sel saraf manusia (Lawrence, 1992). JST memiliki kemampuan dasar untuk mempelajari contoh masukan dan keluaran yang diberikan, kemudian berdasarkan masukan dan keluaran tersebut, sistem ini berlatih beradaptasi dengan lingkungan (Kusumadewi, 2004). Penggunaan JST dalam identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan dilakukan dengan memberikan masukan berupa parameter kuantitatif yang bersifat unik yang diambil dari pola-pola sinyal hamburan balik dari spesies kawanan ikan target yaitu kawanan ikan yang sudah teridentifikasi secara hidroakustik dan menjadi objek penelitian. Parameter yang unik tersebut dijadikan sebagai parameter pembanding untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kawanan ikan pelagis lainnya. Penggunaan JST untuk identifikasi kawanan ikan telah dilakukan oleh Jaya & Sriyasa (2004) dengan hasil yang cukup menjanjikan walaupun dengan data pelatihan terbatas.

Karena hal-hal tersebut di atas maka proses identifikasi dan klasifikasi dengan metode jaringan sel saraf tiruan, tidak lagi bergantung pada asumsi-asumsi yang berkaitan dengan distribusi dari spesies kawanan ikan pelagis tertentu


(28)

3

sebagaimana halnya yang dilakukan pada metode konvensional (Haralabous & Georgakarakos, 1996). Dengan demikian, identifikasi dan klasifikasi dengan jaringan sel saraf tiruan selain dapat dilakukan dengan cepat, dapat memperkecil peluang terjadinya kesalahan identifikasi akibat kesalahan manusia, dapat menekan biaya operasi, dan dapat juga digunakan secara bebas pada situasi dan kondisi apapun karena tidak memerlukan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan distribusi ikan.

1.2 Batasan Masalah

Penelitian ini akan membahas tentang penggunaan Metode Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik (feed-forward back propagation neural networks) selanjutnya disingkat JSTPB dan Metode Analisis Statistik untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi spesies kawanan ikan pelagis dengan menjadikan spesies kawanan ikan lemuru (Sardinella lemuru) sebagai spesies kawanan ikan target dan ikan uji.

JSTPB yang akan digunakan adalah JSTPB dengan struktur lapisan tunggal dan banyak lapisan. JSTPB dengan lapisan tunggal (single-layer) tersusun dari satu lapisan masukan (input layer), satu lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan keluaran (output layer), sedangkan struktur JSTPB dengan banyak lapisan (multi layers) terdiri dari satu lapisan masukan (input layer), beberapa lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan keluaran (output layer).

Parameter pembanding yang akan digunakan dan selanjutnya disebut deskriptor adalah parameter yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Coetzee (2000), Bahri & Frĕon (2000), Lawson et al. (2001); Fauziyah (2005).

Penelitian ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan yang telah dikemukakan oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan:

(1) Pemilihan deskriptor yang dapat secara efisien digunakan untuk mengidentifikasi kawanan ikan target (Lu & Lee, 1995).

(2) Perancangan arsitektur JST yang baik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies kawanan ikan (Haralabous & Georgakarakos, 1996).


(29)

4

(3) Ketelitian hasil identifikasi JST sangat bergantung pada jumlah data yang digunakan dalam proses pelatihannya. Pertanyaannya adalah berapa banyak data yang diperlukan untuk mendapatkan hasil identifikasi dengan ketelitian yang maksimal (Haralabous & Georgakarakos, 1996).

1.3 Tujuan

Mengembangkan penggunaan Metode JST untuk identifikasi kawanan pelagis guna meningkatkan kecepatan dan ketelitian metode tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara menentukan struktur JST, deskriptor, dan jumlah data pelatihan yang minimal yang dapat memberikan hasil identifikasi dengan ketelitian yang maksimal.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang besar dalam meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan waktu, dana, dan meningkatkan ketepatan dalam melakukan identifikasi dan klasifikasi spesies kawanan ikan.

1.5 Hipotesis

Kecepatan dan ketelitian identifikasi kawanan spesies ikan pelagis dengan Metode JST dapat ditingkatkan dengan:

(1) Menentukan deskriptor hidroakustik yang paling berperan untuk dijadikan dasar identifikasi kawanan ikan pelagis,

(2) Menentukan dengan tepat jumlah sel saraf dan lapisan tersembunyi yang dibutuhkan untuk identifikasi kawanan ikan pelagis,

(3) Menentukan jumlah data pelatihan yang minimal yang dapat menghasilkan ketelitian yang memadai.

Deskriptor hidroakustik yang paling berperan dalam identifikasi selain didapatkan dari hasil analisis statistik diskriminan juga didapatkan dari hasil analisis diagram pareto JST. Jumlah sel saraf dan lapisan tersembunyi sebagaimana disebutkan diatas dapat dilihat pada model JST yang dipilih. Jumlah data pelatihan minimal ditentukan berdasarkan ketelitian maksimal yang dapat dicapai dengan jumlah data tersebut.


(30)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf manusia tersusun atas 1010 sel saraf yang masing-masing selnya tersambung dengan 103 hingga 105 sel saraf. membentuk suatu jaringan yang sangat kompleks (Rumelhard & McLelland, 1986 yang diacu Storbeck & Daan, 2001). Gambar 1 memperlihatkan beberapa bagian sel saraf seperti inti sel, badan sel, dendron, dendrit, akson, serta sinapsis.

Gambar 1 Jaringan sel saraf biologi (Artificial Neural Networks in Medicine http://www.MedicineNet.org,15 Juli 2005).

Inti sel yang terletak di pusat badan sel saraf dikelilingi oleh sitoplasma yang mengandung mitokondria, lisosom, badan golgi, dan badan napsel. Mitokondria merupakan alat respirasi sel sementara lisosom menangani pembentukan enzim-enzim pencernaan. Proses ekskresi sel dilakukan oleh badan golgi sedangkan badan napsel berperan aktif dalam sintesis protein.


(31)

6

Rangsangan atau impuls berupa sinyal elektris akan diterima oleh dendrit dan diteruskan melalui dendron menuju badan sel saraf. Akson kemudian membawa impuls menyeberangi sinapsis (pertemuan antara akson suatu sel saraf dengan dendrit sel saraf lain) dan mengantarkan impuls tersebut ke sel saraf berikutnya.

Hubungan antara sel saraf bukan hanya sekedar bersifat on dan off saja, melainkan memiliki bobot (weight) yang bervariasi yang juga menentukan besar kecilnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf berikutnya (Lawrence, 1992). Selain itu banyak proses pada fungsi otak manusia khususnya proses berlatih yang berkaitan erat dengan bobot hubungan antar sel saraf yang bervariasi tersebut. Sebagai pusat pemrosesan data, aktivitas otak dapat digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf (firing) yang khas, dan kerja sama sel saraf secara simultan inilah yang menyebabkan otak manusia mempunyai daya komputasi yang menakjubkan. Untuk menciptakan daya komputasi yang menakjubkan tersebut maka diciptakanlah JST yang diharapkan dapat bekerja sebagaimana bekerjanya jaringan saraf manusia. Jaringan saraf ini selanjutnya disebut Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Networks). Oleh beberapa ahli JST didefinisikan sebagai berikut;

(1) JST adalah jaringan kerja yang tersusun dari sejumlah elemen-elemen komputasi yang bersifat non-linier yang dioperasikan dan dirancang sebagaimana layaknya struktur saraf biologi. Elemen komputasi atau node dihubungkan satu sama lain berdasarkan bobot tertentu yang dapat beradaptasi dengan kondisi tertentu (Kosko, 1992).

(2) JST adalah jaringan kerja yang terbentuk oleh sejumlah sel saraf yang terhubung dengan cara yang sama seperti sel saraf otak biologi dan karenanya dapat bekerja sebagaimana bekerjanya sel saraf biologi. Jaringan sel-sel saraf yang terhubung dengan baik tadi dapat bekerja secara paralel dalam mengolah informasi (Lawrence, 1992).

(3) JST adalah sistem pemrosesan informasi yang menyerupai struktur jaringan otak biologi. Dari sudut pandang teknis, JST dapat diinterpretasi sebagai kumpulan model matematik yang mencoba melakukan fungsi-fungsi sel saraf otak dalam memproses sejumlah informasi dengan


(32)

7

kemampuan sama atau lebih baik dari kemampuan sel saraf itu sendiri (Reid et al., 2000).

Dengan demikian diharapkan JST dapat bekerja lebih cepat dan akurat dalam pemrosesan informasi dibandingkan dengan jaringan saraf biologi dan dapat beradaptasi dengan dinamika informasi yang diterimanya sebagai mana hal tersebut terjadi pada sel saraf biologi (Vemuri, 1990). Dari definisi tentang JST seperti yang disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa;

(1) JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf biologi.

(2) Struktur JST menyerupai struktur saraf biologi.

(3) Pemerosesan informasi pada setiap simpul saraf dilakukan secara paralel. (4) Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematis yang dapat

digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk.

JST telah diaplikasikan pada beberapa bidang kegiatan seperti Pertahanan & Keamanan (Militer) untuk pembuatan simulator pesawat tempur yang digunakan untuk melatih pilot-pilot baru pesawat tempur Angkatan Udara Amerika (US Air Force) dan deteksi bom di sejumlah terminal pesawat TWA, bidang Kesehatan untuk membantu dokter dalam menganalisis kemajuan kesehatan pasien di rumah-rumah sakit, bidang Industri Perminyakan untuk mengidentifikasi tipe batuan yang ditemukan pada lubang-lubang eksplorasi minyak, dan bidang Transportasi untuk digunakan dalam merancang sistem pengereman pada kendaraan truk raksasa yang digunakan di Amerika (Lawrence, 1992). Selain itu, oleh Federal Bureau of Investigation (FBI), JST juga sudah digunakan untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi tanda tangan, wajah, sidik jari dan DNA seseorang (Kosko, 1992). Ada beberapa jenis sistem JST, tetapi pada dasarnya semua sistem JST dapat dipelajari dari sel saraf tiruan, koneksitas sel saraf tiruan (topology), dan aturan pembelajarannya (learning rule).

2.1.1 Sel saraf tiruan (artificial neural)

Sel saraf tiruan disebut juga elemen pemrosesan, nodes, atau sel. Setiap sel saraf tiruan menerima sinyal keluaran dari sel saraf tiruan lainnya, sedangkan untuk menghasilkan keluarannya sendiri maka setiap sel saraf tiruan


(33)

8

menjumlahkan masukan yang diterimanya dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu pada setiap masukan. Selanjutnya, dengan memperhatikan batasan aktivasi yang telah ditentukan sebelumnya, masukan-masukan tersebut dijadikan sebagai keluaran dengan menggunakan fungsi transfer. Dengan demikian kualitas koneksi antara satu sel saraf tiruan dengan sel saraf tiruan lainnya ditentukan dengan besarnya nilai bobot yang diberikan.

Gambar 2 Sebuah sel saraf dengan masukan tunggal.

Gambar 2 memperlihatkan sebuah sel saraf tiruan dengan masukan tunggal. Setiap sel saraf dengan masukan tunggal atau jamak selalu memiliki parameter-parameter masukan I, bobot W, bias b, masukan murni n dan fungsi transfer F, serta keluaran yang berupa skalar O.

Gambar 3 Sebuah sel saraf dengan r masukan.

Gambar 3 memperlihatkan sel saraf tunggal dengan r masukan. Elemen bobot W(1,1), W(1,2), …, W(1,r) diberikan pada setiap masukan I(1), I(2), …, I(r) untuk mendapatkan masukan berbobot W*I.


(34)

9

[

]

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = ) I( . . . I(2) I(1) ) (1, ..., (1,2), (1,1), I * r r W W W

W ………… (1)

Masukan berbobot W*I ini merupakan hasil perkalian antara vektor baris W dan vektor kolom I, sedangkan masukan murni (net input, n) untuk fungsi transfer F diperoleh melalui penjumlahan masukan berbobot W*I dengan bias b sehingga n = W*I + b. Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktivkan keluaran sel.

2.1.2 Koneksitas sel saraf tiruan (topology)

Koneksitas diantara sel saraf tiruan merupakan bentuk komunikasi yang unik yang terjadi dari sebuah sel saraf tiruan pengirim sinyal ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksi yang terjadi diantara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang akan terjadi dalam suatu JST. Sebagai contoh, jika terjadi koneksi antara keluaran sel saraf tiruan yang satu dengan bagian masukan pada sel saraf tiruan sebelumnya maka tipe pemrosesan yang terjadi adalah tipe pemrosesan umpan balik (feedback).

target

I K/M

pembaruan bobot O

Gambar 4 Pemrosesan umpan balik.

Dengan O adalah keluaran dan I adalah masukan. Dilihat dari sifatnya, bentuk koneksi yang terjadi diantara sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory

sel saraf awal

sel saraf pembanding


(35)

10

connections dan exitatory connectios. Disebut inhibitory connections karena koneksi bersifat mencegah atau menghambat terjadinya pengiriman sinyal. Koneksi seperti ini terjadi antara sel saraf tiruan yang terdapat pada lapisan yang sama, sedangkan exitatory connectios adalah tipe koneksi yang bersifat cenderung mengirimkan sinyal seperti yang terjadi antara sel saraf tiruan yang satu dengan sel saraf tiruan lain yang ada pada lapisan berikutnya.

2.1.3 Aturan pembelajaran (learning rule)

Aturan pembelajaran pada dasarnya digunakan untuk menentukan perubahan nilai bobot (W) yang optimum yang dapat memperkecil galat. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan nilai koreksi bobot (ΔW) pada bobot sebelumnya sehingga bobot yang baru (W ) akan bernilai WW. Dari sejumlah aturan pembelajaran yang ada, aturan pembelajaran yang umum digunakan pada sebuah jaringan sel saraf tiruan adalah Aturan Hebb (Hebb’s Rule), Aturan Delta (Delta Rule), dan Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule).

1) Aturan Hebb (Hebb’s Rule)

Donald O Hebb yang diacu Lawrence (1992) mengemukakan teori bahwa sistem penyimpanan memori maupun pemrosesan informasi manusia berkaitan dengan kualitas koneksi dari sel sinaptic yang merupakan jembatan penghubung antara dua sel saraf. Dua sel saraf disebut terkoneksi dengan baik jika proses pengiriman dan penerimaan impuls diantara keduanya berlangsung dengan cepat. Proses yang demikian dapat terjadi jika pembelajaran dalam pengiriman, dan penerimaan impuls berlangsung secara terus menerus. Secara alami hal ini berakibat pada perubahan beberapa komposisi kimia yang selalu menyertai proses pengiriman dan penerimaan impuls. Secara matematis Teori Hebb dituliskan sebagai berikut;

j i j

i η a o

ΔW = ………. (2)

dimana ΔWij adalah perubahan bobot koneksi antara koneksi sel saraf j ke sel saraf

i, ai adalah fungsi aktivasi dari sel saraf i, oj adalah keluaran dari sel saraf j, dan η

adalah laju pembelajaran (learning rate). Laju pembelajaran merupakan indikator yang menunjukkan berapa besar perubahan yang dapat terjadi pada jaringan


(36)

11

akibat proses pembelajaran atau berapa cepat jaringan dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Lawrence (1992) mengemukakan bahwa jika dalam proses ini perubahan terjadi secara dramatis maka jaringan dapat bereaksi secara berlebihan dan berakibat pada lamanya proses pembelajaran berlangsung bahkan lebih dari itu dapat berakibat jaringan tidak dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik.

2) Aturan Delta (Delta Rule)

Aturan Delta merupakan variasi dari Aturan Hebb untuk jaringan dengan lapisan sel saraf tersembunyi. Aturan Delta disebut juga Rerata Kuadrat Terkecil (Least Mean Square/LMS) yang merupakan variasi dari Aturan Hebb. Aturan ini ditemukan oleh Bernard Widrow dan Ted Hoff dari Universitas Stanford tahun 1960 (Lawrence, 1992). Jaringan penemuan mereka dinamakan ADAptive LINear Element (ADALINE). Aturan ini menyebutkan bahwa jika terdapat perbedaan antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan maka untuk memperkecil perbedaan tersebut harus dilakukan perubahan pada bobot koneksi. Secara matematis besarnya perubahan bobot dapat dituliskan sebagai berikut:

(t) O (t)) a (t) (T

η

ij

Δ

j i i − =

W ………..… (3)

dimana ΔWij adalah perubahan bobot koneksi antara sel saraf ke-j ke sel saraf ke-

i, Ti(t) adalah hasil yang diharapkan, ai(t) adalah hasil yang didapatkan sel saraf i,

Oj adalah keluaran dari sel saraf j, t adalah waktu spesifik, dan η adalah laju

pembelajaran.

3) Aturan Perambatan Balik (Back Propagation Rule)

Aturan Perambatan Balik pada dasarnya juga melakukan hal yang sama seperti aturan sebelumnya, yaitu mencoba memperkecil galat yang ada antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang diinginkan dengan cara memberikan koreksi (ΔW) kepada bobot pada setiap koneksi. Mengingat jumlah lapisan dalam aturan perambatan balik dapat meningkatkan kemampuan jaringan saraf tiruan dalam menyelesaikan masalah yang lebih kompleks (Fausett, 1994) maka aturan yang akan digunakan dalam disertasi ini adalah aturan perambatan balik. Karena itu, penjelasan tentang aturan ini dituliskan lebih rinci dibanding kedua aturan lainnya.


(37)

12

Lap. Masukan Lap. Tersembunyi Lap. Keluaran

Gambar 5 Arsitektur JSTPB sederhana.

Jika dalam proses pembelajaran terdapat N pasang data masukan (I) dan keluaran yang diharapkan (O) yang diberi indeks p (p = 1,2,3,…N) dari target yang teridentifikasi maka galat oleh sel saraf tunggal ke-i dari pasangan data ke-p adalah;

2 pi pi 2 1

pi (O O )

E = − ……… (4)

dengan Opi adalah keluaran yang dihasilkan oleh sel saraf ke-i untuk pasangan

data ke-p. Sehingga total galat oleh seluruh sel saraf pada satu lapisan adalah;

= i

2 pi pi 2 1

pi (O O )

E ……….. (5)

dan total galat yang dihasilkan oleh seluruh sel saraf untuk seluruh pasangan data pembelajaran p sebanyak N pasangan adalah;

∑ ∑

= p i 2

pi pi 2

1 (O O )

E ………...… (6)

Koreksi bobot pada masing-masing koneksi akibat total galat oleh seluruh sel saraf pada satu lapisan dapat ditentukan dengan menggunakan Metode Gradient Descent. Metode ini pada dasarnya juga mencari nilai ΔW dari nilai Epi minimum.

Nilai koreksi bobot dari sel saraf j ke sel saraf ke-i di lapisan diatasnya pada pasangan data pembelajaran ke-p dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:


(38)

13 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∗ = ij pi ij p W δ δE η W

Δ ... (7) karena E fungsi dari A dan A fungsi dari W maka;

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = ij pi pi pi ij pi W δ δA δA δE W δ δE

dan =

p

ij pi

ij δW

δE W

δ δE

karena =

j ij pj

pi W O

A (fungsi aktivasi sel saraf ke-i pada pasangan data

ke-p) maka pj ij pi O W δ δA

= (keluaran sel saraf ke-j dari pasangan data ke-p).

Jika pi

pi pi δ δA δE = −

maka

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∗ = ij pi pi pi ij p W δ δA δA δE η W

Δ sehingga,

pj pi ij

pW η δ O

Δ = ∗ ∗ ... (8)

karena

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = pi pi pi pi pi pi δA δO δO δE δA δE

danOpi =f(Api)sehingga

) (A ' f δO δE δ pi pi pi

pi ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ −

= ………... (9)

jika I terletak pada lapisan keluaran maka pi pi δO

δE

dapat dihitung langsung dari

persamaan (4) dan didapatkan (O O )

δO

δE

pi pi pi

pi = .

Karena O f(A )

pi

pi = , dA

df

δA

δO pi pi =

sehingga δpi dari sel saraf dilapisan keluaran

menjadi

(

O O

)

f'(A )


(39)

14

jika sel saraf i tidak pada lapisan keluaran maka

⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = k pi pk pk pi pi pi δO δA δA δE δO δE atau

= k pk ki

pi pi W δ δO δE

sehingga δpi menjadi,

= pi k pk ki

pi f'(A ) δ W

δ ………... (11)

dimana indeks k menunjukkan sel saraf ke-k pada lapisan sebelumnya. Dengan aturan ini maka galat yang diperoleh di lapisan atas dari pasangan data masukan dan keluaran dari pola-pola yang sudah teridentifikasi selanjutnya dikirimkan balik ke lapisan dibawahnya dengan tujuan untuk menghitung koreksi bobot koneksi antara sel saraf sesuai dengan persamaan (8).

2.1.4 Arsitektur JST

Arsitektur JST menggambarkan susunan lapisan-lapisan dan sel-sel saraf dalam suatu jaringan. Satu JST dapat tersusun dari satu atau lebih lapisan tersembunyi. Lapisan tersembunyi dapat tersusun dari satu atau beberapa sel saraf pada setiap lapisannya. Sel-sel saraf tersebut melakukan pengolahan data secara paralel. Secara sederhana arsitektur JST dapat diilustrasikan dengan Gambar 6,

Gambar 6 JST dengan satu lapisan, dengan r masukan dan s buah sel saraf.

Gambar 6 menunjukkan sebuah JST dengan r buah masukan dan s buah sel saraf. Pada jaringan sel saraf diatas, setiap informasi I(r) yang diterima oleh


(40)

15

sebuah sel saraf baik dari satu atau beberapa sel saraf sebelumnya, akan diolah dengan terlebih dahulu diberi bobot tertentu dimana W(s, r) yang menyatakan bobot dari sel saraf ke-r yang diterima oleh sel saraf ke-s. Keluaran yang dihasilkan oleh sebuah sel saraf ke-s, O(s), akan merupakan fungsi nilai total dari seluruh informasi yang diterima yang dinyatakan dengan F(W*I + b). Fungsi ini merupakan fungsi transfer yang dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi linier ataupun fungsi dengan bentuk yang lebih kompleks. Fungsi ini dikenal juga dengan sebutan fungsi aktivasi. Ada beberapa jenis fungsi aktivasi yang dapat digunakan dalam JST seperti fungsi bipolar, linier, sigmoid dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan keakuratan hasil identifikasi maka keakuratan dalam pemberian nilai bobot pada setiap sambungan akan menentukan hasil identifikasi dari model JST yang digunakan. Matriks bobot dari masukan I ke sel saraf dapat ditulis sebagai berikut:

W(1,1) W(1,2) • • • W(1,r) W(2,1) W(2,2) • • • W(1,r) W = • • • • • • • • • • • • • • • • • • W(s,1) W(s,2) • • • W(s,r)

Sel-sel saraf selanjutnya dikelompokkan kedalam tiga lapisan yang disebut lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer) seperti tampak pada Gambar 7. Pada gambar tersebut ditunjukkan sebuah JST dengan 1 lapisan masukan (lapisan j), 2 lapisan tersembunyi (lapisan i dan k) dengan keluaran Oi dan Ok, dan 1 lapisan keluaran


(41)

16

Lapisan Masukan j Lapisan Tersembunyi i & k Lapisan Keluaran l

Gambar 7 Arsitektur JST umpan maju (feed-forward) dengan banyak lapisan.

Pada lapisan masukan terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi untuk menerima informasi dari luar yang dapat berbentuk file data, gambar hasil digitasi, atau informasi lain yang merupakan hasil pengolahan dengan program sebelumnya. Pada lapisan tersembunyi terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi mengolah informasi yang diterima dari lapisan masukan dengan terlebih dahulu memberikan bobot tertentu (Wij dan Wki) pada informasi tersebut, dimana Wij

bobot dari lapisan ke-j ke lapisan ke-i dan Wki bobot dari lapisan ke-i ke lapisan

ke-k. Pengolahan informasi pada arsitektur JST dengan banyak lapisan seperti pada Gambar 7 dapat dijelaskan dengan Gambar 8.


(42)

17

I

Gambar 8 JST dengan banyak lapisan (multi layer) dengan r masukan dan s buah sel saraf. O = F3(W3*F2(W2*F1(W1*I+b1)+b2)+b3)

s1x1 S2x1 s3x1

F1 F3

W1

b2 W2

b1

rx1

F2

b3 W3

+

+ +

n3

n2

n1

O

s3x1

s2x1

s1x1 s3x1

1 1 1

s3xs2

s2xs1

s1xr

s1x1 s2x1

I O1 O2

r

O1=F1(W1*I+b1) O2=F2(W2*O1+b2) O3=F3(W3*O2+b3)


(43)

18

2.1.5 Aplikasi JST dalam bidang perikanan

Dalam bidang perikanan tangkap, JST umumnya digunakan untuk

mengidentifikasi dan mengklasifikasi spesies kawanan ikan pelagis. Identifikasi dan

klasifikasi dilakukan dengan cara memanfaatkan perbedaan intensitas sinyal

hamburan balik yang dipancarkan kawanan ikan. Perbedaan ini dimungkinkan karena

setiap spesies kawanan ikan mempunyai tingkah laku yang berbeda, dan secara

fisiologis memiliki struktur tubuh yang berbeda yang pada akhirnya berdampak pada

tipologi akustik yang berbeda pula (MacLennan & Simmons, 1992). Karena itu,

masing-masing spesies kawanan ikan akan memberikan informasi yang unik baik

yang bersifat internal maupun external (Lu & Lee, 1995). Oleh Lawson

et al

., 2001;

Bahri & Freon, 2000; Reid

et al

., 2000., informasi yang unik ini disebut deskriptor

akustik kawanan ikan. Haralabous & Georgakarakos (1996) menegaskan bahwa

deskriptor akustik dapat digunakan sebagai pembeda antara spesies kawanan ikan

tertentu dengan spesies kawanan ikan lainnya.

Oleh Reid

et al

. (2000) metode ekstraksi deskriptor hidroakustik kawanan

ikan dikelompokkan kedalam tiga tingkatan ekstraksi yang berbeda yang didasarkan

pada:

(1)

Tingkatan kawanan (

the school level

), deskriptor-deskriptor didapatkan dari

hasil ekstraksi data citra akustik yang dilakukan melalui pemrosesan citra

akustik dari masing-masing kawanan ikan.

(2)

Tingkatan satuan elemen jarak contoh (

the element distance sampling unit,

EDSU

), deskriptor-deskriptor didapatkan dari sekumpulan citra akustik yang

terukur dari satu satuan jarak contoh yang ditetapkan sebelum survei

dilakukan.

(3)

Tingkatan wilayah (

the region level

), deskriptor-deskriptor diambil dari suatu

hasil survei yang dilakukan pada suatu area yang sangat luas yang dilakukan,

misalnya dengan satelit.


(44)

19

Deskriptor-dekriptor tersebut selanjutnya dikelompokkan kedalam lima kawanan

deskriptor utama (Reid

et al

., 2000), yaitu:

(1)

Positional Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan posisi kawanan ikan

yang dinyatakan dalam lintang, bujur (posisi horizontal), dan kedalaman

(posisi vertikal, jarak dari permukaan ke titik tengah kawanan ikan), posisi

awal dan akhir pixel pada arah vertikal dan horizontal.

(2)

Morphometric Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan tentang morfologi

dari kawanan ikan target yang mencakup tinggi, lebar, ketebalan, rataan

lintang, rataan bujur, rataan kedalaman, perimeter kawanan ikan dan

kekasarannya.

(3)

Energetic Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan tentang total energi

akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dari setiap pixel, dan pusat

massa kawanan ikan.

(4)

School Environment Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan tentang jarak

terpendek dan terjauh antara perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan.

(5)

Biological Descriptors

, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari


(45)

20

Gambar 9 Contoh deskriptor citra akustik kawanan ikan dengan intensitas hamburan

balik yang berbeda pada setiap titik pikselnya.

Pada Gambar 9 tampak beberapa deskriptor akustik batimetrik dan

morfometrik dari kawanan ikan seperti deskriptor rataan kedalaman kawanan (Dr),

kedalaman minimum kawanan (Dmin), ketinggian minimum kawanan dari dasar

perairan (Tmin), tinggi kawanan (H), dan panjang kawanan (L). Berikut ini adalah

beberapa contoh deskriptor yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies kawanan

s

ardine

, a

nchovy

, dan

horse mackerel

.


(46)

21

Tabel 1 Contoh deskriptor yang digunakan untuk identifikasi

sardine

,

anchovy

, dan

horse mackarel

(Haralabous & Georgakarakos, 1996)

Deskriptor

Simbol & Persamaan

Satuan

General

Species Id

SPE

Morphological

Height

H

m

Length

L

m

Perimeter

P

m

Area

A

m

2

Elongation

L/H

Circularity

P

2

/4

π

A

Rectangularity

(LH)/A

Radius of perimeter

Rmean, Rmin, Rmax, Rcv

m

Fractal dimension

2[ln(P/4)]/ln(A)

Bathymetric

School depth

Dmean, Dmin, Dmax

m

Bottom depth

Bmean, Bmin, Bmax

m

Altitude

Amean, Amin, Amax

M

Energetic

Total school energy

E

V

2

School energy

Emean, Emax, Ecv

V

2

Index of dispersion Evar/Emean V

2

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap kawanan ikan pelagis

seperti yang dilakukan oleh Gerlotto & Fr

ĕ

on (1988), Diner

et al

. (1989),

Georgakarakos & Paterakis (1993), Lu & Lee (1995) diketahui bahwa deskriptor

yang paling menentukan hasil dari proses identifikasi kawanan ikan dapat

dikelompokkan kedalam kelompok deskriptor

bathymetric, morphometric, dan


(47)

22

2.2 Ikan Pelagis

Ikan pelagis jika dilihat dari ukurannya, dapat dibedakan atas ikan pelagis

besar dan kecil. Direktorat Jenderal Perikanan (1979) mengungkapkan bahwa ikan

pelagis besar mempunyai ukuran 100-125cm (ikan dewasa) dimana yang termasuk

didalamnya antara lain tuna (

Thunnus spp

), cakalang (

Katsuwonus pelamis

), tenggiri

(

Scomberomorus spp

), tongkol (

Euthynnus spp

), setuhuk (

Xiphias spp

), dan lemadang

(

Coryphaena spp

); sedangkan ikan pelagis kecil ukuran ikan dewasanya berkisar

antara 5-50cm. Ikan pelagis kecil dikelompokkan kedalam 16 kelompok yang

populasinya didominasi oleh 6 kelompok besar yaitu: ikan layang (

Decapterus spp

),

kembung (

Rastreligger

), teri (

Stolephorus spp

), Lemuru bali (

Sardinella Lemuru

),

dan jenis-jenis selar (

Selaroides spp, Alepes spp,

dan

Atale spp

). Dilihat dari

kemampuannya beruaya, ikan pelagis digolongkan sebagai ikan yang mempunyai

kemampuan untuk beruaya secara bebas dalam bentuk kumpulan. Fr

ĕ

on & Misund

(1999) mengemukakan bahwa ikan pelagis melakukkan ruaya antara lain untuk

mencari makanan, memijah, menghindari pemangsa, dan menemukan pasangan untuk

melakukan reproduksi. Dalam melakukan ruayanya ikan pelagis membentuk

kumpulan teratur dengan pola-pola tertentu yang disebut kawanan ikan (

fish

schooling

) atau kumpulan acak yang tidak membentuk pola-pola tertentu yang

disebut gerombolan ikan (

fish shoaling

).

2.2.1 Kawanan dan gerombolan ikan pelagis

Kawanan ikan dan gerombolan ikan adalah dua istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kumpulan ikan yang sedang beruaya bersama. Organisasi kumpulan

ikan yang beruaya yang membentuk kawanan atau gerombolan ikan, dapat dijelaskan

berdasarkan ukuran kawanan, densitas, serta posisi dan lokasi ikan di dalam kolom

air (Bahri & Fr

ĕ

on, 2000). Beberapa definisi tentang istilah kawanan dan gerombolan

ikan dapat dilihat berikut ini:

(1)

Reid

et al

. (2000), kawanan ikan merupakan fenomena biologis yang

dipengaruhi kondisi internal dan eksternal kumpulan ikan pada saat itu.


(48)

23

(2)

Breder & Halpern (1946) yang diacu Fr

ĕ

on & Misund (1999), kawanan ikan

adalah kumpulan ikan yang berenang dengan arah tertentu, pada ruang

tertentu, dan berenang dengan kecepatan yang sama.

(3)

Radakov (1973), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang

bersama-sama.

(4)

Pitcher & Parish (1982), kawanan ikan adalah kumpulan ikan yang berenang

terpolarisasi dan tersinkronisasi.

(5)

Fr

ĕ

on & Misund (1999), gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang

tersosialisasi yang tidak dipengaruhi oleh pola sinkronisasi dan polarisasi

sedangkan kawanan ikan adalah kumpulan ikan dimana setiap individu dalam

kumpulan itu berinteraksi secara sosial dengan melakukan sinkronisasi dan

polarisasi dalam berenang dengan arah tertentu dengan jarak terdekat antara

individu (

nearest neighbour distance

) yang tertentu. Dalam kawanan

umumnya terdapat spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya sangat

jarang terlihat pada gerombolan ikan.

(6)

He (1989), kawanan ikan adalah bagian dari gerombolan ikan.

Dari definisi diatas disimpulkan bahwa kawanan ikan (

fish school

) adalah

kumpulan ikan yang beruaya yang membentuk pola-pola tertentu dan terorganisir

dengan baik berdasarkan kecepatan, dan jarak antar individu dalam kumpulan

tersebut, sedangkan gerombolan ikan adalah kumpulan ikan yang karena

kebutuhannya melakukan sosialisasi antar individu tetapi tidak terorganisir

sebagaimana layaknya sebuah kawanan ikan. Dalam kawanan umumnya terdapat

spesies ikan mayoritas sedangkan hal sebaliknya tidak terlihat pada gerombolan ikan.

Dalam disertasi ini, kumpulan ikan yang akan diteliti adalah kumpulan lemuru

(

sardinella lemuru

). Nugroho & Sadatomo (komunikasi pribadi, Juli 2005),

mengemukakan bahwa kumpulan lemuru cenderung memiliki karakteristik kawanan

ikan, lebih lanjut Wudianto (2001) & Fauziyah (2005) mengemukakan bahwa

Lemuru Bali beruaya dengan membentuk kawanan ikan. Karena itu dalam disertasi

ini istilah yang akan digunakan selanjutnya adalah istilah kawanan ikan yang

menggambarkan kumpulan lemuru.


(49)

24

Gambar 10

Sardinella lemuru

Bleeker, 1853 (DKP).

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, aplikasi JST untuk identifikasi kawanan

ikan pelagis dilakukan berdasarkan nilai deskriptor akustik. Nilai deskriptor diambil

dari citra akustik kawanan ikan target karenanya, karakteristik kawanan ikan target

menjadi perlu diperhatikan. Beberapa sifat kawanan ikan yang teramati oleh peneliti

sebelumnya antara lain;

(1)

Dilihat dari bentuk kawanannya, 70% kawanan ikan pelagis berbentuk oval,

bulat, dan persegi, kawanan ikan pada lapisan dasar dan permukaan umumnya

berbentuk pipih sedangkan pada kolom air berbentuk bulat dan oval (Misund,

1993).

(2)

Dilihat dari kecepatan renangnya, semakin besar kawanan ikan semakin

lambat pergerakannya (Hara,1987), tetapi menurut Misund (1993) hal tersebut

tidak berlaku untuk kawanan ikan

capelin

yang bergerak semakin cepat ketika

kawanannya semakin besar.

(3)

Dilihat dari sebarannya, ikan pelagis bergerak dekat permukaan pada malam

hari dan ke perairan agak dalam pada siang hari (Laevastu & Hayes, 1982).

Sebagian ikan pelagis bergerak ke pantai pada malam hari dan ke tengah laut

pada siang hari (Fr

ĕ

on

et al

., 1993).

Jack Mackarel

banyak dijumpai dekat

permukaan pada musim dingin dan di tengah kolom air pada musim panas

(Williams & Pullen, 1993).

(4)

Dilihat dari densitasnya, semakin besar volume kawanan ikan maka semakin

besar densitasnya (Misund, 1993). Densitas ikan pelagis dipengaruhi posisi


(1)

165

Lampiran 18 (lanjutan)


(2)

166


(3)

ABSTRAK

AMIR HAMZAH MUHIDDIN. Pemodelan Jaringan Saraf Tiruan (Artificial

Neural Networks) Untuk Identifikasi Kawanan Lemuru Dengan Menggunakan

Deskriptor Hidroakustrik. Dibimbing oleh INDRA JAYA, TOTOK HESTIRIANOTO dan DANIEL R. MONINTJA.

Dalam disertasi ini dilakukan pemodelan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik (JSTPB) untuk mengidentifikasi kawanan lemuru (Sardinella

lemuru) dengan menggunakan deskriptor hidroakustik. Dalam pemodelan ini

identifikasi dengan Metode Statistik Analisis Gerombol (Cluster Analysis) dan Metode Analisis Diskriminan (Descriminant Function Analysis) digunakan sebagai pembanding. Deskriptor hidroakustik yang digunakan terdiri dari 15 jenis deskriptor hidroakustik yang dikelompokkan kedalam kelompok deskriptor morfometrik, batimetrik, dan energetik. Ke-15 jenis deskriptor diekstrak dari 114 kawanan ikan dengan 58 diantaranya adalah kawanan ikan teridentifikasi (data latih) sedangkan 56 lainnya adalah kawanan ikan yang belum teridentifikasi (data uji).

Analisis gerombol dilakukan dengan 35 kawanan ikan data latih dan 56 kawanan ikan data uji dengan masing-masing 11 deskriptor, sedangkan analisis diskriminan dilakukan dengan 56 kawanan data uji yang sebelumnya telah diidentifikasi dengan analisis gerombol dan 15 deskriptor hidroakustik. Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa +89% dari 56 kawanan tersebut adalah kawanan lemuru (50 kawanan) dengan 4 spesies kawanan ikan yaitu kawanan lemuru (12 kawanan), protolan (15 kawanan), sempenit (16 kawanan), dan campuran (7 kawanan) sedangkan 11% sisanya (6 kawanan) adalah kawanan non-lemuru. Dengan analisis diskriminan, klasifikasi terhadap 56 kawanan ikan dapat dilakukan dengan ketepatan hingga 98,2%, hanya 1 spesies kawanan sempenit yang teridentifikasi sebagai kawanan campuran sedang ke-55 kawanan ikan lainnya dapat diklasifikasikan dengan benar. Dari hasil analisis ini didapatkan 8 deskriptor utama yaitu deskriptor panjang (L), tinggi (H), luas (A), keliling (P), elongasi (E) dari kelompok deskriptor morfometrik; deskriptor tinggi relatif (Trel) dari kelompok deskriptor batimetrik; dan deskriptor rataan energi hamburan balik (Er) dan densitas (Dv) dari kelompok deskriptor energetik.

Ada 3 tipe model jaringan yang digunakan dalam disertasi ini, yaitu model Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik 1(JSTPB1), 2(JSTPB2), dan 3(JSTPB3). JSTPB1 adalah jaringan dengan 8 deskriptor utama hasil analisis statistik diskriminan pada lapisan masukan, JSTPB2 adalah jaringan yang menggunakan data deskriptor masukan yang sama banyaknya dengan data deskriptor yang digunakan metode statistik yaitu 15 deskriptor, JSTPB3 adalah jaringan yang menggunakan deskriptor hasil analisis tingkat kontribusi deskriptor pada JSTPB2 yang jumlahnya disamakan dengan jumlah deskriptor masukan JSTPB1, 8 deskriptor, tetapi dengan kelompok deskriptor yang berbeda. Dengan metode ini digunakan 114 kawanan ikan dengan 15 deskriptor hidroakustik. Setelah menggunakan beberapa model alternatif, model jaringan yang dipilih untuk digunakan dalam disertasi ini adalah model jaringan 8(8-1) untuk JSTPB1


(4)

dan JSTPB3 yaitu model dengan lapisan tersembunyi tunggal dengan 8 unit sel pada lapisan masukan dan 8 unit sel pada lapisan tersembunyi, sedangkan JSTPB2 menggunakan model jaringan 15(15-1) yaitu model jaringan dengan 15 unit sel masukan pada lapisan masukan dan 15 unit sel pada lapisan tersembunyi. Untuk mendapatkan hasil identifikasi yang optimal maka komposisi akhir data latih dan uji yang digunakan dalam Metode Jaringan Saraf Perambatan Balik adalah 80 pola data pada data latih dan 30 pola data pada data uji. Dengan komposisi data seperti yang disebutkan di atas, didapatkan ketepatan tingkat identifikasi masing-masing untuk JSTPB1 100%, JSTPB2 70%, JSTPB3 73,3% dengan jumlah hitungan iterasi masing-masing JSTPB1 10 kali iterasi, JSTPB2 32 kali iterasi, dan JSTPB3 14 kali iterasi. Hasil analisis kontribusi pareto pada JSTPB2 menunjukkan bahwa dari 15 jenis deskriptor yang digunakan, hanya kelompok deskriptor morfometrik dan energetik yang berperan besar dalam analisis ini. Kelompok deskriptor morfometrik yaitu; deskriptor keliling (P), panjang (L), luas(A), elongasi (E), dan tinggi (H), kelompok deskriptor energetik yaitu; kurtosis (K), skewness (S), dan intensitas hamburan balik (Er). Deskriptor-deskriptor ini selanjutnya digunakan sebagai Deskriptor-deskriptor masukan JSTPB3.

Dalam disertasi ini disimpulkan bahwa; (1) Metode Statistik dan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik dapat digunakan dengan baik untuk identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan pelagis, (2) Dari kedua metode didapatkan bahwa Morfometrik kawanan ikan berperan lebih besar dalam proses identifikasi dan klasifikasi dibanding energetik dan batimetrik, (3) Model jaringan saraf yang ideal adalah 8(8-1) untuk JSTPB1 dan JSTPB3 serta 15(15-1) untuk JSTPB2, (4) Untuk mendapatkan tingkat ketepatan yang optimum maka data kawanan ikan yang akan diidentifikasi dengan metode ini maksimum berjumlah 35,7% dari total data latih yang tersedia.

Kata kunci: identifikasi, kawanan lemuru, deskriptor hidroakustik, metode jaringan saraf tiruan.


(5)

ABSTRACT

AMIR HAMZAH MUHIDDIN. Modeling of Artificial Neural Networks for Identification of Lemuru Schools Using Hydroacoustic Descriptors. Supervised by

INDRA JAYA, TOTOK HESTIRIANOTO and DANIEL R. MONINTJA

In this dissertation, Back Propagation Artificial Neural Networks (BPANN) model was used to identify schools of lemuru (Sardinella lemuru) utilizing hydroacoustic descriptors. Statistical methods of Cluster Analysis and Discriminant Function Analysis were used for comparison. Hydroacoustic descriptor approach categorized as morphometric, bathymetric, and energetic descriptors was performed by using 15 types of hydroacoustic descriptors. The 15-descriptor types were extracted from 114 fish schools echogram of which 58 were identified (training data) while the other 56 schools were unidentified (testing data).

Cluster analysis was performed on 35 fish school training data and 56 fish school testing data, each with 11 descriptors, while discriminant analysis was performed on 56 school testing data which had previously been identified with cluster analysis and 15 hydroacoustic descriptors. Results of cluster analysis showed that +89% of the 56 schools were lemuru (50 schools) with 4 fish species school namely lemuru (12 schools), protolan (15 schools), sempenit (16 schools), and combination (7 schools), while remaining 11% (6 schools) were non-lemuru schools. Using discriminant analysis, classification of 56 fish schools can be obtained with 98.2% accuracy; only 1 school of sempenit species was identified as combination of fish school, whereas the other 55 schools were correctly classified. Further, 8 key descriptors of the school were found, namely length (L), height (H), area (A), perimeter (P), Elongation (E) from morphometric descriptor category, Relative Altitude (Trel) from bathymetric descriptor category, and mean back-scattering energy (Er) and Density (Dv) from energetic descriptor category.

Three neural models were used in this dissertation: (1) Back Propagation Neural Network 1 (BPANN1), (2) BPANN2, and (3) BPANN3. BPANN1 was network with 8 key descriptors obtained from discriminant statistical analysis on input layer. BPANN2 was a network that used the same 15 input descriptors data with those used in statistical method. BPANN3 was network that used descriptors obtained from analysis of degree of descriptor’s contribution in BPANN2 with the same number of input descriptors as in BPANN1, but with different descriptor category. These methods used 114 fish schools with 15 hydroacoustic descriptors. After simulating several alternative models, the selected network models in this dissertation was network model 8(8-1) for BPANN1 and BPANN3, model with one hidden layer and 8 unit cells on input layer and 8 unit cell on hidden layer, whereas BPANN2 used network model 15(15-1), network model with 15 unit cells on input layer and 15 unit cells on hidden layer. In order to obtain optimal identification results, final composition of training and testing data used in Back Propagation Neural Network was 84 data patterns in training data and 30 data patterns in testing data. With this composition, degrees of identification accuracy for BPANN1, BPANN2, and BPANN3 were 100%, 70%, and 73.3% and with number of iteration were 10, 32, and 14, respectively. Results from pareto


(6)

contribution analysis on BPANN2 showed that from 15 descriptor types used, only morphometric and energetic descriptor categories play major roles in this analysis. The descriptors from morphometric category were perimeter (P), length (L), area (A), elongation (E), and height (H), while descriptors from energetic category were kurtosis (K), skewness (S), and mean intensity of back-scattering (Er). These descriptors were then used as input descriptors for BPANN3.

In conclusion: 1) Statistical method and Back Propagation Neural Network can be well utilized to identify and classify pelagic fish schools, 2) Morphometric of fish schools played a larger role in identification and classification process compared to energetic and bathymetric, 3) Ideal neural network model was 8(8-1) for BPANN1 and BPANN3, and 15(15-1) for BPANN2, 4) In order to obtain optimum degree of accuracy, a maximum number of fish schools to be identified in the computation was 35.7% of total available training data.

Keywords: identification, lemuru schools, hydroacoustic descriptor, artificial neural networks method.