Ekstrak air undur-undur (Myrmelon sp.) sebagai hepatoprotektor tikus jantan sprague dawley yang diinduksi parasetamol

2
 

ABSTRAK
ARIA YUDAN TARA. Ekstrak Undur-Undur (Myrmelon sp.) sebagai
Hepatoprotektor Hati Tikus Jantan (Sprague-Dawley) yang Diinduksi
Parasetamol. Dibimbing oleh AHMAD ENDANG ZAINAL HASAN dan AGUS
SETIYONO.
Pemberian parasetamol dengan dosis berlebihan terhadap hewan coba dapat
merusak sel hati. Hal ini ditandai dengan meningkatnya aktivitas alanin
aminotransferase atau ALT dan aspartat aminotransferase atau AST. Salah satu
alternatif untuk memperbaiki sel hati adalah dengan memberikan ekstrak undurundur pada dosis yang tepat. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis ekstrak
undur-undur yang optimal sebagai antihepatotoksik dengan temulawak sebagai
kontrol. Bahan tersebut dipercaya memiliki kemampuan mencegah kerusakan
oksidatif sehingga dapat memperbaiki sel hati. Hewan coba yang telah diinduksi
parasetamol selama 14 hari diberi ekstrak undur-undur dengan dosis 5 mg/kg, 10
mg/kg, dan 15 mg/kg selama 21 hari. Pengambilan sampel darah dilakukan pada
hari ke-0, 14, dan 35. Aktivitas AST dan ALT mengalami penurunan setelah hari
ke-14 sampai hari ke-35. Dosis ekstrak undur-undur yang paling besar
menurunkan aktivitas AST dan ALT adalah dosis 10 mg/kg bobot badan yaitu
dari 115.5 U/L menjadi 85.5 U/L (25.97%) untuk ALT dan dari 184.75 U/L

menjadi 153.75 U/L (16.78%) untuk AST walaupun tidak didukung analisis
statistika yang signifikan (α=0.05).

3
 

ABSTRACT
ARIA YUDANTARA. Extract Water of Undur-undur (Myrmelon Sp.) as
Hepatoprotector Liver of Male Mouse (Sprague-Dawley) which is Induced by
Paracetamol. Under the direction of AHMAD ENDANG ZAINAL HASAN and
AGUS SETIYONO.
Giving over doses paracetamol to animal can destroy liver cell. This matter
is marked by increasing of alanin aminotransferase’s activity or ALT and aspartat
aminotransferase or AST. One of alternatives to repair liver cell by giving undurundur’s extract in the correct dose. This research aims to determine optimal
extract dose of undur-undur as antihepatotoksik by temulawak as control. The
substance trusted has ability prevents oxidative damage so that can repair liver
cell. Animal which has been induced by paracetamol during 14 day is given the
undur-undur’s extract with dose 5 mg/kg, 10 mg/kg, and 15 mg/kg during 21
days. Taking sample blood conducted on day 0, 14, and 35. Activity AST and
ALT has degradation after day 14 until day 35. Among third of the undur-undur’s

extract dose, the biggest extract which can decrease activity of AST and ALT is
dose 10 mg/kg body wight that is from 115,5 U/L become 85,5 U/L (25.97%) for
ALT and from 184.75 U/L become 153.75 U/L (16.78%) for AST although not
afford with analysis statistic (α=0.05).

1
 
PENDAHULUAN
Hati merupakan organ tubuh yang
penting untuk menjaga dan menentukan
derajat kesehatan seseorang. Kondisi dan
fungsi hati dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Polusi yang semakin meningkat disertai
dengan perubahan pola hidup yang
cenderung serba instan telah menjadikan
masyarakat rentan terhadap berbagai
penyakit hati. Hal ini terkait dengan fungsi
hati
sebagai
organ

detoksifikasi.
Kemampuan hati dalam mendetoksikasi
bahan yang berbahaya menjadi bahan yang
tidak membahayakan tubuh sangat terbatas
sehingga racun pada kadar tertentu dapat
menimbulkan kerusakan pada organ hati itu
sendiri.
Kebiasaan masyarakat yang kurang
baik adalah menggunakan obat-obatan
sintetik yang beredar bebas di pasaran. Salah
satu jenis obat sintetik yang beredar bebas
dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat
dalam jumlah besar adalah parasetamol.
Obat ini sering digunakan sebagai penurun
panas (antipiretik) dan penghilang nyeri
(analgesik) yang murah dan aman. Obat ini
sering digunakan dalam dosis yang
berlebihan melebihi yang dianjurkan.
Penggunaan parasetamol yang berlebihan
dan tidak sesuai anjuran dapat menyebabkan

komplikasi penyakit dan berakibat kematian.
Menurut Zimerman (1978), senyawa
kimia yang dapat menimbulkan kerusakan
pada hati apabila digunakan dalam dosis
yang berlebihan dan dalam jangka waktu
yang lama disebut sebagai senyawa
hepatotoksik. Contohnya adalah karbon
tetraklorida (CCl4), kloroform, etionin, dan
parasetamol.
Berbagai penelitian pun dilakukan
untuk menggali potensi kekayaan alam yang
bermanfaat mengingat Indonesia memiliki
kekayaan alam berupa keanekaragaman
flora
dan
fauna.
Masing-masing
keanekaragaman fauna memiliki berbagai
manfaat untuk kepentingan manusia. Undurundur adalah salah satu fauna khas
Indonesia yang telah diketahui manfaatnya

sebagai hepatoprotektor. Hasil penelitian
Afrian (2008) membuktikan bahwa undurundur memiliki aktivitas antihepatotoksik.
Namun penelitian mengenai konsentrasi
yang tepat dalam penggunaannya belum
diketahui.
Penelitian ini dilakukan secara in vivo
dengan tikus galur Sprague-Dawley sebagai
hewan ujinya. Aktivitas antihepatotoksik

dapat diketahui dari uji AST atau ALT tikus.
Perubahan biokimiawi karena kerusakan hati
ditunjukkan dengan adanya kenaikan
aktivitas glutamate piruvat transaminase
(GPT) atau alanin aminotransferase (ALT)
dan
aktivitas
glutamat
oksaloasetattransaminase
(GOT)
atau

aspartat aminotransferase (AST). Penelitian
ini bertujuan untuk menguji pengaruh
ekstrak undur-undur terhadap kondisi hati
dengan temulawak sebagai pembanding,
meliputi aktivitas enzim AST dan ALT yang
dihasilkan serta gambaran sel hati. Hipotesis
penelitian ini adalah semakin besar
konsentrasi ekstrak undur-undur semakin
bagus untuk memperbaiki kerusakan sel
hati. Diharapkan aktivitas antihepatotoksik
yang diperoleh dari percobaan ini adalah
maksimum sehingga dapat memberikan
alternatif pengobatan alami.

TINJAUAN PUSTAKA
Organ Hati
Hati merupakan organ dalam terbesar
serta bagian tubuh manusia terbesar kedua
setelah kulit. Unit struktural utama hati
adalah sel-sel hati (sel hepatosit). Sel-sel ini

berkelompok dalam lempeng-lempeng yang
saling berhubungan sedemikian rupa
(Junqueira dan Carnaero 1995). Di antara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler
yang dinamakan sinusoid yang merupakan
cabang dari vena porta dan arteria hepatika
(Price dan Wilson 1995). Sinusoid vena
dibatasi oleh dua jenis sel yaitu sel endotel
dan sel kupffter besar yang merupakan sel
retikuloendotel yang mampu memfagositosis
bakteri dan benda asing dalam darah
(Guyton 1983). Diantara sel hati dan sel
endotel terdapat celah sempit yang
dinamakan celah disse (Guyton 1983).
Hati terletak di rongga perut dibawah
diafragma (membran maskular yang
memisahkan dada dan perut) pada sisi kanan
atas perut (Gambar 1). Sekitar 60% hati
tersusun atas sel hati (hepatosit) dan tiap sel
tersebut memiliki waktu paruh kurang lebih

150 hari. Dua pertiga penyusun organ hati
adalah parenkim, yang mengandung
hepatosit dan sisanya adalah sistem kelenjar
empedu. Hati menerima suplai darah
melewati arteri hepatik dan vena portal yang
keduanya menstransport nutrisi dari usus.
Sel-sel hepatik secara langsung berhubungan
dengan 25% total darah yang mengalir
dalam tubuh. Kerusakan yang terjadi pada

1
 
PENDAHULUAN
Hati merupakan organ tubuh yang
penting untuk menjaga dan menentukan
derajat kesehatan seseorang. Kondisi dan
fungsi hati dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Polusi yang semakin meningkat disertai
dengan perubahan pola hidup yang
cenderung serba instan telah menjadikan

masyarakat rentan terhadap berbagai
penyakit hati. Hal ini terkait dengan fungsi
hati
sebagai
organ
detoksifikasi.
Kemampuan hati dalam mendetoksikasi
bahan yang berbahaya menjadi bahan yang
tidak membahayakan tubuh sangat terbatas
sehingga racun pada kadar tertentu dapat
menimbulkan kerusakan pada organ hati itu
sendiri.
Kebiasaan masyarakat yang kurang
baik adalah menggunakan obat-obatan
sintetik yang beredar bebas di pasaran. Salah
satu jenis obat sintetik yang beredar bebas
dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat
dalam jumlah besar adalah parasetamol.
Obat ini sering digunakan sebagai penurun
panas (antipiretik) dan penghilang nyeri

(analgesik) yang murah dan aman. Obat ini
sering digunakan dalam dosis yang
berlebihan melebihi yang dianjurkan.
Penggunaan parasetamol yang berlebihan
dan tidak sesuai anjuran dapat menyebabkan
komplikasi penyakit dan berakibat kematian.
Menurut Zimerman (1978), senyawa
kimia yang dapat menimbulkan kerusakan
pada hati apabila digunakan dalam dosis
yang berlebihan dan dalam jangka waktu
yang lama disebut sebagai senyawa
hepatotoksik. Contohnya adalah karbon
tetraklorida (CCl4), kloroform, etionin, dan
parasetamol.
Berbagai penelitian pun dilakukan
untuk menggali potensi kekayaan alam yang
bermanfaat mengingat Indonesia memiliki
kekayaan alam berupa keanekaragaman
flora
dan

fauna.
Masing-masing
keanekaragaman fauna memiliki berbagai
manfaat untuk kepentingan manusia. Undurundur adalah salah satu fauna khas
Indonesia yang telah diketahui manfaatnya
sebagai hepatoprotektor. Hasil penelitian
Afrian (2008) membuktikan bahwa undurundur memiliki aktivitas antihepatotoksik.
Namun penelitian mengenai konsentrasi
yang tepat dalam penggunaannya belum
diketahui.
Penelitian ini dilakukan secara in vivo
dengan tikus galur Sprague-Dawley sebagai
hewan ujinya. Aktivitas antihepatotoksik

dapat diketahui dari uji AST atau ALT tikus.
Perubahan biokimiawi karena kerusakan hati
ditunjukkan dengan adanya kenaikan
aktivitas glutamate piruvat transaminase
(GPT) atau alanin aminotransferase (ALT)
dan
aktivitas
glutamat
oksaloasetattransaminase
(GOT)
atau
aspartat aminotransferase (AST). Penelitian
ini bertujuan untuk menguji pengaruh
ekstrak undur-undur terhadap kondisi hati
dengan temulawak sebagai pembanding,
meliputi aktivitas enzim AST dan ALT yang
dihasilkan serta gambaran sel hati. Hipotesis
penelitian ini adalah semakin besar
konsentrasi ekstrak undur-undur semakin
bagus untuk memperbaiki kerusakan sel
hati. Diharapkan aktivitas antihepatotoksik
yang diperoleh dari percobaan ini adalah
maksimum sehingga dapat memberikan
alternatif pengobatan alami.

TINJAUAN PUSTAKA
Organ Hati
Hati merupakan organ dalam terbesar
serta bagian tubuh manusia terbesar kedua
setelah kulit. Unit struktural utama hati
adalah sel-sel hati (sel hepatosit). Sel-sel ini
berkelompok dalam lempeng-lempeng yang
saling berhubungan sedemikian rupa
(Junqueira dan Carnaero 1995). Di antara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler
yang dinamakan sinusoid yang merupakan
cabang dari vena porta dan arteria hepatika
(Price dan Wilson 1995). Sinusoid vena
dibatasi oleh dua jenis sel yaitu sel endotel
dan sel kupffter besar yang merupakan sel
retikuloendotel yang mampu memfagositosis
bakteri dan benda asing dalam darah
(Guyton 1983). Diantara sel hati dan sel
endotel terdapat celah sempit yang
dinamakan celah disse (Guyton 1983).
Hati terletak di rongga perut dibawah
diafragma (membran maskular yang
memisahkan dada dan perut) pada sisi kanan
atas perut (Gambar 1). Sekitar 60% hati
tersusun atas sel hati (hepatosit) dan tiap sel
tersebut memiliki waktu paruh kurang lebih
150 hari. Dua pertiga penyusun organ hati
adalah parenkim, yang mengandung
hepatosit dan sisanya adalah sistem kelenjar
empedu. Hati menerima suplai darah
melewati arteri hepatik dan vena portal yang
keduanya menstransport nutrisi dari usus.
Sel-sel hepatik secara langsung berhubungan
dengan 25% total darah yang mengalir
dalam tubuh. Kerusakan yang terjadi pada

2
 
sel-sel tersebut atau intervensinya dengan
sistem vaskular hepatik dapat menimbulkan
dampak serius dalam jangka panjang.
Dampak tersebut tidak hanya mempengaruhi
organ hati tetapi juga organ lain dan sistem
pada tubuh lainnya (Runnells et al 1965).
Struktur sel hati tidak berbeda dengan
struktur sel tubuh yang lain (Lehninger
1993). Membran sel yang juga disebut
membran
plasma
bersifat
selektif
permeabel. Membran ini mengangkut
nutrien dan garam yang dibutuhkan ke
dalam sel. Susunan molekuler membran
plasma sel hati sama seperti semua sel pada
umumnya yaitu lipid yang mengandung
protein.
Di dalam membran terdapat sitosol
yang berisi organel dan komponen granula
sitoplasma. Sitoplasma mempunyai cairan
yang kompleks dan konsistensinya hampir
seperti gel. Sitosol mengandung berbagai
enzim dalam bentuk terlarut dan protein
yang
mengikat,
menyimpan
atau
mengangkut zat makanan, mineral dan
oksigen. Sitosol hati juga mengandung
berbagai ion mineral seperti K+, Mg2+, Ca2+,
Cl-, HCO3-, dan HPO42- (Lehninger 1993).
Hati terdiri atas beberapa lobus dan
masing-masing dilapisisi oleh peritoneum
para viseralis dengan sel-sel misotel melekat
pada kapsula tipis. Pembuluh darah yang
mensuplai hati adalah vena porta dan arteri
hepatik. Aliran darah dari vena porta
mengandung sedikit oksigen dan berbagai
zat racun dari usus, sel darah, limpa, dan
sekresi pankreas. Sedangkan arteri hepatik
mengalirkan darah yang kaya akan oksigen.
Cabang-cabang kedua pembuluh darah
mengikuti jaringan interlobularis di daerah
portal (Dellman & Brown 1992).
Hati memiliki dua sumber suplai
darah, dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta dan dari aorta melalui vena
hepatika. Vena porta membawa darah penuh
makanan yang diserap dari usus dan organ
tertentu, sedangkan arteria hepatika memberi
darah pada sel-sel hati dengan darah bersih
yang membawa oksigen. Cabang-cabang
dari kedua pembuluh darah tersebut
mengikuti jaringan ikat interlobularis di
daerah portal (Dellmann & Brawn 1992).
Organ hati merupakan organ yang
kompleks yang berfungsi sebagai sentral
dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein (Giannini et al. 2005). Fungsi-fungsi
hati antara lain adalah sekresi empedu,
metabolisme
dari
makromolekul,
metabolisme
besi
(Fe),
detoksikasi,

metabolisme dan penyimpanan vitamin,
serta penyimpanan darah, bersama dengan
vena porta dan limpa berfungsi sebagai
reservoir darah (Runnells et al. 1965).
Hati
juga
memproduksi
dan
mensekresikan empedu yang dibutuhkan
dalam pencernaan makanan. Cairan empedu
mengalir secara langsung ke usus dua belas
jari dan beberapa di antaranya disimpan di
dalam kantong empedu (Koolman & Rohm
2001). Organ terbesar tubuh ini merupakan
tempat
utama
metabolisme
alkohol,
parasetamol,
serta
senyawa-senyawa
beracun lain yang akan menghasilkan
metabolit asetaldehid yang sangat toksik.
Hal inilah yang menjadikan hati sangat
rentan dan berakibat fatal jika rusak oleh
senyawa metabolit yang dihasilkannya
(Brick 2004).
Kerusakan pada sel hati akan lebih
mudah
dipahami
melalui
gambaran
hisopatologi hati. Histopatologi merupakan
tinjauan terhadap organ hati secara
mikroskopik yang meliputi pengamatan
terhadap perubahan sel-sel dan jaringan di
dalamnya. Beberapa jenis perubahan
mikroskopik yang terjadi dapat dilihat dari
perubahan pada inti, sitoplasma, maupun sel
secara keseluruhan (tepi sel, perbedaan
intensitas warna, serta batas antar sel)
(Hodgson & Levi 2000).
Ada beberapa macam kerusakan sel
hati. Diantaranya adalah oedema, dilatasi,
degenerasi berbutir, dan nekrosis. Oedema
atau pembengkakan dapat terjadi karena
gangguan metabolisme yang menyebabkan
kegagalan hati dalam menyusun asam amino
menjadi
protein.
Akibatnya
terjadi
perbedaan tekanan osmotik. Rendahnya
tekanan osmotik di luar sel menyebabkan
cairan masuk ke dalam sel (Hastuti 2008).
Dilatasi adalah keadaan saat sel
membelah secara radial. Akibatnya sel
membentang ke arah tangensial. Degenerasi
berbutir dapat ditandai dengan adanya
butiran-butiran di sitoplasma. Degenerasi
berbutir merupakan indikasi awal terjadinya
nekrosis tetapi dapat pula muncul secara
bersamaan. Butiran dalam sitoplasma dapat
terjadi karena masuknya lemak ke dalam sel
sehingga mendesak inti sel. Nekrosis
merupakan proses kematian sel pada suatu
organisme hidup. Nekrosis terjadi akibat
adanya reaksi sel terhadap zat tertentu
seperti bahan kimia toksik. Nekrosis dapat
ditandai dengan hilangnya inti sel (Hastuti
2008).

3
 
Nekrosis memiliki beberapa ragam
berdasarkan
perubahan
strukturalnya.
Piknosis ditandai dengan inti sel yang
mengkerut serta sitoplasma yang menyusut.
Kariolisis adalah nekrosis yang ditandai
dengan inti yang terfragmentasi. Matinya sel
diikuti oleh perubahan morfologi seperti
oedema pada sitoplasma, dilatasi pada
retikulum endoplasma, disagregasi polisom,
hilangnya mitokondria karena krista
terdisrupsi, hilangnya inti dan beberapa
organel lain dan akumulasi trigliserida
(Hodgson & Levi 2000).

Larva undur-undur darat hidup di pasir
dengan membentuk jebakan lubang pasir
dengan kedalaman sekitar 2-3 inci dari
permukaan (Gambar 2). Larva ini dapat
menangkap dan membunuh berbagai macam
insekta dan bahkan mampu membunuh labalaba berukuran kecil. Sisa makanan yang
berupa bangkai kering akan dijentikan ke
luar lubang pasir dan kemudian larva siap
menyusun kembali jebakan lubang pasirnya.
Senyawa yang terkandung dalam
undur-undur darat adalah sulfonilurea.
Senyawa ini terdiri dari dua bentuk turunan.
Turunan pertama yaitu asetoheksamida,
klorpropamida, tolbutamida, dan tolazamida.
Sedangkan turunan yang ke dua adalah
glipizida,
glikazida,
gliburida,
dan
glikuidon. Turunan pertama senyawa ini
memiliki potensi sebagai obat kolestasis
sedangkan turunan keduanya tidak (Chounta
2003).
Pemeliharaan undur-undur cukup
mudah dan praktis. Undur-undur cukup
diletakkan pada kotak yang berisi pasir
lembut dan kering. Setelah seminggu
kemudian undur-undur akan mengeluarkan
telurnya di sarangnya yang mirip dengan
kawah
gunung.
Undur-undur
hanya
membutuhkan serangga kecil seperti semut
atau telur semut herang. Setiap pagi kotak
yang berisi undur-undur tersebut dijemur
selama 2 jam agar tidak lembab (Wahid
2008).

Gambar 1 Organ hati dan komponen
komponennya
(Anonim
2010).
Undur-undur Darat (Myrmelon sp.)
Undur-undur darat merupakan insekta
yang tersebar luas di seluruh dunia. Insekta
ini biasa hidup di lingkungan yang kering
dan berpasir. Ukuran rumah undur-undur
berkisar antara 2-15 cm. Undur-undur
termasuk ke dalam hewan omnivora.
Larvanya memakan semut dan insekta
lainnya sementara pada saat dewasa ia
memakan tepung sari dan madu. Secara
taksonomi undur-undur termasuk Kingdom
Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insekta,
Ordo
Neuroptera,
Sub
Family
Myrmeleontoidea, Famili myrmeleontidae,
dan Genus Myrmeleon (Botz et al 2003).

(a)

(b)
Gambar 2 Rumah Undur-undur (Myrmelon
sp.)(a)
dan
Undur-undur
perbesaran 100x(b).

4
 
Karakteristik dan Data Biologis Tikus
Hewan percobaan atau sering disebut
sebagai hewan laboratorium adalah semua
jenis hewan dengan persyaratan tertentu
yang dipelihara secara intensif di
laboratorium. Hewan percobaan digunakan
sebagai salah satu sarana dalam berbagai
kegiatan penelitian. Tikus merupakan salah
satu hewan yang sering digunakan dalam
percobaan. Hewan coba yang digunakan
dalam percobaan ini adalah galur SpragueDawley (Gambar 3).
Tikus adalah hewan pengerat yang
mudah berkembang biak dan mudah
dipelihara dalam jumlah banyak. Tikus
yang baru lahir biasanya memiliki berat
badan 5-6 gram dan memiliki kecepatan
tumbuh sebesar 5 gram/hari. Umumnya
berat badan tikus dewasa rata-rata 200-250
gram, tetapi bervariasi tergantung pada
galurnya. Tikus jantan tua dapat mencapai
500 gram dan tikus betina jarang lebih dari
350 gram. Galur Sprague-Dawley paling
besar
hampir
sebesar
tikus
liar
(Mangkoewdjojo & Smith 1988).
Menurut Mangkoewdjojo & Smith
(1988) tikus berbeda dengan hewan
percobaan lain, tikus tidak dapat muntah
karena struktur anatominya yang tidak lazim
di tempat esofagus bermuara ke dalam
lambung dan tikus tidak mempunyai
kantung empedu.

Gambar 3 Tikus Sprague-Dawley.
Parasetamol sebagai Stimulan Kerusakan
Hati
Hati sebagai salah satu organ yang
fungsinya adalah untuk detoksifikasi
memiliki enzim-enzim yang berfungsi dalam
metabolisme zat asing (xenobiotik). Enzimenzim tersebut terbagi menjadi dua
kelompok utama yaitu sitokrom P450 dan
monooksigenase yang mengandung flavin
(FMO). Keduanya lebih banyak berada di
hati dan berperan dalam reaksi fase I
(oksidasi xenobiotik) (Gonzales 2001).
Kata parasetamol diambil dari kata
para asetil amino fenol yang merupakan
nama senyawa ini secara tata nama kimia.

Penghilang rasa sakit ini ditemukan secara
tidak sengaja saat senyawa yang mirip
parasetamol (asetanilida) digunakan sebagai
resep obat sekitar 100 tahun lalu. Karena
asetanilida bersifat toksik, maka para
kimiawan memodifikasi struktur asetanilida
sehingga menjadi senyawa yang tidak
membahayakan tubuh tetapi masih memiliki
kemampuan analgesik.
Parasetamol merupakan obat yang
paling banyak digunakan sebagai penghilang
rasa sakit dan jumlah produksinya setiap
tahun besar. Materi awal dari sintesis
parasetamol ialah senyawa fenol, yang
kemudian dinitrasi untuk memberikan
bentuk orto dan para nitro-toluena. Bentuk
orto-nitrotoluena dipisahkan secara destilasi
dan grup para-nitrotoluena direduksi
menjadi paraamino. Grup para-amino inilah
yang diasetilasi menjadi parasetamol.
Parasetamol
atau
asetaminofen
(APAP) dikenal sebagai senyawa antipiretik
dan analgesik (Gupta et al. 2004).
Parasetamol tergolong obat antiinflamasi
nonsteroid atau non steroid antiinflamation
drugs (NSAID). Parasetamol dalam tubuh
akan mengalami biotransformasi di hati
menjadi zat yang tidak berbahaya dan dapat
dikeluarkan dari tubuh. Seperti yang terlihat
pada Gambar 4 biotransformasi parasetamol
salah satunya menggunakan reaksi fase II
yaitu membentuk senyawa glukoronida dan
sulfat yang larut air dan tidak beracun
(Moore et al. 1985).
Parasetamol
yang
dikonsumsi
berlebihan dapat menstimulasi sitokrom
P450 dan memicu radikal bebas.
Parasetamol tersebut akan mengalami
hidroksilasi
monooksigenase
menjadi
radikal bebas (Gambar 4). Radikal bebas
tersebut berupa metabolit reaktif n-asetil-pbenzoquinonimin
(NAPQI).
Produksi
NAPQI yang terlalu besar tidak dapat
dinetralisir oleh glutation. Radikal bebas ini
akan mengoksidasi makromolekul seperti
lemak dan gugus tiol pada protein serta
menganggu homeostasis kalsium akibat
menurunnya GSH (Murugesh et al. 2005).
Parasetamol merupakan obat yang
berpotensi pemakaiannya tanpa memakai
resep karena aman dalam dosis standar (5001000 mg per enam jam) sehingga sering
digunakan secara sendiri tanpa konsultasi
dokter. Pemakaian parasetamol yang terusmenerus atau dalam dosis yang berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan hati. Jalur
metabolik parasetamol dalam tubuh dapat
dilihat pada Gambar 4.

5
 
(Pilichos et al. 2004). Menurut Girindra
(1989) kadar AST dan ALT pada tikus
normal masing-masing sebesar 45,7-80,8
u/Ldan 17-30,2 U/L.

Gambar 4 Metabolisme parasetamol dalam
tubuh (Chemani 2010).
Enzim Alanin Amino Transferase (ALT)
dan Aspartat Amino Transferase (AST)
Enzim adalah protein yang berfungsi
sebagai katalisator yaitu senyawa yang
meningkatkan kecepatan reaksi kimia
(Marks et al. 1996). Sering kali tes
laboratorium melibatkan enzim untuk
mengetahui kesehatan sesorang. Hal ini
dikarenakan bila suatu jaringan rusak, sel-sel
mati dan enzim-enzim akan dilepas ke
dalam darah. Demikian pula untuk
mengetahui kondisi hati seseorang, kadar
enzim di dalam darah diukur dan di tes.
Enzim
aspartat
aminotransferase
(AST) dan alanin aminotransferase (ALT)
merupakan enzim-enzim yang sering
digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati.
Enzim ALT disebut juga GPT lebih spesifik
untuk hati karena proporsinya paling banyak
pada organ ini daripada organ tubuh lainnya
(Edem & Akpanabiatu 2006). Kedua enzim
ini sesuai golongannya, merupakan enzim
yang berperan penting dalam metabolisme
asam amino.
Alanin aminotransferase pada sitosol
hati mentransfer gugus amino dari alanin ke
α-ketoglutarat membentuk piruvat dan
glutamat,
sedangkan
aspartat
aminotransferase pada matriks mitokondria
hati mentransfer gugus amino dari aspartat
ke α-ketoglutarat membentuk oksaloasetat
dan glutamat. Reaksi umum transaminasi
dapat dilihat pada Gambar 5.
Glutamat yang dibentuk dari alanin
dan aspartat oleh enzim transaminase
merupakan asam amino yang berperan
penting dalam pembuangan gugus amino
dalam katabolisme asam amino (Boyer
2002). Kadar AST dan ALT pada serum
darah tikus yang normal adalah berkisar
antara 19,3-68,9 U/L dan 29,8-77,0 U/L

Gambar 5 Reaksi transaminasi secara umum
(Santoso 2000).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian adalah pipet ukur 5 mL, gelas
piala 250 mL, bulp, mortar, penangas air,
timbangan digital, gunting, microfuge,
mikroskop, Tissue Tec, oven, gelas objek
beserta gelas penutup, mikrotom, dan
spektrofotometer UV-VIS.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian adalah tikus putih jantan galur
Sprague-Dawley, undur-undur darat, tablet
parasetamol, kapsul temulawak, kit reagen
AST dan ALT, alkohol 70%, akuades,
paraffin,
xilol,
pewarna
Mayer’s
Haemotoxylin, larutan buffer neutral
formalin (BNF)10%, etanol 70%, 80%,
96%, 100%, 200%, pewarna eosin, LiCl, dan
kloroform.
Metode
Preparasi Parasetamol 100 mg/mL
Satu buah tablet parasetamol dengan
dosis 500 mg digerus dalam mortar sampai
halus dan dicampurkan dengan akuades
sebanyak 5 mL. Campuran kemudian diaduk
merata (Afrian 2008).
Ekstraksi Undur-Undur Darat 1mg/mL
Undur-undur darat ditimbang sebanyak
10 mg, kemudian digerus sampai hancur,
dan dicampurkan dengan akuades sebanyak
10 mL. Campuran kemudian diaduk sampai
merata lalu disaring dengan kertas saring
hingga diperoleh ekstrak undur-undur
1mg/mL (Afrian 2008).

5
 
(Pilichos et al. 2004). Menurut Girindra
(1989) kadar AST dan ALT pada tikus
normal masing-masing sebesar 45,7-80,8
u/Ldan 17-30,2 U/L.

Gambar 4 Metabolisme parasetamol dalam
tubuh (Chemani 2010).
Enzim Alanin Amino Transferase (ALT)
dan Aspartat Amino Transferase (AST)
Enzim adalah protein yang berfungsi
sebagai katalisator yaitu senyawa yang
meningkatkan kecepatan reaksi kimia
(Marks et al. 1996). Sering kali tes
laboratorium melibatkan enzim untuk
mengetahui kesehatan sesorang. Hal ini
dikarenakan bila suatu jaringan rusak, sel-sel
mati dan enzim-enzim akan dilepas ke
dalam darah. Demikian pula untuk
mengetahui kondisi hati seseorang, kadar
enzim di dalam darah diukur dan di tes.
Enzim
aspartat
aminotransferase
(AST) dan alanin aminotransferase (ALT)
merupakan enzim-enzim yang sering
digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati.
Enzim ALT disebut juga GPT lebih spesifik
untuk hati karena proporsinya paling banyak
pada organ ini daripada organ tubuh lainnya
(Edem & Akpanabiatu 2006). Kedua enzim
ini sesuai golongannya, merupakan enzim
yang berperan penting dalam metabolisme
asam amino.
Alanin aminotransferase pada sitosol
hati mentransfer gugus amino dari alanin ke
α-ketoglutarat membentuk piruvat dan
glutamat,
sedangkan
aspartat
aminotransferase pada matriks mitokondria
hati mentransfer gugus amino dari aspartat
ke α-ketoglutarat membentuk oksaloasetat
dan glutamat. Reaksi umum transaminasi
dapat dilihat pada Gambar 5.
Glutamat yang dibentuk dari alanin
dan aspartat oleh enzim transaminase
merupakan asam amino yang berperan
penting dalam pembuangan gugus amino
dalam katabolisme asam amino (Boyer
2002). Kadar AST dan ALT pada serum
darah tikus yang normal adalah berkisar
antara 19,3-68,9 U/L dan 29,8-77,0 U/L

Gambar 5 Reaksi transaminasi secara umum
(Santoso 2000).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian adalah pipet ukur 5 mL, gelas
piala 250 mL, bulp, mortar, penangas air,
timbangan digital, gunting, microfuge,
mikroskop, Tissue Tec, oven, gelas objek
beserta gelas penutup, mikrotom, dan
spektrofotometer UV-VIS.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian adalah tikus putih jantan galur
Sprague-Dawley, undur-undur darat, tablet
parasetamol, kapsul temulawak, kit reagen
AST dan ALT, alkohol 70%, akuades,
paraffin,
xilol,
pewarna
Mayer’s
Haemotoxylin, larutan buffer neutral
formalin (BNF)10%, etanol 70%, 80%,
96%, 100%, 200%, pewarna eosin, LiCl, dan
kloroform.
Metode
Preparasi Parasetamol 100 mg/mL
Satu buah tablet parasetamol dengan
dosis 500 mg digerus dalam mortar sampai
halus dan dicampurkan dengan akuades
sebanyak 5 mL. Campuran kemudian diaduk
merata (Afrian 2008).
Ekstraksi Undur-Undur Darat 1mg/mL
Undur-undur darat ditimbang sebanyak
10 mg, kemudian digerus sampai hancur,
dan dicampurkan dengan akuades sebanyak
10 mL. Campuran kemudian diaduk sampai
merata lalu disaring dengan kertas saring
hingga diperoleh ekstrak undur-undur
1mg/mL (Afrian 2008).

6
 
Preparasi Temulawak 100mg/mL
Kapsul temulawak dari Biofarmaka
dosis 500 mg, diambil serbuknya. Serbuk
temulawak tersebut dilarutkan dengan 5 mL
akuades (Afrian 2008).
Hewan Uji dan Rancangan Percobaan
Tikus berumur 5 minggu dengan berat
200-230 gram dipelihara dalam kandang
berukuran 30x50x30 cm dengan 2 ekor tikus
per kandang. Tikus diadaptasikan terlebih
dahulu selama 2 minggu sebelum perlakuan.
Sebelum dan selama perlakuan, tikus diberi
pakan standar sebanyak 50 gram dan minum
akuades. Bobot badan tikus diamati setiap
hari.
Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok
dengan 4 ekor tikus dalam setiap kelompok.
Kelompok I diberikan pakan standar, air
minum akuades, dengan parasetamol 500
mg/kg BB selama 14 hari pertama,
kemudian diberikan undur-undur darat
dengan dosis 5 mg/kg BB selama 21 hari
berikutnya. Kelompok II diberikan diberikan
pakan standar, air minum akuades, dengan
parasetamol 500 mg/Kg BB selama 14 hari
pertama, kemudian diberikan undur-undur
darat dengan dosis 10 mg/Kg BB selama 21
hari berikutnya. Kelompok III diberikan
pakan standar, air minum akuades, dengan
parasetamol 500 mg/Kg BB selama 14 hari
pertama, kemudian diberikan undur-undur
darat dengan dosis 15 mg/Kg BB selama 35
hari berikutnya. Kelompok IV (kelompok
positif) diberikan pakan standar, air minum
akuades, diinduksi dengan parasetamol 500
mg/Kg BB selama 14 hari pertama,
kemudian diberi larutan temulawak dosis
42.86 mg/Kg BB selama 21 hari berikutnya.
Kelompok V (kelompok negatif) diberikan
pakan standard, air minum akuades,
diinduksi dengan parasetamol 500 mg/Kg
BB selama 14 hari pertama, kemudian
pemberian parasetamol dihentikan pada 21
hari berikutnya. Kelompok VI (kontrol
netral) hanya diberikan pakan standar dan
air minum akuades.
Pengamatan Fisik
Pengamatan fisik hewan uji meliputi
berat badan dan tingkah laku yang diamati
setiap harinya. Tingkah laku yang diamati
meliputi mobilitas.
Pengukuran Enzim AST dan ALT
Darah diambil dari vena ekor
kemudian ditampung dalam vial steril
hingga mencapai 2 mL. Darah kemudian

didiamkan
selama
15
menit
dan
disentrifugasi pada 3000 g selama 30 menit.
Serum yang diperoleh ditambahkan dengan
pereaksi AST dan ALT dan diukur
aktivitasnya
berdasarkan
International
Federation of Clinical Chemistry (IFCC).
Sebelum dilakukan pengambilan darah, tikus
tidak diberi pakan atau dipuasakan selama
satu hari. Masing-masing enzim baik AST
maupun ALT terdiri atas dua reagen, yaitu
pereaksi 1 (buffer) dan pereaksi 2 (substrat).
Reagen 1 untuk pengukuran AST terdiri atas
Tris pH 7.8 80 mmol/L, L-aspartat 200
mmol/L dan NADH 0,18 mmol/L serta
reagen 2 terdiri atas laktat dehidrogenase
(LDH) 800 U/L, malat dehidrogenase
(MDH) 600 U/L dan α-ketoglutarat 12
mmol/L. Reagen 1 untuk pengukuran ALT
terdiri atas Tris pH 7.8 80 mmol/L , L-alanin
500 mmol/L, dan NADH 0.18 mmol/L serta
reagen 2 terdiri atas laktat dehidrogenase
(LDH) 1200 U/L dan α-ketoglutarat15
mmol/L. Persiapan reagen AST maupun
ALT dilakukan dengan mencampur 4 mL
reagen 1 dengan 1 mL reagen 2 dalam
tabung reaksi atau botol tertutup dan
dihomogenkan, kemudian disimpan pada
suhu 2-8 °C selama 3 hari atau 72 jam.
Pengukuran aktivitas dilakukan dengan
mencampur serum darah sebanyak 0.5 mL
dalam 5000 µL reagen campuran AST atau
ALT lalu diinkubasi dalam penangas 37 °C
selama 15 menit. Pembacaan serapan
dilakukan pada panjang gelombang 340 nm
dengan spektrofotometer UV-VIS per menit
selama 3 menit. Kadar enzim yang terukur
dihitung dengan persamaan berikut: (satuan
internasional unit (U/L):
Kadar AST/ALT = ΔA/menit x 1768
ΔA : Δ absorban
Pembuatan Preparat Histopatologi Hati
Metode ini terdiri atas 4 tahap, yaitu
fiksasi, dehidrasi, pencetakkan (embedding),
dan pewarnaan (staining). Sebelumnya,
tikus yang telah selesai diberi perlakuan
dibius dengan kloroform. Leher tikus
didislokasi saat tikue benar-benar terbius.
Tikus kemudian dibedah dan diambil
hatinya.Tahap fiksasi dilakukan dengan
memotong organ hati dengan ukuran 2x2x1
cm, dimasukkan dalam buffer neutral
formalin 10% (BNF 10%) selama 3x24 jam,
kemudian dipotong lagi dengan ukuran yang
lebih tipis. Potongan-potongan hati tersebut
dilanjutkan ke tahap dehidrasi, yaitu dengan
perendaman dalam etanol bertingkat (etanol

7
 
70%, 80%, 96%, 100%, 200%). Etanol
kemudian dihilangkan dengan xilol I, II, dan
III masing-masing pada suhu 60°C selama 4
kali masing-masing selama 30 menit.
Sebelum pencetakan, cetakan dicuci dengan
campuran etanol 96%, xilol, dan air.
Pencetakan (embedding) dilakukan
dengan menuang paraffin panas dalam blok
cetakan sebanyak setengah cetakan dengan
alat Tissue Tec. Potongan hati dimasukkan
ke dalamnya perlahan agar tidak menyentuh
dasar cetakan lalu ditutup lagi dengan
paraffin cair. Setelah beku, organ dalam
paraffin tersebut dipotong dengan alat
mikrotom setebal 4-5 µm. Potongan yang
diperoleh dimasukkan ke dalam air hangat
(40 0C) untuk melelehkan paraffin, potongan
lalu diletakkan dalam kaca objek. Potongan
tadi dikeringkan dalam oven inkubator
bersuhu 56 0C selama satu malam.
Tahap pewarnaan Haematoxylin Eosin
(HE) dilakukan setelah deparaffinisasi, yaitu
dengan merendamnya dalam xilol 2 kali
masing-masing selama 2 menit, rehidrasi
dengan etanol absolut selama 2 menit,
dilanjutkan dengan etanol 95% dan 80%
masing-masing selama 1 menit, dan dicuci
dalam air mengalir. Preparat kemudian
direndam
dalam
pewarna
Mayer’s
Haematoxylin selama 8 menit, dicuci dengan
air mengalir, dimasukkan dalam LiCl selama
30 detik, dan dicuci lagi dengan air
mengalir. Irisan preparat selanjtunya diberi
pewarna eosin selama 2-3 menit, lalu dicuci.
Setelah itu, irisan hati dicelupkan dalam
etanol 95 % dan absolut I masing-masing
sebanyak 10 kali dan diteruskan dengan
etanol absolut II selama 2 menit, xilol I
selama 1 menit, dan xilol II selama 2 menit.
Setelah diangin-anginkan beberapa saat,
preparat yang sudah diwarnai tersebut diberi
permounting medium dan ditutup dengan
kaca penutup.
Pengamatan Histopatologi Hati
Kerusakan sel seperti nekrosis,
degenerasi butir, oedema, dan dilatasi
merupakan parameter pengamatan yang
akan digunakan. Pemberian nilainya adalah
sebagai berikut :
0 = normal
1 = oedema
2 = dilatasi
3 = degenerasi berbutir
4 = nekrosis
Pengamatan dilakukan sebanyak 10
bidang pandang pada setiap sampel. Hasil
pengamatan lalu dirata-rata. Masing-masing

rataan diberi skor lesi berdasarkan besar
kecilnya nilai rataan tersebut. Skor lesi
menunjukkan tingkat keparahan rusaknya
sel. Semakin besar nilai rataannya, semakin
besar skor lesi, maka semakin parah sel
tersebut mengalami kerusakan.
Skor lesi:
0 = 0,0

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga Thunberg, 1821). Terhadap Aktivitas SGPT & SGOT Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

0 23 107

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

Uji aktivitas hepatoprotektor ekstrak air pegagan (Centella asiatica) terhadap tikus putih jantan yang diinduksi parasetamol

0 10 41

Efek hipoglikemik undur-undur darat [Myrmileon sp.] pada tikus putih jantan terbebani glukosa.

1 5 121

AKTIVITAS ANTIDIABETIK SERBUK DAN EKSTRAK ETANOL UNDUR-UNDUR DARAT (Myrmeleon sp.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIBEBANI GLUKOSA

0 0 16

Efek hipoglikemik undur-undur darat [Myrmileon sp.] pada tikus putih jantan terbebani glukosa - USD Repository

0 0 119