Study of Land use change for referral of spatial pattern arrangement in the Gedong Wani Production Forest Area, Lampung Province

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
UNTUK ARAHAN PENATAAN POLA RUANG KAWASAN
HUTAN PRODUKSI GEDONG WANI PROVINSI LAMPUNG

ARIYADI AGUSTIONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Kajian Perubahan
Penggunaan Lahan Untuk Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi
Gedong Wani Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014

ARIYADI AGUSTIONO
NIM A156120354

RINGKASAN

ARIYADI AGUSTIONO. Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Arahan
Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani Provinsi Lampung.
Dibimbing oleh SANTUN R.P SITORUS dan HARIADI KARTODIHARDJO.
Berdasarkan UU No 41/1999 tentang kehutanan, fungsi utama hutan
produksi adalah memproduksi hasil hutan, baik kayu, non kayu maupun jasa
lingkungan. Akan tetapi, hal ini tidak ditemui pada kawasan hutan produksi
Gedong Wani Provinsi Lampung, karena kawasan ini telah berkembang menjadi
desa definitif dengan penggunaan lahan berupa pemukiman, ladang dan
perkebunan sehingga kawasan hutan tidak berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan desa
dalam kawasan hutan, menganalisis penggunaan lahan dan perubahannya pada
periode tahun 2000-2013, menganalisis besarnya pengaruh faktor fisik lahan,

demografi dan kebijakan penggunaan kawasan hutan terhadap perubahan
penggunaan lahan dalam kawasan hutan, memprediksi penggunaan lahan dalam
kurun waktu 13 tahun ke depan dan merumuskan arahan kebijakan penataan pola
ruang kawasan hutan agar berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Penelitian dilakukan di kawasan hutan produksi Gedong Wani yang terletak
di Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Timur. Metode yang digunakan
adalah sebagai berikut: (1) untuk analisis perkembangan desa digunakan analisis
skalogram,(2) analisis penggunaan lahan melalui interpretasi Citra Satelit Landsat
TM. 5 tahun 2000 dan TM 8 Tahun 2013, sedangkan analisis perubahan
penggunaan lahan melalui operasi tumpang susun (overlay) dengan bantuan
Sistem Informasi Geografi (SIG), (3) prediksi penggunaan lahan dengan
pendekatan model spasial Cellular Automata, (4) untuk mengetahui faktor yang
berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan ditinjau dari aspek fisik lahan,
demografi dan kebijakan penggunaan kawasan hutan menggunakan regresi
logistic binner dan (5) untuk menyusun arahan kebijakan penataan pola ruang
kawasan hutan produksi dengan sintesis analisis penggunaan lahan dan
perkembangan desa serta mempertimbangkan kebijakan pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan menurut UU No 41/1999.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 39 desa di kawasan hutan
produksi Gedong Wani dengan tingkat perkembangan paling tinggi pada tahun

2011 yaitu desa Jati Baru kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
Perubahan penggunaan lahan periode tahun 2000 ke 2013 adalah peningkatan luas
perkebunan rakyat dan area terbangun, serta penurunan luas ladang dan hutan.
Ditinjau dari aspek fisik lahan, demografi dan kebijakan penggunaan kawasan
hutan, faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan menjadi
ladang dan area terbangun adalah kebijakan penggunaan kawasan hutan dan
pertambahan jumlah penduduk. Peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan
banyak terjadi pada lahan yang telah dibebani izin resmi penggunaan kawasan
hutan untuk industri dan lahan yang telah dibebani hak izin tukar menukar
kawasan hutan untuk pengembangan kota baru Lampung serta lahan-lahan yang
belum dibebani hak/izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, sedangkan
peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan menjadi perkebunan rakyat
banyak terjadi pada jenis tanah Ultisol. Prediksi penggunaan lahan tahun 2026

berdasarkan asumsi perilaku perubahan penggunaan lahan pada periode tahun
sebelumnya, menunjukkan peningkatan luas perkebunan rakyat dan area
terbangun serta penurunan luas ladang dan hutan.
Arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi adalah
dengan mengatur penggunaan lahan existing sesuai mekanisme pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan produksi menurut UU No 41/1999 yaitu menambah

luas tegakan hutan melalui rehabilitasi lahan pada tipe penggunaan lahan ladang
dan perkebunan rakyat melalui mekanisme pemanfaatan kawasan hutan dengan
pelibatan masyarakat dalam pengelolan kawasan hutan, serta melokalisir
penggunaan lahan untuk area terbangun sebagai area tidak efektif produksi hasil
hutan. Prioritas pembangunan kehutanan diarahkan pada antisipasi untuk
mengurangi efek penyebaran (spread effect) perkembangan wilayah yang relatif
tinggi terhadap wilayah sekitarnya, utamanya pada kecamatan Tanjung Bintang
dan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.
Kata kunci: arahan, desa, kawasan hutan produksi, penggunaan lahan,
prediksi

SUMMARY

ARIYADI AGUSTIONO. Study of Land-use change for referral of spatial
pattern arrangement in the Gedong Wani Production Forest Area, Lampung
Province. Supervised by SANTUN R.P SITORUS and HARIADI
KARTODIHARDJO.
According to Law No. 41/1999 regarding Forestry, production forest has
principal function of producing timber forest products, non- timber and other
environment services. However, it is not found in the Gedong Wani production

forest area Lampung province, as the region has grown to become the definitive
rural land uses such as residential, farm and forest plantations that do not function
as intended. This study aims : (1) to analyze the development of the village in a
forest area, (2) to analyze land use and land use changes in the period 20002013, (3) to analyze influence of physical factors of land, demography and forest
land use policies on land use change in forest area, (4) to predict landuse within a
period of 13 years ahead and (5) to formulate policy directives of spatial patterns
arrangement of forest area in order to function as intended.
The study was conducted in Gedong Wani production forests area in South
Lampung and East Lampung regencies. The method was used as follow : (1) to
analyze of rural development using schallogram analysis, (2) to analyze land use
through interpretation of satellite imagery Landsat 5 TM in 2000 and Landsat 8
TM In 2013, landuse changed analysis through overlay with Geographic
Information Systems (GIS), (3) landuse prediction with Cellular Automata
approach, (4) to analyze physical aspects of the land , demography and landuse
forest policies that influence land use through regression logistic Binner, (5) to
formulate refferal of spatial patterns arrangement of forest production area
through synthesis of land-use and rural development analysis with consider of
utilization and using of forest area according to Act No. 41/1999.
The results showed that there were 39 villages in GedongWani production
forest area with the highest growth rate in 2011 found in Jati Baru village

Tanjung Bintang districts South Lampung regency. Land-use change between
2000 and 2013 show an increase in smallholder plantation and built up area,
conversely, a decrease in extent of dry land cultivation and forests. In terms of the
physical aspects of the land, demography and landuse forest policy, the factors
that influence land use change into dry land cultivation and built up area are landuse forest policy and addition of number of people. Land -use change posibility
occurs on land that has borrow-use permits of forest area for industrial and land
rights that have been change of forest land for development of the new city of
Lampung as well as lands that have not allocated the rights / permits and forest
use, while the chances of a change in land use to smallholder plantations occur on
Ultisol soil type. Prediction of land use in year of 2026 based on the assumption
of behavioral changes in land use in the periode of previous years, showed an
increase in smallholder plantations and built-up area, and decrease in dry land
cultivation and forest area.

Policy directives of spatial patterns arrangement of production forests is to
regulate the use of existing land use and the use of appropriate mechanisms of
production forest area according to Act No. 41/1999 which adds forest area
through rehabilitation in dry land cultivation and smallholder plantations with
community-based forest management mechanisms, as well as localizing land use
of built up area for an area established as ineffective for the current forest

production, and gradually build up collaboration for the ultimate goal to be
achieved. Furthermore, forestry development priorities aimed to anticipatien for
reducing the relative high spread effect of regional growth to the surrounding
areas, primarily in the Tanjung Bintang and Jati Agung districts, South Lampung
regency.
Keywords: direction, forest production, land use, prediction, village

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
UNTUK ARAHAN PENATAAN POLA RUANG KAWASAN
HUTAN PRODUKSI GEDONG WANI PROVINSI LAMPUNG


ARIYADI AGUSTIONO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Widiatmaka, DAA

Judul Tesis

Nama
NIM


: Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Arahan
Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani
Provinsi Lampung
: Ariyadi Agustiono
: A156120354

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Ketua

Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MS
Anggota
Diketahui Oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 4 Maret 2014

Tanggal Lulus:

Judul Tesis

Nama
NIM

Kajian Perubahan Penggunaan Laban Untuk Arahan
Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani
Provinsi Lampung
Ariyadi Agustiono
A156120354


Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Ketua

Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MS
Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

-

-

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Tanggal Ujian: 4 Maret 2014

Tanggal Lulus:

2 7 MAR 20 14

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga
karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai dengan November 2013 ini adalah
penggunaan lahan di kawasan hutan produksi, dengan judul Kajian Perubahan
Penggunaan Lahan untuk Arahan Penataan Pola Ruang Kawasan Hutan Produksi
Gedong Wani Provinsi Lampung.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Santun R.P Sitorus
dan Bapak Prof Dr Ir Hariadi Kartodihardjo, MS selaku komisi pembimbing,
Bapak Dr Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi pembimbing serta Ibu
Dr Dra Khursatul Munibah, MSc selaku moderator ujian tesis. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada seluruh staf pengajar dan staf administrasi serta
rekan-rekan program studi ilmu perencanaan wilayah Institut Pertanian Bogor
atas ilmu, pelayanan dan semangat serta motivasinya. Kepada Pusbindiklatren
Bappenas diucapkan terimakasih atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi Lampung dan Kepala UPTD KPH Gedong Wani beserta staf yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, ibu mertua, istri dan anak-anakku, serta seluruh keluarga, atas
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Maret 2014
Ariyadi Agustiono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitiaan
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Penataan Ruang
Hirarki Wilayah
Evaluasi Penggunaan dan Penutupan Lahan (Land Use dan Land
Cover)
Kawasan Hutan Produksi Dalam Pola Pemanfaatan Ruang
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya
Prediksi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan
Kesesuaian Lahan

5
6
6
7
8
9
10

METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Lokasi Dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Metode dan Teknik Analisis Data

11
11
13
14
14
15

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Kelompok Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani
Tata Ruang Wilayah
Administrasi
Kependudukan
Mata Pencaharian
Karakteristik Fisik Wilayah

25
25
26
27
27
28
29

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Wilayah
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Hutan Produksi
Gedong Wani Tahun 2000 dan Tahun 2013
Analisis Pengaruh Faktor Fisik Lahan, Demografi dan Kebijakan
Penggunaan Kawasan Hutan Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan
Prediksi Penggunaan Lahan

32
32
37

43
48

ii

Arahan dan Skenario Kebijakan Penataan Pola Ruang Kawasan
Hutan Produksi Gedong Wani

53

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

62
62
63

DAFTAR PUSTAKA

64

LAMPIRAN

68

RIWAYAT HIDUP

76

iii

DAFTAR TABEL

1.

Matrik hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data,
teknik analisis dan keluaran pada setiap tahapan penelitian

16

2.

Contoh matriks transformasi perubahan penggunaan lahan

19

3.

Variabel bebas yang digunakan dalam model regresi logistik

20

4.

Skoring kelas lereng

21

5.

Skoring kelas jenis tanah

22

6.

Skoring intensitas hujan

22

7.

Kriteria kesesuaian lahan untuk ladang

23

8.

Kriteria kesesuaian lahan untuk perkebunan rakyat

23

9.

Jumlah penduduk dan keluarga pada kecamatan dalam kawasan hutan
produksi Gedong Wani

28

10. Ketinggian tempat (mdpl) pada kelompok kawasan hutan produksi
Gedong Wani

29

11. Kemiringan lereng di kawasan hutan produksi Gedong Wani.

29

12. Jenis tanah pada kelompok kawasan hutan produksi Gedong Wani

31

13. Nilai indek perkembangan desa dan penentuan hirarki wilayah

32

14. Jumlah desa pada setiap kecamatan berdasarkan tingkat hirarki

33

15. Perubahan hirarki desa tahun 2003 / 2011

36

16. Penggunaan/penutupan lahan di kawasan hutan produksi Gedong
Wani

38

17. Perubahan penggunaan lahan di kawasan hutan produksi Gedong
Wani dari tahun 2000 ke tahun 2013

40

18. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap perubahan lahan menjadi
perkebunan rakyat

44

19. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap perubahan lahan menjadi
area terbangun

46

20. Faktor yang diduga berpengaruh terhadap perubahan lahan menjadi
ladang

47

21. Luas lahan sesuai (S) dan tidak sesuai (N) pada berbagai tipe
penggunaan lahan

49

22. Prediksi penggunaan lahan di kawasan hutan produksi Gedong Wani
tahun 2026

52

23. Keterkaiatan penggunaan lahan dengan fungsi dan peruntukan
kawasan hutan produksi

57

iv

DAFTAR GAMBAR

1.

Bagan alir kerangka pemikiran

12

2.

Tahapan alur penelitian

13

3.

Lokasi penelitian

14

4.

Diagram alir model Cellular Automata

24

5.

Peta administrasi kawasan hutan produksi Gedong Wani.

27

6.

Perubahan jumlah keluarga petani tahun 2003 dan 2011 di wilayah
kawasan hutan produksi Gedong Wani

28

Peta ketinggian tempat kelompok kawasan hutan produksi Gedong
Wani.

30

Peta kelas lereng tempat kelompok kawasan hutan produksi
Gedong Wani.

30

Peta jenis tanah tingkat ordo pada kelompok kawasan hutan
produksi Gedong Wani

31

7.
8.
9.

10. Peta hirarki desa-desa dalam kawasan hutan produksi Gedong
Wani tahun 2003

35

11. Peta hirarki desa-desa dalam kawasan hutan produksi Gedong
Wani tahun 2011

35

12. Luas penggunaan/penutupan lahan pada kelompok kawasan hutan
produksi Gedong Wani tahun 2000 dan 2013.

38

13. Pola perubahan penggunaan

41

14. Peta penggunaan /penutupan lahan kelompok kawasan hutan
produksi Gedong Wani tahun 2000

42

15. Peta penggunaan /penutupan lahan kelompok kawasan hutan
produksi Gedong Wani tahun 2013

42

16. Kesesuaian lahan (a) area terbangun, (b) hutan, (c) ladang, (d)
perkebunan rakyat serta lokasi (e) perkebunan PTPN dan (f) tubuh
air.

50

17. Hasil validasi model prediksi penggunaan lahan pada berbagai
iterasi

51

18. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan di kawasan hutan
produksi Gedong Wani tahun 2000, 2013 dan 2026

52

19. Peta prediksi penggunaan lahan tahun 2026

52

21. Mekanisme pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi
berdasarkan UU No 41 tahun 1999 dan peraturan turunannya.

56

22. Peta arahan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani

61

v

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Data analisis skalogram pada data podes 2003

68

2.

Data analisis skalogram pada data podes 2011

69

3.

Citra landsat tahun 2000 dan 2013

70

4. Titik koordinat hasil referensi cek lapangan dan cek pada peta bing
map

71

5.

74

Hasil analisis regresi logistik binner.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manusia mempertahankan hidupnya dengan melakukan aktifitas
pemanfaatkan sumberdaya alam yang memiliki kecenderungan membentuk pola
dan struktur yang berdimensi ruang dan waktu. Pola pemanfaatan ruang
dicerminkan oleh gambaran percampuran atau keterkaitan spasial antar
sumberdaya dan pemanfaatannya. Pemanfaatan sumberdaya yang tersedia pada
ruang bersifat dinamis. Akan tetapi dinamika pemanfaatan ruang tidak selalu
mengarah pada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang ada, hal ini terutama
disebabkan oleh terus meningkatnya kebutuhan ruang sejalan dengan
perkembangan kegiatan budidaya sementara keberadaan ruang bersifat terbatas.
Pola pemanfaatan ruang wilayah meliputi arahan pengelolaan kawasan lindung,
arahan pengelolaan kawasan budidaya, kawasan perkotaan dan perdesaan serta
kawasan prioritas.
Penetapan kawasan hutan1 merupakan salah satu cakupan dalam arahan
pola ruang untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada arahan tata ruang
kawasan hutan mempunyai fungsi khusus yaitu berfungsi lindung, konservasi, dan
untuk pendukung kehidupan serta segala ekosistemnya disamping juga sebagai
kawasan budidaya yang menghasilkan produk kehutanan yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan pengolahan kayu serta hasil
hutan non kayu. Peruntukan ruang kawasan budidaya pada kawasan hutan
meliputi hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP) dan hutan
produksi yang dapat dikonversi (HPK).
Kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok memproduksi hasil hutan2 (UU Nomor 41 tahun 1999). Dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRTM/M/2007 tentang pedoman dan
kriteria teknis kawasan budidaya, fungsi hutan produksi adalah : penghasil kayu
dan bukan kayu, daerah resapan air hujan untuk kawasan disekitarnya, membuka
penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat dan sumber pemasukan
dana bagi pemerintah daerah dalam bentuk dana bagi hasil.
Melihat manfaat yang begitu besar ini maka peran ganda manfaat kawasan
hutan produksi dapat berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun manfaat
untuk menjaga daya dukung lingkungan. Namun demikian keberadaan seluruh
manfaat dan fungsi kawasan hutan terletak pada berdirinya tegakan (standing
stock). Secara ekonomi manfaat dari penebangan kayu memberi peran 5% - 7%
dari seluruh manfaat hutan (Darusman 1999, Simangunsong 2003 dalam
Kartodihardjo, 2004). Fungsi hutan sebagai daya dukung lingkungan justru
1

Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Putusan MK Perkara Nomor 45
tentang pengujian konstitusionalitas pasal 1 ayat 3 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan)

2

Hasil hutan adalah komoditi yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapat
nilai tambah serta membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. (Penjelasan
UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)

2

memberi peran lebih besar yaitu antara 93% - 95% . Dengan demikian keberadaan
hutan bukan hanya terkait manfaat bagi pemilik dan/atau pengelola, tetapi juga
bagi masyarakat sekitar, wilayah, nasional dan global.
Kawasan hutan merupakan sumberdaya bersama (common pool resource)
yang secara de-jure keberadaannya dikuasai oleh Negara, akan tetapi secara defacto mempunyai sifat open acces yang berarti bahwa sifat sumberdaya ini
seolah-olah tanpa pemilik. Akibatnya banyak lahan kawasan hutan di Indonesia
dimanfaatkan secara illegal sehingga fungsi kawasan hutan tidak sesuai dengan
peruntukannya.
Laju deforestasi kawasan hutan tahun 2011 di Indonesia
sebesar
478 618.1 ha/tahun (Kementrian Kehutanan, 2012) Besarnya laju kerusakan ini
mengindikasikan banyak kawasan hutan mengalami degradasi fungsi. Hal ini
menunjukkan lemahnya pengelolaan kawasan hutan negara di lapangan (de facto
open access) yang secara jelas menjadi penyebab berbagai kelemahan dan
kegagalan pembangunan kehutanan. Menyadari kelemahan tersebut Pemerintah
Pusat (Kementerian Kehutanan) bersama Pemerintah Daerah membentuk unit
pengelolaan kawasan hutan yang kemudian disebut Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH). Salah satu KPH yang telah dibentuk adalah KPH Produksi Gedong Wani3
yang berada di Provinsi Lampung. KPH ini diberi otoritas melakukan pengelolaan
mulai dari penataan, perencanaan pengelolaan, rehabilitasi dan reklamasi,
penegakan hukum termasuk perlindungan dan pengamanan hutan serta
mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan
lestari di kawasan hutan produksi Gedong Wani.
Kawasan hutan produksi Gedong Wani secara administrasi terletak di
Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur dengan luas 30 243
ha (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2012). Tutupan lahan pada kawasan
hutan produksi Gedong Wani berdasarkan interpretasi Citra Landsat Tahun 2009
75.6 % adalah pertanian lahan kering, 13.6% pertanian lahan kering bercampur
semak, 9.2% pemukiman dan sisanya adalah semak belukar dan perkebunan
(Kementerian Kehutanan, 2011a).
Keberadaan pemukiman dalam kawasan hutan produksi Gedong Wani
merupakan suatu daerah administrasi desa definitif. Jumlah desa definitif di
kawasan hutan produksi ini sebanyak 38 desa yang tersebar di 11 Kecamatan pada
2 Kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur
(Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2012). Selain statusnya definitif, desa
dalam kawasan hutan Gedong Wani juga dilengkapi jenis fasilitas pelayanan baik
ekonomi, sosial maupun pendidikan yang jumlahnya terus meningkat dari tahun
ke tahun. Sehingga desa ini berkembang seperti halnya desa desa lainnya diluar
kawasan hutan.
Fenomena penggunaan lahan di KHP Gedong Wani merupakan bentuk
pertentangan antara aspek hukum dan aspek ekonomi. Dari aspek hukum status
lahan (land status) kawasan hutan produksi Gedong Wani merupakan wilayah
yang dikuasai oleh negara sehingga segala bentuk pemanfaatan dan penggunaan
ruang dalam kawasan tersebut harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
3

KPHP Gedong Wani ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.427/MenhutII/2011 tanggal 27 Juli 2011 seluas ± 30 243 ha. Landasan pembentukan organissasi KPHP
Gedong Wani di tingkat Pemerintah Daerah ditetapkan berdasarkan Peraturan Gubernur
Lampung Nomor 27 tahun 2010 tanggal 6 Agustus 2010

3

Sedangkan, dari aspek ekonomi pemanfaatan sumberdaya lahan dalam kawasan
hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dalam bentuk penggunaan
lahan untuk pemukiman beserta segala sarana prasarananya dan penggunaan
lahan untuk aktifitas budidaya pertanian non kehutanan yang belum sesuai
dengan aturan main dalam kebijakan kehutanan. Disamping itu kebutuhan
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung yang mengusulkan pengalokasian ruang
dalam kawasan hutan melalui usulan perubahan peruntukan lahan secara parsial
kawasan hutan produksi Gedong Wani untuk pengembangan Kota Baru Lampung,
menjadi tantangan bagi pengelola KHP Gedong Wani untuk merencanakan
kawasan hutan agar dapat kembali berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Keterlanjuran pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak
sesuai dengan fungsi dan peruntukan merupakan realitas yang ada di KHP
Gedong Wani. Untuk itu, kajian perkembangan wilayah dan penggunaan lahan
dengan berbagai proses perubahannya sangat diperlukan sebagai titik tolak dalam
perencanaan kebijakan penataan kawasan hutan. Berbagai teknik analisis seperti
teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (SIG) dapat digunakan
untuk memberikan gambaran penggunaan lahan beserta perubahannya bahkan
meramalkan (forecasting) penggunaan lahan pada masa yang akan datang.
Selanjutnya, berpedoman pada peraturan perundang-undangan, hasil kajian
penggunaan lahan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengendalikan
pemanfaatan dan penggunaan lahan (pola ruang) di kawasan hutan produksi
Gedong Wani.

Rumusan Masalah
Permasalahan yang menjadi fokus penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Belum diketahuinya secara kuantitatif tingkat perkembangan desa-desa dalam
kawasan hutan produksi terkait dengan jumlah dan jenis fasilitas yang
dimiliki.
2. Belum diketahunyai trend penggunaan lahan secara kuantitatif di kawasan
hutan produksi Gedong Wani dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
3. Belum diketahuinya besarnya pengaruh faktor fisik lahan, demografi dan
kebijakan penggunaan kawasan hutan terhadap perubahan penggunaan lahan
dalam kawasan hutan produksi Gedong Wani.
4. Belum diketahuinya prediksi penggunaan lahan di masa yang akan datang
pada kawasan hutan produksi Gedong Wani berdasarkan asumsi prilaku
perubahan penggunaan lahan periode 10 tahun terakhir.
5. Belum adanya arahan penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong
Wani yang mengarah pada fungsi dan peruntukan kawasan hutan sesuai
ketentuan.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, disusun pertanyaan penelitian
(research question) sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan wilayah desa-desa dalam kawasan hutan produksi
Gedong Wani?
2. Bagaimana penggunaan lahan dan perbahannya di kawasan hutan produksi
Gedong Wani dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (tahun 2000 dan 2013)?

4

3.

4.

5.

Ditinjau dari aspek fisik lahan, demografi dan kebijakan penggunaan kawasan
hutan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap terjadinya perubahan
penggunaan lahan di kawasan hutan produksi Gedong Wani?
Bagaimana prediksi penggunaan lahan pada masa yang akan datang
berdasarkan asumsi perilaku perubahan penggunaan lahan pada kawasan
hutan produksi Gedong Wani?
Arahan kebijakan penggunaan lahan seperti apa
yang dapat
direkomendasikan agar perubahan penggunaan lahan ke depan mengarah
pada terbentuknya pola ruang yang sesuai dengan fungsi dan peruntukan
kawasan hutan?
Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menyusun arahan kebijakan penataan pola
ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani berdasarkan kajian fisik lahan,
perkembangan wilayah dan peraturan perundang-undangan. Tujuan antara adalah
sebagai berikut:
1. Menganalisis tingkat perkembangan desa-desa dalam kawasan hutan produksi
Gedong Wani.
2. Menganalisis perubahan penggunaan lahan pada kawasan hutan produksi
Gedong Wani tahun 2000 dan tahun 2013
3. Menganalisis besarnya pengaruh faktor fisik lahan, demografi dan kebijakan
penggunaan kawasan hutan terhadap perubahan penggunaan lahan.
4. Memprediksi penggunaan lahan dalam kurun waktu 13 tahun ke depan
dengan menggunakan pendekatan model spasial.
5. Merumuskan arahan kebijakan penataan pola ruang kawasan hutan produksi
Gedong Wani sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya.

Manfaat Penelitiaan
Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dan Pemerintah Pusat dalam hal ini
Kementerian Kehutanan dalam menyusun rencana tata ruang kawasan hutan
produksi Gedong Wani.
2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bahan pustaka bagi penelitianpenelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan penekanan pada kajian aspek
fisik penggunaan lahan, perkembangan wilayah, dan kebijakan pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan produksi untuk tujuan memberikan arahan kebijakan
penataan pola ruang kawasan hutan produksi Gedong Wani yang sesuai dengan

5

fungsi dan peruntukannya. Oleh karena itu, batasan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Aspek fisik lahan yang dikaji meliputi penggunaan lahan melalui interpretasi
Citra Satelit resolusi rendah hingga menengah (Landsat TM 5 dan TM 8)
serta unsur-unsur fisik lahan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan pada
setiap tipe tutupan/penggunaan lahan.
2. Aspek tingkat perkembangan wilayah dianalisis melalui jumlah dan jenis
fasilitas yang dimiliki desa-desa dalam kawasan hutan produksi Gedong
Wani.
3. Aspek kebijakan dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi tetap (HP)

TINJAUAN PUSTAKA

Penataan Ruang
Penataan ruang merupakan bentuk intervensi positif atas kehidupan sosial
dan lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Secara
lebih spesifik, penataan ruang dilakukan sebagai : (1) Optimasi pemanfaatan
sumberdaya
(mobilisasi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya) guna
terpenuhinya efisiensi dan produktifitas, (2) Alat dan wujud distribusi sumberdaya
guna terpenuhinya prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan, serta (3)
Menjaga keberlanjutan (sustainability) pembangunan. Selain itu, tujuan penataan
ruang adalah upaya (4) menciptakan rasa aman dan (5) kenyamanan ruang
(Rustiadi et al. 2011)
Selanjutnya menurut Rustiadi et al. (2011) proses penataan ruang
mempunyai landasan-landasan penting yang perlu diperhatikan sebagai falsafah
yakni (1) sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk
melakukan perubahan atau upaya mencegah terjadinya perubahan yang tidak
diinginkan; (2)menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya di masa
sekarang dan masa yang akan datang (pembangunan berkelanjutan), (3)
disesuaikan
dengan
kapasitas
pemerintah
dan
masyarakat
untuk
mengimplementasikan perencanaan yang disusun, (4) upaya melakukan
perubahan yang lebih baik secara terencana (5) sebagai suatu sistem yang meliputi
kegiatan perencanaan, implementasi dan pengendalian pemanfaatan ruang dan (6)
dilakukan jika dikehendaki adanya perubahan struktur dan pola pemanfaatan
ruang, artinya tidak dilakukan tanpa sebab atau kehendak.
Optimasi penataan ruang kawasan hutan dilakukan berdasarkan
pertimbangan daya dukung, potensi, kebutuhan kayu dan kebutuhan non kayu,
resiko lingkungan dan DAS Prioritas. Pemanfaatan ruang kawasan hutan optimal
dicirikan oleh : memenuhi berbagai kebutuhan terhadap hasil hutan, memecahkan
masalah sosial dan lingkungan, dan melestarikan sumberdaya hutan (P4W, 2006)
Penelitian Damai (2006) di wilayah pesisir kota Bandar Lampung
memberikan arahan peruntukan ruang yang komprehensif bagi wilayah pesisir

6

Kota Bandar Lampung adalah meliputi ruang bagi pembenahan kawasan
perkotaan yang telah terbangun seluas 1 337 ha; ruang pengembangan pemukiman
dan prasarana wilayah seluas 1 250 ha; ruang penyangga seluas 1 037 ha; serta
perairan pelabuhan seluas 3 167 ha; perikanan tangkap tradisional seluas 1 510 ha
dan wisata seluas 195 ha.

Hirarki Wilayah
Wilayah didefinisikan sebagai area geografis yang mempunyai ciri tertentu
dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi.
Hirarki suatu wilayah sangat terkait dengan hirarki fasilitas kepentingan umum di
masing-masing wilayah. Hirarki wilayah dapat membantu untuk menentukan
fasilitas apa yang harus ada atau perlu dibangun di masing-masing wilayah.
Fasilitas kepentingan umum bukan hanya menyangkut jenisnya, tetapi juga
kapasitas pelayanan dan kualitasnya. Jenis fasilitas itu mungkin harus ada di
seluruh wilayah, tetapi kapasitas dan kualitas layanannya harus berbeda. Makin
maju suatu wilayah, semakin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin
luas wilayah pengaruhnya (Tarigan 2005).
Rustiadi et al. (2011) menyatakan bahwa secara teoritis hirarki wilayah
sebenarnya ditentukan
oleh tingkat
kapasitas
pelayanan
wilayah
yangditunjukkanoleh kapasitas secara totalitas yang tidak terbatas infrastruktur
fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta
kapasitas perekonomiannya.
Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam
penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan (sarana dan
prasarana pada pusat-pusat wilayah). Secara sederhana, kapasitas pelayanan
infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari (1) jumlah sarana pelayanan
(2) jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta (3) kualitas sarana pelayanan
(Rustiadi et al. 2011)
Hasil penelitian Muiz (2009) di Kabupaten Sukabumi dengan
menggunakan analisis skalogram dihasilkan hirarki desa pada setiap kecamatan
pada tahun 2006 yaitu desa dengan tingkat hirarki I adalah desa-desa dengan
tingkat perkembangan tinggi memiliki Indek Perkembangan Desa (IPD) > 128.7
sebanyak 26 desa dan terdapat pada 20 kecamatan. Desa dengan hirarki II yaitu
desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan sedang dengan tingkat IPD antara
89.5 sampai 128.67 sebanyak 107 desa dan tersebar di semua kecamatan di
kabupaten Sukabumi kecuali kecamatan Bantargadung, Cidahu, Curugkembar,
Parakansalak dan Waluran. Desa dengan tingkat hirarki III yaitu desa-desa yang
memiliki tingkat perkembangan rendah, dengan IPD 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; (b)
>200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; (c)
> 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; (d) > 50 (lima puluh) meter dari
kiri kanan tepi anak sungai; > 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang dan >
130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi
pantai.
Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses
perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat
bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan konsekuensi logis dari
adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi
masyarakat yang sedang berkembang, baik untuk tujuan komersial maupun
industri. Kim et al. (2002) memandang perubahan penggunaan lahan sebagai
suatu sistem dimana penambahan populasi beberapa spesies biasanya
menyebabkan kerusakan spesies lainnya.
Barlowe (1986) menyatakan bahwa dalam menentukan penggunaan lahan
terdapat tiga faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu: faktor fisik lahan,
faktor ekonomi dan faktor kelembagaan. Selain itu, faktor kondisi sosial dan
budaya masyarakat setempat juga akan mempengaruhi pola penggunaan lahan.
Bila dicermati secara seksama faktor utama penyebab perubahan penggunaan
lahan adalah jumlah penduduk.
Pertambahan jumlah penduduk berarti
pertambahan terhadap jumlah makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan
oleh sumber daya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat
dengan adanya pertambahan penduduk. Demikian pula permintaan terhadap hasil
non- pertanian, kebutuhan perumahan dan sarana prasarana. Peningkatan
pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung
menyebabkan persaingan penggunaan lahan.
Mc.Neil et al. (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mendorong
perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi, dan budaya.

9

Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan.
Pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan
faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan di
suatu wilayah merupakan cerminan upaya manusia dalam memanfaatkan dan
mengelola sumberdaya lahan yang akan memberikan pengaruh terhadap manusia
itu sendiri dan kondisi lingkungannya.
Penyebab dari perubahan penggunaan lahan adalah adanya faktor-faktor
(driving factors) seperti: faktor demografi (tekanan penduduk), faktor ekonomi
(pertumbuhan ekonomi), teknologi, policy (kebijakan), institusi, budaya dan
biofisik. Analisis perubahan penggunaan lahan mencari penyebab (driver)
perubahan land use dan dampak (lingkungan dan sosio ekonomi) dari perubahan
land use. Munibah (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan
lereng, jenis tanah, curah hujan, jarak dari jalan raya dan mata pencaharian
masyarakat.
Dalam menentukan besarnya peluang faktor yang berpengaruh terhadap
perubahan penggunaan lahan dapat menggunakan analisis regresi logistik binner.
Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh peubah-peubah penjelas (X) terhadap
peubah respon (Y) melalui persamaan matetamis dimana peubah penjelasnya
dapat berupa peubah kategorik maupun numerik. Dengan kata lain, analisis
regresi logistik merupakan suatu teknik untuk menerangkan peluang kejadian
tertentu dari kategori peubah respon. Salah satu ukuran asosiasi (ukuran keeratan
hubungan antar peubah kategorik) yang dapat diperoleh melalui analisis regresi
logistik adalah odd ratio (rasio odd). Odd sendiri dapat diartikan sebagai rasio
peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari peubah respon.
Adapun rasio odd mengindikasikan besarnya peluang, dalam kaitannya dengan
nilai odd, munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan
kelompok lainnya (Firdaus, et al. 2011).

Prediksi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan
Untuk mengetahui kondisi penggunaan lahan pada masa yang akan datang
perlu dilakukan peramalan (forecasting) terhadap lahan berdasarkan
penggunaannya saat ini. Analisis terhadap citra satelit pada berbagai titik tahun
dapat menggambarkan trend perubahan penggunaan lahan. Munibah (2008)
menyatakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk meramalkan/memprediksi
kondisi penggunaan lahan berdasarkan trend perubahan penggunaan lahan adalah
permodelan dengan pendekatan model Cellular Automata (CA).
Model Cellular Automata pertama kali diperkenalkan oleh Ulam dan Von
Neumann pada tahun 1940-an yaitu untuk membuat kerangka kerja formal
(formal framework) untuk meneliti perilaku sistem yang kompleks (Munibah,
2008). Model ini merupakan permodelan spasial dinamik yang beroperasi dalam
ruang dengan data raster dimana nilai data raster berbentuk diskrit (Purnomo,
2012).
Cellular automata memiliki karakteristik spasial berdasarkan sel yang
perubahannya tergantung pada sel-sel tetangganya. Sel-sel tersebut akan hidup
jika tiga atau lebih dari sel tetangganya hidup dan akan mati /berubah jika tiga

10

atau lebih sel tetangganya juga mati/berubah. Komponen utama Cellular
Automata adalah sel (cell), state, aturan dan fungsi perubahan (transition rule of
transition function) dan ketetanggaan (Chen et al.2002). Skenario perubahan
penggunaan lahan pada setiap piksel tergantung pada kesesuaian lahannya,
penggunaan lahan periode sebelumnya dan lahan tetangganya.
Hasil penelitian Hesaki (2012) di Cagar Biosfer Cibodas untuk prediksi
penggunaan lahan pada tahun 2023 dengan menggunakan model Cellular
Automata dinyatakan bahwa penggunaan lahan/penutupan lahan di Cagar Biosfer
adalah kebun campuran sebesar 34.34%, hutan 30.97%, pemukiman 23.39%
sawah 11.14%, edelweiss 0.08%, rumput/semak belukar 0.05% dan tubuh air
0.03%. Hasil prediksi ini menunjukkan adanya perambahan pada zona inti karena
terdapat penggunaan lahan selain hutan yang bertambah luasnya pada zona inti.

Kesesuaian Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaannya. Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan
sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Inti evaluasi kesesuaian lahan
adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan
yang diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan
yang akan digunakan (Sitorus 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007)
Dalam sistem FAO (1976) klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi 4
(empat) kategori yaitu ordo, kelas, sub-kelas dan unit. Ordo, menunjukkan
apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Ordo
dibagi menjadi dua yaitu ordo S (Sesuai) dan N (Tidak Sesuai). Lahan pada ordo
S adalah lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas
untuk suatu tujuan yang sedang dipertimbangkan. Sementara lahan yang termasuk
ordo N adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga
mencegah penggunaannya untuk tujuan tertentu. Lahan tidak sesuai karena
adanya berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng sangat curam, berbatubatu, dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil
dari biaya yang dikeluarkan).
Kelas menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan dan merupakan
pembagian lebih lanjut dari masing-masing ordo. Kelas diberi nomor urut yang
ditulis dibelakang simbol ordo, dimana nomor ini menunjukkan tingkat kelas yang
makin jelek bila makin tinggi nomornya. Ada tiga kelas dari ordo tanah yang
sesuai yaitu S1 (Sangat Sesuai/ highly suitable), S2 (Cukup Sesuai/moderately
suitable), dan S3 (Sesuai Marginal/marginally suitable). Lahan pada kelas S1
adalah lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang
diberikan, atau mempunyai pembatas yang tidak berpengaruh nyata terhadap
kenaikan masukan yang diberikan. Lahan kelas S2 adalah lahan yang mempunyai
pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan
yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan
meningkatkan masukan yang diperlukan. Selanjutnya kelas S3 berarti lahan
mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat
pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan meningkatkan masukan yang

11

diberikan dan akan mengurangi produksi. Ordo Tidak Sesuai ada dua kelas yaitu
N1 (Tidak Sesuai Saat Ini/ currently not suitable) dan N2 (Tidak Sesuai
Permanen/permanentaly not suitable). Lahan dengan kelas N1 mempunyai
pembatas-pembatas yang besar, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, dengan
biaya yang tinggi. Keadaan pembatas yang besar, sehingga mencegah penggunaan
yang lestari dalam jangka panjang. Lahan pada kelas N2 merupakan lahan yang
tidak sesuai untuk selamanya yaitu lahan yang mempunyai pembatas permanen .

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
Peruntukan kawasan untuk fungsi tertentu dalam rencana tata ruang
seharusnya diikuti oleh pemanfaatan/penggunaan lahan yang mengarah pada
tujuan dari rencana tata ruang itu sendiri. Tata ruang merupakan landasan
sekaligus sasaran pembangunan wilayah (Tarigan, 2005). Perkembangan wilayah
menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan wilayah. Perkembangan
wilayah pada kawasan yang tidak sesuai dengan tujuan peruntukannya akan
menjadi ancaman keberhasilan pembangunan kawasan yang fungsi dan
peruntukannya telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Kawasan hutan produksi Gedong Wani di Provinsi Lampung adalah salah
satu kawasan hutan yang telah dilakukan proses penetapan sebagai hutan tetap
melalui pengukuhan kawasan hutan serta termasuk dalam penetapkan kawasan
budidaya hutan produksi pada rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP)
Lampung tahun 2009-2029 (Perda Provinsi Lampung Nomor 01 Tahun 2010).
Berdasarkan UU No 41/1999 tentang kehutanan fungsi hutan produksi adalah
untuk memproduksi hasil hutan baik kayu maupun non kayu, penyedia lapangan
kerja serta jasa lingkungan.
Penggunaan lahan kawasan hutan produksi Gedong Wani untuk aktifitas
non kehutanan seperti pemukiman dan pertanian lahan kering menyebabkan
kawasan hutan tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Aktifitas non
kehutanan yang berkembang juga diikuti dengan perkembangan wilayah desadesa definitif dalam kawasan hutan. Hal ini akibat dari tidak berjalannya produk
kebijakan dan peraturan di lapangan. Selain itu, kurangnya informasi yang cukup
tentang penggunaan lahan bagi pemegang kebijakan menyebabkan kawasan
hutan dalam kondisi terbuka (open access) yang memudahkan siapapun untuk
memanfaatkan dan menggunakan lahan tanpa kontrol.
Untuk menata kembali pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi
Gedong Wani diperlukan informasi penggunaan lahan lebih spesifik pada kondisi
aktual maupun kondisi penggunaan lahan periode sebelumnya yang dapat
ditampilkan secara spasial. Selain itu, desa-desa definitif yang ada perlu dikaji
untuk mengetahui sejauhmana tingkat perkembangannya dalam kawasan hutan.
Hal ini menjadi titik tolak dalam penataan pola ruang pada kawasan hutan untuk
mencapai tujuan akhir yang diharapkan.

12

Untuk menganalisis perkembangan desa digunakan
pendekatan
ketersediaan jumlah dan jenis fasilitas yang ada pada wilayah administrasi desa.
Sedangkan penggunaan lahan dan perubahannya dapat dianalisis dengan
memanfaatkan teknik peng