Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.) Di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)
DI DESA CIKARAWANG, KECAMATAN DRAMAGA,
KABUPATEN BOGOR

VAUDHAN FUADY

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tataniaga Ubi
Jalar (Ipomoea batatas L.) di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015

Vaudhan Fuady
NIM H34080114

2

3

ABSTRAK
VAUDHAN FUADY. Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) di Desa
Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI
RACHMINA.
Ubi jalar merupakan salah satu komoditas andalan pada sektor tanaman
pangan. Jawa Barat adalah provinsi penghasil ubi jalar terbesar di Indonesia. Sentra
produksi ubi jalar salah satunya ada di Kabupaten Bogor. Petani menjual hasil
panen ubi jalar kepada pedagang pengumpul desa dengan harga yang rendah
dibandingkan harga di tingkat konsumen akhir. Karena itu, penelitian ini dilakukan

untuk menganalisis sistem tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis saluran tataniaga, lembaga
dan fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar, marjin tataniaga, farmer’s share,
dan rasio keuntungan terhadap biaya. Penentuan responden petani dilakukan
dengan metode simple random sampling dengan sample frame anggota kelompok
tani Hurip, sedangkan penentuan responden pedagang menggunakan metode
snowball sampling dan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada
empat saluran pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang. Saluran III merupakan
saluran yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya dengan marjin tataniaga
dan farmer’s share lebih rendah dan rasio keuntungan terhadap biaya paling tinggi.
Kata kunci: ubi jalar, saluran tataniaga, marjin, farmer’s share, efisiensi

ABSTRACT
VAUDHAN FUADY. Marketing Analysis of Sweet Potato (Ipomoea batatas L.)
in Cikarawang Village, Sub-district Dramaga, Bogor Regency. Supervised by DWI
RACHMINA.
The sweet potato is one of mainstay commodities in food crops sector. West
Java is a province with the largest producer of sweet potatoes in Indonesia. One of
Sweet potato production centers is in Bogor regency. Farmers sell the harvest of
sweet potato to traders of sweet potatoes collector‘s village with the lower price

than the price at the last level of consumer. Therefore, this study was conducted to
analyze the marketing system of the sweet potato in the village of Cikarawang. The
purpose of this research is to find out and analyze marketing channels, marketing
agencies and functions, structure and behavior of the market, marketing margins,
farmer's share, and the ratio of benefits to its costs. Determination of the farmer’s
respondent use simple random sampling method with sample frame of peasant
group member Hurip, whereas the determination of the trader’s respondent use the
purposive sampling and snowball sampling. The results shows that there are four
sweet potato marketing channels in the village of Cikarawang. Channel III is a
channel which is more efficient than other channels with marketing margin and
farmer's share is lower and the ratio of benefits to costs is highest.
Keywords: sweet potato, marketing channel, margin, farmer’s share, efficiency

5

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)
DI DESA CIKARAWANG, KECAMATAN DRAMAGA,
KABUPATEN BOGOR

VAUDHAN FUADY


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

1

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilakukan pada bulan November – Desember 2014 ini adalah
sistem tataniaga dengan judul Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) di

Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku
Dosen Pembimbing atas semua masukan, arahan, waktu, motivasi dan kesabaran
yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku
pembimbing skripsi terdahulu yang telah memberikan masukan dan waktunya.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen penguji utama Dr. Ir. Netti
Tinaprilla, MM dan dosen penguji komisi pendidikan Anita Primaswari Widhiani,
SP., M.Si. yang sudah memberikan banyak masukan untuk kesempurnaan skripsi
ini. Terima kasih juga kepada Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku wali akademik
selama penulis kuliah di Departemen Agribisnis serta seluruh dosen dan staf
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan juga selama
penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah
memberi kepercayaan kepada penulis untuk menerima beasiswa selama kuliah di
Institut Pertanian Bogor melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad Bastari dan Ibu Norma
Yanti yang telah banyak membantu selama penelitian di Desa Cikarawang serta

kepada seluruh petani ubi jalar dan pedagang yang telah bersedia menjadi
responden penelitian. Terimakasih juga disampaikan kepada saudari Izzah yang
menjadi pembahas seminar skripsi ini. Terimakasih juga kepada Hera, Jauhar,
Rendi yang telah banyak membantu dan dukunganya dalam menyelesaikan skripsi,
teman-teman CSS Patriot 45 dan CSS MoRA IPB, teman-teman HIPMA, temanteman agribisnis serta seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini saya
ucapkan terima kasih.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

Vaudhan Fuady

1

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran Tataniaga
Fungsi Tataniaga
Struktur Pasar
Perilaku Pasar
Efisiensi Tataniaga
KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Sistem Tataniaga
Fungsi Tataniaga
Lembaga dan Saluran Tataniaga
Struktur dan Perilaku Pasar
Efisiensi Tataniaga
Marjin Tataniaga
Farmer’s Share
Rasio Keuntungan dan Biaya
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Saluran Tataniaga
Analisis Fungsi Tataniaga
Analisis Struktur dan Perilaku Pasar
Analisis Marjin Tataniaga
Analisis Farmer’s Share

Analisis Keuntungan dan Biaya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Daerah Penelitian

1
1
4
5
6
6
6
6
7
8
8
9
10
10
10
11

12
13
14
15
16
17
17
19
19
19
19
20
20
20
21
21
22
22
22
22


Karakteristik Petani Responden
Karakteristik Pedagang Responden
Gambaran Umum Usahatani Ubi Jalar
Sistem Tataniaga Ubi Jalar
Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga
Fungsi Tataniaga Petani
Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Desa
Fungsi Tataniaga Pedagang Besar
Fungsi Tataniaga Pedagang Pengecer
Analisis Saluran Tataniaga
Saluran Tataniaga I
Saluran Tataniaga II
Saluran Tataniaga III
Saluran Tataniaga IV
Analisis Struktur Pasar
Struktur Pasar di Tingkat Petani
Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul Desa
Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar
Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer
Analisis Perilaku Pasar
Praktik Pembelian dan Penjualan
Sistem Penentuan Harga
Sistem Pembayaran
Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga
Analisis Marjin Tataniaga
Analisis Farmer’s Share
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi Tataniaga
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

23
25
26
27
27
28
30
31
31
32
33
34
34
35
35
35
36
36
36
36
37
37
38
38
39
42
42
44
45
45
46
46
48
50

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Nilai produk domestik bruto Indonesia berdasarkan harga tahun 2009 –
2013
Luas panen dan produksi ubi jalar di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 –
2013
Produksi ubi jalar di Kecamatan Dramaga tahun 2012 – 2013
Karakteristik struktur pasar
Karakteristik petani responden berdasarkan umur di Desa Cikarawang
tahun 2014
Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa
Cikarawang tahun 2014
Karakteristik petani responden berdasarkan kepemilikan luas lahan di
Desa Cikarawang tahun 2014
Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani ubi
jalar di Desa Cikarawang tahun 2014
Karakteristik pedagang responden berdasarkan umur
Karakteristik pedagang responden berdasarkan tingkat pendidikan
Karakteristik pedagang responden berdasarkan pengalaman berdagang
Fungsi-fungsi tataniaga yang dijalankan oleh lembaga tataniaga ubi jalar
di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
Marjin tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor
Farmer’s share pada saluran tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
Rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga ubi jalar di Desa
Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
Nilai efisiensi pada saluran tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

1
2
3
14
23
24
24
25
25
26
26
28
41
42
43
45

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Harga ubi jalar tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Jawa Barat
tahun 2009 - 2013
Kurva marjin tataniaga
Kerangka pemikiran operasional
Skema saluran tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor
Harga ubi jalar tingkat produsen dan konsumen di Desa Cikarawang

5
15
18
33
39

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Daftar petani responden berdasarkan luas lahan dan produksi di Desa
Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor tahun 2014
Biaya tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor tahun 2014

48
49

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi
besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sektor pertanian juga
sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Selama tahun 2009-2013 sektor
pertanian menempati posisi kedua terbesar dalam memberikan kontribusi terhadap
PDB negara. Hal ini membuktikan bahwa pertanian menjadi salah satu penopang
ekonomi Indonesia setelah sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi
terbesar terhadap PDB. Pada tahun 2013 PDB yang berasal dari sektor pertanian
sebesar 1.311.037,30 milyar rupiah sedangkan sektor pengolahan sebesar
2.152.592,20 milyar rupiah (Tabel 1).
Tabel 1 Nilai produk domestik bruto Indonesia berdasarkan harga tahun 2009 –
2013ª
No

Lapangan
Usaha

Pertanian,
Peternakan,
Kehutanan,
dan Perikanan
2
Pertambangan
dan
Penggalian
3
Industri
Pengolahan
4
Listrik, Gas
dan Air Bersih
5
Konstruksi
6
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
7
Pengangkutan
dan
Komunikasi
8
Keuangan,
Real Estate
dan Jasa
Perusahaan
9
Jasa-jasa
Produk Domestik
Bruto

Tahun
2009

2010

2011

2012

2013

1

857.196,80

985.448,80

1.093.466,00

1.193.452,90

1.311.037,30

592.060,90

718.136,80

86.243,30

970.823,80

1.020.773,20

1.477.541,50

1.595.779,40

1.803.486,30

1.972.523,60

2.152.592,90

46.680,00

49.119,00

55.700,60

62.234,60

70.074,60

555.192,50

660.890,50

756.537,30

844.090,90

907.267,00

744.513,50

882.487,20

1.022.106,70

1.148.690,60

1.301.506,30

353.739,70

423.165,30

491.240,90

549.105,40

636.888,40

405.162,00

466.563,80

534.975,00

598.523,20

683.009,80

574.116,50

654.680,00

783.330,00

889.994,40

1.000.822,70

5.606.203,40

6.436.270,80

7.427.086,10

8.229.439,40

9.083.972,20

ªSumber: Badan Pusat Statistik 2014.

Salah satu sektor pertanian yang berperan penting adalah tanaman pangan.
Tanaman pangan merupakan tanaman yang bersumber dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah mapun yang tidak yang diolah. Pangan diperuntukkan bagi
konsumsi manusia sebagai makanan atau minuman, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan yang lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman
(Purwono dan Purnamawati 2007). Penyebaran tanaman pangan merata di seluruh
Indonesia yang menyesuaikan dengan kondisi lahan dan kultur masyarakat dalam

2
mengembangkan jenis tanaman pangan tertentu. Ubi jalar termasuk salah satu
komoditas tanaman pangan yang menjadi andalan selain padi, jagung, kedelai,
kacang tanah, kacang hijau dan ubi kayu.
Ubi jalar sebagai bahan pangan memiliki mutu yang baik ditinjau dari
kandungan gizinya terutama karbohidrat, mineral, dan vitamin. Kandungan vitamin
A pada ubi jalar dalam bentuk proviamin A mencapai 9.000 SI/100 gram.
Kandungan antosianin, senyawa fenol, serat pangan, dan indeks glikemik yang
rendah merupakan komponen penting ubi jalar sebaai pangan fungsional (Ginting
et al. 2011). Antosianin dan senyawa fenol mempunyai aktivitas antioksidan. Serat
pangan bermanfaat untuk pencernaan dan indeks glikemik ubi jalar yang relatif
rendah diperlukan untuk menekan kadar gula darah, terutama pada penderita
diabetes. Rosidah (2010) menerangkan bahwa pemanfaatan ubi jalar sebagai bahan
baku dalam industri pangan memiliki prospek yang baik karena ketersediaan bahan
baku yang cukup dan mudah diolah dalam berbagai produk olahan baik dari bahan
segar maupun kering yang berupa tepung.
Ubi jalar cukup menguntungkan untuk dibudidayakan dari segi ekonomi.
Berdasarkan Sundari et al. (2012), usahatani ubi jalar layak untuk diusahakan
dengan rasio R/C sebesar 4,16 yang berarti setiap pengeluaran sebesar satu rupiah
maka akan memperoleh pendapatan sebesar 4,16 rupiah. Sundari et al. (2012) juga
mengungkapkan bahwa usahatani ubi jalar dapat memberikan kontribusi terhadap
kejahteraan petani dengan kategori tinggi yaitu sebear 50,59 persen. Budidaya ubi
jalar tidak memerlukan teknis khusus, sehingga ubi jalar bisa dibudidayakan dengan
mudah dan dapat tumbuh hampir diseluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian
ubi jalar memiliki peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan petani.
Produksi ubi jalar nasional tahun 2013 mencapai 2.386.729 ton. Daerah
penghasil ubi jalar utama di Indonesia adalah Jawa Barat sebesar 485.065 ton pada
tahun 2013. Setelah Jawa Barat diikuti Papua (405.520 ton), Jawa Timur (393.199
ton) dan Jawa Tengah (183.694 ton). Pertumbuhan produksi ubi jalar di Provinsi
Jawa Barat dalam kurun waktu 2009 – 2013 mengalami peningkatan sebesar 1,04
persen sedangkan luas lahan yang dipanen mengalami penurunan sebesar 5,42
persen (Tabel 2). Namun produksi ubi jalar dalam dua tahun terakhir mengalami
peningkatan sebesar 11,11 persen. Peningkatan produksi dalam dua tahun terakhir
menandakan ubi jalar mulai diminati dan dipandang cukup menguntungkan sebagai
sumber pendapatan petani.
Tabel 2 Luas panen dan produksi ubi jalar di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 –
2013ª
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Rata-rata

Luas Panen
Hektar

Pertumbuhan (%)

33.387
30.073
27.931
26.531
26.635

ªSumber: Badan Pusat Statistik 2014.

-9,93
-7,12
-5,01
0,39
-5,42

Produksi
Ton

Pertumbuhan (%)

469.646
430.998
429.378
436.577
485.065

-8,23
-0,38
1,68
11,11
1,04

3
Sentra produksi ubi jalar di Jawa Barat terdapat di tiga wilayah yaitu
Kabupaten Garut, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Bogor. Produksi dari
ketiga wilayah tersebut mencapai 71,58 persen dari total produksi Jawa Barat. Desa
Cikarawang yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dikenal
sebagai salah satu daerah penghasil ubi jalar. Produksi ubi jalar tahun 2013
meningkat jika dibandingkan tahun 2012. Tahun 2013 ubi jalar yang diproduksi di
Desa Cikarawang mengalami pertumbuhan sebesar 25 persen dibanding dengan
tahun 2012 (Tabel 3). Pertumbuhan produksi ubi jalar dari tahun ke tahun
disebabkan petani di Desa Cikarawang banyak yang membudidayakan ubi jalar
secara intensif karena permintaan ubi jalar terus meningkat. Selain itu Desa
Cikarawang didukung oleh keadaan alam yang cocok untuk budidaya ubi jalar dan
proses penjualan ubi jalar dilakukan di Desa Cikarawang sehingga petani sudah
mengetahui pihak yang akan membeli hasil panennya. Budidaya ubi jalar di Desa
Cikarawang sudah berlangsung lama dan turun temurun. Ubi jalar menjadi
komoditas pertanian andalan Desa Cikarawang dan ditanam sepanjang tahun untuk
menjamin produksi tidak terputus. Potensi ubi jalar di Desa Cikarawang mampu
meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat desa.
Tabel 3 Produksi ubi jalar di Kecamatan Dramaga tahun 2012 – 2013ª
Desa
Purwasari
Petir
Sukadamai
Sukawening
Neglasari
Sinarsari
Ciherang
Dramaga
Babakan
Cikarawang
Jumlah

Produksi (ton)
2012

2013

1.081
1.638
913
458
475
475
247
85
34
732
6.138

761
2.053
855
824
680
680
548
91
90
915
7.497

Pertumbuhan (%)
-29,60
25,34
-6,35
79,91
43,16
43,16
121,86
7,06
164,71
25,00
22,14

ªSumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2014.

Prospek dan potensi ubi jalar yang baik harus ditopang dengan sistem
tataniaga yang efisien untuk melindungi semua pihak yang terlibat dalam
mengalirkan ubi jalar dari produsen ke konsmen akhir. Seluruh potensi ubi jalar
dimanfaatkan untuk kemakmuran masyarakat dengan peningkatan perekonomian
dari hasil penjualan panen ubi jalar. Pengidentifikasian tataniaga perlu dilakukan
untuk melihat peranan lembaga tataniaga dari proses tataniaga ubi jalar. Harifuddin
et al. (2011) mengungkapkan bahwa saluran tataniaga yang pendek lebih efisien
dibandingkan dengan saluran yang panjang. Saluran yang pendek mengambarkan
lembaga yang terlibat dalam proses pemindahan barang ke konsumen akhir lebih
sedikit daripada saluran yang panjang. Semakin banyak lembaga yang terlibat maka
diduga marjin tataniaga semakin besar karena masing-masing lembaga mengambil
keuntungan untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. Ariwibowo (2013)

4
menjelaskan bahwa dalam tataniaga petani dapat menghadapi beberapa
permasalahan dalam pemasaran hasil panen. Permasalahan yang paling umum
ditemui pada petani adalah terbatasnya infomasi pasar yang menyebabkan petani
tidak mengetahui kepada siapa produk akan dijual dengan keuntungan terbaik.
Karena itu, dengan menganalisis tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang diharapkan
dapat mengetahui tingkat efisiensi tataniaga.

Perumusan Masalah
Kecamatan Dramaga merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di
Kabupaten Bogor. Produksi ubi jalar di Kecamatan Dramaga pada tahun 2013
sebesar 7.497 ton. Dari jumlah tersebut sebesar 915 ton diproduksi di Desa
Cikarawang yang merupakan daerah yang sudah dikenal sebagai penghasil ubi jalar
sejak lama. Sebagian besar hasil ubi jalar di Desa Cikarawang dipasarkan ke luar
wilayah Bogor hingga sampai di konsumen akhir. Harga ubi jalar di tingkat petani
mengalami fluktuasi harga dan petani tidak mengetahui penyebab terjadinya
fluktuasi harga tersebut. Harga ubi jalar di tingkat petani ditentukan oleh pedagang.
Harga ubi jalar akan mengalami penurunan jika tiba waktu panen raya. Hal ini
disebabkan karena penawaran ubi jalar meningkat di pasar maka harganya akan
turun. Harga ubi jalar akan mengalami kenaikan ketika penawaran ubi jalar di pasar
menurun. Hal ini disebabkan produksi ubi jalar di sentra produksi ubi jalar menurun.
Perubahan harga ubi jalar naik dan turun tanpa diketahui petani sehingga petani
tidak mempersiapkan secara khusus untuk menyikapi perubahan harga tersebut.
Petani ubi jalar sebagian besar memasarkan ubi jalar dalam bentuk ubi jalar
segar dan menjualnya dengan sistem tebas. Sistem tebas adalah menjual ubi jalar
kepada pedagang pengumpul desa yang proses pemanenannnya dilakukan oleh
pedagang tersebut. Ubi jalar yang dihasilkan petani dijual dengan harga yang
ditentukan oleh pedagang pengumpul di desa. Di Desa Cikarawang umumnya harga
ubi jalar sama diantara para pedagang pengumpul desa. Harga yang diterima petani
selama ini lebih rendah dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen akhir.
Gambar 1 menunjukkan perbedaan harga tingkat produsen dengan tingkat
konsumen pedesaan di Provinsi Jawa Barat. Pusdatin (2014) menjelaskan bahwa
harga produsen adalah harga transaksi antara petani (penghasil) dan pembeli
(pedagang pengumpul) untuk setiap komoditas menurut satuan setempat. Harga
konsumen pedesaan adalah transaksi antara penjual dan pembeli secara eceran di
pasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk dikonsumsi
sendiri dan bukan untuk dijual kepada pihak lain.
Perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir
mencapai 50 persen. Pada tahun 2013 harga ubi jalar di tingkat produsen sebesar
Rp. 2.342 sedangkan harga ubi jalar di tingkat konsumen sebesar Rp. 3.406
(Gambar 1). Perbedaan harga antara produsen dan konsumen adalah Rp. 1.064.
Perbedaan harga ini diduga karena besarnya marjin dan banyak lembaga tataniaga
yang terlibat dalam sistem tataniaga ubi jalar Desa Cikarawang. Lembaga tataniaga
juga melakukan fungsi masing-masing untuk meningkatkan atau menambah nilai
jual ubi jalar sehingga konsumen akan lebih tertarik untuk membeli ubi jalar. Di
samping itu lembaga tataniaga juga mengambil keuntungan dalam sistem tataniaga
ubi jalar Desa Cikarawang untuk menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan.

5
Rp4.000

Rp3.406

Rp3.500

Rp3.125
Rp2.810

Rp/Kg

Rp3.000
Rp2.500
Rp2.000

Rp2.367
Rp1.431

Rp2.523

Rp2.342
Rp1.871

Rp2.014

2011
Tahun

2012

Rp1.601

Rp1.500
Rp1.000
Rp500
Rp0
2008

2009

2010

Harga Konsumen

2013

2014

Harga Produsen

Gambar 1 Harga ubi jalar tingkat produsen dan konsumen di Provinsi Jawa Barat
tahun 2009 - 2013ª
ªSumber: Kementerian Pertanian 2014.

Marjin yang besar tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
banyaknya fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tatanaga selain petani,
kurangnya informasi pasar yang dibutuhkan oleh pelaku pasar yang terlibat dalam
aktivitas tataniaga dan tingginya biaya tataniaga ubi jalar hingga sampai di
konsumen akhir. Syahza (2003) mengungkapkan bahwa panjangnya saluran
tataniaga menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan serta ada biaya yang
dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang. Hal tersebut cenderung memperkecil
bagian yang diterima petani dan memperbesar biaya yang dikeluarkan konsumen.
Panjang pendeknya saluran tataniaga ditandai dengan jumlah pedagang perantara
yang harus dilalui mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Berdasarkan uraian
di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana saluran, lembaga serta fungsi tataniaga yang ada dalam sistem
tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor?
2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar yang ada dalam kegiatan tataniaga ubi
jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor?
3. Apakah saluran tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor sudah efisien dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s
share, serta rasio keuntungan dan biaya?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan maka adapun tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis saluran, lembaga serta fungsi tataniaga yang
ada dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor.

6
2. Mengidentifikasi dan menganalisis struktur dan perilaku pasar yang ada dalam
kegiatan tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis tingkat efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan pendekatan marjin tataniaga,
farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa
pihak terutama bagi petani dan lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan
tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dan pembelajaran bagi
perkembagan kelembagaan tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan
Dramaga, Kabupaten Bogor khususnya bagi instansi-instansi terkait yang terlibat
dalam pengembangan komoditas ubi jalar sebagai komoditas unggulan. Penelitian
ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan dan penelitian selanjutnya
terutama yang terkait dengan analisis tataniaga ubi jalar.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tataniaga ubi jalar di Desa
Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Lingkup analisis tataniaga
ubi jalar dilihat dari pola saluran tataniaga, fungsi yang dilakukan oleh lembaga
tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar. Hasil analisis tersebut dapat
mengidentifikasi tingkat efisiensi tataniaga ubi jalar yang dapat memberikan
gambaran secara umum mengenai kegiatan tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Penelitian ini dibatasi pada lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan
tataniaga ubi jalar yang berlokasi di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor meliputi petani dan pedagang pengumpul hingga pedagang ubi
jalar di luar Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor seperti
pedagang di Pasar Induk Kramat Jati dan pedagang pengecer di berbagai pasar
tradisional. Saluran tataniaga yang diteliti dibatasi pada saluran tataniaga yang
memasarkan ubi jalar dalam bentuk ubi jalar segar yang belum diproses menjadi
produk turunan ubi jalar.

TINJAUAN PUSTAKA
Saluran Tataniaga
Shadaq (2002) menunjukkan bahwa di Desa Sukadamai terdapat tiga saluran
tataniaga, yaitu saluran I dari petani – pengumpul I – pengumpul II – pengecer –
konsumen, saluran II dari petani – pengumpul I – pengecer – konsumen, dan
saluran III dari petani – pengumpul II – pengecer – konsumen. Widayanti (2008)

7
menyatakan bahwa tataniaga ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon terdapat tiga
saluran. Ketiga saluran tersebut yaitu saluran I dari petani – pedagang pengumpul I
– pedagang pengumpul II – pedagang pengecer – konsumen, saluran II dari petani
– pedagang pengumpul II – pedagang pengecer – konsumen dan saluran III dari
petani – pedagang pengumpul I - pengumpul II – pabrik (konsumen).
Purba (2010) menunjukkan bahwa tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang
terdapat tiga saluran tataniaga, yaitu saluran I dari petani – pedagang pengumpul
tingkat pertama – konsumen/pabrik keripik, saluran II dari petani - pedagang
pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir
– pedagang pengecer – konsumen dan saluran III dari petani – pedagang pengumpul
tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir –
konsumen. Pradika et al. (2013) menunjukkan bahwa saluran pemasaran ubi jalar
di Lampung Tengah terdapat empat saluran, yaitu saluran I dari petani – pedagang
pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer I - pedagang pengecer II –
konsumen akhir, saluran II dari petani – pedagang pengumpul – pedagang besar –
pedagang pengecer I – konsumen akhir, saluran III dari petani – pedagang
pengumpul – pedagang pengecer I – konsumen akhir, saluran IV dari petani –
pedagang besar – pedagang pengecer I – konsumen akhir. Penelitian Febriani
(2013) mengungkapkan bahwa terdapat tiga saluran tataniaga ubi jalar di Desa
Cikarawang. Saluran I dari petani – pedagang pengumpul – pabrik saos, saluran II
dari petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer –
konsumen, saluran III dari petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer –
konsumen.
Semua hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tataniaga ubi jalar semua
melibatkan pedagang khusunya pedagang pengumpul desa dalam penyaluran ubi
jalar ke konsumen akhir. Petani tidak menjual ubi jalar langsung kepada konsumen
karena akses pasar masih terbatas di kalangan petani. Petani masih bergantung
kepada pedagang khususnya pedagang pengumpul desa ketika menjual hasil
panennya. Karena itu, saluran tataniaga yang terbentuk untuk tataniaga ubi jalar
relatif panjang karena banyak lembaga yang terlibat di dalamnya.
Dalam meneliti saluran tataniaga Shadaq (2002), Widiyanti (2008), Purba
(2010), dan Pradika et al. (2013) menggunakan metode snowball sampling dengan
menelusuri saluran tataniaga berdasarkan informasi yang diperoleh sebelumnya.
Hal ini berbeda dengan Febriani (2013) yang menelusuri saluran tataniaga dengan
menggunakan metode snowball sampling dan juga metode purposive sampling
yang menentukan lembaga sesudah petani dengan sengaja. Penentuan responden
petani dilakukan dengan metode purposive sampling seperti yang dilakukan oleh
Shadaq (2002), Widiyanti (2008), dan Febriani (2013). Sedangkan Purba (2010)
menentukan responden dengan metode snowball sampling, yaitu pengambilan
sampel petani yang berpatokan pada informasi sumber pertama atau petani pertama.
Pradika et al. (2013) menentukan responden petani secara acak sederhana atau
simple random sampling.

Fungsi Tataniaga
Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan lembaga tataniaga meliputi fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Shadaq (2002), Widiyanti (2008),

8
Purba (2010) dan Febriani (2013) mengungkapkan bahwa petani hanya melakukan
aktivitas penjualan pada fungsi pertukaran dan pedagang melakukan aktivitas
pembelian dan penjualan. Fungsi fisik yang dilakukan petani menurut Shadaq
(2002) dan Widiyanti (2008) adalah aktivitas pengangkutan sedangkan pedagang
melakukan aktivitas penyimpanan dan pengangkutan. Purba (2010) dan Febriani
(2013) menyatakan petani tidak melakukan fungsi fisik sedangkan pedagang
melakukan aktivitas pengangkutan dan penyimpanan. Sebagian besar patani ubi
jalar tidak melakukan fungsi fisik baik itu aktivitas pangangkutan, penyimpanan
maupun pengolahan. Hal ini dikarenakan petani menjual ubi jalar kepada pedagang
pengumpul desa masih dalam bentuk lahan siap panen. Sehingga aktivitas yang
menambah nilai guna ubi jalar dilakukan oleh pedagang pengumpul desa dan
lembaga tataniaga setelahnya. Febriani (2013) menambahkan jika pedagang
pengumpul desa juga melakukan aktivitas pengolahan ketika menjual ubi jalar
kepada pabrik saos. Fungsi fasilitas yang dilakukan petani menurut Purba (2010)
dan Febriani (2013) adalah aktivitas penanggungan resiko dan pedagang melakukan
aktivitas penanggungan resiko, sortasi, pembiayaan dan informasi pasar. Shadaq
(2002) dan Widiyanti (2008) juga mengungkapkan jika pedagang melakukan
aktivitas yang sama tetapi petani tidak melaukan aktivitas pada fungsi fasilitas.

Struktur Pasar
Struktur pasar yang terbentuk pada tataniaga komoditas pertanian berbedabeda pada setiap lembaga tataniaga. Widayanti (2008) menganalisis struktur pasar
dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, informasi harga pasar
dan hambatan masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung
mengarah ke oligopsoni. Pradika et al. (2013) dan Febriani (2013) juga
mengungkapkan bahwa struktur pasar yang terbentuk jika dilihat dari jumlah
penjual dan pembeli adalah oligopsoni. Hal ini dilihat dari jumlah petani lebih
banyak dibandingkan jumlah pembeli, petani tidak dapat mempengaruhi tingkat
harga pasar dan petani sebagai price taker. Sedangkan Purba (2010) menyatakan
struktur pasar yang dihadapi oleh petani adalah mendekati pasar persiangan
sempurna. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul, pedagang besar serta
pedagang pengecer cenderung mengarah ke pasar oligopoli.

Perilaku Pasar
Perilaku pasar dianalisis secara deskriptif dengan menganalisis sistem
penetapan harga dan pembayaran, kegiatan tataniaga dan kerjasama antar lembaga
tataniaga. Aktivitas pembelian dan penjualan dilakukan hampir semua lembaga
tataniaga kecuali petani yang hanya melakukan kegiatan penjualan (Widayanti,
2008 dan Purba, 2010). Umumnya, penentuan harga dilakukan dengan sistem
tawar-menawar dan keputusan akhir ditentukan oleh lembaga tataniaga yang
tingkatannya lebih tinggi. Harga di tingkat petani ditentukan oleh pedagang
pengumpul desa. Sedangkan harga di tingkat lembaga tataniaga lainnya didasarkan
atas kesepakatan bersama (Widayanti, 2008 dan Pradika et al. (2013) sedangkan
menurut Purba (2010) dan Febriani (2013) penentuan harga di tingkat lembaga

9
tataniaga selain petani berpatokan dengan harga yang berlaku di Pasar Induk
Kramat Jati. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh lembaga tataniaga
diantaranya sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran kemudian setelah ubi
jalar terjual. Purba (2010) dan Febriani (2013) mengatakan bahwa kerjasama yang
terjalin antar lembaga umumnya karena ikatan kekeluargaan. Kerjasama ini terjadi
akibat adanya proses jual beli, sehingga memperlancar proses penyampaian ubi
jalar dari petani produsen ke konsumen. Ferbiani (2013) juga mengungkapkan
bahwa kerjasama yang terbentuk dalam kelompok tani belum berjalan optimal
dalam pengadaan sarana produksi pertanian untuk kebutuhan usahatani ubi jalar
sehingga petani lebih memilih untuk membeli saprotan di toko pertanian.

Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga ditinjau dari marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio
keuntungan terhadap biaya. Penelitian Shadaq (2002) menunjukkan bahwa di Desa
Sukadamai saluran III adalah saluran paling efisien dilihat dari farmer’s share yang
besar (62,50%) jika dibanding saluran lainnya. Pada saluran III petani langsung
menjual ubi jalar kepada pedagang pengumpul di pasar. Pada saluran I dan II petani
mengeluarkan biaya tataniaga lebih kecil daripada saluran III. Tambahan biaya
tataniaga yang dikeluarkan pada saluran III menyebabkan petani menerima
tambahan pendapatan sebesar Rp. 143 per kilogram. Di samping itu petani yang
memilih saluran III menerima bagian harga lebih dari setengah dari yang
dibayarkan konsumen akhir. Widayanti (2008) menyatakan bahwa saluran
tataniaga ubi jalar di Desa Bandorasa yang paling efisien adalah saluran III karena
memiliki marjin terkecil (Rp. 600/Kg) dan farmer’s share tertinggi (60%). Pada
saluran ini konsumen akhir membeli ubi jalar pada pedagang pengumpul yang
artinya lembaga perantara antara petani produsen dan konsumen adalah pedagang
pengumpul. Saluran ini relatif pendek sehingga biaya tataniaga yang dikeluarkan
juga tergolong kecil. Petani yang memilih saluran III sebagai saluran penjualan ubi
jalar mendapatkan bagian sebesar 60 % dari harga yang dibayarkan konsumen.
Harga beli konsumen akhir sebesar Rp. 1.500 per kilogram berbanding Rp. 900 per
kilogram harga jual di tingkat petani. Perbedaan harga yang tergolong kecil
menunjukkan bahwa petani menikmati bagian harga yang dibayarkan oleh
konsumen.
Purba (2010) menunjukkan bahwa tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang
saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran I yang memiliki marjin
tataniaga terkecil sebesar Rp. 325/Kg dan farmer’s share terbesar sebesar 74,51%.
Nilai marjin yang diperoleh cenderung kecil untuk komoditas pertanian. Hal ini
dikarenakan lembaga yang terlibat sangat sedikit yakni hanya pedagang pengumpul
desa dan kemudian langsung menjualnya kepada konsumen antara (pabrik saos).
Biaya yang dikeluarkan relatif kecil sehingga harga jual ubi jalar kepada pabrik saos
tidak mengalami perbedaan besar dengan harga beli kepada petani produsen.
Farmer’s share yang diperoleh sebesar 74,51 % menggambarkan kalau harga jual
kepada konsumen akhir hampir mendekati harga jual di tingkat petani. Hal ini
disebabkan sedikitnya aktivitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa
untuk menambah nilai guna ubi jalar. Penelitian Febriani (2013) mengungkapkan
bahwa saluran tataniaga ubi jalar di Desa Cikarawang yang paling efisien adalah

10
saluran tataniaga III karena marjin tataniaga paling kecil dan rasio keuntungan dan
biaya terbesar (7,13). Lembaga yang terlibat sebagai perantara pada saluran III
adalah pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Marjin tataniaga saluran III
sebesar Rp. 2.185 per kilogram untuk grade A dan Rp. 1.885 per kilogram untuk
grade B. Marjin tidak berbeda signifikan antara kedua kualitas ubi jalar karena
harga jual ubi jalar di tingkat konsumen akhir perbedaannya sebesar Rp. 400, yaitu
sebesar Rp. 4.030 untuk grade A berbanding Rp. 3.730 untuk grade B. Nilai rasio
keuntungan dan biaya paling besar (7,13) untuk grade A menandakan bahwa setiap
pengeluaran biaya Rp. 1 maka akan memperoleh Rp. 7,13. Sedangkan untuk grade
B nilai rasionya sebesar 3,62. Hal ini menggambarkan ubi jalar grade A pada
saluran III dua kali lebih mengguntungkan dibandingkan ubi jalar grade B.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Sistem Tataniaga
Dahl dan Hammond (1977) mengemukakan bahwa tataniaga merupakan
serangkaian fungsi yang diperlukan untuk menggerakkan produk mulai dari
produsen hingga konsumen akhir. Fungsi-fungsi terebut adalah fungsi pertukaran
(pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengolahan, pengangkutan dan
penyimpanan) dan fungsi fasilitas (pembiayaan, risiko, standarisasi dan grading
dan informasi pasar). Menurut Asmarantaka (2012) tataniaga merupakan aktivitas
atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari petani (produsen primer)
sampai ke konsumen akhir.
Kohls dan Uhl (1985) mengemukakan bahwa tataniaga pertanian merupakan
keragaman dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas
pertanian mulai dari tingkat produsen (petani) sampai konsumen akhir yang
mencakup aspek input dan output pertanian. Bagi pelaku tataniaga perspektif
tataniaga memiliki pengertian yang berbeda. Bagi konsumen, tataniaga berkenaan
dengan kegiatan pembelian produk. Bagi petani, tataniaga merupakan kegiatan
penjualan kepada penawar dengan harga tertinggi yang akan membawa produk
hasil pertaniannya ke pasar. Bagi pedagang seperti pedagang pengumpul, pedagang
pengecer dan pengolah, tataniaga merupakan proses dalam mendapatkan
keuntungan dalam persaingan dari pesaingnya, meningkatkan penjualan dan laba
serta memuaskan konsumen.
Kohls dan Uhl (1985) menyatakan bahwa untuk menganalisis sistem
tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan fungsi (Functional Approach), menganalisis sistem tataniaga
dengan menitikberatkan pada apa yang dilakukan dalam mengantarkan produk
pertanian dari produsen hingga ke konsumen.
2. Pendekatan kelembagaan (Institutional Approach), pendekatan yang mengkaji
pada orang maupun organisasi bisnis yang terlibat dalam proses tataniaga produk
pertanian.
3. Pendekatan perilaku (Behavioral Systems Approach), pendekatan yang
menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga.

11
Fungsi Tataniaga
Untuk mempelajari sistem tataniaga suatu komoditas pertanian dilakukan
dengan pendekatan fungsi-fungsi tataniaga. Menurut Kohls dan Uhl (1985), fungsi
tataniaga merupakan aktivitas spesialisasi utama yang dilakukan untuk
menyempurnakan kegiatan tataniaga. Sedangkan menurut Mubyarto (1995), fungsi
tataniaga merupakan kegiatan yang mengusahakan agar pembeli memperoleh
barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat dengan
jalan:
1. Meningkatkan kegunaan tempat (place utility), yaitu mengusahakan barang dan
jasa dari daerah produksi ke daerah konsumsi.
2. Meningkatkan kegunaan waktu (time utility), yaitu mengusahakan barang dan
jasa dari waktu yang belum diperlukan ke waktu yang diperlukan.
3. Meningkatkan kegunaan bentuk (form utility), yaitu mengusahakan barang dan
jasa dari bentuk semula ke bentuk yang diinginkan.
Kohls dan Uhl (1985) mengklasifikasi fungsi tataniaga sebagai berikut:
1. Fungsi pertukaran (exchange functioni), merupakan fungsi-fungsi yang meliputi
aktivitas yang menyangkut pertukaran kepemilikan secara hukum atas produk
yang dimaksud diantara pembeli dan penjual. Fungsi ini terbagi menjadi:
a. Pembelian (buying), merupakan fungsi untuk mengalihkan barang dari
penjual dan pembeli dengan harga yang memuaskan.
b. Penjualan (sellingi), merupakan fungsi untuk mengalihkan barang ke pembeli
dengan harga yang memuaskan.
2. Fungsi fisik (physical function), merupakan fungsi-fungsi penanganan secara
fisik yang memberikan nilai tambah terhadap produk yang dimaksud. Fungsi
fisik dibedakan ke dalam tiga fungsi yang berbeda yang dibatasi oleh
keterbatasan waktu, jarak dan nilai yaitu:
a. Penyimpanan (storage), merupakan fungsi yang dapat mengatasi
permasalahan yang timbul akibat perbedaan waktu antara kebutuhan
konsumen dengan produsen dengan cara menjaga agar kondisi produk tetap
baik sampai waktu penjualan tiba.
b. Transportasi (transportation), merupakan fungsi yang menyangkut
pemindahan produk dari tempat berproduksi ke tempat dimana konsumen
ingin membelinya. Fungsi ini muncul akibat adanya batasan ruang dan jarak
antara produsen dan konsumen.
c. Pengolahan (processing), merupakan fungsi yang mengubah bentuk dasar
produk/komoditi menjadi sebuah bentuk yang memiliki nilai yang lebih besar
bagi konsumen.
3. Fungsi fasilitas (facilitating function), merupakan serangkaian fungsi yang
memiliki peranan untuk dapat membuat sistem tataniaga berjalan dengan lebih
baik. Fungsi ini terbagi atas:
a. Standarisasi (standarization), merupakan fungsi yang menggunakan suatu
standar yang dikembangkan terhadap suatu produk/komoditi dan
mendeskripsikan secara lengkap kepada konsumen.
b. Pembiayaan (financing), merupakan fungsi yang meyangkut kegiatan
penyediaan dana untuk membiayai proses produksi dan tataniaga sebuah
produk ketika produsen harus menunggu untuk menerima pendapatan dari
penjualan hasil panennya.

12
c. Fungsi penanggulangan risiko (risk bearing), merupakan fungsi untuk
menanggung semua risiko kerugian yang diasumsikan selama waktu
pembelian dan penjualan produk/komoditi.
d. Fungsi informasi pasar (market intelligence), merupakan fungsi yang
menyangkut semua upaya untuk menyebarluaskan informasi mengenai harga,
persediaan, embargo, kuota, dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi
terhadap proses pembelian dan penjualan suatu produk/komoditi di pasar.
Lembaga dan Saluran Tataniaga
Hanafiah dan Saefuddin (1986), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga
merupakan badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga
dimana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen.
Lembaga tataniaga atau badan-badan tataniaga tersebut dapat berupa produsen,
pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Lembaga tataniaga yang merupakan
suatu badan yang menyelenggarakan kegiatan tataniaga menurut fungsinya dapat
dibedakan atas:
1. Lembaga fisik tataniaga, yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik,
misalnya pengangkutan/transportasi.
2. Lembaga perantara tataniaga, yaitu suatu lembaga khusus yang mengadakan
fungsi pertukaran.
3. Lembaga fasilitas tataniaga, yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsifungsi fasilitas seperti Bank Unit Desa atau KUD (Koperasi Unit Desa).
Lembaga-lembaga tataniaga menurut penguasaan terhadap barang dan jasa
terdiri atas:
1. Lembaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, misalnya agen,
perantara dan broker.
2. Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, misalnya pedagang
pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir dan importir.
Lembaga-lembaga tataniaga sebagai penyelenggara kegiatan tataniaga
menempati posisi atau memiliki fungsi tertentu dalam setiap pergerakan atau
saluran barang-barang dari produsen sampai di konsumen. Saluran tataniaga adalah
himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu
dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut
berpindah dari produsen ke konsumen.
Saluran tataniaga yang terbentuk berbeda-beda untuk setiap komoditi atau
barang. Begitu juga dengan jumlah pihak yang terlibat juga berbeda-beda untuk
setiap komoditi atau barang. Saluran tataniaga yang terbentuk tergantung pada
proses yang dialami komoditi atau barang selama pergerakannya dari produsen
sampai ke konsumen. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam
memilih saluran tataniaga yaitu:
1. Pertimbangan pasar meliputi siapa konsumen (rumah tangga atau industri),
besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis,
berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli.
2. Pertimbangan barang meliputi berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar
dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar
atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan.
3. Pertimbangan dari segi perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan
dan pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan penjual.

13
4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat
diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijkan produsen,
volume penjualan dan pertimbangan biaya.
Selain pertimbangan dalam memilih saluran tataniaga, produsen juga harus
memperhatikan panjang atau pendeknya saluaran tataniaga yang terbentuk.
Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyebutkan bahwa panjang atau pendeknya
saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu produk bergantung pada beberapa faktor,
antara lain:
1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan
konsumen biasanya semakin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.
2. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera
diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek
dan cepat.
3. Skala produksi. Jika produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka
jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak
mengutungkan jika produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan
demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan dengan demikian
saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.
4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung
untuk memperpendek saluran tataniaga. Pedagang yang posisi keuangan
(modalnya) kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak
dibandingkan dengan pedagang yang posisis modalnya lemah.
Struktur dan Perilaku Pasar
Struktur pasar meruapakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan suatu pasar,
distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi
produk, syarat-syarat masuk pasar dan penguasaan pasar (Dahl dan Hammond,
1977). Struktur pasar menggambarkan kondisi suatu pasar dalam hal jumlah penjual
(perusahaan), keseragaman produk dalam pasar, kemudahan keluar masuk pasar
dan bentuk persaingannya. Dahl dan Hammond (1977) membagi struktur pasar
menjadi lima karakteristik seperti yang disajikan pada Tabel 4.
Pasar persaingan sempurna merupakan struktur pasar dimana jumlah pembeli
dan penjual yang banyak sehingga tidak seorangpun yang dapat mempengaruhi
harga produk secara berarti. Penjual dan pembeli juga leluasa dalam mengambil
keputusan-keputusan, tidak ada perjanjian antara yang satu dengan yang lain. Pada
pasar persaingan sempurna ini berbagai perusahaan menjual produk tunggal identik.
Pasar monopoli dalam arti umum adalah situasi pasar dimana seorang atau
sekelompok penjual mempunyai pengaruh demikian besar atas peneawaran produk
tertentu, sehingga dapat menentukan harga. Jadi pada pasar monopoli murni,
perusahaan bersangkutan tidak mempunyai saingan langsung dan juga tidak
berhadapan dengan produk atau sekelompok produk yang bersaing dekat dengan
produknya.
Persaingan monopolistik merupakan struktur pasar yang juga disebut dengan
pasar monopoli tidak sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna. Pasar ini
merupakan bentuk antara pasar persaingan murni dan pasar monopoli murni. Jadi
dijumpai unsur-unsur tertentu dari persaingan murni dan kondisi-kondisi yang
berkaitan dengan monopoli murni. Pada pasar ini produsen mampu membuat

14
diferensiai produk karena kemampuan untuk mendapatkan informasi cenderung
mudah dan perusahaan memiliki kemudahan untuk masuk dan keluar dari industri.
Oligopoli merupakan struktur pasar dimana hanya ada sejumlah kecil
perusahaan yang memproduksi hampir seluruh output industri dan mempunyai
keputusan yang saling mempengaruhi. Dalam struktur pasar ini, terdapat
ketidaksempurnaan dan hambatan dalam memperoleh informasi mengenai produk,
dan terdapat kemampuan pengendalian harga. Sebagian produk didiferensiasikan,
sehingga terdapat perbedaan produk antara produsen satu dengan yang lain.
Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku pelaku pasar dalam melakukan
penyesuaian dengan struktur pasar yang dihadapi, dapat berupa praktek penentu
harga komoditi, keseragaman biaya tataniaga dan praktek persaingan bukan harga.
Perilaku pasar dapat diketahui dengan kegiatan pengamatan praktek penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem
penentuan harga, kemampuan pasar untuk menerima komoditi yang dijual,
stabilitas pasar, sistem pembayaran dan kerjasama antar lembaga tataniaga.
Tabel 4 Karakteristik struktur pasarª
Krakteristik

Struktur Pasar

No

Jumlah
Perusahaan

Sifat Produk

Sisi Penjual

Sisi Pembeli

1

Banyak

Standarisasi

2

Banyak

Diferensiasi

3

Sedikit

Standarisasi

Persaingan
sempurna
Persaingan
monopolistik
Oligopoli

Persaingan
sempurna
Persainngan
monopolisitik
Oligopsoni

4

Sedikit

Diferensiasi

5

Satu

Unik

Oligopoli
diferensiasi
Monopoli

Oligopsoni
diferensiasi
Monopsoni

ªSumber: Dahl dan Hammond (1977).

Efisiensi Tataniaga
Efisiensi merupakan tujuan dari kegiatan tataniaga. Kegiatan tataniaga yang
dikatakan sudah efisien yaitu jika memuaskan semua pihak yang terlibat dalam
kegiatan tataniaga. Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa ukuran efisiensi adalah
kepuasan dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat di
dalam mengalirkan barang/jasa mul