Pengaruh pemberian mi instan yang diperkaya provitamin A dari tepung wortel (Daucus carota L.) dan dari Red Palm Oil (RPO) terhadap pertumbuhan, efisiensi konsumsi ransum, status vitamin A, dan respon imun pada tikus percobaan

PENGARUH PEMBERIAN MI INSTAN YANG DIPERKAYA
PROVITAMIN A DARI TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.)
DAN DARI RED PALM OIL (RPO) TERHADAP PERTUMBUHAN,
EFISIENSI KONSUMSI RANSUM, STATUS VITAMIN A, DAN
RESPON IMUN PADA TIKUS PERCOBAAN

LIDYA KARLINA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRACT
LIDYA KARLINA. The Effect of Intervention of Instant Noodle Enriched with
Provitamin A from Carrot Powder (Daucus carota L.) and from Red Palm Oil
(RPO) on Growth, Feed Conversion Rate (FCR), Vitamin A Status and Immune
Response in Sprague Dawley rats. Under direction of RIMBAWAN and SRI
ANNA MARLIYATI
The objective of this study was to analyze the effect of intervention of

instant noodle enriched with carotene as provitamin A from carrot and RPO
intervention on consumption, body weight, Feed Conversion Rate (FCR), serum
retinol concentration, liver retinol concentration and immune response in Sprague
Dawley rats. Experimental design was applied in this study using rats (Sprague
Dawley). The experimental rats were divided into three groups. These groups
were assigned to different treatment categories: (1) a control group fed standard
diet without noodles (n=12); (2) a group receiving standard diet and noodles
enriched with β-carotene from carrot (n=12); (3) a group receiving standard diet
and noodles enriched with β-carotene from Red Palm Oil (n=12). Standard diet
and noodles were given daily during eighth weeks. Standard diet were given ad
libitum in every group. The noodle were given at the top of standard diet as
additional diet. Serum retinol concentration and liver retinol concentration were
assessed at baseline and endline. Immune response (Imunoglobulin G serum
concentration) were assessed every two weeks by killing the rats (n=3) every
groups. Result showed that the RPO group had the highest β-carotene and
vitamin A intake. On the other side, noodle made of carrot powder is an effective
noodle in improving serum and liver retinol concentration.

Keyword: instant noodle, provitamin A, carrot, red palm oil, serum retinol, liver
retinol, imunoglobulin G, rat.


RINGKASAN
LIDYA KARLINA. Pengaruh Pemberian Mi Instan yang Diperkaya Provitamin A
dari Tepung Wortel (Daucus carota L.) dan dari Red Palm Oil (RPO) terhadap
Pertumbuhan, Efisiensi Konsumsi Ransum, Status Vitamin A, dan Respon Imun
pada Tikus Percobaan. Dibimbing oleh RIMBAWAN dan SRI ANNA MARLIYATI
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pemberian karoten
sebagai provitamin A dari tepung wortel dan RPO yang ditambahkan pada mi
instan terhadap pertumbuhan, efisiensi konsumsi ransum, status vitamin A, dan
respon imun tikus percobaan. Tujuan khusus : (1) Mengkaji pengaruh pemberian
mi instan wortel dan mi instan RPO terhadap konsumsi ransum tikus percobaan;
(2) Mengkaji pengaruh pemberian mi instan wortel dan mi instan RPO terhadap
bobot badan tikus percobaan; (3) Mengetahui Feed Conversion Rate (FCR)
selama masa perlakuan pada tikus percobaan; (4) Mengkaji pengaruh pemberian
mi instan wortel dan mi instan RPO terhadap konsentrasi retinol serum tikus
percobaan; (5) Mengkaji pengaruh pemberian mi instan wortel dan mi instan
RPO terhadap konsentrasi retinol hati tikus percobaan; (6) Mengkaji pengaruh
pemberian mi instan wortel dan mi instan RPO terhadap Imunoglobulin G tikus
percobaan.
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan percobaan

di laboratorium. Pada penelitian ini dilakukan pemberian mi instan yang telah
diperkaya karoten yang berasal dari tepung wortel dan RPO kepada tikus selama
8 minggu. Formulasi mi wortel dan mi RPO diperoleh dari penelitian Rahayu
(2009) dan Rucita (2010). Mi diletakkan di atas ransum standar dan diberikan
secara ad libitum. Kemudian diamati bobot badan, retinol serum, retinol hati, dan
respon imun tubuh tikus. Tikus dibagi dalam 3 kelompok perlakuan, yaitu
kelompok tikus kontrol yang diberi ransum standar (K), kelompok tikus yang
diberi ransum standar+mi RPO (SR) dan kelompok tikus yang diberi ransum
standar+mi wortel (SW). Masing-masing kelompok terdiri atas 14 ekor tikus,
sehingga jumlah total tikus yang digunakan adalah 42 ekor. Hewan percobaan
menggunakan tikus putih Sprague Dawley (SD) dengan persyaratan : tikus
sehat, usia sekitar 6-8 minggu (1,5-2 bulan) dengan bobot badan berkisar antara
75-105 gram, jenis kelamin jantan.
Tikus ditempatkan pada kandang per-individu, diadaptasi selama 7 hari.
Setelah adaptasi selama 7 hari, hewan coba dipingsankan 6 ekor (masingmasing 2 ekor dari setiap perlakuan) secara acak untuk diambil darahnya untuk
pemeriksaan retinol dan IgG serum awal. Pada hari ke delapan (hari pertama
perlakuan) semua tikus disuntik dengan Tetanus Toksoid (TT) sebanyak 0,1 ml,
untuk membangkitkan respon imun pada tubuh tikus. Selanjutnya setiap dua
minggu 3 ekor tikus dari masing-masing kelompok perlakuan diambil secara acak
untuk diambil darahnya untuk pemeriksaan IgG serum.

Hasil sidik ragam pada α=0,05 menunjukkan bahwa perlakuan
memberikan pengaruh yang nyata (p0,05) terhadap konsumsi ransum
standar. Hasil uji lanjut Duncan konsumsi ransum standar tikus di minggu ke-4,
menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberi ransum standar+mi wortel (SW)
dan kelompok tikus yang diberi ransum standar+mi RPO (SR) mengonsumsi
ransum standar dalam jumlah yang tidak berbeda nyata. Kelompok yang
mengonsumsi ransum standar dalam jumlah berbeda nyata adalah kelompok
kontrol (K). Kelompok (K) mengonsumsi ransum standar dalam jumlah yang lebih

besar (9,90±0,24 gr) dibandingkan dengan kelompok SW (7,64±1,66 gr) dan
kelompok SR (6,62±1,35 gr).
Hasil uji Duncan konsumsi ransum standar tikus di minggu ke-6
menunjukkan bahwa kelompok K paling besar mengonsumsi ransum standar
(9,81±0,45 gr) dibandingkan kelompok SW (7,25±0,90 gr) dan SR (6,10±0,89 gr).
Hasil uji Duncan juga menunjukkan bahwa kelompok K, kelompok SW dan
kelompok SR mengonsumsi ransum standar dalam jumlah yang berbeda nyata.
Hasil uji Duncan konsumsi ransum standar tikus di minggu ke-8,
menunjukkan bahwa kelompok K paling banyak mengonsumsi ransum standar
(12,00±0,00 gr) dibanding kelompok SR (7,70±2,32 gr) dan kelompok SW
(7,66±1,47 gr). Kelompok SR dan kelompok SW mengonsumsi ransum standar

dengan jumlah tidak berbeda nyata.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap rata-rata konsumsi mi baik mi RPO maupun mi
wortel (p>0,05) di selang minggu ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8. Hal ini, diduga
karena strategi peletakan mi yang berada di atas ransum standar, sehingga
memungkinkan tikus untuk mengkonsumsi mi (mi RPO atau mi wortel) dahulu
dibanding ransum standar sehingga hasilnya tidak berbeda nyata. Kisaran
konsumsi mi selama penelitian pada kelompok SW yaitu 1,73-2,40 gram dan
pada kelompok SR yaitu 1,91 – 2,40 gram.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh
yang nyata terhadap asupan β-karoten di setiap selang dua minggu pengamatan.
Hasil uji lanjut Duncan asupan β-karoten tikus di selang minggu ke-2, minggu ke4, minggu ke-6, dan minggu ke-8, menunjukkan bahwa kelompok SR
mengkonsumsi paling banyak β-karoten (216,2±9,1 μg sampai 266,6±25,1 μg)
dibandingkan kelompok SW (122,1±12,4 μg sampai 140,0±15,8 μg) dan
kelompok K (106,0±4,9 μg sampai 129,6±0,0 μg).
Hasil sidik ragam pada α=0,05 menunjukkan bahwa perlakuan
memberikan pengaruh nyata terhadap asupan vitamin A setiap selang dua
minggu pengamatan (p0,05). Rata-rata bobot
badan selama penelitian pada kelompok K berada pada kisaran 38,38-133,97
gram, kelompok SW yaitu 44,76-115,00 gram, dan kelompok SR yaitu 48,25104,23 gram.

Feed Conversion Rate (FCR) merupakan nilai rasio antara pertumbuhan
barat badan tikus dan konsumsi ransumnya pada masing-masing kelompok
perlakuan. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata FCR
antar kelompok tikus selama masa perlakuan untuk pengamatan di selang
minggu ke-2, minggu ke-4, minggu ke-6, dan minggu ke-8 (p>0,05). Hal ini
berhubungan dengan rata-rata berat badan yang tidak berpengaruh nyata.
Data hasil pengamatan retinol serum awal kelompok K, SW, dan SR yaitu
27,4 μg/dl, 26,99 μg/dl, dan 27,29 μg/dl. Data hasil pengamatan retinol serum
akhir kelompok K, SW, dan SR yaitu 29,28 μg/dl, 40,29 μg/dl, dan 35,87 μg/dl.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa retinol serum awal tikus tidak berbeda
nyata (p>0,05). Perlakuan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
retinol serum akhir dan peningkatan retinol serum (delta). Nilai yang tidak

berbeda nyata ini karena retinol serum nilainya ditentukan oleh tingkat sekresi
hati dan levelnya dipertahankan sangat konstan kecuali dalam keadaan
defisiensi atau keracunan (Linder 2006).
Kadar retinol hati semua perlakuan meningkat pada akhir penelitian
dengan jumlah peningkatan terbesar pada kelompok SW yaitu sebesar (6726,79
μg/dl). Hasil sidik ragam, menunjukkan bahwa retinol hati awal tikus berbeda
nyata (p 50

> 1,05
20 – 50
0,7 – 1,05
10 – 19,99
0,35 – 0,69
< 10
< 0,35

Sumber : Olson (1994)
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bagi
setiap orang di dunia, terutama pada balita, anak-anak, dan wanita di negara
berkembang. KVA dapat disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A ataupun
kurangnya ketersediaan provitamin A (Miller et al 2002).
Kekurangan vitamin A (KVA) terjadi ketika simpanan tubuh habis terpakai
sehingga mengganggu fungsi fisiologis. Kekurangan vitamin A dapat merupakan
kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder karena

9

gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang

meningkat, ataupun karena gangguan konversi karoten menjadi vitamin A
(Almatsier 2005).
Kekurangan vitamin A pada tahap awal, terjadi gangguan pada integritas
sel epitel dan kemudian mengganggu sistem imun, selanjutnya diikuti gangguan
pada sistem penglihatan. Dalam keadaan kekurangan vitamin A, integritas
mukosa epitel terganggu, hal ini sebagian besar disebabkan oleh hilangnya sel
goblet penghasil mukus. Konsekuensinya adalah meningkatkan kerentanan
terhadap kuman patogen di mata dan saluran nafas serta saluran pencernaan.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian bahwa anak-anak dengan KV