Pembuatan Edible Film Dari Campuran Ekstrak Wortel (Daucus carota L.), Dengan Pati Dan Gliserin Sebagai Bahan Pengemas

(1)

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK WORTEL

(Daucus carota L.) DENGAN PATI DAN GLISERIN

SEBAGAI BAHAN PENGEMAS

SKRIPSI

EVI SULISTIANI

090822045

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN

EKSTRAK WORTEL (Daucus carota L.), DENGAN PATI DAN GLISERIN SEBAGAI BAHAN PENGEMAS

Kategori : SKRIPSI

Nama : EVI SULISTIANI

Nomor Induk Mahasiswa : 090822045

Program Studi : KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Agustus 2011

Komisi Pembimbing:

Pembimbing II, Pembimbing I,

DR.Rumondang Bulan,MS Dra. Emma Zaidar, M.Si

NIP. 195408301985032001 NIP.195512181987012001

Diketahui/Disetujui oleh:

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR. Rumondang Bulan,MS NIP. 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI CAMPURAN EKSTRAK WORTEL ( Daucus carota L ) DENGAN PATI DAN GLISERIN

SEBAGAI BAHAN PENGEMAS

SKRIPSI

Dengan kesadaran sepenuhnya saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dicantumkan sumber aslinya.

Medan, Agustus 2011

EVISULISTIANI 090822045


(4)

PENGHARGAAN

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan. Adapun Skripsi yang penulis sajikan berjudul “ Pembuatan Edible film dari campuran ektrak wortel ( Daucus carota L.) dengan pati dan gliserin sebagai bahan pengemas “. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan menyelesaikan program Strata-1 Kimia Ekstensi Fakultas Matematika dan Ilmu Penegtahuan Alam.

Selesainya skripsi tak juga lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Supoyo Sagita dan Ibunda Tuti Rusmanti yang telah memberikan doa dan dukungan baik secara moril maupun materil.

2. Bapak Ngadirin dan Ibu Rita Zahara tersayang yang telah memeberikan dukungan serta doa sampai saya menyelesaikan skripsi ini baik secara materil maupun moril. 3. Kakanda Sutian Ramadhana yang telah memberikan dukungan dan semangatnya. 4. Adinda Angga, Riza, Mimi yang selalu memberikan semangat dan senyumannya. 5. Ibu Dra.Emma zaidar,M.Si selaku pembimbing dalam menyelsaikan skripsi ini

yang dengan kemurahan hati serta kesabaran memberikan panduan dan penuh kepercayaan pada penulis untuk penyempurnaan kajian ini.

6. Ibu DR.Rumondang Bulan,MS selaku ketua Departemen Kimia F-MIPA USU. 7. Untuk seseorang yang teristimewa Dede Rosady.Amd yang selalu menemani an

memberi dukungan serta doa saat penulisan skripsi ini.

8. Sahabat – sahabat penulis Ika, Upeh, Arin, Imel, dan anak – anak kos 16D yang telah memberi dorongan semangat dan membantu saat penulisan karya ilmiah. 9. Asisten laboraturium Biokimia yang banyak membantu dalam jalannya penelitian

untuk skripsi penulis.

Hanya doa yang bisa penulis panjatkan, kiranya Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan dari semua pihak tersebut diatas. Penulis menyadari bahwa isi dan tulisan ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Karenanya, kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan alam.

Medan, Agustus 2011

Penulis


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari ekstrak wortel (Daucus carota), kanji, dan gliserin sebagai bahan pengemas. Pengolahan edible film diawali dengan pembuatan ekstrak wortel terlebih dahulu. Edible film dibuat dengan mencampurkan ekstrak wortel dengan kanji, dan gliserin hingga homogen, kemudian dikeringkan dalam oven selama ± 2 hari. Setelah itu dilakukan uji karakteristik edibel film yaitu diuji kuat tarik dan kemuluran, uji SEM serta dilakukan analisa kadar nutrisinya yaitu kadar protein, air, abu, lemak, karbohidrat, β-karoten. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur terhadap edible film. Hasil karakteristik edible film diperoleh kuat tarik 0,015 KgF/mm2, kemuluran 33,74%, dan ketebalan 0,21mm. Sedangkan kadar protein 0,68%, kadar air 19,69%, kadar abu 3,59%, kadar lemak 5,11%, kadar karbohidrat 66,637%, kadar β-karoten 0,561 ppm. dan uji organoleptik edible film terhadap rasa, warna tekstur dan bau yang dihasilkan yaitu dengan rata – rata 3 (suka) . Hal ini menunjukkan bahwa edible film dari ekstrak wortel, kanji, dan gliserin ini dapat diterima dan baik dikonsumsi karena mengandung β-karoten selain sebagai antioksidan dalam tubuh, juga baik untuk kesehatan mata.


(6)

THE MAKING OF EDIBLE FILM FROM MIXTURE EXTRACT OF CARROT (Daucus carota L.) and GLYSERIN WITH STARCH

AS PACKAGING MATERIALS

ABSTRACT

The research of the making of edible films from extracts of carrot (Daucus carota), starch, and glycerin as packaging materials. Processing of edible film making begins with the first extract of carrot. Edible films made by mixing carrot extract with starch, and glycerin until homogeneous, then dried in an oven for ± 2 days, after that was done test characteristic edibel film tensile strength that is tested and elongasi, SEM and analyzed test levels of nutrients is protein content, moisture content, ash content, fat content, carbohydrate content, β-carotene content. Additionally conducted organoleptic tests on color, taste, smell, and texture of the resulting edible film. From the survey results revealed that the characteristic tensile strength of edible films produced KgF/mm2 0.015, 33.74% elongation, and thickness of 0.21 mm. While the protein content 0.68%, 19.69% moisture content, ash content of 3.59%, 5.11% fat content, carbohydrate content of 66.637%, β-carotene levels of 0.56 ppm. and organoleptic tests of edible films produced with the average 3(liked) . This indicates that the edible film of carrot extract, starch, and glycerin is acceptable and well consumed because they contain β-carotene than as an antioxidant in the body, also good for eye health.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK. v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DATAR GAMBAR ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4.Tujuan penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Edibl film 6

2.2 Sifat Fisik Edible Film 7

2.2.1. Ketebalan edible film 7

2.2.2. Transmisi uap air edible film 7

2.2.3. Warna edible film 7

2.2.4. Perpanjangan edible film atau elongasi 7 2.2.5. Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength 8

2.3. Bahan Baku Edible Film 8

2.3.1. Hidrokoloid 8

2.3.2. Lipida 9

2.3.3. Komposit 9

2.4. Pati 10

2.5. Wortel 13

2.5.1. Jenis – jenis wortel 13

2.5.2. Kandungan Nutrisi Wortel 13

2.6. β-karoten 16

2.7. Gliserin 18


(8)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 22

3.1. Alat – lata 22

3.2. Bahan – bahan 23

3.3. Prosedur penelitian 23

3.3.1. Pembuatan Reagen 23

3.3.2. Pembuatan Edible film 24

3.3.3. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) 24

3.3.4. Pengukuran Kuat Tarik 24

3.3.5. Penentuan Kadar Air 25

3.3.6. Penentuan Kadar Abu 25

3.3.7. Penentuan Kadar Protein 26

3.3.8. Penentuan Kadar Lemak 26

3.3.9. Penentuan Kadar β-karoten 26

3.3.10. Penentuan Kadar Karbohidrat 26

3.3.11. Penentuan Kadar Organoleptik 27

3.4. Bagan Penelitian 28

3.3.1. Pembuatan Edible film 28

3.3.2. Penentuan Kadar Air 29

3.3.3. Penentuan Kadar Abu 30

3.3.4. Penentuan Kadar Protein 31

3.3.5. Penentuan Kadar Lemak 31

3.3.6. Penentuan Kadar β-karoten 32

3.3.7. Penentuan Kadar Karbohidrat 32

3.3.8. Penetuan Uji Organoleptik 32

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 33

4.1. Hasil Penelitian 33

4.1.1. Analisa Kuat Tarik Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 34

4.1.2. Analisa Kadar Air Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 35

4.1.3. Analisa Kadar Abu Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 35

4.1.4. Analisa Kadar Protein Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 36

4.1.5. Analisa Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 36

4.1.6. Analisa Kadar Karbohidrat Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin. 37

4.1.7. Analisa β-karoten Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin 38

4.1.8. Analisa organoleptik Edible film campuran ekstrak wortel,

kanji dan gliserin 39


(9)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 44

5.1. Kesimpulan 44

5.2. Saran 44

Daftar Pustaka 45


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Pati pada Beberapa Bahan Pangan 10 Tabel 2.2. Kandungan nutrisi tambahan dalam seratus gram jus wortel 14 Tabel 2.3. Kandungan nutrisi wortel yang panjangnya sekitar 20cm dengan diameter

3cm(100gr wortel segar) 15

Tabel 2.4. Perkiraan penggunaan gliserin 19

Tabel 4.1. Hasil analisa kandungan gizi dan karakteritik edible film campuran

ekdtrak wortel, ganji dan gliserin 33

Tabel 4.2. Hasil Penentuan Absorbansi β-karoten pada edible film campuran

ekstrak wortel, kanji dan gliserin 33

Tabel 4.3. Hasil penentuan β-karoten 39

Tabel 4.4. Hasil penilaian organoleptik terhadap edible film yang dihasilkan 39

Tabel 1. Hasil Analisa Kuat Tarik dan kemuluran 52

Tabel 2. Hasil Analisa kadar Air 52

Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Abu 52

Tabel 4. Hasil Analisa Protein 53

Tabel 5. Hasil Analisa Lemak 53

Tabel 6. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat 53


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Amilosa 11

Gambar 2.2 Struktur Amilopektin 11

Gambar 2.3. Granula Pati Singkong 12

Gambar 2.4. Rumus Bangun β-karoten 16

Gambar 2.5. Struktur Gliserin 19

Gambar 4.1. Grafik uji organoleptik edible film campuran ekstrak wortel,

pati dan gliserin 40

Gambar 1. Edible film dari Ektrak wortel, kanji dan gliserin 54 Gambar 2. Uji SEM edible film perbesaran 500 kali (tampak atas) 55 Gambar 3. Uji SEM edible film perbesaran 5000 kali (tampak samping ) 56


(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan edible film dari ekstrak wortel (Daucus carota), kanji, dan gliserin sebagai bahan pengemas. Pengolahan edible film diawali dengan pembuatan ekstrak wortel terlebih dahulu. Edible film dibuat dengan mencampurkan ekstrak wortel dengan kanji, dan gliserin hingga homogen, kemudian dikeringkan dalam oven selama ± 2 hari. Setelah itu dilakukan uji karakteristik edibel film yaitu diuji kuat tarik dan kemuluran, uji SEM serta dilakukan analisa kadar nutrisinya yaitu kadar protein, air, abu, lemak, karbohidrat, β-karoten. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur terhadap edible film. Hasil karakteristik edible film diperoleh kuat tarik 0,015 KgF/mm2, kemuluran 33,74%, dan ketebalan 0,21mm. Sedangkan kadar protein 0,68%, kadar air 19,69%, kadar abu 3,59%, kadar lemak 5,11%, kadar karbohidrat 66,637%, kadar β-karoten 0,561 ppm. dan uji organoleptik edible film terhadap rasa, warna tekstur dan bau yang dihasilkan yaitu dengan rata – rata 3 (suka) . Hal ini menunjukkan bahwa edible film dari ekstrak wortel, kanji, dan gliserin ini dapat diterima dan baik dikonsumsi karena mengandung β-karoten selain sebagai antioksidan dalam tubuh, juga baik untuk kesehatan mata.


(13)

THE MAKING OF EDIBLE FILM FROM MIXTURE EXTRACT OF CARROT (Daucus carota L.) and GLYSERIN WITH STARCH

AS PACKAGING MATERIALS

ABSTRACT

The research of the making of edible films from extracts of carrot (Daucus carota), starch, and glycerin as packaging materials. Processing of edible film making begins with the first extract of carrot. Edible films made by mixing carrot extract with starch, and glycerin until homogeneous, then dried in an oven for ± 2 days, after that was done test characteristic edibel film tensile strength that is tested and elongasi, SEM and analyzed test levels of nutrients is protein content, moisture content, ash content, fat content, carbohydrate content, β-carotene content. Additionally conducted organoleptic tests on color, taste, smell, and texture of the resulting edible film. From the survey results revealed that the characteristic tensile strength of edible films produced KgF/mm2 0.015, 33.74% elongation, and thickness of 0.21 mm. While the protein content 0.68%, 19.69% moisture content, ash content of 3.59%, 5.11% fat content, carbohydrate content of 66.637%, β-carotene levels of 0.56 ppm. and organoleptic tests of edible films produced with the average 3(liked) . This indicates that the edible film of carrot extract, starch, and glycerin is acceptable and well consumed because they contain β-carotene than as an antioxidant in the body, also good for eye health.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Edible film merupakan suatu lapisan tipis, terbuat dari bahan yang bersifat hidrofilik dari protein maupun karbohidrat serta lemak atau campurannya. Edible film berfungsi sebagai bahan pengemas yang memberikan efek pengawetan. Edible film dapat menjadi barrier terhadap oksigen, mengurangi penguapan air dan memperbaiki penampilan produk. Penggunaan Edible film dapat mencegah proses oksidasi perubahan organoleptik, pertumbuhan mikroba atau penyerapan uap air. Edible film juga dapat digunakan sebagai pembawa antioksidan yang dapat melindungi produk terhadap proses oksidasi lemak (Krochta, 1992).

Bahan pengemas dari plastik banyak digunakan dengan pertimbangan ekonomis, selain itu penggunaan materil sintesis tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan (Alvin dan Gil,1994). Pengembangan edible film pada makanan dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga dapat merupakan bahan pengemas yang ramah lingkungan. Edible film memberikan alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat di perbaharui dan harganya murah. Pengaplikasian edible film pada produk makanan bukan merupakan konsep yang baru dan telah lama di pelajari secara ekstentif seperti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Harris,H (2001) yang menggunakan Edible film dari Pati Tapioka Untuk Pengemas Lempuk, juga penelitian yang dilakukan Suryaningrum, D (2005) yaitu Studi Pembuatan Edible Film Dari Karaginan. Penerapan edible film dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas dari berbagai produk makanan.

Dalam penelitian ini peneliti telah melakuka pembuatan edible fil;m dari campuran ekstrak wortel, ganji dan gliserin. Dimana wortel yang dalam bahasa Inggrisnya disebut carrot, kita patsi langsung teringat pada buah yang berwarna orange dan bentuknya memanjang, serta salah satunya meruncing, wortel termasuk dalam tumbuhan sayur. Dalam bahasa latin wortel dikenal dengan nama Daucus carota L. Wortel sebenarnya bukan tanaman asli Indonesia ia berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur. Ia ditemukan tumbuh liar sekitar 6500 tahun lalu.


(15)

Budidaya wortel pada mulanya terjadi didaerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia, dan akhirnya ke seluruh dunia.

Wortel adalah tumbuhan sayur yang tumbuh sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab. Kurang lebih pada ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut. Tumbuhan wortel membutuhkan sinar matahari dan dapat tumbuh pada semua musim. Wortel mempunyai batang dan daun basah yang berupa sekumpulan pelepah (tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian atas (umbi akar), mirip daun seledri.

Umbi berwarna orange yang kaya nutrisi ini sudah lama dianggap berkhasiat memperbaiki penglihatan. Wortel kaya akan kandungan β-Karoten. Apabila zat tersebut berada di dalam tubuh akan di ubah menjadi Vitamin A yang sangat penting untuk fungsi retin akan Vitamin A ekstrak wortel juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Berdasarkan uraian diatas peneliti berharap edible film dari ekstrak wortel dapat digunakan sebagai pembungkus permen jahe.

1.2.Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka perlu adanya pembatasan masalah, sebagai berikut :

1. Wortel dan pati tepung tapioka sebagai bahan dasar pembuatan edible film berasal dari pajak sore Padang Bulan

2. Pembuatan edible film sebagai pembungkus permen jahe

3. Parameter yang diteliti adalah sifat fisik (uji SEM) dan sifat mekanik (pemanjangan film/elongasi, kuat regang putus/tensile strength), kandungan gizi yaitu analisa kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, β-karoten, dan organoleptik.


(16)

1.3. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan yang terkait pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah karakteristik dan kandungan gizi dari ediblel film berbahan dasar ekstrak wortel, kanji dan gliserin yang dihasilkan.

2. Bagaimanakah hasil edible film berbahan dasar ekstrak wortel, kanji dan gliserin yang dihasilkan sebagai pembungkus permen jahe yang ramah lingkungan.

1.4.Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pembuatan edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin yang ramah lingkungan sehingga aman digunakan oleh masyarakat yang mengkonsumsi makanan tersebut.

2. Mengetahui karakteristik dan kandungan gizi dari edible film 3. Memanfaatkan ekstrak wortel sebagai bahan pembuatan edible film

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat mengurangi penggunaan kemasan makanan yang bersifat tidak teruraikan (nondegredable)

2. Untuk menambah kandungan nutrisi pada produk serta memberikan warna kemasan yang menarik pada produk

3. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan alternative dalam pemanfaatan edible film sebagai bahan pengemas yang bersifat biodegradable.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, adapun langkah – langkah yang dilakukan sebagai berikut :

- Edible film dibuat dengan melarutkan kanji dalam ekstrak wortel, kemudian di aduk sambil dipanaskan sampai homogen, setelah homogen ditambahkan dengan gliserin,


(17)

diaduk kembali, setelah homogen dicetak diatas plat akrelik, kemudian dimasukkan kedalam oven pada suhu 30oC selama ± 2 hari, untuk hasil tersebut dianalisa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar B-karoten, uji SEM, uji tarik, dan nilai organoleptiknya.

- Analisa SEM edible film yang dihasilkan ditentukan dengan analisa mikroskopi.

- Uji Kuat tarik edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menggunakan alat Torsee’s Electrinic system.

- Analisa Kadar protein edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode Kjedahl. - Analisa Kadar lemak edible film yang dihasilkan ditentukan dengan cara eksitasi kontinu

dengan alat soklet.

- Penentuan Kadar air edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode pengeringan dalam oven pada suhu 100 – 105oC.

- Penentuan kadar abu edible film yang dihasilkan ditentukan dengan metode pembakaran dalam tanut pada suhu 500 – 570oC hingga diperoleh abu berwarna putih.

- Penentuan Kadar Karbohidrat edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah persentase kadar air, abu, protein, dan lemak.

- Penentuan kadar β-karoten edible film yang dihasilkan ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 269 nm.

- Uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur edible film yang dihasilkan ditentukan dengan skala hedonik.

1.7.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Polimer Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Central fakulatas Pertanian Universitas Sumatera Utara


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edible Film

Pengemasan telah berkembang sejak lama, sebelum manusia membuat kemasan alam sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus daun atau yang disebut selundang, buah – buahan terbungkus kulitnya. Fungsi dari pengemasan pada bahan pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan. Dengan adanya persyaratan bahwa kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan maka penggunaan edible film adalah suatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari lipida, karbohidrat, protein maupun campuran ketiganya. Edible film sangat potensial digunakan sebagai pembungkus dan pelapis produk – produk pangan industri pertanian segar .

Secara umum edible film dapat didefenisikan sebagai lapis tipis yang melapisi suatu bahan pangan dan layak dimakan, digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan atau diletakkan diantara komponen makanan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas makanan, memperpanjang masa simpan, meningkatkan efisiensi ekonomis, menghambat perpindahan uap air (Krochta, 1992).

Edible film merupakan lapisan tipis dari materi yang dapat diletakkan diatas permukaan produk makanan untuk menyediakan penghalang bagi uap air, oksigen dan perpindahan padatan dari makanan tersebut. Sebuah pelapisan yang ideal didefenisikan sebagai salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan makanan tanpa menyebabkan keadaan anaerobik dan mengurangi kualitas makanan. Selain itu edible film dapat digunakan untuk mengurangi kehilangan air :

1. Meningkatkan retensi warna, asam, gula, dan komponen flavor 2. Mengurangi kahilangan berat

3. Mempertahankan kualitas saat pengiriman dan penyimpanan 4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan


(19)

Salah satu fungsi utama dari edible film adalah kemampuan mereka dalam peranannya sebagai penghalang, baik gas, minyak, atau yang lebih utama air. Kadar air makanan merupakan titik penting untuk menjaga kesegaran, mengontrol pertumbuhan mikroba, dan tektur yang baik, edible film dapat mengontrol Aw (water activity) melalui pelepasan atau penerimaan air ( Hui,2006).

2.2 Sifat Fisik Edible Film

2.2.1. Ketebalan edible film

Ketebalan merupakan sifat fisik edible film yang besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi hidrokoloid pembentuk edible film dan ukuran plat kaca pencetak. Ketebalan edible film mempengaruhi laju uap air, gas dan senyawa volatil lainnya. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film, maka kemampuan penahannya akan semakin besar atau semakin sulit dilewati uap air, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang (Mc. Hugh, 1994). Kepaduan dari edible film atau lapisan pada umumnya meningkat secara proporsional dengan ketebalan (Guilbert and Biquet, 1990).

2.2.2. Transmisi uap air edible film

ASTM (1989) dalam Cuq et al.(1996) lebih lanjut mendefinisikan transmisi uap air sebagai kecepatan perpindahan uap air melalui suatu unit area dari material dengan ketebalan tertentu, pada kondisi yang spesifik.

2.2.3. Warna edible film

Perubahan warna edible film dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi bahan pembentuk edible film dan suhu pengeringan . Warna edible film akan mempengaruhi penampakan produk sehingga lebih menarik (Rayas et al., 1997).

2.2.4. Perpanjangan edible film atau elongasi

Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan rentangnya (Gontard et al., 1993).


(20)

2.2.5. Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength

Kekuatan peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel (Gontard et al., 1993).

2.3. Bahan Baku Edible Film

Komponen penyusun edible film dapt dibagi menjadi tiga macam yaitu : hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang cocok antara lain senyawa polisakarida yeti selulosa, modifikasi selulosa, pati, agar, alginat, pektin. Lipida yang biasa digunakan yaitu kolagen, gelatin, asil gliseroll, dan asam lemak. Sedangkan komposit merupakan campuran, terdiri dari lipid dan hidrokoloid serta mampu menutupi kelemahan masing – masing (Dohowe dan fennema, 1994).

2.3.1. Hidrokoloid

Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum (alginat, pektin, dan gum arab), dan pati yang dimodifikasi secara kimia. Pembentukan film berbahan dasar protein antara lain dapat menggunakan kasein, protein kedelai, gluten gandum, dan protein jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat perpindahan oksigen, karbondioksida, dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah hancur (Dohowe dan Fennema, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).

Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan edible film. Pemanfaatan dari edible film ini penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah, dan bersifat nontoksik (Nisperos-Carriedo, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).


(21)

2.3.2. Lipida

Film yang berasal dari lipida sering digunakan seagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk- produk permen. Film yang terbuat dari lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik (Dohowe dan Fennema, 1994). Lipida yang sering digunkan sebagai edible film antara lain lilin (wax), asam lemak, monogliserida, dan resin (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006). Alasan mengapa lipida ditambahkan dalam edible film adalah untuk memberi sifat hidrofobik (Hernandez, 1994 dalam Krochta et. al., 1994).

2.3.3. Komposit

Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit film dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida, atau dapat berupa gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film. Gabungan dari hidrokolid dan lemak digunakan dengan mengambil keuntungan dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Film gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran (Dohowe dan Fennema, 1994 dalam Krochta et. al., 1994)


(22)

2.4. Pati

Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom, 2007). Ubi-ubian, serealia, dan biji polong-polongan merupakan sumber pati yang paling penting. Ubi-ubian yang sering dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar, kentang, dan singkong (Liu, 2005 dalam Cui, 2005). Pati singkong sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan dan industri yang berbasis pati karena kandungan patinya yang cukup tinggi (Niba, 2006 dalam Hui, 2006). Kandungan pati pada beberapa bahan pangan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2.1. Kandungan Pati pada Beberapa Bahan Pangan Bahan Pangan Pati (% dalam basis

kering) Biji gandum Beras Jagung Biji sorghum Kentang Ubi jalar Singkong 67 89 57 72 75 90 90 Sumber: Liu (2005) dalam Cui (2005)

Menurut Biro Pusat Statistik (2009), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 20.834.241 ton. Melihat kandungan pati pada singkong sebesar 90%, maka pada tahun tersebut dapat menghasilkan 18.750.816,9 ton pati singkong. Produksi pati yang tinggi, penanamannya yang mudah, dan mudah didapatkan di Indonesia menjadikan singkong sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film.

Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat molekul amilosa dari beberapa ribu hingga


(23)

500.000, begitu pula dengan amilopektin (Lehninger, 1982). Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu, 2005 dalam Cui, 2005).

Gambar 2.1 Struktur Amilosa

Gambar 2.2 Struktur Amilopektin

Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman, dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam Phillips dan Williams (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 62 - 73 oC, sedangkan suhu pembentukan pasta


(24)

pada 63oC. Menurut Santoso (2004), pati singkong relatif mudah didapat dan harganya yang murah. Bentuk granula pati singkong dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Granula Pati Singkong (Niba, 2006 dalam Hui, 2006)

Pati juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman dan confectionary, makanan yang diproses, kertas, makanan ternak, farmasi, dan bahan kimia serta industri non pangan seperti tekstil, detergen, kemasan, dan sebagainya. Kegunaan pati dan turunannya pada industri minuman dan confectionary memiliki persentase yang paling besar yaitu 29% industri makanan, yang diproses dan di industri kertas masing – masing sebanyak 28%, industri farmasi dan bahan kimia 10%, industri non pangan 4% dan makanan ternak sebanyak 1%.

Didalam industri non pangan seperti tekstil dan kemasan, pati digunakan sebagai bahan pengisi. Pati dapat digunakan sebagai bahan yang mengurangi kerutan pada pakaian. Pada sektor kimia, pati dan turunannya banyak diaplikasikan pada pembuatan plastik biodegredable, surfaktan, poliurethan, resin, senyawa kimia dan obat – obatan. Pada sektor lainnya, pati dan turunannya dimanfaatkan sebagai bahan detergen yang bersifat non toksik dan aman bagi kulit, pengikat, pelarut, biopestisida, pelumas, pewarna, dan flavor.

Adapun didalam industri pangan, pati dapat digunakan sebagai bahan makanan dan flavor baik pati konvensional maupun termodifikasi. Khusus untuk industri makanan, pati sangat penting untuk pembuatan makanan bayi, kue, puding, bahan pengental susu, permen jelly, dan membuat dekstrin


(25)

2.5. Wortel

Wortel/carrots (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Rintisan budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya (Rahman, 2009).

Jika mendengar kata wortel yang dalam bahasa inggrisnya disebur carrot, kita pasti langsung teringat pada buah yang berwarna orange dan bentuknya memanjang, serta salah satunya meruncing, wortel termasuk dalam tumbuhan sayur. Dalam bahasa latin, wortel dikenal dengan nama daucus carota. Dalam ilmu biologi, wortel dimasukkan dalam famili Apiaceae. Wortel adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun. Terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan wortel membutuhkan sinar matahari dan dapat tumbuh pada semua musim. Wortel mempunyai batang daun basah yang berupa sekumpulan pelepah (tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian atas (umbi akar), mirip daun seledri (Noviana Yaniar,1993).

Warna orange tua pada wortel menandakan kandungan beta karoten yang tinggi. Makin jingga warna wortel, makin tinggi kadar beta karotennya. Kadar beta karoten yang terkandung dalam wortel lebih banyak dibandingkan pepaya dan buah lainnya. Beta karoten ini dapat mencegah dan mengatsi kanker, darah tinggi, menurunkan kadar kolesterol dan mengeluarkan angin dari dalam tubuh. Kandungan tinggi beta karoten juga terbukti dapat memerangi efek polusi perokok pasif. Umbi berwarna orange yang kaya nutrisi ini sudah lama dianggap berkhasiat memperbaiki penglihatan. Wortel kaya akan kandungan beta karoten. Apabila zat tersebut didalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A yang sangat penting untuk fungsi retina (Noviana Yaniar,1993).


(26)

2.5.1. Jenis – jenis Wortel

Wortel menyukai tanah yang genbur dan subur, menurut para botanis wortel dapat dibedakan atas beberapa jenis, diantaranya :

- Jenis imperator, yakni wortel yang memiliki umbi akar berukuran panjang dengan ujung

meruncing dan rasanya kurang manis.

- Jenis chantenang, yakni wortel yang memiliki umbi akar berbentuk bulat panjang dan

rasanya manis.

- Jenis mantes, yakni hasil kombinasi dari jenis wortel imperator dan chantenang, umbi

akar wortel berwarna khas orange.

2.5.2. Kandungan Nutrisi Wortel

Menurut laboraturium Lancaster Inggris dalam Winarsi (2007) menemukan nutrisi tambahan dalam seperatus gram jus wortel terdapat :

Tabel 2.2. kandungan nutrisi tambahan dalam seperatus gram jus wortel

Kandungan Gizi Kandungan per 100 g

Magnesium 8,2 mg

Kromium 0,2 ppm

Gula yang terdiri dari :

Fruktosa 1,5 %

Dektrosa 0,8 %

Sukrosa 1,9 %

Maltosa 0,3 %

Laktosa 0,5 %

**kandungan nutrisi wortel tersebut tentu tidak lepas dari jenis dan kualitasnya

Dalam sebuah wortel yang panjangnya sekitar 20cm dengan diameter 3cm (100 gram wortel segar) mengandung :


(27)

Tabel 2.3. kandungan nutrisi wortel yang panjangnya sekitar 20cm dengan diameter 3cm(100gr wortel segar)

Komponen gizi Kandungan per 100 g

Energi 173 kJ (41kcal)

Karbohidrat 5-6 gr

Serat 2-3 gr

Lemak 0,2 gr

Protein 1-2 gr

Mineral-sodium 50-55 gr

Vitamin A equiv 835 mg (93%)

- Beta karoten 754µg

Thiamine (Vit B1) 0,04 mg (3%) Riboflavin (Vit B2) 0,05 mg (3%)

Niacin (Vit B3) 1,2 mg (8%)

Vitamin B6 0,1 mg (8%)

Folat (Vit. B9) 19 mg (5%)

Vitamin C 6-7 mg (12%)

Kalsium 27 mg (3%)

Fosfor 26 mg (3%)

Zat besi 0,5 mg

Sodium 2,4 mg (0%)

Potasium 246 mg

Kalium 240 mg

Sumber : United States Departemen of Health and Human Service (2004)

Kandungan pigmen warna orange tersebut dapat menimbulkan warna kekuningan pada kulit kita, jika mengkonsumsi berlebihan. Warna kulit tersebut berbeda dengan orang yang menderita sakit kuning. Pada penderita sakit kuning, mata juga ikut kuning, sedangkan kebanyakan makan wortel matanya tidak kuning.

Wortel mengandung Vitamin A yang tinggi, vitamin A dan beta karoten kadang – kadang berfungsi untuk hal yang sama, karena beta karoten di dalam tubuh dikonveksikan


(28)

menjadi vitamin A. Beta karoten sendiri terasuk dalam golongan karotenoida dan telah diidentifikasi terdapat lebih dari 600 jenis karoten yang berbeda (departemen teknologi pangan dan gizi, 2008).

2.6. β-Karoten

β-Karoten adalah salah satu zat antioksidan yang terdapat pada buah-buahan, antara lain terdapat pada Wortel , Kentang dan buah Peach yang Lezat. Zat antioksidan sangat berguna untuk melawan zat radikal bebas yang berasal dari zat – zat racun. Radikal bebas adalah awal dari penyakit, termasuk disini adalah penyakit jantung yang sangat ditakuti. Dengan adanya zat anti oksidan yang antara lain adalah β-Karoten yang terdapat pada Kentang ,Wortel ,Peach dll ,diketahui telah dapat mengurangi sebanyak kurang lebih 40% dengan hanya mengkonsumsi 50 mg β-karoten setiap hari dalam menu makanannya. Tentu saja dengan cara hidup yang sehat (Lidya.L, 2010).

Karotena memberikan warna oranye pada sayuran lain. Istilah karotena digunakan untuk menunjuk ke beberapa senyawa yang berhubungan yang memiliki formula C40H56.

CH3 CH3 CH3 C CH CH C

CH2 C CH CH CH

CH2 C

CH2 CH3

Gambar 2.4. Rumus Bangun β-karoten

Karotena adalah ini membentuk warna jingga dalam berperan dalam fotosintesis dengan menyalurkan energi cahaya yang dia serap ke Secar dari delapan satuan


(29)

Yunani: alfa-karotena (α-karotena) dan beta-karotena (β-karotena). Gamma-, delta-, dan epsilon- (γ, δ, dan ε-karotena) juga dikenal dalam jumlah yang sedikit. β-karoten terdiri

dari dua grup

dalam

sebagai

β-karoten diperkirakan memiliki banyak fungsi yang tidak dimiliki senyawa lain. Jumlah yang dibutuhkan tubuh memang hanya ukuran milligram perhari. Tapi kalau tidak terpenuhi dapat menimbulkan gangguan fungsi. Zat yang merupakan provitamin A ini terdapat dalam sejumlah sayuran dan buah-buahan. β-karoten merupakan unsur yang sangat potensial dan penting bagi vitamin A, unsur ini merupakan persenyawaan kimiawi yang hampir terlibat dalam berbagai reaksi kimiawi – fisiologik dalam rangkaian metabolism. Berbagai reaksi tingkat seluler banyak melibatkan senyawa yang banyak ditemukan pada sebagaian besar sayuran dan buah-buahan. Biasanya, sayur-sayuran yang berwarna terang seperti wortel banyak mengandung β-karoten. Sedangkan buah-buahan seperti mangga, alpukat, semangka dan melon juga cukup banyak mengandung senyawa ini.

β-karoten sendiri sesungguhnya merupakan provitamin A yakni sumber penting bagi vitamin A di dalam saluran pencernaan khususnya pada usus halus, β-karoten akan mengalami penyerapan yang kemudian di simpan di dalam sel hati. Di dalam sel hati, β -karoten akan di ubah menjadi vitamin A dan siap digunakan kalau dibutuhkan untuk berbagai reaksi metabolisme. Dari sumber makanan yang dikonsumsi setiap hari, kebutuhan minimal akan β-karoten terkadang belum tercukupi. Kekurangan pemenuhan kebutuhan ini biasanya karena sebagaian β-karoten rusak selama proses pengolahan (seperti halnya kerusakan vitamin selama pengolahan). Sehingga masih diperlukan tambahan yang disuplai dari luar. Akibat kekurangan β-karoten tidak segera dapat dirasakan, sehingga kebutuhan unsure ini jarang menjadi perhatian. Pra peneliti dari institute kanker merekomendasikan, kebutuhan tubuh akan β-karoten setiap hari hanya 5-6 mg. sebagaimana vitamin, meskipun jumlahnya hanya sedikit, tetapi sangat diperlukan sehingga kalau tidak terpenuhi kebutuhannya dapat menimbulkan gangguan fungsi.

Menurut hasil penelitian, β-karoten sangat mungkin memiliki manfaat menghambat kanker. Terutama kanker pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan sebagian jenis kanker serviks. Disamping itu, β-karoten juga dapat berfungsi sebagai


(30)

penangkal radikal bebas karena peran antioksidannya. Radikal bebas merupakan senyawa yang dapat merusak sel, bahkan dapat memacu timbulnya kelainan minimal pada tingkat sel yang selanjutnya berubah menjadi pre – kanker . β-karoten memberikan perlindungan pada tingkat seluler dimana DNA ( deoxyribonukeic acid) yang merupakan suatu inti genetic pembawa sifat keturunan diproteksi terhadap berbagai gangguan sehingga dapat terlindung dari senyawa lain yang mengacaukan kode genetiknya (Winarsi.2007)

2.7.Gliserin

Gliserol (gliserin) merupakan senyawa poliol sederhana. Ini adalah tidak berwarna, tidak berbau, cairan kental yang banyak di gunakan dalam formulasi farmasi. Gliserol memiliki tiga gugus hidroksil hidrofilik yang betanggung jawab untuk dalam air dan sifat higroskopiknya. Tulang punggung gliserol adalah penting untuk seluruh lipid dikenal sebagai trigliserida. Gliserol memiliki rasa manis dan toksisitas rendah (Leffingwell Georgia, dan Miton Lesser, B.S.1945).

Gliserin dengan rantai HO-CH-CH-(OH)-CH-OH adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin merupakan produk samping proses

Geliserin dengan rantai HO-CH-CH-(OH)-CH-OH adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untk menghasilkan asam lemak. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin merupakan produk samping proses pembuatan biodisel yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat dijual dalam keadaan mentah (crude glycerin) atau gliserin yg telah dimurnikan.


(31)

Gliserin biasanya di hasilkan dari industri lilin atau industri sabun komersial. Pada kondisi sabun komersial, karena geliserin mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi di bandingkan dengan nilai sabun itu sendiri maka gliserin yang di hasilkan dari pembuatan sabun diekstrak atau dipisah untuk dijual atau dipakai dalam pembuatan lotion atau produk kosmetik lainnya.

Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik (hand and body lotion dan cream pelembab dll), untuk bahan dasar pembuatan sabun dan merupakan bahan utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat air/pelembab sehingga cream selalu basah dan tidak cepat mengering di udara bebas. Pemakaian gliserin relative aman untuk kulit (Ab Christoph, 2006).

2.6.1. Kegunaan Gliserin

Gliserin mempunyai peran hampir di setiap industri. Industri kertas, di mana gliserin berfungsi sebagai bahan pelunak adalah penggunaan terbesar berikutnya, yaitu 2500 ton/tahun. Industri nitrogliserin sebesar 7500 ton/tahun, tetapi pemasarannya berkurang 25 tahun terakhir, dengan digantikannya oleh bahan lain yang lebih murah. Berikut ini di perkirakan penggunaan gliserin :

Tabel 2.4. perkiraan penggunaan gliserin

No Kegunaan Persentase (%) Gliserin

1 Tembakau 13

2 Peledak 5

3 Kertas 17

4 Obat-obatan dan kebutuhan kamar mandi termasuk

Pasta gigi

16 5 Monogliserida dan makanan 7

6 foams 3


(32)

a) Makanan Minuman

Gliserin mudah di cerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama kabohidrat, meskipun dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak. Untuk produk makannan dan pembungkus makanan yang kontak langsung dengan konsumen, tidak beracun adalah syarat utama. Gliserin, sejatk 1959 diakui sabagai satu di antara bahan yang aman oleh Food and Drug Administration. Kegunaan sebagai pelarut untuk pemberian rasa (seperti Vanilla) dan pewarna makanan, agen pengental dalam sirup, pengisi dalam produk makanan rendah lemak (biscuit).

b) Obat-obatan dan kosmetik

1. Pada obat-obatan dan kedokteran gliserin adalah bahan dalam larutan alkohol dan Obat penyakit

2. Gliserit pada kanji digunakan dalam selai dan obat salep 3. Obat batuk dan obat bius, seperti larutan gliserin-fenol

c) Industri Tembakau

Pada pengolahan tembakau, gliserin adalah bagian penting dari larutan yang di semprotkan pada tembakau sebelum daunnya dihaluskan dan dikemas. Dengan pewarna, digunakan 3 % berat tembakau untuk mencegah daun menjadi rapuh dan hancur selama pengolahan. Pada pengolahan tembakau kunyah untuk menambah rasa manis dan mencegah pengeriingan, juga sebagai bahan pelunak pada kertas rokok.

d) Pelumas

Gliserin dapat di gunakan sebagai pelumas jika minyak tidak ada. Ini di sarankan untuk kompresor oksigen karena lebih tahab terhadap oksidasi daripada minyak mineral, pada pelumas pompa dan bantalan fluida seperti bensin,, pada industri makanan, farmasi dan cosmetic


(33)

e) Bahan Pembungkus dan Pengemas

Pembungkus daging, jenis khusus kertas, seperti, greasproof, dan edible film memerlukan bahan/ plastisizer untuk memberi kelenturan dan kekerasan pembungkus (Girindra.S.N,2009).


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

Adapun alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Nama Alat Merek

Beaker Glass Pyrex

Gelas Ukur Pyrex

Oven Gallenkamp

Labu Kjedahl Pyrex

Labu Takar Pyrex

Erlenmeyer Pyrex

Alat destilasi Gerhard Born

Buret Pyrex

Tanur Memmert

Alat Soklet Gerhard Born

Cawan porselin Desikator Statif dan Klem Kertas saring Botol Aquades Crucible Spatula Hotplate Pipet tetes Plat Plastik


(35)

3.2. Bahan-bahan

Adapun bahan-bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Gliserin p.a. (E-Merk)

Selenium(s) p.a. (E-Merk) H2SO4(p) p.a. (E-Merk) NaOH(S) p.a. (E-Merk) H3BO3(s) p.a. (E-Merk)

HCl p.a. (E-Merk)

Petroleum eter Indikator Tashiro Akuades

wortel

Tepung Kanji

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1. Pembuatan Reagen

Pembuatan larutan NaOH 30% (b/v)

Ditimbang dengan tepat 30,0007 gram NaOH dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda.

Pembuatan larutan H2BO3 4% (b/v)

Ditimbang dengan tepat 4,0013 gram H3BO3 dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml smpai garis tanda.

Pembuatan Indikator Tashiro

Ditimbang 425 mg metil merah dan 500 mg Metil biru dan dilarutkan dalam alkohol 96% dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda.

Pembuatan larutan HCl 0,1N

Sebanyak 8,3 ml HCl 37% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1L sampai garis tanda.


(36)

Sejumlah 9,55 mg Na2B4O7.H2O dimasukkan kedalam beker glass. Ditambahkan 500 ml aquadest, dimasukkan kealam mikroburet.

Sejumlah 50 ml HCl 0,1N dimasukkankedalam erlenmeyer, ditambahkan 3 tetes indikator Metil Merah, dititrasi dengan lautanNa2B4O7.10H2O. Dilakukan 3 kali perlakuan. Diperoleh konsentrasi HCl sebesar 0,1058 N.

3.3.2. Pembuatan Edible film

Sebanyak 10 gram tepung kanji dimasukkan kedalam beaker glass. Ditambahknan dengan 100 ml ekstrak wortel. Diaduk hingga homogen. Dipanaskan diatas hotplate. Kemudian ditambahkan 1 ml gliserin. Diaduk kembali hingga homogen dan mengental. Dituang ke plat plastik sambil diratakan. Dikeringkan dalam oven ± selama 2 hari pada suhu 30oC.

3.3.3. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)

Analisa mikroskopi dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. Dalam hal ini dapat dilihat permukaan hasil pencampuran kanji dengan ekstrak wortel dan gliserol. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran seberapa baik bahan kimia yang digunakan meresap ke dalam pori.

3.3.4. Pengukuran Kuat Tarik

Dihidupkan alat Torsee’s Elektronik System. Dibiarkan selama 1 jam. Dijepit sampel dengan menggunakan griff. Diatur tegangan, regangan, dan satuannya. Dihidupkan recorder (ON). Dipasang Tinta pencatat. Diatur sumbu x (regangan) dan sumbu y (tegangan) serta diatur satuannya. Dipasang sampel. Ditekan tombol start. Dinolkan nilai load dan stroke. Dilihat angka di load (tegangan) dan stroke (regangan), bila sampel sudah putus. Dicatat nilai load dan stroke sampel.

Perhitungan Uji Kuat Tarik : Kekuatan tarik =

A o L o a A o

F m a k s

= Keterangan : Load = tegangan


(37)

3.3.5. Penentuan Kadar Air

Sampel dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama sekitar 6 jam. Didinginkan cawan kedalam desikator. Setelah dingin ditimbang berat kering. Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung kadar airnya

3.3.6. Penentuan Kadar Abu

Dipastikan semua peralatan yang digunakan untuk menganalisa ash content dalam keadaan layak dan aman untuk digunakan. Ditimbang sampel yang sudah dihitung kadar airnya. Ditimbang cruisble kosong, catat nomor cruisiblenya. Dipanaskan cruisible berisi sampel diatas hotplate didalam fume cupboard sampai dengan sampel terdekomposisi menjadi karbon lalu dipindahkan ke muffle furnance dengan suhu 550 – 570oC. Setelah 2 jam, keluarkan cruisible dari muffle furnance dan dimasukkan ke dalam desikator hingga mencapai suhu ruangan. Dilakukan penimbangan cruisible berisi abu dengan teliti untuk mendapatkan hasilnya. Dihitung kadar abunya.

Rumus Perhitungan :

Ash Content = 2− 1×1 0 0%

M o

M M

Dimana : Mo = Berat contoh M1 = Berat cruisible M2 = Berat cruisible + abu

3.3.7. Penentuan Kadar Protein

Sampel ditambahkan 0,5 – 1 gr campuran K2SO4 : HgO (20:1). Dibungkus dengan kertas saring. Dimasukkan dalam labu Kjedhal. Ditambahakan larutan H2SO4 pekat 3ml. Didestruksi diruang asam hingga lautan jernih. Kemudian didinginkan. Ditambahkan 10ml aquadest, didinginkan. Dibilas dengan aquadest. Didestilasi dengan NaOH. Destilat ditampung dengan erlenmeyer berisi 5ml Asam borat 4% dan 4 tetes BCGMR. Dititrasi dengan HCl 0,01N. Dihitung %N nya.


(38)

3.3.8. Penentuan Kadar Lemak

Sampel di bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat soklet. Kedalam labu destilasi dimasukkan Petroleum Eter sebanyak 2/3 bagian labu, kemudian sampel tersebut diekstraksi selama beberapa jam sampai 12 siklus. Ekstrak yang diperoleh dipindahkan ke dalam beaker glass yang telah diketahui beratnya. Kemudian pelarutnya diuapkan diatas penganas air hingga semua pelarut menguap. Didinginkan di desikator dan ditimbang. Dihitung kadar lemaknya.

3.3.9. Penentuan Kadar Karbohidrat

Dihitung jumlah persentase kadar air, abu, lemak dan protein. Karbohidrat diketahui

dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut. Kadar karbohidrat = 100% - % ( protein + lemak + air + abu )

3.3.10. Penentuan Kadar Beta Karoten

Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dengan n-heksan dalam labu takar 25 ml. Diencerkan hingga garis tanda kemudian dihomogenkan. Dimasukkan ke dalam kuvet kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 269 nm. Dicatat absorbansinya. Kemudian dihitung nilai beta karotennya dengan menggunakan rumus:

Beta Karoten =

(g) sampel berat

Pelarut Volume

x 383 x nm 269 pada Abs


(39)

3.3.11. Penentuan Nilai Organoleptik

Uji ini meliputi warna, bau, rasa dan tekstur yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 15 orang panelis dimana panelis bukan perokok dan sebelum mencicipinya diharuskan minum air putih terlebih dahulu. Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan bahwa panelis cukup menyukai edible film yang dihasilkan dengan memberi scor nilai, hal ini menunjukkan bahwa edible film dari ekstrak wortel ini dapat diterima.

Tabel 3.1. Uji Kesukaan Organoleptik Uji kesukaan (skala Hedonik) Skala Numerik

Amat sangat suka 5

Sangat suka 4

Suka 3

Kurang suka 2


(40)

Edible Film

Hasil

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Edible Film

Dimasukkan kedalam bekerglass Ditambahkan 10 gram Tepung kanji Dipanaskan di atas Hotplate

Diaduk

Ditambahkan 1 ml Gliserin Diaduk hingga homogen Dicetak di atas Plat plastik

Dikeringkan dalam oven pada suhu 30oC

3.4.2. Penentuan Kadar Air

Dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya

Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama sekitar 6 jam

Didinginkan cawan dalam desikator Setelah dingin ditimbang berat kering Dihitung kadar airnya

100 ml ekstrak wortel


(41)

3.4.3. Penentuan Kadar Abu

Ditimbang sampel

Ditimbang cruisible kosong, catat nomor cruisiblenya

Dimasukkan sampel ke dalam cruisible

Dipanaskan cruisible yang berisi sampel diatas hotplate didalam fume cupboard sampai sampel terkomposisi menjadi karbon

Dipindahkan ke dalam Tanur dengan suhu 550 - 570oC selama ± 2 jam

Didinginkan dalam desikator hingga sampai suhu ruangan

Ditimbang cruisible berisi abu dengan teliti

Sampel yang telah dihilangkan kadar airnya

Abu


(42)

3.4.4. Penentuan Kadar Protein

Ditambahkan 0,5 – 1gr campuran K2SO4 : HgO (20:1)

Dibungkus kertas saring

Dimasukkan kedalam labu kjedhal Ditambahkan larutan H2SO4 pekat 3ml

Didestruksi diatas pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau – hijuan

Dibiarkan dingin kemudian diencerkan dalam labu takar 250 ml hingga garis tanda.

Dipipet 50 ml larutan yang telah di encerkan dan dimasukkan kedalam alat destilasi

Ditambah 50 ml NaOH 30% dan 50 ml H2O Ditampung dengan erlenmeyer berisi 5 ml larutan asam Borat 4% yang telah dicampuri indikator tashiro

Didestruksi selama lebih kurang 10 menit

Dititrasi dengan larutan HCl 0,1058N

Dihitung %N nya sampel

Larutan jernih kehijau - hijauan

Destilat

Larutan Ungu


(43)

3.4.5. Penentuan Kadar Lemak

Dibungkus dengan kertas saring Dimasukkan ke dalam alat soklet

Dimasukkan petroleum eter ke dalam labu destilasi sebanyak 2/3 bagian labu

Diekstraksi selama beberapa jam sampai 12 siklus

Diuapkan pelarutnya diatas penangas air hingga semua pelarutnya menguap

Didinginkan di desikator ditimbang

3.4.6. Penentuan Kadar Karbohidrat

Dikurangkan kadar Protein (%) Dikurangkan kadar Lemak (%) Dikurangkan kadar Air (%) Dikurangkan kadar Abu (% sampel

Ekstrak + pelarut

Hasil

Berat Aliquot (100%)


(44)

3.4.8. Penentuan Kadar Beta Karoten

Dilarutkan dengan n-heksan dalam labu takar 25 ml hingga garis tanda

Dihomogenkan

Dimasukkan ke dalam kuvet

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 269 nm

Dihitung nilai beta karotennya

3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik

Diundang ke Laboraturium

Disajikan Edible Film dari Ekstrak wortel Dilakukan uji (warna, bau, dan tesktur) Ditentukan skor nilainya

Hasil Panelis

Hasil Sampel


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil penelitian edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin yang telah dilakukan diperoleh karakteristik dan kandungan nutrisi edible film sebagai berikur :

Tabel 4.1. Hasil analisa karakteritik edible film campuran ekstrak wortel, ganji dan gliserin

No. Parameter Hasil

1. Kuat Tarik 0,015 KgF/mm2

2. Ketebalan 0,21 mm

3. Kemuluran 33,74 %

Tabel 4.2. Hasil analisa kandungan nutrisi edible film campuran ekstrak wortel, ganji dan gliserin

No. Parameter Hasil

1. Kadar air 19,69 %

2. Kadar Abu 3,59 %

3. Kadar Lemak 3,96 %

4. Kadar Protein 0,68 %

5. Kadar β-karoten 0,561 ppm 6. Kadar Karbohidrat 66,63 %


(46)

4.1.1. Hasil Analisa Kuat Tarik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin.

Penentuan Kadar kuat tarik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:

Kuat Tarik =

A o L o a A o

F m a k s

=

Kemuluran =

lo Stroke

Sebagai contoh penentuan kuat tarik dan kemuluran edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran tabel 1 perlakuan I:

Load : 0,09 KgF

Stroke : 37,06 mm/menit

Panjang sampel mula-mula (lo) : 110 mm

Lebar sampel : 30 mm

Tebal sampel : 0,21 mm

Ao = Lebar sampel x Tebal sampel = 30 mm x 0,21 mm

= 6,3 mm2 Kuat Tarik =

3 , 6 09 , 0

= 0,014 KgF/mm2 = 0,14 Mpa

Kemuluran = 100% 110

06 , 37

× = 33,69 %

Hasil analisa Kuat tarik dan kemuluran untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 1 pada lampiran.


(47)

4.1.2. Hasil Analisa Kadar Air Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin.

Penentuan Kadar air Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran tabel 2 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:

Kadar Air = 100%

basah sampel Berat n pengeringa selama hilang yang uap Berat × Maka :

Berat cawan kosong : 55,32 g

Berat Edible Film basah : 2,06 g

Berat cawan + berat sampel edible film basah : 57,38 g Berat cawan + berat sampel edible film setelah kering : 56,97 g

Berat uap air yang hilang = (Berat cawan + Berat edible film dari ekstrak wortel) – (Berat cawan + Berat sampel setelah pengeringan)

= 57,38 g – 56,97 g = 0,40 g

Kadar air = 100% 2,06

0,40

×

= 19,84 %

Kadar Air untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 2 pada lampiran.

4.1.3. Hasi Analisa Kadar Abu Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin.

Penentuan Kadar air Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran tabel 3 perlakuan Idapat dihitung sebagai berikut:

Kadar abu = 2− 1×100% Mo

M M

Dimana, Mo : Berat Sampel (g)

M1 : Berat Crusible Kosong (g) M2 : Berat Crusible + Abu (g)


(48)

Sebagai contoh penentuan kadar abu edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin :

Berat Sampel (Mo) : 1,65 g

Berat Crusible Kosong (M1) : 35,54 g Berat Crusible + Abu (M2) : 35,60 g

Kadar Abu = 100%

65 , 1 54 , 35 60 , 35 × −

= 3,55 %

Kadar Abu untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 3 pada lampiran.

4.1.4. Hasil Analisa Kadar Protein Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin.

Penentuan Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran tabel 4 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:

%N =

(

)

× ×14,008×100% sampel mg NHCl tb ts Ket = ts : Volume titran

tb : Volume titrasi blanko

Dari % N dapat diketahui % Protein sebagai berikut : % Protein = %N× fk

Ket = fk : faktor koreksi (6,25)

Sebagai contoh penentuan kadar abu edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin :

ts : 0,80ml

tb : 0,3ml

NHCl : 0,01N

Berat sampel : 100mg

% N =

(

)

100%

100 008 , 14 01 , 0 3 , 0 80 , 0 × × × − ml ml

= 100%

100 07 , 0 × = 0,09


(49)

% Protein = 0,09×6,25 = 0,43 %

Kadar Protein untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 4 pada lampiran

4.1.5. Hasil Analisa Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak worte, kanji dan gliserin.

Penentuan Kadar Lemak Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran tabel 5 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:

% 100

× =

sampel berat

lemak berat

Kadarlemak

Sebagai contoh penentuan kadar lemak edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin sebagai berikut :

Berat Sampel : 5,00 g

Berat Beaker glass kosong : 130,16 g Berat Beaker glass + lemak : 135,16 g

Berat lemak : 0,20 g

Kadar Lemak = 100%

00 , 5

20 , 0

× = 4,00 %

Kadar Lemak untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 5 pada lampiran.


(50)

4.1.6. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin.

Penentuan Kadar karbohidrat Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin pada lampiran tabel 6 perlakuan I dapat dihitung sebagai berikut:

% Karbohidrat = 100% - (% Protein + % Lemak + % Air + % Abu)

Sebagai contoh penentuan kadar karbohidrat edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin:

% Karbohidrat = 100% - (0,43% + 4,00% + 19,84% + 3,55%) = 100% - 27,88

= 72,17 %

Kadar Karbohidrat untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada tabel 6 pada lampiran.

4.1.7. Hasil Analisa β-karoten Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin

Penentuan β-karoten Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:

Kadar β-karoten =

(g) sampel berat

Pelarut Volume

x 383 x nm 446 pada Abs

Sebagai contoh penentuan kadar β-karoten edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin:

Tabel. 4.2. Hasil Penentuan Absorbansi β-karoten pada edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin

No. Perlakuan Absorbansi

1. I 0,00057

2. II 0,00061


(51)

Kadar β-karoten edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin dapat dihitung sebagai berikut:

Volume pelarut = 0,25 ml Berat sampel = 0,1 g Kadar β-karoten =

0,1 0,25 x 383 x 0,00057

= 0,545 ppm

Untuk hasil β-karoten selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.3. Hasil penentuan β-karoten

No Perlakuan Kadar β-karoten (ppm)

1 I 0,545

2 II 0,584

3 III 0,555

∑ 0,561

4.1.8. Uji Organoleptik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin

Berdasarkan uji organoleptik edible film dari campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin kepada panelis dapat dilihat hasilnya dalam grafik sebagai berikut :

Gambar 4.1. Grafik uji organoleptik edible film campuran ekstrak wortel, pati dan gliserin

0 1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

S k a la H e d o n ik Panelis

Grafik Uji Organoleptik Edible film campuran ekstrak wortel, kanji dan gliserin

Tekstur Warna Rasa Aroma


(52)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Analisa Kuat Tarik

Menurut Jamaludin (2009), kuat tarik dan persen elongasi merupakan sifat mekanik yang berhubungan dengan sifat kimia film. Kuat tarik merupakan gaya maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Parameter ini merupakan salah satu sifat mekanis yang penting dari edible film. Kuat tarik yang terlalu kecil mengindikasikan bahwa film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan kemasan, karena karakter fisiknya kurang kuat dan mudah patah. Pengukuran kuat tarik edible film dilakukan dengan menggunakan Tensile Strenght & elongation Tester strograph- MI toyoseiki.

Berdasarkan hasil pengukuran kuat tarik, edible film yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar 0,014 kgf/mm2. Bila dibandingkan dengan penelitian Arinda Karina (2009) edible film yg dihasilkan dari cincau hijau yang memiliki nilai kuat tarik 0,07 kgf/mm2 nilai kuat tarik ekstrak wortel lebih kecil. Hal ini disebabkan karena perbedaan komposisi dan konsentrasi yang akan mempengaruhi kuat regang putus yang dihasilkan.

Dari hasil terlihat bahwa peningkatan konsentrasi gliserin menyebabkan penurunan kuat tarik (tensil strength) edible film yang dihasilkan. Gliserol yang digunakan dalam penelitian edible film cincau hijau lebih besar jumlahnya bila dibandingkan pada edible film ekstrak wortel. Semakin tinggi konsentrasi gliserol yang ditambahkan maka reduksi interaksi intermolekuler rantai protein juga akan semakin meningkat, sehingga tensile strenght akan semakin menurun.

Persen kemuluran

Persen pemanjangan adalah perubahan panjang maksimum yng dapat dialami bahan pada saat mengalami peregangan atau ditarik sampai sebelum bahan itu robek (Krochta dan Johnston, 1997) dalam Karina,A (2009). Perubahan panjang dapat terlihat apabila film sobek.

Berdasarkan hasil uji terhadap edible film dari ekstrak wortel, dihasilkan rata-rata persen pemanjangan adalah 33,74 % . Bila dibandingkan dengan edible film pektiin cincau hijau dan tapioka pada penelitian yang dilakukan oleh Karina,A (2009), yang memiliki nilai elongasi berkisar antara 13,7%-19,5%. Edible film ekstrak wortel memiliki nilai elongasi yang jauh lebih besar.

Anugrahati (2001) dalam Karina.A (20090 , menyebutkan bahwa film yang terbentuk dari tapioka saja menghasilkan matriks yang lebih elastis. Selain itu, penggunaan gliserol sebagai plasticiser dalam penelitian edible film ekstrak wortel lebih


(53)

besar dari pada edible film dari pektin cincau hijau dan tapioka. Reduksi interaksi intermolekuler rantai protein terjadi disebabkan oleh penambahan gliserol, molekul plasticizer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekul dan meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya menyebabkan peningkatan elongasi dan penurunan Tensile strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol (Rodrigues et al.2006).

Krochta dan Johnston dalam Karin,A (2009) melaporkan karakteristik edible standar mempunyai persen pemanjangan 10-50%. Hasil penelitian menunjukan bahwa, edible film ekstark wortel mempunyai tingkat elongasi yang cukup baik.

4.2.2. Analisa Kadar Air

Kadar air edible film yang dihasilkan adalah 19,84 %, karakteristik edible film yang dihasilkan sudah cukup bagus bila dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan seperti penelitian oleh Helmi Haris terdahulu yang memiliki kadar air 45,60%.

Menurut Winarno (1980) kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu dari bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan tersebut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.

4.2.3. Analisa Kadar Abu

Kadar abu edible film yang dihasilkan adalah 3,55% . Kandungan Abu dan komposisinya tergantung pada bahan dan cara pengabuannya. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.

4.2.4. Analisa Kadar Protein

Kadar Protein edible film yang dihasilkan 0,68% . Penggunaan ekstrak wortel sebagai larutan pengencer bahan dasar edible film dapat meningkatkan kandungan protein edible film yang diolah. Bila dibandingkan dengan penelitian Suryaningrum (2005) terdahulu, kandungan tersebut relatif kecil dengan kadar protein edible film yang diolah dari karaginan dan kaldu ebi yaitu 3,93–4,54%. Perlakuan volume kaldu ebi dan


(54)

tanpa penggunaan tapioka menghasilkan kadar protein yang paling tinggi (4,54%) dan berbeda nyata dengan yang lainnya seperti pada wortel yang dalam 100g (1-2g).

4.2.5. Analisa Kadar Lemak

Kadar Lemak edible film yang dihasilkan 3,69%. Penggunaan gliserin sebagai platisizer bahan edible film dapat meningkatkan kandungan lemak edible film yang diolah. Bila dibangdingkan dengan penelitian Nugroho, A (2000) terdahulu, kandungan tersebut lebih besar dengan kadar lemak edible film yang diolah dari campuran tepung glukomannan dan carboximetyl celulosa adalah 2,92 – 10,46%.

4.2.6. Analisa Kadar Karbohidrat

Kadar Karbohidrat edible film yang dihasilkan 66,63%. Penggunaan kanji sebagai bahan pengisi edible film dapat meningkatkan kandungan karbohidrat edible film yang diolah. Bila dibandingkan dengan penelitian Karina,A (2009) terdahulu, kandungan tersebut labih besar dengan kadar karbohidrat edible film yang diolah dari pektin cincau hijau 55,00%. Semakin banyak kanji yang dipakai dapat mempengaruhi kadar Karbohidrat pada edible film.

4.2.7. Analisa Kadar β-karoten

Kadar β-karoten edible film yang dihasilkan 0,516 ppm. Kandungan kadar β -karoten ini berasal dari ekstak wortel yang dipakai sebagai bahan dasar pembuatan edible film. Dimana dalam 100 gram wortel terdapat sekitar 8285mg atau sekitar 77%. Edible film yang dihasilkan baik dikonsumsi karena mengandung β-karoten sebagai penangkal radikal bebas.

4.2.8. Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy)

Analisis SEM berfungsi untuk menunjukkan bentuk ( morfologi ) dan perubahan struktur dari suatu permukaan bahan, misalnya patahan, lekukan, dan perubahan struktur lain dari suatu bahan yang mengakibatkan perubahan energi dari suatu bahan. Adanya perubahan struktur tersebut dapat diketahui oleh elektron – elektron yang dipantulkan, serta diserap, dan diubah bentuknya menjadi gelombang elektron yang dapat ditangkap dan dibaca hasilnya. Pada pembesaran 500x, dapat diketahui adanya perbedaan dari struktur permukaan film.


(55)

Pada hasil SEM edible film campuran ekstrak wortel, panji dan gliserin memiliki permukaan yang halus, berpori – pori rapat, serta manunjukkan adanya granula – granula pati dengan struktur kecil yang saling berdempetan.

4.2.9. Uji Organoleptik

Uji organoleptik terhadap tekstur, warna, rasa, dan aroma edible film dilakukan pada panelis. Uji organoleptik terhadap tekstur, campuran edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin lebih disukai panelis karena teksturnya lebih halus. Untuk uji organoleptik terhadap warna, campuran edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin lebih disukai panelis karena warnanya yang lebih cerah. Untuk uji organoleptik terhadap rasa, campuran edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin lebih disukai karena rasanya yang sedikit manis. Untuk uji organoleptik terhadap aroma, campuran edible film dari ekstrak wortel, pati dan gliserin lebih disukai panelis karena aromanya yang lebih dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa edible film dari ekstrak wortel, kanji, dan gliserin ini dapat diterima.


(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Edible film yang dihasilkan memberikan warna yang menarik yaitu orange, dimana warna tersebut berasal dari β-karoten yang terdapat pada wortel. Selain itu edible film yang dihasilkan juga memiliki permukaan yang halus dan lentur atau tidak mudah patah.

2. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh karakteristik edible film yang dengan rata – rata uji kuat tarik 0,015 KgF/mm2, kemuluruan (elongasi) 33,74%, ketebalan 0,21mm dan memiliki permukaan yang berpori – pori kecil, rapat dan halus pada uji SEM. Selain itu kandungan nutrisinya dihasilkan dengan rata – rata kadar air 19,69%, kadar abu 3,59%, kadar protein 0,68%, kadar lemak 3,69%, kadar β-karoten 5,61%, kadar karbohidrat 66,63%. Edible film yang dihasilkan menarik dan diminati karena telah dilakukan uji organoleptik terhadap rasa, warna, tekstur, dan bau dengan rata – rata 3 (suka).

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan analisa laju transmisi terhadap uap air untuk parameter analisa edible film berikutnya untuk menegtahui umur simpan edible film.

2. Metode pembuatan edible film perlu dimodifikasi dengan menggunakan ekstrak buah yang lain misalnya sirsak.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Ab Cristoph.R; Schmidt.B; Steinberner.U; Dilla.W.2006.Gliserol Ullmann’s Encyclopedia of Kimia industry.Inc.USA

Biro Pusat Statistik.2009. Statistik Indonesia; Harvested area, Yield Rate and Production

of Cassava by Province. Available at :

Blogger,O.2010. Sejarah Permen Jahe (diakses pada 26 November 2010)

Cui,S. W. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physycal Properties, and Aplication. CRC Press, Boca Raton, London, New York, Singapore

Chan,H.T.,JR.1983. Handbook Of Tropical Foods. Marcel Dekker Inc., New York and Bassel.

Danhowe,G. dan O.Fennerma.1994. Edible Film Coacting : Characteristic, Formation, definition and tesing mathods. Publ. Co. Inc. Landcaster.USA

Girindra.S.N.,2009.Sebuah Faktor Gliserin. Biodisel Magazine. Chemical Co Publishing.Inc. Brooklyn, New York

Hui,Y. H. 2006, Handbook of Food Science, Techonology, and Engineering. Volume I CRC Press, USA

Jamaluddin.2009. Aplikasi Edible film Karagenan Sebagai Kemasan Bumbu Mie Instan. Institut Pertanian Bogor. Bagor

Karnawidjaj.M.W.2009. Pemenfaatan Pati Singkong Sebagai Bahan Baku Edible Film. Universitas Padjajaran. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Bandung

Karina.A.R.2009. Ektraksi dan Karakteristik Pektin Cincau Hijau (Premna oblongifolia.Merr) untuk pembuatan Edible. Fakultas pertanian. Univ Sebelas Maret. Surakarta

Krochta,J.M. 1992. Control of mass transfer in food with edible coacting and film. Didalam : Signh. R.P. dan M.A. Wira

Leffing. G. dan Mitton L.B.S. 1993. Aplikasu Its Industry and Komersial Chemical. Co Publishing. Inc.Brooklyn. New York

Lehninger, A.L. 1982. Dasar – dasar Biokimia. Penerjemah: M.Thenawijaya. Erlanggga. Jakarta

Lidya,L.2007.Stabilitas Provitamin A Dalam pembuatan Tepung Wortel (Daucus cartota L.). Univ Lambung Mangkurat. Banjar baru.


(58)

Philips, G.P. dan Wiliam.A. 2000. Starch Dalam: Handbook of Hydrocolloids. CRC Press> Cambridge. London

Salamah,T.2005. Pengaruh Suhu dan Waktu Terhada Kandungan Antioksidan Alami pada Proses Deodorisasi Sawit Merah. Universitas SumatraUtara. Medan

Santoso.B., Saputra.D., dan Pambayun.R.2004. Kajian Teknologi Edible Coacting dari Pati dan Aplikasinya Untuk Pengemasan Primer Lemuk Durian. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XV.

Tanpa nama. 2007. Mengenal Edible Film, (online), Tanpa nama.2009. Aneka Manfaat Wortel

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan keenam. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


(59)

(60)

Tabel 1. Hasil Analisa Kuat Tarik dan kemuluran

No Perlakuan Load (KgF)

Stroke (mm/menit)

Ao (mm2)

Lo (mm)

Kuat Tarik (KgF/mm2)

Kemuluran (%)

1. I 0,09 37,06 6,3 110 0,014 33,69

2. II 0,12 37,11 6,9 110 0,017 33,73

3. III 0,10 37,21 6,3 110 0,015 33,82

Rata – rata 0,015 33,74

Tabel 2. Hasil Analisa kadar Air

No Perlakuan

Berat Sampel (g) Berat Cawan (g) Berat Cawan + Sampel Basah (g) Berat Cawan + Sampel Kering (g) Berat Uap yang Hilang (g) Kadar air (%)

1. I 2,06 55,32 57,38 56,98 0,40 19,84

2. II 2,09 54,68 56,78 56,14 0,23 11,29

r3. III 2,07 55,35 57,43 56,85 0,58 27,96

Rata – rata 19,69

Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Abu

No Perlakuan Berat Sampel (g) Berat Crusible (g)

Berat Crusible +

Abu (g) Kadar abu (%)

M0 M1 M2

1. I 1,65 35,54 35,60 3,55

2. II 1,65 35,54 35,60 3,81

3. III 1,65 31,54 35,59 3,42


(61)

Tabel 4. Hasil Analisa Protein

No Perlakuan

Berat Sampel (mg) Volume titran/ts (ml) Volume titrasi

blanko/ts (ml) NHCl (N)

Kadar Protein (%)

1. I 100 0,80 0,3 0,01 0,43

2. II 100 1,10 0,3 0,01 0,70

3. III 100 1,35 0,3 0,01 0,91

Rata – rata 0,68

Tabel 5. Hasil Analisa Lemak

No Perlakuan

Berat Sampel (g) Berat beaker glass kosong (g) Berat beaker glass + lemak

(g)

Berat lemak (g)

KadarLemak (%)

1. I 5,00 130,16 135,16 0,20 4,00

2. II 5,00 163,12 168,12 0,19 3,93

3. III 5,00 150,37 155,37 0,19 3,96

Rata – rata 3,96

Tabel 6. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat

No Perlakuan % Protein % Lemak % Air % Abu

Kadar Karbohidrat

(%)

1. I 0,43 4,00 19,84 3,55 72,17

2. II 0,70 3,93 11,29 3,81 63,99

3. III 0,91 3,96 27,96 3,42 63,74


(62)

Tabel.7. Hasil Uji Organoleptik

Keterangan : 1 = tidak suka 2 = kurang suka 3 = suka

4 = sangat suka 5 = amat sangat suka

Panelis Tekstur Warna Rasa Aroma

1 3 4 3 3

2 4 3 3 3

3 2 3 3 3

4 3 3 3 3

5 3 2 2 3

6 2 3 4 2

7 3 4 3 3

8 3 2 3 3

9 2 3 3 2

10 4 3 4 3

11 3 3 3 4

12 2 2 2 3

13 4 3 3 3

14 3 3 3 3

15 4 4 3 3


(63)

(64)

Gambar 4. Uji SEM edible film perbesaran 500 kali (tampak atas)


(65)

(a)

(b) (c)

Gambar 6. (a) Permukaan film dari 3% pati singkong tanpa modifikasi dengan pembesaran SEM 372x, (b) Permukaan film dari 3% CMA dengan pembesaran SEM 463x, (c) Permukaan


(1)

Tabel 1. Hasil Analisa Kuat Tarik dan kemuluran No Perlakuan Load

(KgF)

Stroke (mm/menit)

Ao (mm2)

Lo (mm)

Kuat Tarik (KgF/mm2)

Kemuluran (%)

1. I 0,09 37,06 6,3 110 0,014 33,69

2. II 0,12 37,11 6,9 110 0,017 33,73

3. III 0,10 37,21 6,3 110 0,015 33,82

Rata – rata 0,015 33,74

Tabel 2. Hasil Analisa kadar Air

No Perlakuan

Berat Sampel (g) Berat Cawan (g) Berat Cawan + Sampel Basah (g) Berat Cawan + Sampel Kering (g) Berat Uap yang Hilang (g) Kadar air (%)

1. I 2,06 55,32 57,38 56,98 0,40 19,84

2. II 2,09 54,68 56,78 56,14 0,23 11,29

r3. III 2,07 55,35 57,43 56,85 0,58 27,96

Rata – rata 19,69

Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Abu

No Perlakuan Berat Sampel (g) Berat Crusible (g)

Berat Crusible +

Abu (g) Kadar abu (%)

M0 M1 M2

1. I 1,65 35,54 35,60 3,55

2. II 1,65 35,54 35,60 3,81

3. III 1,65 31,54 35,59 3,42


(2)

Tabel 4. Hasil Analisa Protein

No Perlakuan

Berat Sampel (mg) Volume titran/ts (ml) Volume titrasi

blanko/ts (ml) NHCl (N)

Kadar Protein (%)

1. I 100 0,80 0,3 0,01 0,43

2. II 100 1,10 0,3 0,01 0,70

3. III 100 1,35 0,3 0,01 0,91

Rata – rata 0,68

Tabel 5. Hasil Analisa Lemak

No Perlakuan

Berat Sampel (g) Berat beaker glass kosong (g) Berat beaker glass + lemak

(g)

Berat lemak (g)

KadarLemak (%)

1. I 5,00 130,16 135,16 0,20 4,00

2. II 5,00 163,12 168,12 0,19 3,93

3. III 5,00 150,37 155,37 0,19 3,96

Rata – rata 3,96

Tabel 6. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat

No Perlakuan % Protein % Lemak % Air % Abu

Kadar Karbohidrat

(%)

1. I 0,43 4,00 19,84 3,55 72,17

2. II 0,70 3,93 11,29 3,81 63,99

3. III 0,91 3,96 27,96 3,42 63,74


(3)

Tabel.7. Hasil Uji Organoleptik

Keterangan : 1 = tidak suka 2 = kurang suka 3 = suka

4 = sangat suka 5 = amat sangat suka

Panelis Tekstur Warna Rasa Aroma

1 3 4 3 3

2 4 3 3 3

3 2 3 3 3

4 3 3 3 3

5 3 2 2 3

6 2 3 4 2

7 3 4 3 3

8 3 2 3 3

9 2 3 3 2

10 4 3 4 3

11 3 3 3 4

12 2 2 2 3

13 4 3 3 3

14 3 3 3 3

15 4 4 3 3


(4)

(5)

Gambar 4. Uji SEM edible film perbesaran 500 kali (tampak atas)


(6)

(a)

(b) (c)

Gambar 6. (a) Permukaan film dari 3% pati singkong tanpa modifikasi dengan pembesaran SEM 372x, (b) Permukaan film dari 3% CMA dengan pembesaran SEM 463x, (c) Permukaan