Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Galur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah.
PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI GALUR-GALUR PADI
(
ORYZA SATIVA
L.) SAWAH
OLEH
YUDHI FAUZA A24070167
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
(2)
YUDHI FAUZA. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Galur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah. Dibimbing oleh EKO SULISTYONO.
Luas sawah yang mengalami kekeringan tersebar luas, penurunan produksi akibat kekeringan dapat mengganggu ketahanan pangan nasional. Stres
kekeringan menyebabkan penurunan evapotranspirasi. Evapotranspirasi
berkorelasi positif dengan produksi, sehingga semakin kecil evapotranspirasi maka produksi tanaman semakin rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi
padi sawah serta mendapatkan galur-galur padi tahan kekeringan sampai –30 kPa
dan produktifitas lebih besar dari 8 ton/ha gabah kering giling pada kondisi lahan petani. Hasilnya bisa berdampak pada ketahanan pangan khususnya produksi padi meningkat nasional.
Percobaan dilakukan di lahan padi sawah petani daerah Ponorogo, Jawa Timur. Penelitian merupakan percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah cekaman kekeringan terdiri dari : kontrol (irigasi seperti biasanya petani lakukan)
dan cekaman kekeringan (irigasi dilakukan jika potensial air tanah mencapai – 30
kPa). Faktor kedua adalah galur padi tahan kekeringan yang terpilih dari
percobaan tahun pertama yaitu 71 (B12493C –MR-11-4-4), 93
(B11598C-TB-2-1-7-MR-4), 88 (TB155J-TB-MR-3), 63 (TB155J-TB-MR-3-2), 19
(B12476G-MR-20), 33 (B12498C–MR-1-1-6), 3 (B12825E-TB-1-24), 87
(B11598C-TB-4-1-1) dan empat varietas pembanding yaitu Inpago 5, Situpatenggang, Ramces dan Inpari 10. Analisis yang digunakan untuk evaluasi hasil ini adalah analisis keanekaragaman pada tingkat 5%, jika ada perbedaan yang nyata antara perlakuan akan diuji lebih lanjut Tukey pada tingkat 5%.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah varietas padi dengan ketahanan - 30 kPa yang memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2, bila dilihat dari tabel BGKG dengan uji lanjut Tukey dengan taraf 5%. Galur toleran kekeringan
(3)
sampai – 30 kPa yang produktifitasnya lebih besar dari 8 ton/ha adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3-2, TB155J-TB-MR-3,
B12825E-TB-1-24, dan B12498C–MR-1-1-6, bila dilihat dari table BGKG dengan uji lanjut
(4)
(
ORYZA SATIVA
L.) SAWAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
YUDHI FAUZA
A24070167
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
(5)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
:
PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
GALUR-GALUR PADI (
ORYZA SATIVA
L.)
SAWAH
Nama
: YUDHI FAUZA
NRP
: A24070167
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir.Eko Sulistyono MSi NIP. 19620225 198703 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr NIP. 19611101.198703.1.003
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 30 Desember 1989. Penulis merupakan anak kedua dari keluarga Bapak Emir Syafrin dan Ibu Yurni. Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 010 Pangkalan Sesai, Dumai Riau pada tahun 1995 lalu pindah ke SD Negeri 005 Karang Anyer, Dumai Riau dan terakhir pindah ke SD Negeri 003 Sail, Pekanbaru Riau. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan studi di SMP Negeri 13, Pekanbaru Riau dan pada tahun 2004 penulis masuk SMA Negeri 8, Pekanbaru Riau. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.
Selama proses perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitian dan organisasi. Organisasi yang pernah penulis ikuti adalah Organisasi Mahasiswa Daerah Riau. Penulis juga aktif dalam karya ilmiah melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2008 sampai 2011.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …...ii
DAFTAR LAMPIRAN ... iii
KATA PENGANTAR ...iv
PENDAHULUAN ...1
Latar belakang ...1
Tujuan ...2
Hipotesis ...2
TINJAUAN PUSTAKA ...3
Padi ...3
Kebutuhan Air ...4
Cekaman Kekeringan ...5
BAHAN DAN METODE ...7
Tempat dan waktu ...7
Bahan dan alat ...7
Metode Pelaksanaan ...7
Pelaksanaan Penelitian ...8
Pengamatan ...10
HASIL DAN PEMBAHASAN ...11
Analisis Ragam...11
Pertumbuhan Galur pada Umur 4 MST ...13
Pertumbuhan Galur pada Umur 8 MST ...14
Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah ...16
Visual Keragaan Tanaman ...17
Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai ...19
Persentase gabah Hampa dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi. ...19
Cekaman Kekeringan terhadap Produktifitas Galur-galur Padi ...21
KESIMPULAN DAN SARAN ...23
Kesimpulan ...23
Saran ...23
DAFTAR PUSTAKA ...24
(8)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi Analisis Ragam...12
2. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur
pada Umur 4 MST ………. 14
3. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur
pada Umur 8 MST ………. 15
4. Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah...16
5. Pengamatan Visual Keragaan Tanaman ………...18
6. Pengaruh Galur terhadap Panjang Malai dan Jumlah Gabah per
Malai ……….. 19
7. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Persentase gabah Hampa
dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi ……… 20
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Layout Penelitian ... 30
2. Deskripsi Varietas Pembanding ... 32
3. Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 38
(10)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul ―Pengaruh Cekaman Kekeringan
Terhadappertumbuhan dan Produksi Alur-Galur Padi (Oryza sativa L.) Sawah‖ ini
disusun sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sugiyanta MS dan Dr. Ir. Iskandar Lubis selaku dosen penguji yang
telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Suwarto M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menempuh perkuliahan.
4. Bapak, Ibu dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta dan
kasih sayang tak henti-hentinya selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan studi.
5. Segenap jajaran para dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB yang telah memberikan ilmu dan pelayanan terbaik selama kuliah.
6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta memajukan pertanian Indonesia.
Bogor, Desember 2012 Penulis
(11)
PENDAHULUAN
Latar belakang
Wilayah sawah rawan kekeringan di Pulau Jawa sekitar 278,3 ribu ha (7,7%), dengan urutan wilayah terluas di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, dan Yogyakarta. Wilayah sawah rawan kekeringan di Sumatra Utara 56,2%, Sumatra Selatan 56,1% dan Lampung 69,3%. Di Bali, wilayah sawah rawan kekeringan sekitar 14,7 ribu ha (17,6%) dan NTB 144,1 ribu ha (64%). Apabila luas sawah yang mengalami kekeringan cukup luas, maka penurunan produksi akibat kekeringan dapat mengganggu ketahanan pangan nasional.
Cekaman kekeringan terjadi jika (1) curah hujan lebih kecil dari pada evapotranspirasi, (2) serapan air oleh akar tidak bisa mengimbangi besarnya evapotranspirasi, atau (3) suplai air irigasi kurang. Padi sawah yang ditanam pada akhir musim hujan sering mengalami cekaman kekeringan pada umur sekitar dua bulan setelah tanam dan menyebabkan puso serta gagal panen. Kondisi lingkungan seperti suhu tinggi dan kecepatan angin yang tinggi menyebabkan evapotranspirasi yang terlalu tinggi sehingga tidak bisa diimbangi oleh serapan air, walaupun ketersediaan air cukup. Cekaman kekeringan menyebabkan penurunan evapotranspirasi. Evapotranspirasi berkorelasi positif dengan produksi, sehingga semakin kecil evapotranspirasi maka produksi tanaman semakin rendah (Sulistyono et al., 2007).
Secara umum mekanisme ketahanan terhadap cekaman kekeringan sudah
banyak diketahui yaitu (1) drought escape, tanaman mampu menyelesaikan siklus
hidup sebelum terjadi cekaman, (2) drought avoidance terdiri dari: (a). toleran
kekeringan pada potensial air jaringan tinggi misalnya perakaran dalam, stomata sedikit, adanya bulu daun, kutikula tebal dan (b). toleran kekeringan pada potensial air jaringan rendah yaitu dengan cara mempertahankan turgor melalui akumulasi senyawa terlarut dalam sitoplasma (prolin barley 7-10 x kontrol, prolin kedelai 5-7 x kontrol), meningkatkan elastisitas jaringan, dan protoplasma
resistance yaitu protoplasma tahan sampai potensial air –100s/d –200 Mpa.
Karakter morfologi yang berkaitan dengan adaptasi terhadap stres antara lain ukuran tajuk seperti jumlah anakan sedikit, menunda pembungaan,
(12)
pengurangan anakan produktif (van Oosterom et al., 2003), total bahan kering
rendah (Pantuwan et al., 2002), daun lebih pendek (Nguyen et al., 2009). Karakter
fisiologi yang berkaitan dengan ketahanan terhadap cekaman kekeringan antara lain penurunan transpirasi dengan cara pengurangan jumlah stomata dan
peningkatan fotosintesis dengan cara peningkatan kandungan klorofil (Jackson et
al., 1996; Oukarroum et al., 2007), partisi bahan kering, vigor awal (Loss dan
Siddique, 1994).
Tujuan
Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah serta mendapatkan galur-galur
padi tahan kekeringan sampai –30 kPa dan produktifitas lebih besar dari 8 ton/ha
gabah kering giling pada kondisi lahan petani.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Cekaman kekeringan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
padi sawah.
2. Ada galur yang produktifitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
pembanding pada kondisi irigasi optimum ataupun pada kondisi cekaman kekeringan.
(13)
TINJAUAN PUSTAKA
Padi
Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies,
tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan
Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza
fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi
lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari
Afrika barat (Grist,1965). Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan
antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya
tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistem ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan hasil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis adalah Indica, sedangkan Japonica banyak diusahakan didaerah sub tropika (Ngaro,2007).
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Terna semusim, berakar serabut; batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, buah tipe bulir yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga
lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma atau disebut
juga sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang. Menurut data BPS RI, pada tahun 2012 produksi padi adalah 68.594.067 ton, luas panen padi pada tahun 2012 13.440.940 Ha dan produktivitas padi tahun 2012 adalah 51,03 kuintal/ha.
Padi adalah sumber karbohidrat yang sangat penting bagi penduduk Indonesia, karena hampir semua penduduknya memakan beras atau hasil olahan dari padi. Tanaman padi yang biasanya menghasilkan jumlah beras yang paling banyak adalah padi sawah. Padi sawah banyak ditanam oleh petani karena kebanyakan lahan pertanian di Indonesia adalah lahan sawah yang sudah
(14)
diwariskan dari leluhur-leluhur penduduk Indonesia. Padi sawah memiliki beraneka ragam kebutuhan, diantaranya kebutuhan air yang cukup untuk tanaman bisa tumbuh dan berproduksi optimal. Kebutuhan air berhubungan erat dengan faktor kekeringan atau cekaman kekeringan. Hal ini membuat penelitian terhadap cekaman kekeringan pada padi hibrida menjadi penting untuk dilaksanakan, karena tanaman padi akan terganggu fase kehidupannya apabila kekurangan air atau mengalami cekaman kekeringan. Pada saat fase generatif, air pada tanaman sebaiknya dikurangi untuk merangsang pembungaan dan apabila bunga sedikit maka produksi akan ikut sedikit.
Kebutuhan Air
Kebutuhan air pada budidaya tanaman padi secara umum dipengaruhi oleh topografi, jenis tanah, periode pertumbuhan, dan praktik budidaya. Menurut Yoshida (1981) tanaman padi membutuhkan air sebanyak 180-300 mm/bulan agar dapat berproduksi dengan baik. Bouman (2009) menambahkan bahwa untuk menghasilkan 1 kg gabah, tanaman padi membutuhkan 2.500 liter air yang berasal dari hujan atau irigasi.
Air adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman, sehingga apabila tidak ada air maka tanaman tidak akan berasimilasi untuk menghasilkan karbohidrat, lemak, dan protein. Penggenangan pada tanaman padi sawah dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap kesuburan tanah. Sebagian hara lebih tersedia, antara lain nitrogen, fosfor, kalium, besi, kalsium, mangan, dan silikat. Namun ada juga yang tidak tersedia karena keadaaan reduksi pada tanah, yaitu unsur sulfur, seng, dan tembaga (Ponnamperuma,1976). Menurut Abas dan Abdurrachman (1985) pengairan macak-macak pada tanaman padi sawah merupakan cara penghematan air yang baik dan menghasilkan sama banyak dengan keadaan penggenangan.
Ada tiga faktor yang digunakan untuk menentukan kebutuhan air untuk mengetahui kedalaman irigasi, dan metode yang paling banyak digunakan adalah evapotranspirasi (ET), perkolasi, dan aliran permukaan. Perkolasi adalah proses air yang diserap ke dalam tanah atau merembes melalui ke tingkat air bawah tanah atau permukaan air terbuka yang berdekatan. Perkolasi juga dikatakan sebagai air
(15)
5
yang masuk ke dalam tanah tanpa memiliki arah serta tidak digunakan untuk transpirasi. Di dalam menentukan suatu proyek irigasi, pertama kali harus diketahui berapa jumlah air irigasi yang diperlukan atau dibutuhkan. Kebutuhan air ini mecakup kebutuhan air lapang, kebutuhan irigasi, jumlah air yang dibutuhkan di kepala sistem irigasi atau persyaratan pengalihan. Kebutuhan air dapat ditentukan dari data iklim, menggunakan rumus empiris, atau dari penyelidikan keadaan di lahan yang akan ditanami. Ada kesulitan untuk menentukan jumlah air yang dibutuhkan dari awal penanaman sampai pemanenan, karena sangat ditentukan dari karakteristik tanah, lamanya tanaman tumbuh, dan metode irigasi. Ketika merencanakan proyek irigasi perlu dicatat bahwa kebutuhan air untuk pertumbuhan padi tidak selalu sama dengan budidaya padi.
Evapotranspirasi = evaporasi + transpirasi
Kebutuhan air lapang = evapotranspirasi + perkolasi
Kebutuhan irigasi = kebutuhan air lapang + limbah pertanian – curah
hujan efektif
Pembagian kebutuhan = kebutuhan irigasi + distribusi yang hilang (Shoichiro,1976).
Cekaman Kekeringan
Stres atau cekaman air dapat berarti kelebihan atau kekurangan air. Kelebihan air berupa cekaman banjir, sedangkan kekurangan air berupa cekaman kekeringan. Padi merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan. Tanda awal penurunan air tanah adalah penggulungan daun yang pada akhirnya mengurangi radiasi surya pada daun. Penggulungan daun merupakan ekspresi sederhana kehilangan turgor pada daun (Fischer and Fukai, 2003). Kekeringan mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan molekular tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan alokasi bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari menutupnya stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan
pada kloroplas (Farooq et al., 2009).
Cekaman kekeringan pada tiap tahap pertumbuhan dapat menurunkan hasil. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain
(16)
penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida, 1981). Menurut Lafitte (2003) tanaman padi sensitif terhadap cekaman kekeringan terutama pada masa pembungaan. Galur padi yang berbunga dalam waktu tidak lama setelah pengairan dilakukan, maka akan lebih sedikit terpengaruh cekaman kekeringan daripada galur padi yang berbunga lebih lambat. Fischer dan Fukai
(2003) menyatakan bahwa pembungaan sering tertunda selama 2 – 3 minggu pada
kondisi cekaman kekeringan. Dalam beberapa kasus, bahkan bunga tidak muncul. Pertumbuhan daun merupakan proses fisiologi pertama yang dipengaruhi oleh cekaman kekeringan. Penurunan ukuran daun menyebabkan penurunan hantaran stomata dan fotosintesis. Perubahan ukuran daun dan stomata merupakan mekanisme untuk menghindari kekeringan dengan cara mengurangi transpirasi. Berbagai karakter morfologi daun padi yaitu daun panjang, daun lebar dan daun sempit sudah diuji keterkaitannya dengan toleransi terhadap kekeringan. Cekaman kekeringan menurunkan jumlah daun, luas daun, luas daun spesifik, bobot kering tanaman, jumlah anakan, tinggi tanaman, transpirasi. Galur modifikasi IR-64 dengan daun lebar lebih baik dibandingkan dengan galur
berdaun sempit dan pendek pada kondisi cekaman kekeringan (Farooq, et al.,
2010).
Karakter fisiologi yang berkaitan dengan toleransi kekeringan antara lain
kerapatan stomata ( Serraj et al., 2009), bobot kering tajuk (Acuña et al., 2008).
Ober (2005) melaporkan bahwa tanaman toleran kekeringan memiliki hamparan stomata, indeks sukulens, berat jenis daun dan penyeimbang osmotik nyata berbeda dibanding tanaman yang peka. Kemampuan mempertahankan tajuk tetap
hijau juga merupakan strategi ketahanan terhadap kekeringan. Zhao et al., (2008)
mendapatkan bahwa sifat fotosintesis seperti kecepatan fotosintesis, hantaran
stomata, kecepatan transpirasi dan konsentrasi CO2 dalam ruang antar sel
(17)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu
Percobaan yang dilakukan adalah implementasi hasil seleksi galur padi tahan kekeringan pada lahan petani. Percobaan dilakukan di sawah petani rawan kekeringan desa Kauman, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur pada musim kemarau (Juli samapai Oktober) tahun 2011.
Bahan dan alat
Galur padi sawah tahan kekeringan (- 30 kPa) yang digunakan pada
penelitian ini adalah 71 (B12493C –MR-11-4-4), 93 (B11598C-TB-2-1-7-MR-4),
88 (TB155J-TB-MR-3), 63 (TB155J-TB-MR-3-2), 19 (B12476G-MR-20), 33
(B12498C–MR-1-1-6), 3 (B12825E-TB-1-24), 87 (B11598C-TB-4-1-1) dan
empat varietas pembanding yaitu Inpago 5, Situpatenggang, Ramces dan Inpari 10. Peralatan yang digunakan adalah cangkul, ajir, label, alat tulis, penggaris, tensiometer, oven dan timbangan.
Metode Penelitian
Penelitian merupakan percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan Petak Terpisah dengan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah cekaman kekeringan terdiri dari :kontrol (irigasi seperti biasanya petani lakukan)
dan cekaman kekeringan (irigasi dilakukan jika potensial air tanah mencapai – 30
kPa). Faktor kedua adalah galur padi tahan kekeringan yang terpilih dari
percobaan tahun pertama yaitu 71 (B12493C –MR-11-4-4), 93
(B11598C-TB-2-1-7-MR-4), 88 (TB155J-TB-MR-3), 63 (TB155J-TB-MR-3-2), 19
(B12476G-MR-20), 33 (B12498C–MR-1-1-6), 3 (B12825E-TB-1-24), 87
(B11598C-TB-4-1-1) dan empat varietas pembanding yaitu Inpago 5, Situpatenggang, Ramces dan Inpari 10.
(18)
Model aditif linear:
Yijk = µ + αi + βj + ρk + Ejk+ (αβ)ij + εijk
Yijk = respon pada pengaruh galur padi sawah ke-i dan cekaman kekeringan
ke- j dan kelompok ke-k
µ = rataan umum
αi = pengaruh galur padi sawah ke-i
βj = pengaruh cekaman kekeringan ke-j
ρk = pengaruh kelompok ke-k
(αβ)ij = interaksi galur padi sawah dan cekaman kekeringan
Ejk = galat petak utama
εij = galat percobaan dari pengaruh galur padi sawah ke-i, cekaman
kekeringan ke- j dan kelompok ke-k
Analisis yang digunakan untuk evaluasi daya hasil ini adalah analisis ragam pada taraf 5 %, bila terdapat beda nyata antar perlakuan akan diuji lanjut Tukey pada taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian Persemaian
Sebelum penanaman benih, benih yang digunakan harus tidak dorman. Hal yang dilakukan untuk memecahkan dormansi benih adalah merendam benih selama satu hari lalu dianginkan selama kurang lebih 24 jam agar benih sudah berkecambah terlebih dahulu. Benih dari tiap galur ditebar pada petak persemaian
dengan kepadatan tebar benih 100 benih/m2. Pemeliharaan padi pada saat
persemaian terhadap gulma dan keong mas dilakukan secara manual. Pemupukan pada persemaian dilakukan pada 11 hari setelah sebar (HSS) dengan dosis 25 gram/m2.
Persiapan dan Pengolahan Lahan
Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan alat tertentu hingga memperoleh susunan tanah (struktur tanah) yang dikehendaki oleh tanaman. Pengolahan tanah sawah terdiri dari beberapa tahap :
(19)
9
a)Pembersihan berisi proses pembersihan selokan-selokan dan jerami.
b)Pencangkulan di sekitar area pematang dan petak sawah yang sukar dibajak yang dilakukan oleh petani.
c)Pembajakan dengan menggunakan mesin bajak yang dilakukan oleh petani. d)Penggaruan dilakukan untuk meratakan dan menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah, selama digaru saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup.
Penanaman
Ukuran satuan percobaan adalah 10 m x 10 m. Penanaman bibit dilakukan pada saat umur 16 hari setelah tebar. Sebelum penanaman, lahan terlebih dahulu dibersihkan dari keong mas dan gulma dengan cara dipungut manual. Bibit ditanam 2 bibit perlubang tanam dengan jarak 25 cm x 25 cm.
Pemeliharaan
Dosis pupuk yang digunakan adalah 200 kg Urea/ha, 150 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha. Pelaksanaan pemupukan dilakukan dalam dua tahap pertama kali dilakukan adalah pemupukan dasar pada 3 hari setelah tanam dengan dosis 100 kg Urea/ha, seluruh dosis SP-36 dan KCl dan dilanjutkan dengan pemupukan kedua pada saat tanaman mencapai fase pertumbuhan primordial bunga atau 43 hari setelah tanam dengan dosis 100 kg Urea/ha.
Irigasi padi sawah dikondisikan sesuai dengan fase pertumbuhan padi dan perlakuan yang dilakukan terhadap galur-galur padi sawah yaitu untuk pelaksanaan irigasi optimum disiram dua hari sekali sampai ketinggian air 2,5 cm di atas muka tanah dan cekaman kekeringan disiram apabila nilai tensiometer
mencapai – 30 kPa. Pengendalian hama dan penyakit dikendalikan secara manual
dan kimia. Pengendalian manual dilakukan untuk mengendalikan keong mas, sedangkan hama dan penyakit yang lain dikendalikan secara kimiawi. Gulma dikendalikan secara manual.
Panen
Pemanenan dilakukan apabila tanaman padi sudah memenuhi syarat sebagai berikut : 95 % bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning (diamati visual), tangkai menunduk karena bulir padi yang bertambah berat, bulir padi bila ditekan terasa keras dan berisi. Pemanenan dilakukan secara manual dan hasil panen dipisahkan berdasarkan perlakuan.
(20)
Pengamatan
Peubah yang diamati adalah:
1. Tinggi tanaman diukur dari atas permukaan tanah tanaman padi
tumbuh sampai ke ujung tanaman terpanjang dengan penggaris diukur untuk tiap perlakuan.
2. Jumlah anakan dihitung dari jumlah seluruh anakan yang muncul pada
rumpun pada tiap perlakuan.
3. Umur keluar malai (umur berbunga) diamati secara visual (dihitung
dari saat tebar benih sampai 75% dari rumpun berbunga pada tiap perlakuan).
4. Umur panen sesuai dengan kriteria pemanenan sebagai berikut 95 %
bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning (diamati visual), tangkai menunduk karena bulir padi yang bertambah berat, bulir padi bila ditekan terasa keras dan berisi dilakukan untuk tiap perlakuan.
5. Panjang malai diukur dengan penggaris dari mulai pangkal tangkai
(leher) malai keluar sampai ke ujung malai, jumlah gabah per malai dihitung satu persatu hingga semua gabah terhitung pada semua malai yang terdapat pada tiap perlakuan, berat 100 gabah dihitung dengan cara bobot seratus biji gabah dengan kadar air 14% ditimbang pada timbangan tiap satu perlakuan, persentase gabah hampa dihitung dengan cara menghitung total gabah hampa dibagi total semua gabah yang ada dikali 100% untuk tiap perlakuan.
6. Produksi bobot gabah kering giling dalam satuan ton/ha dihitung
dengan cara gabah yang dipanen dalam ubinan ukuran 25 m2 dijemur
sampai kadar air 14% ditimbang sehingga didapat bobotnya dalam
satuan kg lalu dikonversi menjadi ton/ha dengan rumus 10000 m2
dibagi 25 m2 dikali hasil panen ubinan tiap satu perlakuan.
7. Pengamatan visual keragaan tanaman dilakukan dengan cara
mengamati warna batang dan kekompakan anakan pada galur tahan
(21)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Curah hujan selama musim tanam adalah satu hari hujan pada satu bulan setelah tanam, sedangkan pada dua bulan setelah tanam sampai panen tidak terjadi
hujan. Irigasi diberikan jika potensial air tanah mencapai – 30 kPa untuk
perlakuan cekaman kekeringan sampai ketinggian air 2,5 cm di atas permukaan tanah, dan dua hari sekali untuk perlakuan kontrol sampai ketinggian air 2,5 cm di atas permukaan tanah.
Analisis Ragam
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 1) menunjukkan adanya perbedaan pengaruh galur, stres dan interaksi antara cekaman kekeringan dan galur terhadap karakter yang diamati. Beberapa karakter menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap galur antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, jumlah gabah per malai, persentase jumlah gabah hampa, persentase bobot gabah hampa, bobot 100 gabah, BGKG 25 m2 dan BGKG ton per ha. Pengaruh stres sangat nyata bila dilihat pada karakter
pengamatan peubah tinggi tanaman, jumlah anakan, dan BGKG 25 m2 dan BGKG
ton per ha. Pada interaksi cekaman kekeringan dan galur ada yang tidak berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, yaitu umur berbunga, umur panen, panjang malai, dan jumlah gabah per malai. Hal ini dikarenakan peubah seperti umur berbunga, umur panen, panjang malai, dan jumlah gabah per malai hanya dipengaruhi oleh galur tanaman padi itu sendiri atau sifat genetik tanaman padi yang diamati.
Hasil analisis ragam di bawah juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai koefisien keragaman (KK) pada sejumlah karakter yang diamati. Nilai KK tertinggi ditunjukkan oleh peubah persentase bobot gabah hampa sementara nilai KK terendah dimiliki oleh peubah umur panen. Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap peubah yang diamati. Nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan dan
(22)
menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam suatu percobaan (Gomez dan Gomez, 1995).
Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Ragam
Peubah
Pr > F
KK √MSE
Galur Stres Galur *
Stres
Tinggi Tanaman 4 MST <.0001
**
0.0027 **
0.0070
** 1 0,67
Jumlah Anakan 4 MST <.0001
**
0.0021 **
0.0934
tn 4,87 0,72
Tinggi Tanaman 8 MST <.0001
**
<.0001 **
<.0001
** 1,02 1,14
Jumlah Anakan 8 MST <.0001
**
0.0066 **
<.0001
** 6,83 1,2
Umur Berbunga <.0001
** . tn 1.0000 tn 3,38022E -08 1,79715E -08
Umur Panen <.0001
**
. tn
.
tn 0 0
Panjang Malai 0.0744
tn
0.0865 tn
0.9867
tn 8,9 2,53
Jumlah Gabah per Malai 0.0015
**
0.0700 tn
0.4936
tn 19,88 43,8
Persentase Jumlah Gabah Hampa <.0001 ** 0.0993 tn <.0001
** 17 3,23
Persentase Bobot Gabah Hampa <.0001 ** 0.1358 tn 0.0010
** 31,3 1,7
Bobot 100 Gabah <.0001
**
0.3083 tn
0.0009
** 4,35 0,11
BGKG 25 m2 <.0001
**
0.0002 **
<.0001
** 1,76 0,36
BGKG per Ha <.0001
**
0.0002 **
<.0001
** 1,77 0,14
Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5%
** berpengaruh nyata pada taraf 1%
tn tidak berpengaruh nyata
Cekaman kekeringan bisa menyebabkan fase pertumbuhan tanaman padi terganggu, salah satunya yaitu fase pertumbuhan vegetatif yaitu pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi. Tinggi tanaman padi yang diukur dari permukaan tanah sampai ke ujung tanaman (biasanya ujung daun) akan menjadi lebih pendek. Pada kondisi cekaman kekeringan galur-galur yang pendek tidak mudah rebah, sehingga galur yang pendek lebih cocok untuk kondisi
(23)
13
kekeringan. Proses pendeknya tanaman juga salah satu tanggapan tanaman padi agar tetap bisa berproduksi dengan baik, karena dengan pendeknya tanaman padi jadi bisa mengurangi air yang mengalami penguapan dari permukaan daun dan tubuh tanaman padi. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida, 1981).
Jumlah anakan menjadi berkurang dari biasanya juga bertujuan agar tanaman bisa efektif dan efisien dalam menggunakan air yang tersedia agar bisa bertahan apabila cekaman kekeringan terjadi. Anakan yang banyak menyebabkan
luas permukaan daun yang bertambah, dimana akan menyebabkan
evapotranspirasi bertambah juga. Apabila hal itu terjadi maka tanaman padi akan sulit untuk bertahan hidup dan berproduksi menghasilkan bunga dan gabah. Karakter morfologi yang berkaitan dengan adaptasi terhadap stres antara lain ukuran tajuk seperti jumlah anakan sedikit, menunda pembungaan, pengurangan
anakan produktif (van Oosterom et al., 2003), total bahan kering rendah
(Pantuwan et al., 2002), daun lebih pendek (Nguyen et al., 2009).
Pertumbuhan Galur pada Umur 4 MST
Interaksi cekaman kekeringan dengan galur berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan pada umur empat dan delapan minggu
setelah tanam. Pada umur 4 MST, tinggi tanaman dari galur B12493C –
MR-11-4-4, B11598C-TB-2-1-7-MR-MR-11-4-4, dan TB155J-TB-MR-3 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding pada perlakuan kontrol, sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan ketiga galur tersebut dan TB155J-TB-MR-3-2 memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding. Galur TB155J-TB-MR-3 menghasilkan jumlah anakan nyata lebih banyak dari pada varietas pembanding kecuali dengan varietas Ramces baik pada perlakuan kontrol atau cekaman (Tabel 2).
(24)
Tabel 2. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur pada Umur 4 MST
Galur Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan
Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman
B12493C –MR-11-4-4 78.07 76.43 11.3 11.0
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 72.73 71.43 11.0 10.3
TB155J-TB-MR-3 75.20 72.33 20.3 18.0
TB155J-TB-MR-3-2 68.67 67.80 12.7 11.7
B12476G-MR-20 67.23 64.87 18.7 16.3
B12825E-TB-1-24 64.76 63.73 15.3 13.3
B12498C–MR-1-1-6 66.10 63.60 9.3 8.7
B11598C-TB-4-1-1 68.77 67.63 15.0 13.3
Inpago 5 67.73 65.10 16.3 13.7
Situpatenggang 56.40 54.30 11.3 9.0
Ramces 62.23 58.20 18.3 16.7
Inpari 10 61.43 59.43 17.0 15.3
Tukey (0.05) 2.07 2.23
Keterangan: Dua data pada peubah yang sama yang selisihnya < Tukey (0.05) tidak berbeda nyata.
Tanaman padi pada 4 MST banyak yang memiliki tinggi yang pendek dan anakan lebih sedikit, hal ini karena tanaman padi sudah mulai mengalami cekaman kekeringan dan mulai beradaptasi terhadap cekaman kekeringan tersebut. Tanaman padi akan berupaya memperkecil ukuran tajuk tanaman, karena tajuk yang besar berkorelasi positif dengan evapotranspirasi. Apabila evapotranspirasi besar pada saat cekaman kekeringan, maka tanaman padi akan mengalami gangguan yang menyebabkan produksi gabah yang berkurang. Untuk mengatasinya tanaman memperkecil tajuk dengan menjadi kerdil dan pengurangan anakan. Hal ini menyebabkan varietas pembanding Situpatenggang hanya setinggi 59,43 cm pada 4 MST dalam kondisi cekaman kekeringan atau terendah daripada semua galur yang diamati, sedangkan untuk galur yang
terendah adalah galur B12498C–MR-1-1-6 dengan tinggi 63.60 cm dalam kondisi
cekaman kekeringan. Sedangkan pada anakan Situpatenggang hanya memiliki 9
anakan dan galur B12498C–MR-1-1-6 memiliki 8,7 (9) anakan saja dalam kondisi
(25)
15
Pertumbuhan Galur pada Umur 8 MST
Pada fase pertumbuhan akhir (8 MST), tinggi tanaman galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan B12825E-TB-1-24 nyata lebih rendah dibandingkan dengan varietas pembanding kecuali dengan varietas Inpari 10 pada perlakuan kontrol, sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 memiliki tinggi tanaman nyata lebih rendah dari pada varietas pembanding.
Jumlah anakan dari galur B12498C–MR-1-1-6 nyata lebih banyak dibandingkan
dengan varietas pembanding kecuali dengan varietas Ramces pada perlakuan kontrol, sedangkan pada perlakuan cekaman galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 memiliki jumlah anakan nyata lebih banyak dari pada varietas pembanding kecuali dengan varietas Inpago 5 tidak berbeda nyata (Tabel 3). Pada kondisi cekaman kekeringan galur-galur yang pendek tidak mudah rebah, sehingga galur yang pendek lebih cocok untuk kondisi kekeringan.
Tabel 3. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Galur-galur pada Umur 8 MST
Galur Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan
Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman
B12493C –MR-11-4-4 121.6 117.7 15.7 15.3
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 102.5 87.9 22.0 21.3
TB155J-TB-MR-3 112.7 102.1 22.3 19.0
TB155J-TB-MR-3-2 126.3 98.4 20.3 20.0
B12476G-MR-20 136.8 98.6 11.0 10.0
B12825E-TB-1-24 109.1 95.8 15.0 8.7
B12498C–MR-1-1-6 123.5 96.5 25.0 14.3
B11598C-TB-4-1-1 125.4 99.4 16.0 15.3
Inpago 5 135.4 108.4 19.7 18.0
Situpatenggang 123.6 104.5 21.0 14.0
Ramces 141.8 105.3 27.0 17.3
Inpari 10 102.5 94.9 18.3 16.0
Tukey (0.05) 3.5 3.7
Keterangan: Dua data pada peubah yang sama yang selisihnya < Tukey (0.05) tidak berbeda nyata.
Pada 8 MST, tanaman padi lebih merasakan akibat dari cekaman kekeringan. Akibat adaptasi tanaman padi terhadap cekaman dengan pengurangan tajuk (tanaman padi menjadi pendek dan anakan padi sedikit) dapat terlihat dari
(26)
8 MST di atas, dimana varietas pembanding Inpari 10 memiliki 94,9 cm dalam kondisi cekaman kekeringan dan galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dengan tinggi 87,9 cm dalam kondisi cekaman kekeringan. Sedangkan untuk anakan pada varietas pembanding Situpatenggana memiliki 14 anakan dalam kondisi cekaman kekeringan dan galur B12825E-TB-1-24 memiliki 8.7 (9) anakan dalam kondisi cekaman kekeringan.
Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah
Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 berbunga dalam 42 hari setelah tanam nyata lebih awal dibandingkan dengan varietas pembanding. Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2 berumur nyata lebih genjah dibandingkan dengan varietas pembanding kecuali dengan varietas Ramces yaitu 82 hari setelah tanam (Tabel 4). Umur yang genjah merupakan salah satu karakter tanaman toleran kekeringan.
Tabel 4. Umur Berbunga dan Umur Panen Galur-galur Padi Sawah
Galur Umur Berbunga
(HST)
Umur Panen (HST)
B12493C –MR-11-4-4 52 d 92 c
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 42 f 82 e
TB155J-TB-MR-3 57 c 92 c
TB155J-TB-MR-3-2 47 e 82 e
B12476G-MR-20 65 a 102 a
B12825E-TB-1-24 60 b 92 c
B12498C–MR-1-1-6 47 e 87 d
B11598C-TB-4-1-1 60 b 97 b
Inpago 5 57 c 92 c
Situpatenggang 52 d 87 d
Ramces 47 e 82 e
Inpari 10 52 d 87 d
Keterangan: Data pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).
Umur berbunga dan umur panen pada galur padi dan varietas pembanding yang diamati lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman padi itu
sendiri. Hal ini dikarenakan galur berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan
(27)
17
dengan galur tidak berpengaruh nyata terhadap umur berbunga dan panen. Karakter morfologi yang berkaitan dengan adaptasi terhadap stres antara lain ukuran tajuk seperti jumlah anakan sedikit, menunda pembungaan, pengurangan
anakan produktif (van Oosterom et al., 2003), total bahan kering rendah
(Pantuwan et al., 2002), daun lebih pendek (Nguyen et al., 2009). Kekeringan
mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan molekular tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan alokasi bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari menutupnya stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan pada
kloroplas (Farooq et al., 2009). Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman
kekeringan antara lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida, 1981). Apabila proses pembungaan tertunda, maka akan menyebabkan umur panen yang semakin lama. Pada masa pembungaan, tanaman padi sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan sehingga tanaman padi akan mengalami saat yang lama dalam pengisian gabah dan panen terhambat atau malah bisa tidak jadi panen. Menurut Lafitte (2003) tanaman padi sensitif terhadap cekaman kekeringan terutama pada masa pembungaan. Galur padi yang berbunga dalam waktu tidak lama setelah pengairan dilakukan, maka akan lebih sedikit terpengaruh cekaman kekeringan daripada galur padi yang berbunga lebih lambat. Fischer dan Fukai (2003) menyatakan bahwa pembungaan sering tertunda
selama 2 – 3 minggu pada kondisi cekaman kekeringan. Dalam beberapa kasus,
bahkan bunga tidak muncul.
Visual Keragaan Tanaman
Pengamatan visual keragaan tanaman menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar galur. Warna batang dan kekompakan anakan merupakan keragaan visual yang berbeda antar galur. Warna batang sebagian besar galur warna hijau, galur yang warna batangnya ungu adalah galur TB155J-TB-MR-3-2,
B12498C–MR-1-1-6, Situpatenggang, dan Ramces. Keragaan anakan terdiri
kompak, menyebar, sangat menyebar dan sangat kompak. Sebagian besar galur memiliki keragaan anakan kompak. Galur dengan anakan sangat kompak adalah
(28)
B12498C–MR-1-1-6, sedangkan anakannya sangat menyebar adalah varietas ramces (Tabel 5).
Tabel 5. Pengamatan Visual Keragaan Tanaman
Galur Keragaan Tanaman (Warna batang dan
Kekompakan anakan)
B12493C –MR-11-4-4 Hijau, kompak
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 Hijau, kompak
TB155J-TB-MR-3 Hijau kompak
TB155J-TB-MR-3-2 Ungu menyebar
B12476G-MR-20 Hijau, kompak
B12825E-TB-1-24 Hijau, kompak
B12498C–MR-1-1-6 Ungu, sangat kompak
B11598C-TB-4-1-1 Hijau, kompak
Inpago 5 Hijau, kompak
Situpatenggang Ungu, kompak
Ramces Ungu, sangat menyebar
Inpari 10 Hijau, kompak
Pada cekaman kekeringan keragaan tanaman yang bagus biar bisa tumbuh dan berproduksi dengan bagus adalah tanaman yang memiliki anakan yang kompak dan sangat kompak, karena kekompakan anakan sangat mempengaruhi kemampuan menangkap cahaya matahari, sehingga diduga mempengaruhi besarnya fotosintesis. Anakan yang sangat menyebar menyebabkan terjadinya saling menaungi antar anakan sehingga fotosintesis total kecil, akibatnya diduga produktifitas juga rendah. Fotosintesis mempengaruhi dalam proses pertumbuhan tanaman baik vegetatif maupun generatif. Untuk tetap bisa hidup tanaman padi mesti berfotosintesis dengan efektif dan efisien, karena energi dari hasil fotosintesis digunakan tanaman padi untuk pertumbuhan tanaman dan memproduksi bunga serta pengisian gabah. Berdasarkan tabel pengamatan visual keragaan tanaman, dapat diketahui bahwa tanaman padi yang bagus untuk
cekaman kekeringan berdasarkan kekompakana anakan adalah galur B12493C –
MR-11-4-4, B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3, B12476G-MR-20,
B12825E-TB-1-24, B12498C–MR-1-1-6 (sangat kompak), B11598C-TB-4-1-1
dan untuk varietas pembanding antara lain : Inpago 5, Situpatenggang, dan Inpari
10. Sedangkan yang tidak bagus adalah galur TB155J-TB-MR-3-2 yang
(29)
19
Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai
Galur TB155J-TB-MR-3-2 memiliki panjang malai nyata lebih panjang dibandingkan dengan varietas Inpari 10, tetapi tidak berbeda nyata dengan galur-galur lain. Galur TB155J-TB-MR-3 menghasilkan jumlah gabah nyata lebih banyak dibandingkan dengan varietas Ramces dan Inpari 10, tetapi tidak berbeda nyata dengan galur-galur lain (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh Galur terhadap Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai
Galur Panjang Malai (cm) Jumlah Gabah/Malai
B12493C –MR-11-4-4 28.43 ab 233.2 abc
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 30.13 ab 262.2 ab
TB155J-TB-MR-3 27.47 ab 276.2 a
TB155J-TB-MR-3-2 30.88 a 244.5 abc
B12476G-MR-20 28.28 ab 200.7 abc
B12825E-TB-1-24 28.15 ab 237.7 abc
B12498C–MR-1-1-6 28.17 ab 207.2 abc
B11598C-TB-4-1-1 29.15 ab 191.7 abc
Inpago 5 28.05 ab 238.0 abc
Situpatenggang 27.52 ab 206.2 abc
Ramces 29.72 ab 181.2 bc
Inpari 10 25.50 b 166.2 c
Tukey (0.05) 5.05 87.2
Keterangan: Dua data pada peubah yang sama yang selisihnya < Tukey (0.05) tidak berbeda nyata.
Pengaruh cekaman kekeringan pada panjang malai dan jumlah gabah per malai kurang terlihat jelas pada tanaman padi, karena panjang malai dan jumlah gabah per malai lebih dipengaruhi oleh faktor genetik galur dan varietas pembanding yang diamati. Hal ini dikarenakan galur berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah gabah per malai, sedangkan cekaman kekeringan dan interaksi cekaman kekeringan dengan galur tidak berpengaruh nyata pada analisis ragam. Produktifitas merupakan fungsi dari panjang malai dan jumlah gabah per malai.
Persentase gabah Hampa dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi.
Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3,
(30)
bobot 100 gabah tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding (Tabel 7). Tidak terdapat galur yang memiliki persentase gabah hampa nyata lebih tinggi dari varietas pembanding.
Tabel 7. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Persentase gabah Hampa dan Bobot 100 Gabah Galur-galur Padi
Galur
Persentase Gabah
Hampa(%) Bobot 100 Gabah(g)
Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman
B12493C –MR-11-4-4 42.3 30.7 2.4010 2.7496
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 17.9 13.2 2.2716 2.3849
TB155J-TB-MR-3 30.0 12.4 2.4480 2.5404
TB155J-TB-MR-3-2 26.5 9.0 2.5563 2.4220
B12476G-MR-20 21.2 25.8 2.0393 2.2699
B12825E-TB-1-24 17.4 15.7 2.5592 2.5269
B12498C–MR-1-1-6 12.8 13.8 2.2865 2.0559
B11598C-TB-4-1-1 16.8 20.0 2.5653 2.5616
Inpago 5 13.1 16.0 2.7804 2.6730
Situpatenggang 24.6 20.6 2.3544 2.2890
Ramces 17.7 5.2 2.4906 2.6743
Inpari 10 16.9 15.2 2.4848 2.6058
Tukey (0.05) 10.0 0.3315
Keterangan: Dua data pada peubah yang sama yang selisihnya < Tukey (0.05) tidak berbeda nyata.
Berdasarkan tabel pengaruh cekaman kekeringan terhadap persentase
gabah hampa dan bobot 100 gabah galur-galur padi dapat dilihat bahwa persentase gabah hampa terkecil dimiliki oleh galur TB155J-TB-MR-3-2 sebesar 9 % dan untuk varietas pembanding Ramces sebesar 5,2 % (dalam keadaan cekaman kekeringan). Sedangkan untuk bobot 100 gabah yang terbaik adalah
galur B12493C –MR-11-4-4 sebesar 2,7496 gram dan untuk varietas pembanding
Ramces sebesar 2,6743 gram (dalam keadaan cekaman kekeringan). Persentase
gabah hampa terbesar dimiliki oleh galur B12493C –MR-11-4-4 sebesar 30,7 %
(galur dengan bobot 100 gabah terbesar) dalam keadaan cekaman kekeringan. Interaksi cekaman dan galur berpengaruh sangat nyata terhadap persentase gabah hampa dan bobot 100 gabah. Cekaman kekeringan membuat proses pengisian bulir padi terganggu, sehingga mempengaruhi persentase gabah hampa dan juga bobot 100 gabah. Proses pengisian bulir membutuhkan air yang akan dibentuk menjadi karbohidrat atau pati yang untuk membuatnya membutuhkan jumlah yang
(31)
21
banyak. Apabila jumlah air tidak mencukupi, maka proses pengisian bulir tidak akan terjadi. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida, 1981).
Cekaman Kekeringan terhadap Produktifitas Galur-galur Padi
Pada perlakuan kontrol, galur B12498C–MR-1-1-6 memiliki produktifitas
nyata lebih tinggi dibandingkan semua varietas pembanding. Galur
TB155J-TB-MR-3, dan galur B12498C–MR-1-1-6 mempunyai Bobot Gabah Kering Giling
(BGKG) dalam satuan ton per hektar yang berbeda nyata terhadap varietas pembanding pada perlakuan kontrol. Pada perlakuan cekaman kekeringan, galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2 memiliki produktifitas nyata lebih tinggi dibandingkan dengan semua varietas pembanding pada Bobot Gabah Kering Giling (BGKG) dalam satuan ton per hektar. Galur-galur yang Bobot Gabah Kering Giling (BGKG) dengan produktifitasnya lebih besar dari 8 ton/ha baik pada kontrol atau pun cekaman kekeringan adalah
B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3-2, TB155J-TB-MR-3, B12825E-TB-1-2B11598C-TB-2-1-7-MR-4, dan B12498C–
MR-1-1-6 (Tabel 8). Hasil ini menunjukan bahwa galur yang sesuai ditanam pada kondisi irigasi optimum berbeda dengan galur yang sesuai ditanam pada kondisi cekaman kekeringan.
Interaksi cekaman kekeringan dengan galur berpengaruh sangat nyata terhadap produktifitas Bobot Gabah Kering Giling (BGKG), sehingga apabila terjadi stres tanaman padi akan memiliki BGKG yang sedikit. Kekeringan mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan molekular tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan alokasi bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari menutupnya stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan pada
kloroplas (Farooq et al., 2009). Pengurangan distribusi dan alokasi bahan kering,
pengurangan kapasitas fotosintesis dan pembatasan metabolisme bisa menyebabkan BGKG berkurang, karena apabila alokasi bahan kering berkurang maka BGKG yang termasuk dalam bahan kering juga akan berkurang. Dalam pembentukan bahan kering, air merupakan komponen penting bersama
(32)
karbondioksida membentuk karbohidrat atau padi yang disebut sebagai bahan kering. Cekaman kekeringan pada tiap tahap pertumbuhan dapat menurunkan hasil. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida, 1981).
Tabel 8. Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Produktifitas Galur-galur Padi
Galur BGKG (kg/25 m2) BGKG (ton/ha)
Kontrol Cekaman Kontrol Cekaman
B12493C –MR-11-4-4 17.90 17.36 7.157 6.944
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 23.56 22.53 9.429 9.013
TB155J-TB-MR-3 24.90 21.66 9.952 8.672
TB155J-TB-MR-3-2 23.53 22.20 9.418 8.875
B12476G-MR-20 19.00 16.53 7.605 6.624
B12825E-TB-1-24 23.40 20.56 9.354 8.234
B12498C–MR-1-1-6 28.43 20.86 11.381 8.352
B11598C-TB-4-1-1 17.86 15.86 7.146 6.357
Inpago 5 20.06 18.30 8.032 7.328
Situpatenggang 19.23 14.20 7.701 5.685
Ramces 20.83 18.40 8.330 7.360
Inpari 10 23.13 20.66 9.248 8.266
Tukey (0.05) 1.11 0.449
Keterangan: Dua data pada peubah yang sama yang selisihnya < Tukey (0.05) tidak berbeda nyata.
Potensi produktivitas galur toleran kekeringan hasil penelitian ini adalah 9.013 ton/ha (B11598C-TB-2-1-7-MR-4) pada kondisi kekeringan dan 11.686
ton/ha (B12498C–MR-1-1-6) pada kondisi optimum. Jika rata-rata produktivitas
padi sawah pada lahan petani adalah 3 ton/ha pada kondisi kekeringan dan 6 ton/ha pada kondisi optimum, maka hasil penelitian ini dapat meningkatkan produktivitas padi sebesar 200 % pada kondisi kekeringan dan 95 % pada kondisi ketersediaan air optimum. Peningkatan produktivitas ini akan berdampak pada peningkatan produksi beras nasional, sehingga tidak memerlukan impor beras pada musim kekeringan.
(33)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Galur toleran kekeringan sampai – 30 kPa yang produktifitasnya lebih
tinggi dari pada varietas pembanding adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 dan TB155J-TB-MR-3-2 berdasarkan BGKG ton per ha dengan uji lanjut Tukey pada taraf 5%.
2. Galur toleran kekeringan sampai – 30 kPa yang produktifitasnya > 8
ton/ha adalah galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4, TB155J-TB-MR-3-2,
TB155J-TB-MR-3, B12825E-TB-1-24, dan B12498C–MR-1-1-6
berdasarkan BGKG ton per ha dengan uji lanjut Tukey pada taraf 5%.
3. Galur yang sesuai untuk ditanam dengan irigasi optimum (kontrol) adalah
galur B12498C–MR-1-1-6 berdasarkan BGKG ton per ha dengan uji lanjut
Tukey pada taraf 5%.
Saran
1. Pengujian pada lokasi lain perlu dilakukan untuk mendapatkan data
perbandingan terhadap galur-galur yang diuji.
2. Galur yang disarankan untuk digunakan petani adalah galur
B11598C-TB-2-1-7-MR-4 untuk daerah yang sering mengalami kekeringan dan galur yang sesuai untuk ditanam dengan irigasi optimum (kontrol) adalah galur
(34)
DAFTAR PUSTAKA
Abas, A. dan A. Abdurrachman. 1985. Effect of Water Management an Soil Tillage on Water Use Efficiency in Lowland Rice Cultivation in Cihea. West Java. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian Tanah. Bogor.
Acuña T.L.B., H.R. Lafitte and L.J. Wade. 2008. Genotype × Environment
Interactions for Grain Yield of Upland Rice Backcross Lines in Diverse Hydrological Environments. Field Crops Research 108: 117-125.
Arnon, D. I. 1949. Cooper Enzymes in Isolated Chloroplast, Polyphenol Oxidase in Beta vulgaris. Plant Physiol. 33:93 – 136.
Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen Produktivitas Produksi Tanaman Padi
Seluruh Provinsi. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. [ 03
November 2012].
Benavente, L. M., F. K. Teixeira, C. L. A. Kamei and M. M.Pinheiro. 2004. Salt stress induces altered expression of genes encoding antioxidant enzymes in seedlings of a Brazilian indica rice (Oryza sativa L.). Plant Science. (166 (2): 323 – 331.
Boonjung, H. and S. Fukai. 1996. Effects of Soil Water Deficit at Different Growth Stages on Rice Growth and Yield Under Upland Conditions. 2. Phenology, Biomass Production and Yield. Field Crops Research 48: 47-55. Bouman, B.A.M, R.M. Lampayan, and T.P. Tuong. 2007. Water Management in
Irrigated Rice: Coping with Water Scarcity. International Rice Research Institute. Los Banos. 54p.
Bouman, B.A.M. 2009. How much water does rice use?. Rice Today. 8 (2): 28-29. Chandru, H. K., E. Kim, Y. Kuk, K. Cho, and O. Han. 2003. Kinetics of
wound-induced activation of antioxidative enzymes in Oryza sativa:
differential activation at different growth stages. Plant Science. 164 (6): 935 – 941.
Chang, T.T., B. Somrith, and J.C. O’Toole. 1979. Potential for improving drought
resistance in raifed lowland rice. In Rainfed Lowland Rice: Selected Papers
From 1978. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 149-164. De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley and
Sons. Singapore. 618p.
Demiral, T., and İ. Türkan. 2004. Does exogenous glycinebetaine affect
antioxidative system of rice seedlings under NaCl treatment? Journal of
(35)
25
Demiral T, and İ. Türkan. 2005. Comparative lipid peroxidation, antioxidant defense systems and proline content in roots of two rice cultivars differing
in salt tolerance . Environmental and Experimental Botany. 53 (3): 247 –
257.
Departemen Pertanian. 2005. Luas Banjir pada Lahan Padi. http://www. deptan.go.id. (12 Maret 2006).
Ella, E. S., N. Kawano and O. Ito . 2003. Importance of active oxygen-scavenging system in the recovery of rice seedlings after submergence . Plant Science. 165 (1):85-93.
Farooq, M., A. Wahid, D.J. Lee, O. Ito, andK.H.M. Siddique. 2009. Advances in
drought resistance of rice.Critical Reviews in Plant Sciences.. 28(4): 199.
Farooq M., N. Kobayashi, O. Ito, A. Wahid and R. Serraj. 2010. Broader leaves result in better performance of indica rice under drought stress. J. of Plant Physiol. 167 (13): 1066-1075.
Fischer, K.S. and S. Fukai. 2003. How rice responds to drought. In K. S. Fischer,
R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 32-36.
Gomez, K. A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (Endang S. dan Justika S. B., Penerjemah). Universitas Indonesia Press. Jakarta.698 p.
Harn, C. E., Khayat and J. Daie. 1993. Expression dynamic of gene encoding key carbon metabolism enzyme during sink to source transition developing
leaves. Plant Cell Physiol. 34 (7): 1045 – 1053.
Heerden van, P. D. R., and H. J. G. Krüger. 2002. Separately and simultaneously induced dark chilling and drought stress effects on photosynthesis, proline accumulation and antioxidant metabolism in
soybean. Journal of Plant Physiology. 159 (10):1077 – 1086.
Hung, K. T., and C. H. Kao. 2004. Hydrogen peroxide is necessary for abscisic
acid-induced senescence of rice leaves . Journal of Plant Physiology. 161 (12): 1347 – 1357.
Iwamoto M., H. Higo, and K. Higo. 2004. Strong expression of the rice
catalase gene CatB promoter in protoplasts and roots of both a monocot and
(36)
Jackson P., M. Robertson, M. Cooper and G. Hammer. 1996. The role of physiological understanding in plant breeding; from a breeding perspective. Field Crops Research 49(1): 11-37.
Jennings, P. R., W. R. Coffman, and H. E. Kauffman. 1979. Rice Improvements. International Rice Research Institute. Los Banos. 186p.
Kawano N., E. Ella, O. Ito, Y. Yamauchi and K. Tanaka. 2002. Metabolic changes in rice seedlings with different submergence tolerance after desubmergence . Environmental and Experimental Botany. 47 (3): 195-203.
Kumar, R., A.K. Sarawgi, C. Ramos, S.T. Amarante, A.M. Ismail, and L.J. Wade. 2006. Partitioning of dry matter during drought stress in rainfed lowland rice. Field Crops Research 98: 1-11.
Lafitte, R. 2003. Managing water for kontrolled drought in breeding plots. In K. S.
Fischer, R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 23-26.
Levit, J. 1972. Responses of Plant to Environmental Stress. Academic Press. New York. 570 p.
Lidon, F. C. and M. G. Teixeira. 2000. Oxy radicals production and kontrol in
the chloroplast of Mn-treated rice. Plant Science. 152 (1): 7 – 15.
Loss S.P. and K. H. M. Siddique. 1994. Morphological and Physiologic Traits Associated with Wheat Yield Increases in Mediterranea Environments. Advances Agronomy, Volume 52: 229-237.
Murty, K.S. and G. Ramakrishnawa. 1982. Shoot characteristics of rice for
drought resistance. In IRRI. Drought Resistance in Crops with Emphasis on
Rice. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 145-152.
Ngaro. 2007. Menanam Padi. http://ngraho.wordpress.com/2007/12/15/menanam-padi/. [ 17 Mei 2010].
Nguyen H.T., K.S. Fischer and S. Fukai. 2009. Physiological responses to
various water saving systems in rice. Field Crops Research 112 (2-3): 189-198.
Niwa, Y. and Y. Sasak. 2003. Plant self-defense mechanisms against oxidative
injury and protection of the forest by planting trees of triploids and
(37)
27
Ober E.S., M. Bloa, C.J.A. Clark, A. Royal, K. W. Jaggard and J.D. Pidgeon,
2005. Evaluation of physiological traits as indirect selection criteria for
drought tolerance in sugar beet. Field Crops Research, 91 (2-3):231-249.
Oukarroum A., S. E. Madidi, G. Schansker and R. J. Strasser. 2007. Probing the
responses of barley cultivars (Hordeum vulgare L.) by chlorophyll a
fluorescence OLKJIP under drought stress and re-watering. Environmental and Experimental Botany 60 (3): 438-446.
Pantuwan, G., S. Fukai, M. Cooper, S. Rajatasereekul, and J.C. O’Toole. 2002.
Yield response of rice (Oryza sativa L.) genotypes to different types of
drought under rainfed lowlands Part 1. Grain yield and yield components. Field Crop Research 73: 153-168.
Pantuwan G., S. Fukai, M. Cooper, S. Rajatasereekul and J. C. O’Toole. 2002.
Yield response of rice (Oryza sativa L.) genotypes to drought under rainfed
lowland: 3. Plant factors contributing to drought resistance. Field Crops Research 73 (2-3): 181-200.
Pasteur, N., G. Pasteur, F. Bonhomme, J. Catalan, and J. B. Davidian. 1988. Practical Isozyme Genetics. John Wiley & Sons. 215 p.
Ponnamperuma, F. N. 1976. Specific Soil Chemical Characteristics for Rice Production in Asia. IRRI Research Paper. Series no. 9. The International Rice Research Institute. Manila.
Saruyama, H. and M. Tanida . 1995. Effect of chilling on activated oxygen-scavenging enzymes in low temperature-sensitive and -tolerant cultivars of rice (Oryza sativa L.) . Plant Science. 109 (2): 105 – 113.
Serraj R., A. Kumar, K.L. McNally, I. Slamet-Loedin, R. Bruskiewich, R.
Mauleon, J. Cairns and R.J. Hijmans. 2009. Improvement of Drought
Resistance in Rice. Advances in Agron. 103: 41-99.
Shah, K., R. G. Kumar, S. Verma and R. S. Dubey. 2001. Effect of cadmium on
lipid peroxidation, superoxide anion generation and activities of antioxidant
enzymes in growing rice seedlings. Plant Science. 161 (6):1135 – 1144.
Shoichiro, N. 1976. Water Requirements and Their Determination. Symposium on Water Management in Rice Field. Tropical Agriculture Research Center Ministry of Agriculture and Forestry. Ibaraki. Series no. 9: 193-208.
Sulistyono, E., D. Sopandie, M. A. Chozin, dan Suwarno. 2007. Adaptasi padi gogo terhadap naungan: pendekatan morfologi dan fisiologi. Comm. Ag. 4 (2):62 – 67.
Vaidyanathan, H., P. Sivakumar, R. Chakrabarty and G. Thomas. 2003.
(38)
L.)—differential response in salt-tolerant and sensitive varieties . Plant
Science. 165(6): 1411 – 1418.
van Oosterom E.J., F. R. Bidinger and E. R. Weltzien. 2003. A yield architecture
framework to explain adaptation of pearl millet to environmental stress. Field Crops Research 80 (1): 33-56.
Verma, S. and R. S. Dubey. 2003. Lead toxicity induces lipid peroxidation and alters the activities of antioxidant enzymes in growing rice plants. Plant
Science. 164 (4): 645 – 655.
Wanga, F. Z., Q. B. Wang, S. Y. Kwon, S. S. Kwak and W. A. Su.. 2005. Enhanced drought tolerance of transgenic rice plants expressing a pea manganese superoxide dismutase. Journal of Plant Physiology. 162 (4):465-472.
Wijaya, E. 1996. Biometrik II: Anatomi dan Morfologi Daun, Batang dan Akar. Program Studi Biologi. FMIPA-IPB.
Woperies, M.C.S., M.J. Kropff, A.R. Maligaya, and T.P. Tuong. 1996. Drought-stress responses of two lowland rice cultivars to soil water status. Field Crop Research 46: 21-39.
Zhao X.Q., J.L. Xu, M. Zhao, R. Lafitte, L.H. Zhu, B.Y. Fu, Y.M. Gao and Z.K. Li. 2008. QTL’s affecting morph-physiological traits related to drought tolerance detected in overlapping introgression lines of rice (Oryza sativa L.). Plant Science 174 (6): 618-625.
(39)
(40)
Lampiran 1. Layout Penelitian
Ulangan pertama Ulangan kedua Ulangan ketiga S P3 K G1 K G4 K G6 K G2 K G5 K G7 K G3 K G8 K P1 K P4 K P2 K P3 S G4 S G3 S G6 S G1 S G2 S G7 S G8 S G4 S P2 S P4 S P1 S P3 S P4 S P1 S P2 S G6 S G8 S G1 S G3 S G5 S G4 S G2 S G7 K G3 K G5 K G1 K G4 K G2 K G6 K G8 K P4 K P2 K P3 K P1 K G7 S G3 S G1 S G2 S G5 S G4 S G8 S G6 S G7 S P3 S P1 S P4 S P2 K P4 K P1 K P2 K P3 K G1 K G4 K G2 K G5 K G7 K G8 K G3 K G6
(41)
31
Keterangan Layout Penelitian :
G1 : Galur B12493C –MR-11-4-4
G2 : Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4 G3 : Galur TB155J-TB-MR-3
G4 : Galur TB155J-TB-MR-3-2 G5 : Galur B12476G-MR-20
G6 : Galur B12498C–MR-1-1-6
G7 : Galur B12825E-TB-1-24 G8 : Galur B11598C-TB-4-1-1 P1 : Varietas Pembanding Inpago 5
P2 : Varietas Pembanding Situpatenggang P3 : Varietas Pembanding Ramces
P4 : Varietas Pembanding Inpari 10
K : Kontrol (irigasi dengan genangan 2,5 cm)
(42)
Lampiran 2. Deskripsi Varietas Pembanding
Inpago 5
Varietas Padi - Padi Gogo
Asal persilangan :TB177E-TB-28-D-3/B10384E-MR-1-8-8//IR60080- 23///TB177E-TB-28-D-3/B10386E-KN-36-2//BL245
Kelompok :
Nomor Seleksi : B11338F-TB-26
Golongan : Cere (Indica)
Umur tanaman : 118 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 132 cm
Anakan produktif : 14 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Tidak Berwarna
Warna telinga
daun : Tidak Berwarna
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Miring
Daun bendera : Miring
Bentuk gabah : Ramping
Warna gabah : Kuning
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
(43)
33
Kadar amilosa : 18 %
Bobot 1000 butir : 26 gram Rata-rata
produksi : 4.04 t/ha
Potensi hasil : 6.18 t/ha
Ketahanan terhadap Hama
:
Ketahanan
terhadap penyakit :
Tahan terhadap blast (Pyricularia Oryzae)
Anjuran : Baik ditanam dilahan kering subur, lahan kering podsolik
merah kuning dengan tingkat keracunan alumunium sedang Pemulia
: Erwina Lubis, Aris Hairmansis, B.Kustianto, Supartopo,
Suwarno
Peneliti : Santoso, Anggiani Nasution, Husin M.Toha
Teknisi : Sunaryo,Endang Suparman,A.Santika,Pantja H.Siwi,Subardi
Di lepas tahun : 2009
Inpari 10
Varietas Padi - Varietas Padi Sawah
Asal persilangan : S487b-75/2*IR19661//2*IR64
Kelompok :---
Nomor Seleksi : S3382-2d-Pn-4-1
Golongan : Cere
Umur tanaman : 108-116 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 100-120 cm
(44)
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga
daun : Putih
Warna lidah
daun : Putih
Warna daun : Hijau
Permukaan daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping panjang
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan :
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 22%
Bobot 1000
Butir : 27,7± 0,76 g
Rata-rata produksi : 5,08 t/ha
Potensi hasil : 7,00 t/ha
Ketahanan terhadap
Hama
: Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2
Ketahanan terhadap
penyakit
: Agak tahan terhadap bakteri hawar daun strain III dan agak
rentan strain IV dan rentan terhadap virus tungro varian 013,
(45)
35
Anjuran : Dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau serta
baik
ditanam pada lahan sawah dengan sistem irigasi berselang
5-7 hari sekali
Pemulia : Z.A. Simanulang, Nafisah, Atito D, Idris Hadade,
AA.Daradjat, Bambang Suprihatno dan M.Yamin Samaullah
Peneliti : Triny Sk, Didik Harnowo, Didiek Setiobudi
Teknisi : Thoyib S Maaruf, Yahya, Holil, Suwarsa, Maman
Suherman, Karmita, Abd. Rauf Serry, Amirudin Manrapi
Di lepas tahun : 2009
Situpatenggang
Varietas Padi - Padi Gogo
Asal persilangan : Kartuna / TB47H-MR-10
Kelompok :
Nomor Seleksi : BP1153C-9-12
Golongan : Cere (Indica)
Umur tanaman : 110-120 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 100-110 cm
Anakan produktif : 110-11batang
Warna kaki : Ungu tua
Warna batang : Hijau tua
Warna telinga
(46)
Warna lidah daun : Ungu
Warna daun : Hijau, tepi daun tua berkilau ungu
Permukaan daun : Bagian atas kasar, bawah permukaan halus
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Menyudut 35-50 derajat
Bentuk gabah : Agak gemuk
Warna gabah : Kuning kotor
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Sedang
Kadar amilosa : 24 %
Bobot 1000 butir : 27 gram
Rata-rata produksi : 4,6 t/ha
Potensi hasil : 6,0 t/ha
Ketahanan terhadap Hama
: Tahan blas
Anjuran : Lahan kering musim hujan, tumpangsari,
lahan tipe tanah Aluvial dan Podsolik ketinggian tidak lebih dari 300 m dpl Pemulia
:
Ismail BP, Yamin S., Z.A. Simanullang, dan Aan A. Daradjat Peneliti
: Atito D, Husin Toha, Irsal L.,
dan Mukelar A.
Teknisi : U. Sujanang, Karmita, Meru dan Sukarno
(47)
37
Ramces
No. Aksesi : 3081
No. Aksesi KNPN : IDN-02-OSAT-3081
Nama Aksesi : Ramces
Negara Asal : Indonesia
Kecamatan Asal : Luhak
Kabupaten Asal : Lima Puluh Kota
Provinsi : Sumatera Barat
Warna Batang : Ungu
(48)
Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan penelitian
Persemaian padi
Persiapan lahan
Penanaman
Kondisi kekeringan dan tensiometer
Kondisi lingkungan sawah
(49)
39
Lampiran 4. Foto-foto Galur Padi dan Varietas Pembanding
Galur B12493C –MR-11-4-4
Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4
Galur TB155J-TB-MR-3
(50)
Galur B12476G-MR-20
Galur B12498C–MR-1-1-6
Galur B12825E-TB-1-24
(51)
41
Varietas Pembanding Inpago 5
Varietas Pembanding
Situpatenggang
Varietas Pembanding Ramces
(1)
Warna lidah daun : Ungu
Warna daun : Hijau, tepi daun tua berkilau ungu
Permukaan daun : Bagian atas kasar, bawah permukaan halus
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Menyudut 35-50 derajat
Bentuk gabah : Agak gemuk
Warna gabah : Kuning kotor
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Sedang
Kadar amilosa : 24 %
Bobot 1000 butir : 27 gram
Rata-rata produksi : 4,6 t/ha
Potensi hasil : 6,0 t/ha
Ketahanan terhadap Hama
: Tahan blas
Anjuran : Lahan kering musim hujan, tumpangsari,
lahan tipe tanah Aluvial dan Podsolik ketinggian tidak lebih dari 300 m dpl Pemulia
:
Ismail BP, Yamin S., Z.A. Simanullang, dan Aan A. Daradjat Peneliti
: Atito D, Husin Toha, Irsal L., dan Mukelar A.
Teknisi : U. Sujanang, Karmita, Meru dan Sukarno
(2)
No. Aksesi : 3081
No. Aksesi KNPN : IDN-02-OSAT-3081 Nama Aksesi : Ramces
Negara Asal : Indonesia Kecamatan Asal : Luhak
Kabupaten Asal : Lima Puluh Kota
Provinsi : Sumatera Barat
Warna Batang : Ungu
(3)
Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan penelitian
Persemaian padi
Persiapan lahan
Penanaman
Kondisi kekeringan dan tensiometer
Kondisi lingkungan sawah
(4)
dan Varietas Pembanding
Galur B12493C –MR-11-4-4
Galur B11598C-TB-2-1-7-MR-4
Galur TB155J-TB-MR-3
(5)
Galur B12476G-MR-20
Galur B12498C–MR-1-1-6
Galur B12825E-TB-1-24
(6)
Varietas Pembanding Inpago 5
Varietas Pembanding
Situpatenggang
Varietas Pembanding Ramces