Penilaian Opsi Budi Daya Padi Sawah Tadah Hujan Adaptif Kekeringan: Studi Kasus Kabupaten Subang

PENILAIAN OPSI BUDI DAYA PADI SAWAH TADAH
HUJAN ADAPTIF KEKERINGAN: STUDI KASUS
KABUPATEN SUBANG

LIDYA ELIDA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Opsi Budi
Daya Padi Sawah Tadah Hujan Adaptif Kekeringan: Studi Kasus Kabupaten
Subang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Lidya Elida
NIM G24090020

ABSTRAK
LIDYA ELIDA. Penilaian Opsi Budi Daya Padi Sawah Tadah Hujan Adaptif
Kekeringan: Studi Kasus Kabupaten Subang. Dibimbing oleh RIZALDI BOER.
Kejadian iklim ekstrim, khususnya kekeringan sangat besar pengaruhnya
terhadap penurunan hasil padi sawah tadah hujan di Indonesia. Kondisi ini dapat
berdampak pada ketahanan pangan Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan alternatif teknologi budi daya padi sawah tadah hujan adaptif
terhadap kekeringan di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Opsi teknologi budi daya
ditentukan melalui survei Sistem Usaha Tani (SUT) serta penggunaan model
simulasi DSSAT (Decision Support System for Agro-technology Transfer). Data
masukan model terdiri dari data iklim harian 21 tahun (1991-2011), data fisik dan
kimia tanah, data genetik varietas padi IR 64, serta data teknologi budi daya padi
sawah tadah hujan. Opsi teknologi budi daya yang diuji ialah pengelolaan tanah
(pemupukan) dan pengelolaan tanaman (varietas dan waktu tanam). Simulasi

dilakukan menurut waktu tanam dari Januari sampai Desember dengan selang
tanam 15 harian. Hasil survei menunjukkan bahwa masalah iklim utama yang
dihadapi petani padi sawah tadah hujan ialah kekeringan. Hasil simulasi
menunjukkan opsi utama untuk mengatasi masalah kekeringan ialah dengan
mengatur waktu tanam yang dikombinasikan dengan penggunaan teknologi budi
daya yang tepat (pemupukan berimbang). Secara umum waktu tanam padi sawah
tadah hujan untuk penanaman musim hujan (Oktober-April) dapat mencapai hasil
hampir 6.0 ton/ha, sedangkan pada penanaman musim kemarau (Mei-September)
bisa lebih rendah dari 1.0 ton/ha. Penggunaan indeks SST Nino 34 diperlukan
untuk melihat fenomena ENSO yang berpengaruh terhadap hasil padi dan
keragaman hujan. Sehingga petani dapat mengatur masuknya waktu tanam yang
tepat sesuai dengan prakiraan musim untuk mengatasi masalah kekeringan
tersebut. Disamping itu, teknologi pemupukan yang dianjurkan ialah penggunaan
pupuk anorganik 300 kg/ha dan organik 5 ton/ha dengan jarak tanam 40 × 40 cm,
hasil yang dicapai dengan waktu tanam dan teknologi ini melebihi 5 ton/ha
dengan nilai B/C rasio mencapai 1.76.
Kata kunci: DSSAT, usaha tani padi, padi sawah tadah hujan, simulasi.

ABSTRACT
LIDYA ELIDA. Option Valuation of Rainfed Lowland Rice Adaptive Drought:

Study Case in Subang. Supervised by RIZALDI BOER.
Extreme climate events, particularly drought significantly affectproduction
of rainfed lowland rice in Indonesia. This might affect food security. This study
aims to assess alternative technologies or crop management strategies of rainfed
lowland rice more adaptive to drought in Subang, West Java. Technology options
and strategies are determined through surveis and crop simulation models of
DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology Transfer). Input data for
the model consists of a 21-year daily climate data (1991-2011), soil physic and
chemical properties, genetic data of IR 64 rice varieties and rice cultivation
technologies. The cultivation technology options being tested included soil
management (fertilization) and crop management (varieties and planting time).
Simulations was carried out according to the time of planting from January to
December with 15 days interval. The results of field survei confirmed that the
main problem in rainfed rice at Subang District was drought. The simulation
results showed that the main options to address drought was to set appropriate
planting time with the use of proper cultivation technology (balanced fertilizers).
In general, the appropriate time for rainfed lowland rice planting was rainy season
(October-April) the yield can reach 6.0 ton/ha, while dry season (May-September
can be lower than 1.0 ton/ha. The use of SST Nino 34 index to see the
phenomenon of ENSO which affecting rice yield variance of rain. So that farmers

can appropriate started of planting time based on seasonal climate forecast to
solve the drought problem. The recommended amount of fertilizer for the rainfed
lowland rice at Subang was 300 kg/ha of inorganic fertilizer and 5 tons/ha of
organic fertilizer with planting space of 40 × 40 cm. The use of this technology
resulted in yield of more than 5 ton/ha with B/C ratio of about 1.76.
Keywords: DSSAT, rice farming system, rainfed rice system, simulation.

PENILAIAN OPSI BUDI DAYA PADI SAWAH TADAH
HUJAN ADAPTIF KEKERINGAN: STUDI KASUS
KABUPATEN SUBANG

LIDYA ELIDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Penilaian Opsi Budi Daya Padi Sawah Tadah Hujan Adaptif
Kekeringan: Studi Kasus Kabupaten Subang
Nama
: Lidya Elida
NIM
: G24090020

Disetujui oleh

Prof Dr Rizaldi Boer, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Slaipsi: Penilaian Opsi Budi Daya Padi Sawah Tadah Hujan Adaptif
Kekeringan: Studi Kasus Kabupaten Subang
Nama
: Lidya Elida
NIM
: 024090020

Disetujui oleh

Tanggal Lulus:

2 1 JAN 2014

PRAKATA
Alhamdulillah, Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah
subhanahu wa ta’ala dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Penilaian Opsi Budi
Daya Padi Sawah Tadah Hujan Adaptif Kekeringan: Studi Kasus Kabupaten
Subang”. Penulisan skripsi ini sebagai bagian persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Secara garis besar, materi yang ada dalam skripsi ini adalah analisis
sistem usaha tani yang ada di Kabupaten Subang dan memberikan opsi-opsi upaya
yang bisa dilakukan oleh petani padi sawah tadah hujan dalam menghadapi
berbagai dampak iklim ekstrim (terutama kekeringan) yang dapat mempengaruhi
sistem pertanian setempat. Hasil yang diperoleh berupa pendugaan hasil padi
dengan berbagai perlakuan teknologi budi daya untuk dilihat pengaruh perlakuan
budi daya mana yang menghasilkan hasil yang paling optimum serta penentuan
waktu tanam yang tepat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rizaldi Boer, MS selaku
pembimbing tugas akhir dan Bapak Adi Rahman, MSi yang telah banyak
memberi saran terkait tugas akhir ini. Terimaksih pula penulis ucapkan kepada
Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Ibu Dr Ir Tania June, MSc yang
juga berstatus sebagai pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah Suid Sofyan, SH, ibu Ida Royani, kakak Listya Atika
SHut, adik Linda Pertiwi dan M. Lukman Adeba, serta seluruh keluarga besar

penulis, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan pada
keluarga besar GFM 46 yang telah memberikan masa-masa kuliah yang
menyenangkan selama tiga tahun belakangan ini, Dwi, Winda, Nita, Normi, Ika
Far, Wayan (The Cibantengers), Noya, Sunte, Bang Hifdy, Wengky, Abang
Nowa, Bambang, Ima, Zia, Didi, Iip, Dissa, Mba‟ Dien, Teh Risa, Alin, Silvi,
Ocha, Muha, Edo, Ian, Tommy, Ika Pur, Eka Fay, Risna, Teh Rini, Enda, May,
Rikson, Dhungka, Dodik, Ervan, Sholah, Gaseh, Halimah, dan Hanifah.
Serta terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut
membantu kelancaran penelitian sampai dengan penulisan karya ilmiah ini,
baik secara keilmuan, materi dan spiritual.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Lidya Elida

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

1

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Kondisi Umum Wilayah Subang. Jawa Barat

2

Sistem Usaha Tani

2


Pola Tanam dan Waktu Tanam Tanaman Pangan

3

Ancaman Iklim Ekstrim Pada Sektor Pertanian Padi

3

Model Simulasi Tanaman DSSAT (The Decision Support System for
Agrotechnology Transfer)

4

METODE

4

Tempat dan Waktu Penelitian

4

Data/Bahan

5

Alat

5

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Karakterisistik Iklim di Wilayah Kajian

9

Hasil Survei Karakteristik Sistem Usaha Tani (SUT) di Kabupaten Subang

9

Hasil Simulasi Model DSSAT untuk Pendugaan Potensi Hasil Padi

14

Analisis Strategi Risiko Kekeringan Padi Sawah Tadah Hujan

21

SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

39

DAFTAR TABEL

1

2
3
4

Kombinasi Perlakuan Teknologi Budi daya Padi Sawah Tadah Hujan
yang digunakan sebagai Faktor Manajemen dalam Model Simulasi
DSSAT
Tanggal Tanam Optimum Setiap Perlakuan Budi Daya di Kabupaten
Subang
Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Tanaman Padi Sawah Tadah
Hujan Pada Berbagai Perlakukan Jarak Tanam dan Pemupukan
Hasil Model Regresi Fungsi Produksi Terhadap Benih dan Pupuk
Urea

7
17
17
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Diagram Tahapan Analisis
Curah Hujan Rata-Rata Tahun 1991-2011 di Stasiun Sukamandi,
Kabupaten Subang
Hasil Survei Pola Tanam dan Waktu Tanam Petani di Kabupaten
Subang
Rata-Rata Hasil Tanaman Petani Sawah Tadah Hujan di Kabupaten
Subang Berdasarkan Hasil Survei
Hasil Survei Persentase Kekeringan dan Curah Hujan Tahun 2006,
2007 dan 2012 di Kabupaten Subang
Keragaman Iklim yang Dirasakan Petani di Kabupaten Subang
Penerimaan Informasi Iklim oleh Petani di Kabupaten Subang
Upaya Adaptasi yang Dilakukan Petani di Kabupaten Subang
Grafik Pola Hasil Produksi Simulasi dan Observasi
Grafik Hubungan Hasil Produksi Simulasi dan Observasi
Rata-rata Hasil Simulasi Padi Sawah Tadah Hujan Pada Berbagai
Perlakukan dan Waktu Tanam
Sebaran Distribusi Hasil Simulasi Tanggal Tanam Optimum Padi
Sawah Tadah Hujan Pada Berbagai Perlakuan Budi Daya
Hubungan B/C Rasio dan Simulasi Hasil Optimum Padi Sawah
Tadah Hujan di Kabupaten Subang
Tahun-Tahun El Nino dan La Nina periode 1991-2011
Perbandingan Hasil Simulasi Padi dengan Anomali Nino 34 Periode
1991 2011
Hubungan Curah Hujan dengan Anomali SST Nino 34 Periode 19971999
Peluang Hasil Padi di Atas Rata-Rata Untuk Tiap Tanggal Tanam
Periode 1991-2011
Perbandingan Beberapa Tanggal Tanam yang Menunjukkan
Penurunan Hasil Padi (Bulan Kering) Periode 1991-2011

6
9
10
10
11
12
13
13
14
14
15
18
21
22
22
23
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kuisioner Sistem Usaha Tani
Langkah-langkah simulasi hasil tanaman dengan menggunakan
DSSAT
Profil data fisik dan kimia tanah di Kabupaten Subang (diperoleh dari
Balai Penelitian Tanah (Balittanah), Litbang Pertanian)
Data Pengaturan Manajemen Penanaman (Planting Management)
Dokumentasi Survei Kondisi Padi Sawah Tadah Hujan di Kabupaten
Subang
Data Perbandingan Hasil Produksi Padi Pada Berbagai Perlakuan
Budi daya
Data Hasil Distribusi Sebaran Tanggal Tanam Optimum Untuk
Setiap Perlakuan Budi daya
Rincian Biaya (Cost) Usaha Tani Padi Sawah Tadah Hujan Untuk
Setiap Perlakuan Budi daya
Data Hasil Analisis Benefit Cost Ratio (B/C Rasio) Pada Setiap
Perlakuan Alternatif Budi Daya
Pengelompokan tahun-tahun Normal, El Nino dan La Nina
berdasarkan indeks ONI yang diperbarui tanggal 5 September 2012
(Sumber: http://ggweather.com/enso/oni.htm)

30
35
35
36
37
38
38
39
40

41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kejadian iklim ekstrim yang dominan terjadi di Indonesia diantaranya
ialah banjir dan kekeringan. Kegagalan panen tanaman padi sawah akibat kejadian
iklim ekstrim ini dapat mencapa 2 juta ton (Boer et al. 2003). Kejadian iklim
ekstrim di Indonesia seringkali berasosiasi dengan fenomena ENSO (El Nino
Southern Osilation). Kejadian El Nino (periode hangat ENSO) secara signifikan
dapat mengurangi curah hujan pada musim kemarau. Akibatnya, selama periode
El Nino musim kemarau cenderung lebih panjang dengan tinggi hujan jauh di
bawah normal. Pengaruh ENSO terhadap keragaman hujan kuat hampir di semua
wilayah Indonesia, kecuali di sebagian wilayah Sumatera (Boer et al. 2009).
Kejadian El Nino dapat menjadi pemicu penurunan hasil padi, akibat
meningkatnya luas areal tanam yang mengalami puso akibat kekeringan.
Kabupaten Subang, merupakan wilayah yang memiliki areal lahan sawah
terluas ketiga di Jawa Barat, sekaligus pula sebagai penyumbang hasil padi
terbesar ketiga di Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Kabupaten Subang tahun 2010, luas lahan sawah di Kabupaten Subang tahun
2010 mencapai 84,928 ha atau sekitar 41.39% dari total luas wilayah Subang dan
sekitar 7,290 ha merupakan lahan sawah tadah hujan. Kegagalan panen akibat
kejadian kekeringan seringkali melanda padi sawah di Kabupaten Subang
khususnya padi sawah tadah hujan. Disamping itu hasil tanaman juga cenderung
menurun dari tahun ke tahun. Oleh karena itu diperlukan alternatif strategi budi
daya yang dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dan lebih adaptif terhadap
kekeringan.
Untuk menentukan bentuk teknologi budi daya dengan daya hasil lebih
tinggi dan lebih adaptif kekeringan, perlu memahami karakteristik kejadian iklim
ekstrim (kekeringan) dan pola tanam yang digunakan. Oleh karena itu kajian
terkait penentuan waktu tanam yang tepat, serta pemilihan teknologi budi daya
yang optimal seperti aplikasi pemupukan, jarak tanam, dan pemilihan varietas
perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

Tujuan Penelitian
1

Mengkaji Sistem Usaha Tani (SUT) padi padi sawah tadah hujan di
Kabupaten Subang, Jawa Barat
2 Menyusun strategi budi daya padi sawah tadah hujan adaptif kekeringan daya
hasil lebih tinggi
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan pada petani sawah padi
sawah tadah hujan di Kabupaten Subang dalam menentukan strategi budi daya
padi sawah tadah hujan yang leboh adaptif kekeringan dengan daya hasil lebih
tinggi.

2
Ruang Lingkup Penelitian
Kajian ini meliputi survei sistem usaha tani padi sawah tadah hujan untuk
memahami karaketeristik SUT dan pemasalahannya (iklim, organisme penganggu
tanaman dan lain lain) serta analisis simulasi tanaman untuk mengkaji beberapa
alternatif teknologi budi daya yang lebih adaptif kekeringan dengan daya hasil
yang lebih tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Wilayah Subang. Jawa Barat
Kabupaten Subang berada di kawasan utara Provinsi Jawa Barat meliputi
wilayah seluas 205,176 ha atau 6.34 % dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini
terletak di antara 107º 31' - 107º 54' Bujur Timur dan 6º 11' - 6º 49' Lintang
Selatan. Sekitar 80.80% wilayah Kabupaten Subang memiliki tingkat kemiringan
0° - 17°, 10.64% dengan tingkat kemiringan 18° - 45° sedangkan sisanya (8.56%)
memiliki kemiringan di atas 45 °. Berdasarkan tipe iklim Oldeman, Kabupaten
Subang memiliki tipe iklim C dan D. Curah hujan pada wilayah ini menunjukkan
pola monsoon, yaitu suatu pola curah hujan dimana terdapat periode kering dan
periode hujan. Periode hujan terjadi sekitar November-April, sementara MeiOktober dijumpai periode kering. Dengan iklim yang demikian, serta ditunjang
oleh adanya lahan yang subur dan banyaknya aliran sungai, menjadikan sebagian
besar luas tanah Kabupaten Subang digunakan untuk pertanian.
Sistem Usaha Tani
Suratiyah (2006) menyatakan bahwa usaha tani merupakan ilmu yang
mempelajari cara-cara
petani untuk menentukan,
mengorganisasikan, dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi (alam, tenaga, dan
modal) seefektif dan seefisien mungkin dengan memilih teknik budi daya yang
tepat. Teknik budi daya merupakan usaha petani dalam memilih varietas tanaman,
cara pemupukan, pengelolaan air, perlindungan tanaman dan cara panen untuk
menunjang keberhasilan (Zandstra et al. 1981). Faktor alam dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu faktor tanah (lahan) dan lingkungan alam sekitarnya seperti
ketersediaan air, suhu dan lain-lain.
1 Faktor Iklim
Faktor iklim sangat penting terkait dengan komoditas yang diusahakan
dalam usaha tani. Tiap daerah memiliki iklim yang berbeda sehingga
komoditas yang ditanam harus disesuaikan dengan iklim dimana
komoditas tersebut akan ditanam. Iklim juga berpengaruh pada cara
mengusahakan serta teknologi yang cocok dengan iklim tersebut.
2 Faktor Tanah
Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan
tempat tumbuhnya tanaman dan usaha tani secara keseluruhannya.

3
Pola Tanam dan Waktu Tanam Tanaman Pangan
Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun
waktu tertentu. Pola tanam di daerah tropis seperti Indonesia, biasanya disusun
selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan
yang sepenuhnya tergantung dari hujan). Penentuan pola tanam sangat
dipengaruhi ketersediaan air dan keadaan lingkungan seperti kondisi fisik kimia
tanah. Kassam et al. (1978) menjelaskan bahwa di daerah tropis, kendala utama
yang membatasi musim tanam di sawah tadah hujan adalah ketersediaan air.
Penentuan pola tanam akan berbeda untuk wilayah yang mengalami defisit air
tinggi dengan wilayah yang dapat menambah kebutuhan air (irigasi) jika terjadi
kekeringan.
Lamanya lahan sawah tadah hujan dapat dibudidayakan (growing season)
bergantung pada lama musim, jumlah dan distribusi hujan. Kegagalan panen di
suatu daerah sering disebabkan oleh curah hujan yang sangat berfluaktif, dimana
pada saat tanaman membutuhkan air, curah hujan menurun drastis atau hujan
terlalu tinggi sehingga menimbulkan banjir. Oleh karena itu perlu dikembangkan
strategi budi daya padi sawah tadah hujan yang disesuaikan dengan kondisi iklim
setempat. Lima contoh model pola tanam yang biasa dilakukan petani di
Indonesia (Direktorat Jendral Tanaman Pangan 2012) yaitu:
1 Padi – Padi – Padi
2 Padi – Padi – Palawija/Sayuran
3 Padi – Padi – Bero
4 Padi – Palawija – Bero
5 Padi – Padi
Penentuan waktu tanam yang tepat merupakan salah satu masalah untuk
padi sawah tadah hujan, karena keragaman dari awal musim hujan. Awal musim
hujan yang mundur dari biasanya sementara petani sudah terlanjur melakukan
penanaman akibat terjadinya hujan tipuan (false rain) dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Saat ini BMKG menggunakan curah hujan 10 harian
(dekade) untuk menentukan awal musim hujan. Awal musim hujan dimulai pada
dekade dimana tinggi hujan minimal mencapai 50 mm dan dekade berikutnya juga
melebihi 50 mm. Hal ini sejalan dengan rekomendasi Baradas (1984), dimana
pananaman padi dimulai bila curah hujan dalam dekad awal dan dekad berikutnya
telah mencapai 50 mm. Irasal et al. (1989) menyatakan bahwa waktu tanam yang
baik untuk padi ialah apabila curah hujan dekad awal lebih besar dari 55 mm dan
dekad berikutnya melebihi 70 mm.
Ancaman Iklim Ekstrim Pada Sektor Pertanian Padi
Sektor pertanian, khususnya sistem usaha tani (SUT) padi sangat rentan
terhadap keragaman dan kejadian iklim ekstrim. Tanaman padi yang sangat
mengandalkan air akan mudah terkena dampak keragaman dan kejadian iklim
ekstrim (kekeringan) manakala pasokan air mengalami defisit dari kebutuhan
yang seharusnya. Perubahan pola hujan akan berpengaruh besar pada SUT tadah
hujan, karena petani mengandalkan langsung lahan sawah mereka pada air hujan.
Pertanian tadah hujan sangat rentan terhadap kejadian kekeringan karena tidak

4
tersedianya air irigasi. Oleh karena itu penentuan waktu tanam yang tepat
merupakan salah satu strategi utama untuk menghindari kondisi ini.
Model Simulasi Tanaman DSSAT (The Decision Support System for
Agrotechnology Transfer)
Model Simulasi tanaman, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan
untuk menentukan waktu tanam dan teknik budi daya yang optimal pada
pertanian tadah hujan. Model simulasi tanaman dapat mengkuantifikasikan
interaksi antara lingkungan (tanah), unsur cuaca dan tanaman, sehingga sering
digunakan untuk mengetahui pengaruh variabilitas iklim terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman yang diduga dari hasil lahan. Salah satu model
simulasi yang sedang dikembangkan oleh para ilmuan IBSNAT (International
Benchmark Site Network for Agrotechnology Transfer) dari Universitas Hawaii
USA, ialah program DSSAT (The Decision Support System for Agrotechnology
Transfer; Jones et al. 2003). Program DSSAT memiliki beberapa model simulasi
untuk beberapa tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah,
gandum dan tanaman pangan utama lainnya. Kemampuan DSSAT dalam
mensimulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada berbagai teknologi
budi daya dan kondisi iklim dapat membantu kita untuk mengevaluasi bagaimana
dampak perubahan waktu tanam, input (pupuk, varietas dan jarak tanam)
terhadap hasil pada berbagai kondisi iklim yang diberikan.
Penggunaan DSSAT untuk tujuan kajian analisis risiko iklim pada
tananam pangan sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Bahrun (2005)
menggunakan DSSAT untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman jagung pada kondisi air terbatas di Kabupaten Majene Sulawesi Barat.
Rouw (2008) menggunakan DSSAT untuk mengkaji dampak keragaman curah
hujan terhadap produksi padi sawah dan menyusun alternatif strategi budi daya
yang dapat mengurangi risiko keragaman curah hujan. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa DSSAT cukup efektif untuk digunakan dalam mengevaluasi
teknologi budi daya pada berbagai kondisi iklim.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2013
di Laboraturium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut
Pertanian Bogor. Meliputi survei lapangan terhadap petani di Kabupaten Subang
dilakukan pada bulan Februari 2013 dan pengolahan data dimulai pada bulan
Maret sampai Mei 2013.

5
Data/Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1 Data koordinat lintang dan bujur dari stasiun iklim wilayah SukamandiSubang, data iklim harian meliputi nilai radiasi matahari (MJ/m2 day), nilai
maksimum dan minimum suhu udara (˚C), dan curah hujan (mm) selama 21
tahun (1991-2011) yang diperoleh dari Balai Penelitian Agroklimat dan
Hidrologi (Balitklimat), Litbang Pertanian.
2 Profil data fisik dan kimia tanah di Kabupaten Subang (Lampiran 1) yang
dibutuhkan (diperoleh dari Balai Penelitian Tanah/Balittanah), Litbang
Pertanian).
3 Data manajemen penanaman dan data hasil observasi meliputi tanggal
penanaman, kondisi dan jenis tanah wilayah kajian, kepadatan tanaman, jarak
tanam, kedalaman tanam, varietas tanaman, irigasi, kebiasaan budi daya
petani dan praktek pemupukan. Data ini dibutuhkan baik sebagai parameter
input dalam model tanaman DSSAT (Lampiran 2). Serta data harga komoditas
pertanian dibutuhkan untuk analisis Benefit Cost Rasio (Lampiran 8 dan 9).
4 Data ENSO untuk mengetahui perubahan kondisi ENSO terutama nilai
Anomali
SST
Nino
34
yang
bisa
diperoleh
dari
situs
http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.Indices/.nino/.EXTENDED/.NINO
34/
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat komputer
yang dilengkapi software DSSAT v4.5 (The Decision Support System for
Agrotechnology Transfer) untuk menjalankan model simulasi tanaman (crop
model), software Minitab 15, serta software Microsoft Office (Word dan Excel)
2007. Microsoft Excel dilengkapi program Crystal Ball sehingga dapat digunakan
untuk menentukan bentuk sebaran waktu tanam optimum.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini dimulai dengan melakukan survei Sistem Usaha Tani (SUT) petani
lahan sawah tadah hujan di kabupaten Subang, Jawa Barat. Survei dilakukan
untuk mengetahui karakteristik SUT padi sawah tadah hujan, dan teknik budi daya
dan pola tanam petani dalam menghadapi kejadian iklim ekstrim (terutama
kekeringan). Simulasi tanaman dengan DSSAT dilakukan untuk menilai opsi
teknologi dan potensi hasil serta penetuan waktu tanam yang tepat untuk
mendapatkan hasil yang optimum. Tahap selanjutnya dilakukan analisis untuk
mengetahui hubungan fenomena ENSO dengan keragaman hasil padi dan curah
hujan di wilayah kajian. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tahapan analisis di
atas selanjutnya ditentukan strategi budi daya yang adaptif terhadap kekeringan
dengan daya hasil tinggi. Strategi budi daya yang dievaluasi mencakup waktu
tanam optimum, pemupukan dan jarak tanam. Periode waktu tanam optimum
ditentukan dengan menentukan bentuk sebaran statistik waktu tanam optimum
dengan menggunakan Crystal Ball. Secara ringkas tahapan analisis dalam
penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

6

Data Iklim
Harian

Data Fisik dan
Kimia Tanah

Data Manajemen
Tanam Petani

Survei Sistem
Usaha Tani (SUT)

Survei
Literatur

Running Model DSSAT

Validasi Model DSSAT

Skenario Budidaya:
Waktu tanam, Dosis
pupuk, dan Jarak
Tanam

Dampak/pengaruh iklim
ekstrim (kekeringan)
terhadap SUT
Opsi-opsi
Adaptasi
Petani

Hasil Pendugaan
Potensi Hasil

Analisis Alternatif
Strategi Budi Daya

Bagaimana opsi alternatif strategi
teknologi budidaya yang harus
dikembangkan untuk
meningkatkan hasil padi.

Gambar 1 Diagram Tahapan Analisis
Survei Teknologi Budi Daya untuk Mengetahui Karakteristik SUT di
Kabupaten Subang
Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data Primer diperoleh melalui teknik wawancara (survei) dan
dipandu dengan kuisioner terstruktur (Lampiran 1). Survei dan wawancara
dilakukan terhadap 35 responden petani padi sawah tadah hujan beberapa
kecamatan di Kabupaten Subang. Survei sistem usaha tani dimaksudkan untuk
memahami model pola tanam, varietas yang digunakan, pemupukan, irigasi dan
kejadian kekeringan yang dihadapi oleh petani di lokasi penelitian. Survei
dilakukan di satu titik stasiun wilayah Kabupaten Subang yang didasarkan pada
sentra komoditi padi dan palawija. Pengambilan responden dilakukan dengan
teknik stratified random sampling. Stratifikasi sampel berdasarkan golongan
sistem pengairan yaitu irigasi teknis dan non-teknis (tadah hujan).
Informasi yang dikumpulkan melalui survei meliputi:
a Sumberdaya Pertanian: Bentuk informasi ini antara lain meliputi status
kepemilikan lahan, jadwal pergiliran tanaman per tahun (pola tanam), hasil,
sumber air di musim kemarau dan musim hujan, varietas, penggunaan pupuk
dan informasi penunjang lainnya.
b Masalah Iklim: Kejadian bencana iklim yang diidentifikasi adalah kekeringan
dan banjir. Informasi yang diperlukan antara lain frekuensi dan distribusi
waktu kejadian.

7
Pola tanam mencakup waktu tanam, intensitas tanam dan rotasi tanaman
yang biasa dilakukan petani selama satu tahun. Hasil survei kemudian
ditabulasi sesuai kebutuhan untuk pengolahan data. Sebagian satuan data yang
tidak sama dilakukan konversi. Pengolahan data umumnya ditujukan untuk
melihat persentase responden terhadap kondisi atau permasalahan tertentu.
Selanjutnya persentase responden ini digunakan sebagai acuan pengambilan
kesimpulan untuk permasalahan tertentu, terutama ditujukan untuk melengkapi
mengenai informasi karakteristik usaha tani di Kabupaten Subang.
Penilaian Teknologi Budi Daya Padi Sawah Tadah Hujan yang Optimum
Teknologi budi daya yang dievaluasi dengan DSSAT ialah irigasi,
pemupukan (organik dan anorganik) dan jarak tanam (kepadatan tanamanan),
sedangkan perlakuan lainnya diasumsikan tidak berubah. Pemupukan terdiri dari
tiga perlakuan yaitu tanpa pemupukan, setengah dari tingkat pemupukan
rekomendasi, dan sama dengan pemupukan rekomendasi. Jarak tanam juga terdiri
dari tiga perlakukan yaitu 25 × 25 cm, 30 × 30 cm dan 40 × 40 cm. Jadi total
perlakukan ada 9 kombinasi (Tabel 1). Dosis pupuk rekomendasi ditetapkan
berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga penelitian pertanian.
Validasi model DSSAT dilakukan dengan menggunakan data observasi dari
survei yang dilakukan terhadap 35 petani responden. DSSAT dijalankan dengan
menggunakan waktu tanam mulai dari 1 Januari sampai akhir Desember dengan
interval 15 harian.
Langkah-langkah simulasi hasil tanaman dengan
menggunakan DSSAT disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 1 Kombinasi Perlakuan Teknologi Budi daya Padi Sawah Tadah Hujan
yang digunakan sebagai Faktor Manajemen dalam Model Simulasi
DSSAT
Dosis Pupuk Anorganik (kg/ha)

Jarak Tanam (cm)

0 (1)
1a
1b
1c

25 x 25 (a)
30 x 30 (b)
40 x 40 (c)

300 (2)
2a
2b
2c

150 (3)
3a
3b
3c

Penentuan periode waktu tanam optimum dilakukan berdasarkan pada
hasil analisis sebaran waktu tamam optimum. Waktu tanam optimum dari setiap
tahun simulasi untuk setiap kombinasi teknologi yang ditunjukkan oleh Tabel 1
ditetapkan dengan menggunakan pendekatan analisis regresi Fourier yang
dikembangkan oleh Boer dan Wahab (2007) sebagai berikut:
n

Yt  a0   (bk sin(kt' )  ck cos(kt' ))
k 1

Dimana:
a0, bk dan ck
k = 1,2,…,n
t‟= 2�t 365

: Koefisien regresi
: Bilangan harmonik

t = 1,2,…365 : Julian Date

8
Yt
: Hasil tanaman padi waktu tanam-t
Koefisen a0 merepresentasikan rata-rata hasil tahunan dan hasil tanaman
maksimum (Ymaks) diestimasi dari a0 + hasil maksimum dari Ct, dimana:
n

Ymaks  a0  max(  (bk sin(kt' )  ck cos(kt' )))
k 1

Waktu tanam pada saat Ymaks untuk setiap tahun simulasi dan perlakuan ditetapkan
sebaran statistiknya. Periode penanaman optimum ditetapkan berdasarkan sebaran
ini yaitu tanggal tanam yang berada dalam selang peluang 10% dan 90%.
Teknologi budi daya yang optimal ditetapkan berdasarkan analisis ratio antara
biaya dan keuntungan (BCR) dengan menggunakan rumus berikut (Gettingen
1982):

�=
Keterangan: BCR
Benefit
Cost

= Benefit Cost Ratio
= Penghasilan bersih
= Total Biaya

Selanjutnya persamaan untuk menduga potensi hasil tanaman padi sawah
tadah hujan berdasarkan teknologi budi daya yang digunakan, disusun dengan
menggunakan fungsi produksi berikut (Soekartawi 2003):
Log Y = log(a) + b1log(X1)+ b2 log(X2)+ … + bn log(Xn) + error
Dimana X1, X2, .., Xn teknologi budi daya yang digunakan (e.g. dosis pupuk, jarak
tanam dst) dan a, b1, b2, …, bn adalah koefisien persamaan yang menunjukkan
besar pengaruh dari teknologi budi daya terhadap hasil. Uji nyata untuk koefisien
fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan Uji-t (Walpole 1990). Hipotesa
yang diuji ialah:
H0 : faktor produksi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (bi = 0)
H1 : faktor produksi berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (bi ≠ 0)
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t, dimana Thit = bi/SE(bi),
dan SE(bi) ialah simpangan baku perubah , dimana bbi. Apabila
Thit > Ttab = tolak H0
Thit < Ttab = terima H0
Penentuan Strategi Budi daya Adaptif Kekeringan dengan Daya Hasil Tinggi
Penentuan strategi budi daya yang optimal dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara keragaman hujan dan fenomea ENSO dan
hubungannya dengan anomali hasil. Berdasarkan hasil analisis ini, strategi budi
daya yang optimum ditentukan dengan memperhatikan praktek pengelolaan
tanaman yang dilakukan oleh petani yang diperoleh dari hasil survei.

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisistik Iklim di Wilayah Kajian
Stasiun iklim Sukamandi yang digunakan dalam analisis berada pada
ketinggian ± 50 m dpl dan terletak diantara 06° 21.001' LS - 107° 39.142' BT.
Rata-rata curah hujan tahunan sekitar 1344 mm dan memiliki satu puncak musim
hujan (pola monsoon) yaitu sekitar bulan Januari dan Februari. Musim hujan
berlangsung lebih kurang 5 bulan yaitu antara bulan Novermber sampai Maret dan
Musim Kemarau antara bulan April sampai Oktober (Gambar 2). Rata-rata suhu
maksimum sekitar 29.1°C dan suhu minimum sekitar 22.7°C serta radiasi
matahari sekitar 15.1 MJ/m2/hari.
CH rata-rata (mm)

300
250
200
150
100
50
0

Bulan

Gambar 2 Curah Hujan Rata-Rata Tahun 1991-2011 di Stasiun Sukamandi,
Kabupaten Subang
Hasil Survei Karakteristik Sistem Usaha Tani (SUT) di Kabupaten Subang
SUT Padi Sawah Tadah Hujan
Survei SUT di Kabupaten Subang menunjukkan sebagian besar petani
responden di beberapa kecamatan Kabupaten Subang merupakan petani pemilik
dan mengusahakan sendiri lahannya untuk pertanaman pangan. Sebagian kecil
petani ada sebagai penyewa atau maro. Maro ialah petani yang menggarap sawah
orang lain dan hasilnya dibagi dua dengan pemilik lahan. Luas lahan yang
dimiliki sebagian besar petani responden umumnya kurang dari 1 ha, hanya
sekitar 35% yang lebih besar dari 1 ha.
Sebagian besar lahan sawah di Kabupaten Subang merupakan sawah
beririgasi, namun di beberapa kecamatan masih banyak ditemui lahan sawah tadah
hujan. Sistem pertanian tadah hujan adalah sistem pertanian yang sumber airnya
hanya berasal dari hujan, baik yang langsung mengalir dipersawahan atau
memanfaatkan air yang tertampung di kolam buatan, yang kemudian dialirkan ke
persawahan. Kebanyakan petani pada musim kemarau memberakan sawahnya
untuk sementara waktu sampai musim penghujan datang. Namun demikian
sebagian masih melakukan penanaman padi dua kali dan kemudian diikuti dengan
tanaman yang membutuhkan sedikit air seperti palawija. Berdasarkan survei,

10

Curah Hujan (mm)

sebanyak 68% petani melakukan pola tanam dengan tiga kali tanam dalam satu
tahun berupa padi-padi-palawija dan sisanya melakukan dua kali tanam dalam
satu tahun yaitu padi-padi (Gambar 3).
300
250
200
150
100
50
0

Bulan

I

Padi

Padi

II

Padi

Palawija
Padi

Gambar 3 Hasil Survei Pola Tanam dan Waktu Tanam Petani di Kabupaten
Subang
Petani dengan pola tanam padi-padi-palawija, sebagian besar biasanya
memulai penanaman padi pertama saat awal musim hujan yaitu awal bulan
November dan persiapan dilakukan pada bulan Oktober, sehingga pada awal
musim hujan penanaman telah siap (Gambar 3). Penanaman padi kedua dapat
dilaksanakan pada bulan Februari saat musim hujan belum berakhir sehingga pada
saat musim kemarau Juni hingga Oktober air hujan masih cukup tersedia untuk
penanaman palawija. Namun ada juga beberapa petani responden di beberapa
kecamatan melakukan penanaman padi pertama bulan Januari, dan kedua pada
bulan Mei sehingga saat menjelang panen tanaman sering mengalami defisit air
(kekeringan) sehingga hasil tanaman menurun.

Hasil (ton/ha)

6.00
5.00
4.00

3.00

Padi

Palawija
Padi

2.00
1.00
0.00
Musim Tanam 1 Musim Tanam 2 Musim Tanam 3

Gambar 4 Rata-Rata Hasil Tanaman Petani Sawah Tadah Hujan di
Kabupaten Subang Berdasarkan Hasil Survei
Hasil survei menunjukkan jenis palawija yang banyak ditanam adalah
jagung dan ubi-ubian. Rata-rata hasil tanaman padi dari 35 petani pada musim
tanam pertama lebih tinggi dibanding pada musim tanam kedua (Gambar 4). Hasil
padi untuk musim tanam pertama (MT 1) ialah sekitar 4.2 ton/ha sedangkan untuk
MT 2 hanya sekitar 3.0 t/ha. Padi MT 2 umumnya mengalami cekaman

11
kekeringan sehingga banyak bulir-bulir padi yang kosong. Untuk palawija
(jagung), hasil dapat mencapai 5.0 ton/ha.
Kegiatan usaha tani padi dapat dibagi ke dalam 5 tahapan, yaitu
persemaian, pengolahan, penanaman, pemeliharaan (penyiangan, pemupukan,
penyemprotan) dan panen (Balitbang 2007). Hasil survei menunjukkan petani di
Kabupaten Subang lebih banyak menanam padi varietas IR 64, Ciherang dan Situ
Bagendit. Penanaman padi pada MT 1 umumnya menggunakan varietas berumur
panjang sekitar 110-120 hari (IR 64 dan Ciherang), sedangkan untuk MT 2
menggunakan varietas yang berumur pendek, diantaranya Situ Bagendit. Pupuk
yang digunakan ialah Urea, TSP, dan KCL. Dosis pupuk yang diberikan petani di
Kabupaten Subang bervariasi. Dosis rekomendasi yang dikeluarkan Dinas
Pertanian Kabupaten Subang ialah 300 kg/ha pupuk anorganik dan 5 ton/ha untuk
pupuk organik. Jarak tanam padi yang digunakan petani di Kabupaten Subang
cukup beragam, yakni berdasarkan metode SRI pada jarak 25 × 25 cm, 30 × 30
cm, dan 40×40 cm. Namun sebagian besar petani sawah tadah hujan di Kabupaten
Subang menggunakan jarak tanam 25 × 25 cm, artinya menggunakan benih yang
lebih banyak dibanding jarak tanam lainnya. Pelaksanaan kegiatan pengolahan
lahan, umumnya sudah menggunakan traktor, karena selain menghemat waktu,
pengolahan tanah dengan menggunakan traktor juga menghemat biaya dibanding
menggunakan tenaga ternak.
Kejadian Iklim Ekstrim dan Dampaknya pada SUT
Kejadian iklim ekstrim yang sering terjadi di Kabupaten Subang ialah
kekeringan, khususnya bagi petani padi sawah tadah hujan. Survei menunjukkan
bahwa sekitar 80 % petani mengalami kegagalan panen yang disebabkan oleh
kejadian kekeringan. Petani di Kabupaten Subang jarang mengalami kejadian
banjir, kalaupun pernah terjadi tidak berdampak terlalu besar terhadap hasil
pertanian mereka. Sebagian besar petani sawah tadah hujan di Kabupaten Subang
mengalami kejadian kekeringan tahun 2006, 2007 dan 2012 dan yang terparah
ialah pada tahun 2012 (Gambar 5). Hampir seluruh petani mengalami kekeringan
pada tahun 2012, dimana suhu relatif tinggi dan lama kemarau lebih panjang.
CH 2006, 2007 & 2012

250
200
150
100
50
0
1

2

3

4

5

CH rata-rata
35
30
25
20
15
10
5
0
Persentase responden
(%)

Curah Hujan (mm)

Persentase Kekeringan (%)
300

6

7 8
Bulan

9

10 11 12

Gambar 5 Hasil Survei Persentase Kekeringan dan Curah Hujan Tahun 2006,
2007 dan 2012 di Kabupaten Subang
Analisis terhadap data hujan tahun 2006, 2007 dan 2012 menunjukkan hujan
pada tahun tersebut jauh lebih rendah dibanding rata-rata (Gambar 5). Petani

12
mulai mengalami kekeringan dari bulan Mei dan kemudian persentase petani yang
mengalami kekeringan meningkat jumlahnya pada bulan Juli, Agustus dan
September. Hasil ini mengindikasikan bahwa kondisi hujan pada bulan JuliSeptember sangat penting dalam mendukung kegiatan usaha tani petani padi tadah
hujan di Kabupaten Subang. Apabila hujan pada bulan ini jauh di bawah normal
maka dapat dipastikan kejadian kekeringan pada petani sawah tadah hujan akan
meluas. Menurut Oldeman (1975) curah hujan bulanan yang memungkinkan
untuk ditanami padi ialah bila rata-rata curah hujannya lebih dari 100 mm/bulan.
Gambar 5 menunjukkan curah hujan pada bulan ini kurang dari 50 mm, sementara
curah hujan rata-rata (normal) sekitar 50 mm. Hasil temuan ini menunjukkan
bahwa curah hujan bulanan di atas 50 mm masih cukup baik untuk mendukung
pertumbuhan tanaman padi tadah hujan di Kabupaten Subang.
Persepsi Petani terhadap Keragaman Iklim dan Prakiraan Musim
Pemanasan global akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer diperkirakan akan memicu terjadinya perubahan iklim global.
Perubahan iklim global yang terjadi diantaranya meningkatnya kejadian iklim
ekstrim (Solomon 2007). Terjadinya penyimpangan iklim yang ekstrim pada
musim atau tahun tertentu dari normal akan semakin sering terjadi dan ini akan
berdampak besar pada usaha tani. Kegagalan panen akibat kejadian iklim ekstrim
akan semakin sering terjadi.
Berdasarkan hasil survei, sebagian besar petani menyatakan bahwa kondisi
iklim saat ini khususnya hujan semakin tidak menentu dan suhu udara dirasakan
semakin meningkat (Gambar 6). Petani menyatakan bahwa musim hujan semakin
sulit diprediksi. Umumnya petani masih tetap berpedoman pada sistem prakiraan
tradisional yang di turunkan oleh nenek moyang petani terdahulu yakni membaca
pergerakan bintang dan gejala alam lainnya. Misalnya adanya guntur yang
menggelegar pada akhir musim kemarau digunakan sebagai tanda akan mulai
musim hujan. Diakui oleh petani bahwa sistem prakiraan tradisional sedikit
membantu petani meskipun banyak juga yang tidak tepat. Informasi prakiraan
yang dikeluarkan BMKG belum banyak yang digunakan, dan sebagian petani
masih lebih percaya kepada prakiraan tradisional. Secara umum sebagian besar
petani dalam menentukan waktu tanam hanya berdasarkan pengalaman mereka
tahun-tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan informasi iklim yang
disosialisasikan oleh penyuluh, kelompok tani atau pemerintah daerah setempat
(Gambar 7).

Suhu meningkat

61%
31%
8%

Tidak Tahu
Hujan tidak menentu

Gambar 6 Keragaman Iklim yang Dirasakan Petani di Kabupaten Subang

13
11%
26%
63%

Pengalaman
Kelompok Tani
Keduanya

Gambar 7 Penerimaan Informasi Iklim oleh Petani di Kabupaten Subang
Upaya Adaptasi yang dilakukan Petani
Mundurnya awal musim hujan, merupakan salah satu masalah yang
dihadapi petani padi sawah tadah hujan. Bibit di persemaian yang sudah siap
dipindahkan ke lapangan seringkali tidak dapat dilakukan karena musim hujan
belum masuk. Petani seringkali terlanjur menyiapkan persemaian terlalu cepat
karena tertipu oleh terjadinya hujan tipuan atau „false rain‟. False rain ialah
hujan yang terjadi satu atau beberapa kali berturut-turut pada awal musim hujan
yang dianggap sebagai pertanda sudah masuk musim hujan (Boer et al. 2007).
Namun demikian setelah itu diikuti oleh hari tidak hujan yang panjang. Hujan
yang terjadi awal September memicu petani untuk mulai menanam karena
berasumsi MH sudah mulai padahal belum, sehingga pertumbuhan awal
terganggu (Boer et al. 2007). Hal ini akan berakibat pada kegagalan panen atau
mendapatkan hasil yang rendah karena kualitas bibit yang buruk (MH mundur
sehingga bibit tersimpan terlalu lama).
Salah satu upaya petani yang dilakukan untuk mengatasi ini ialah dengan
menerapkan sistem gogo rancah. Benih langsung ditanam pada lahan dan benih
akan tumbuh apabila kondisi air tanah sudah cukup basah yaitu setelah musim
hujan benar-benar masuk. Bentuk Adaptasi lain ialah dengan menerapkan sistem
semai kering, dimana semai dipersiapkan di tegalan jadi saat hujan sudah masuk
petani bisa langsung tanam tanpa harus menyiapkan persemaian di sawahnya.
membuat kolam

26%
34%

40%

membuat sumur
bor/sumur pompa
Tidak melakukan
tindakan apapun

Gambar 8 Upaya Adaptasi yang Dilakukan Petani di Kabupaten Subang
Disamping itu, upaya adaptasi yang dilakukan petani sawah tadah hujan
saat terjadi kekeringan, khususnya di musim kemarau ialah dengan membuat
embung atau kolam dan bersama-sama membuat sumur bor/pompa (Gambar 8).
Namun masih ada beberapa petani yang tidak melakukan upaya apapun untuk
mengatasi bencana kekeringan yang terjadi. Disamping itu, pengadaan air dengan
memanfaatkan air tanah atau mengangkut air dari sumbernya dari permukaan
rendah ke lahan yang akan diairi atau lebih dikenal dengan pompa irigasi biasanya
dilakukan petani secara bersama-sama. Namun demikian, pemanfaatan teknologi
ini membutuhkan biaya cukup besar, khususnya untuk pembuatan sumur

14
bor/pompa. Oleh karena itu, kebanyakan petani secara individu lebih memilih
membuat kolam sebagai sumber air alternatif karena biaya pembuatannya sedikit
lebih rendah jika dibandingkan dengan pembuatan sumur bor/pompa (Gambar 8).
Hasil Simulasi Model DSSAT untuk Pendugaan Potensi Hasil Padi
Validasi Simulasi Model DSSAT

Hasil Produksi (ton/ha)

Hasil validasi model simulasi DSSAT menunjukkan bahwa model cukup
mampu untuk mensimulasi hasil tanaman yang mengikuti data observasi (Gambar
9). Hasil padi dari 35 petani sawah tadah hujan yang melakukan penanaman dari
November 2011 – Januari 2012 tidak jauh berbeda dengan hasil dari luaran
DSSAT (Gambar 12). Koefisien determinasi (R 2) persamaan hubungan antara
hasil observasi dengan hasil luaran DSSAT mencapai 0.697 atau koefisien
korelasi sekitar 0,83 (Gambar 10). Perbedaan hasil antara observasi dengan luaran
DSSAT disebabkan karena faktor pembatas pertumbuhan pada model DSSAT
hanya dibatasi faktor ketersediaan pupuk nitrogen dan air saja sementara yang dari
petani juga masuk faktor pembatas lain seperti pupuk P dan K serta lainnya.
Dalam analisis validasi ini, model DSSAT dijalankan dengan menggunakan
pemupukan dosis 200 kg/ha untuk pupuk anorganik (urea), pupuk organik berupa
pupuk kandang dengan dosis 5 ton/ha, jarak tanam 30 × 30 cm.
6.5
6
5.5
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2

Simulasi
Observasi

Tanggal Tanam

Produksi Simulasi

Gambar 10 Grafik Hubungan Hasil Produksi Simulasi dan Observasi
6
6
5
5
4
4
3
3
2

R² = 0.697

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

Produksi Observasi

Gambar 9 Grafik Pola Hasil Produksi Simulasi dan Observasi

6.0

15
Keragaman Hasil Padi Menurut Waktu Tanam Pada Berbagai Perlakuan
Budi Daya
Hasil simulasi model “rice crop” DSSAT menunjukkan bahwa hasil
tanaman yang mendapat pupuk lebih tinggi dibanding yang tidak diberi pupuk
(Gambar 11). Hasil tanaman tertinggi diperoleh pada penanaman musim hujan
dan kemudian menurun pada penanaman musim kemarau. Hasil tanaman
penanaman musim hujan dapat mencapai hampir 6.0 ton/ha, sedangkan pada
penanaman musim kemarau bisa lebih rendah dari 1.0 ton/ha. Penanaman musim
hujan mulai dari Oktober sampai April memberikan hasil tinggi karena kebutuhan
air tanaman selalu terpenuhi, dimana curah hujan pada bulan-bulan ini umumnya
di atas 50 mm, sementara penanaman musim kemarau yaitu Mei-September tidak
demikian dimana curah hujan selalu lebih rendah dari 50 mm (lihat Gambar 3).
Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Zandstra et al. (1981)
bahwa kebutuhan air tanaman padi tadah hujan pada bulan ke-1 lebih besar 50
mm, pada bulan ke-2 lebih besar dari 100 mm dan pada bulan ke-3 curah hujan
lebih besar dari 40 mm.
6.0

JT: 25

25 cm

5.0

Hasil (t/ha)

300 kg/ha

4.0

150 kg/ha

3.0

Tanpa Pupuk

2.0
1.0

1
15
32
47
61
76
93
108
124
139
156
171
187
202
219
234
251
266
282
297
314
329
345
360

0.0

Hasil (t/ha)

6.0

JT: 30

30 cm

5.0

300 kg/ha

4.0

150 kg/ha

3.0

Tanpa Pupuk

2.0
1.0

1
15
32
47
61
76
93
108
124
139
156
171
187
202
219
234
251
266
282
297
314
329
345
360

0.0

6.0

JT: 40

40 cm

Hasil (t/ha)

5.0

300 kg/ha

4.0

150 kg/ha

3.0

Tanpa Pupuk

2.0
1.0

1
15
32
47
61
76
93
108
124
139
156
171
187
202
219
234
251
266
282
297
314
329
345
360

0.0

Gambar 11 Rata-rata Hasil Simulasi Padi Sawah Tadah Hujan Pada Berbagai
Perlakukan dan Waktu Tanam

16
Lebih lanjut, hasil analisis juga menunjukkan bahwa peningkatan
pemberian pupuk dari 150 sampai 300 kg/ha pada penanaman musim kemarau
hanya meningkatkan hasil sedikit tidak sebesar pada penanaman musim hujan
(Gambar 11). Hal ini mengindikasikan bahwa pada kondisi air yang terbatas,
pemberian pupuk yang lebih tinggi tidak disarankan. Temuan ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rouw (2008) terhadap padi sawah di Kabupaten
Merauke, Papua. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh bahwa penambahan
pupuk anorganik pada semua kombinasi perlakuan tidak memberikan pengaruh
nyata. Hasil padi sawah akan turun pada dosis pupuk yang lebih tinggi.
Jarak tanam juga mempengaruhi hasil. Gambar 11 menunjukkan bahwa
secara keseluruhan penanaman padi dengan jarak tanam 40 × 40 cm memberikan
hasil lebih tinggi dibanding yang lain. Disamping itu juga terlihat adanya
kecenderungan bahwa pemberian pupuk yang terlalu tinggi apabila jarak tanam
tidak terlalu rapat akan menurunkan hasil tanaman. Pengaturan jarak tanam pada
dasarnya menentukan lingkungan tumbuh tanaman yang baik, mempengaruhi
kompetisi antar dan dalam tanaman sehingga tanaman memiliki kemampuan
optimal memanfaatkan faktor lingkungannya sesuai karakter morfologi dan
fisiologi (Harjadi 1984). Apabila pemberian pupuk yang tinggi tidak disertai
populasi tanaman yang tinggi dapat menurunkan hasil tanaman karena dapat
menganggu keseimbangan unsur hara dalam tanah dan menurunkan efiesiensi
penggunaan unsur hara. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan pemberian pupuk
dan kerapatan tanam persatuan luas dapat memberikan sumbangan kepada
peningkatan hasil tanaman tersebut sampai pada batas kerapatan tanam dan dosis
pupuk tertentu.
Penelitian lapangan yang telah dilakukan Yetti & Ardian (2010), pengaruh
jarak tanam akan mempengaruhi gabah kering. Semakin lebar jarak tanam
mengahasilkan berat gabah kering yang semakin meningkat. Jarak tanam yang
rapat, tingkat saling menaungi antar daun tanaman cenderung meningkat,
sehingga penerimaan sinar matahari tidak optimal. Tesar (1984) menyatakan
bahwa tingkat laju asimilasi bersih sangat dipengaruhi oleh penyebaran sinar
matahari pada tajuk tanaman, adanya daun yang saling menaungi akan dapat
mengurangi laju asimilasi bersih. Salah satu cara untuk mendapatkan
pertumbuhan yang baik adalah dengan mengatur jarak tanam yang lebih lebar,
karena persaingan dalam memperoleh unsur hara, air dan sinar matahari di antara
tanaman menjadi lebih rendah. Masdar et al. (2006) menyatakan bahwa tanaman
yang tumbuh pada jarak tanam yang rapat dapat mengakibatkan stres pada vigor
sehingga menyebabkan perkembangan anakan menjadi terhambat. Lin et al.
(2009) menyatakan jarak tanam yang lebar dapat memperbaiki total penangkapan
cahaya oleh tanaman dan dapat meningkatkan hasil biji. Hal ini yang diperkirakan
meyebabkan jarak tanam 40 × 40 cm memberikan hasil padi yang lebih tinggi
dibanding jarak tanam yang lain. Rata-rata dan simpangan baku hasil tanaman
padi sawah tadah hujan pada berbagai perlakukan Jarak tanam dan pemupukan
serta musim tanam dapat dilihat pada Tabel 2.
Ketepatan waktu tanam juga merupakan faktor dominan produktivitas dan
keberhasilan panen. Gambar 11 menunjukkan bahwa waktu tanam dengan hasil
maksimum cukup beragam antar perlakuan. Berdasarkan analisis regresi Fourier
terhadap hasil simulasi 1991-2011, diperoleh bahwa waktu tanam optimum antar
tahun juga beragam dengan bentuk sebaran seperti yang ditunjukkan oleh Gambar

17
12. Dengan menggunakan definisi bawah waktu tanam optimum ialah tanggal
tanam yang berada antara 10% dan 90% dari data sebaran maka periode waktu
tanam optimum untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2 Tanggal Tanam Optimum Setiap Perlakuan Budi Daya di Kabupaten Subang

Catatan: Waktu tanam optimum di atas 365 menujukkan penanaman setelah Desember. Waktu tanam
optimum 370 sampai 415 menunjukkan tanggal tanam 5 Januari sampai 25 Februari.

Tabel 3 Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Tanaman Padi Sawah Tadah Hujan
Pada Berbagai Perlakukan Jarak Tanam dan Pemupukan
Jarak
Tanam
25 × 25 cm
30 × 30 cm
40 × 40 cm

Musim
Tanam