Produksi dua varietas kedelai secara organik akibat pemberian pupuk dengan dosis yang sama dengan dosis musim tanam I

PRODUKSI DUA VARIETAS KEDELAI SECARA ORGANIK
AKIBAT PEMBERIAN PUPUK DENGAN DOSIS YANG SAMA
DENGAN DOSIS MUSIM TANAM I

MERRY GLORIA MELIALA
A24070162

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
MERRY GLORIA MELIALA. Produksi Dua Varietas Kedelai Secara
Organik Akibat Pemberian Pupuk dengan Dosis yang Sama dengan Dosis
Musim Tanam I. (Dibimbing oleh MAYA MELATI).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh residu pupuk organik
terhadap kedelai varietas Wilis dan Anjasmoro pada musim tanam II yang
dibudidayakan secara organik. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB
Cikarawang, Laboratorium Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan
Horikultura, serta Laboratorium Kimia Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, Faperta, IPB pada bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak
Terbagi (Split Plot Design) dua faktor, yaitu pupuk organik dan varietas. Pupuk
oganik digunakan sebagai petak utama dan varietas sebagai anak petak. Petak
utama terdiri atas tiga jenis perlakuan pupuk organik yaitu 20 ton pupuk kandang
ayam/ha, 10 ton pupuk kandang ayam/ha dengan penambahan 3.5 ton Centrosema
pubescens/ha dan 10 ton pupuk kandang ayam/ha dengan penambahan 3.5 ton
Tithonia diversifolia/ha. Anak petak terdiri atas dua jenis varietas yaitu
Anjasmoro dan Wilis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik hanya
berpengaruh nyata terhadap kadar Fe biji sedangkan pada komponen pertumbuhan
dan produksi lainnya, pupuk organik berpengaruh tidak nyata. Varietas berbeda
nyata pada tinggi tanaman umur 2, 3, 5, 6, dan 7 MST, bobot basah dan kering
tajuk dan daun 7 MST, jumlah polong isi, jumlah cabang produktif, jumlah buku
produktif, bobot 100 biji, kadar Fe dan Zn biji, berbeda sangat nyata pada bobot
kering akar 7 MST. Interaksi antara pupuk organik dan varietas hanya
berpengaruh nyata terhadap kadar Fe biji. Potensi produksi kedelai dengan
pemberian 20 ton pupuk kandang/ha, 10 ton pupuk kandang/ha ditambah 3.5 ton
Centrosema pubescens/ha dan 10 ton pupuk kandang ayam/ha ditambah 3.5 ton
Tithonia diversifolia/ha berturut-turut adalah 2.43 ton/ha, 2.43 ton/ha, dan 2.26

ton/ha. Potensi produksi kedelai varietas Wilis dan Anjasmoro berturut-turut
adalah 2.28 ton/ha dan 2.46 ton/ha.

Produksi Dua Varietas Kedelai Secara Organik Akibat Pemberian Pupuk dengan
Dosis yang Sama dengan Dosis Musim Tanam I
Two Soybean Varieties Production with The Application Organic Manure with Same
Dosage as in Planting Season I under Organic Farming System
Merry Gloria Meliala1, Maya Melati2
1
2

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract
This research was conducted to study the effect of organic manure residues on
soybean. The experiment was conducted at IPB Research Station in Cikarawang , from
October 2010 to February 2011. The experiment used Split Plot Design with three
replications, the organic manure as the main plot and soybean varieties as the sub plot.

The experiment used Anjasmoro and Wilis variety. The organic manure dosage were 20
ton chicken manure/ha, 3.5 ton Centrosema pubescen /ha and 10 ton chicken manure/ha,
and 3.5 ton Tithonia diversifolia/ha and 10 ton chicken manure/ha. All treatmenst also
added with 2 ton rice husk charcoal/ha, 2 ton dolomite/ha. The types of organic manure
did not significantly affect soybean growth and production except Fe content of seed.
Varieties were significantly different in height of plant ( 2, 3, 5, 6, and 7 WAP), fresh and
dry weight of plant biomass, K content of leaf, N P K uptake of stem and leaf, number of
filled pod, number of productive branch and node, 100 seed dry weight, Fe and Zn
content of seed. Yield of plants with the treatment of chicken manure only, Centrosema
pubescen, and Tithonia diversifolia was 2.59 ton/ha, 2.58 ton/ha, and 2.55 ton/ha
repectively. Yield of Anjasmoro and Wilis was 2.50 ton/ha and 2.65 ton/ha, respectively.

Key words: organic farming, residues, chicken manure, Centrosema pubescens, and
Tithonia diversifolia

PRODUKSI DUA VARIETAS KEDELAI SECARA
ORGANIK AKIBAT PEMBERIAN PUPUK DENGAN DOSIS
YANG SAMA DENGAN DOSIS MUSIM TANAM I

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

MERRY GLORIA MELIALA
A24070162

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul

: PRODUKSI DUA VARIETAS KEDELAI SECARA
ORGANIK AKIBAT PEMBERIAN PUPUK DENGAN
DOSIS YANG SAMA DENGAN DOSIS MUSIM
TANAM I

Nama


: MERRY GLORIA MELIALA

NIM

: A24070162

Menyetujui
Pembimbing

Dr. Ir. Maya Melati, M.S., M.Sc
NIP. 19640128 199103 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Disetujui :


RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Desa Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi
Sumatera Utara pada tanggal 12 Oktober 1988. Penulis merupakan anak pertama
dari Bapak Bakti Sembiring dan Ibu Helitha Br. Bangun.
Tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri 101990 dan pada tahun 2004
menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Bangun Purba. Kemudian pada tahun
2007 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Medan. Tahun 2007 penulis diterima di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di
Desa Danaraja Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal juga menjadi peserta dan
presenter kompetisi penulisan Paper pada The 53rd IAAS World Congress di
Bogor. Tahun 2009 penulis menjadi asisten praktikum kimia Tingkat Persiapan
Bersama (TPB). Penulis juga aktif sebagai anggota Komisi Pelayanan Khusus,
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Institut Pertanian Bogor di bidang
pelayanan responsi pada tahun 2008-2011.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus karena atas
anugrah dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang

berjudul ”Produksi Dua Varietas Kedelai Secara Organik Akibat Pemberian
Pupuk dengan Dosis yang Sama dengan Dosis Musim Tanam I”. Penelitian ini
sebagian besar didanai melalui program I-MHERE B.2.C IPB tahun 2009-2011
dengan judul ”Good Agricultural Practice (GAP) of Rice and Soybean Production
under Organic Farming System” yang diterima Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua yang sangat mendukung
dalam doa, semangat, dan materi selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Maya Melati, M.S., M.Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis.
2. Dr. Ir. Haryadi, M.S. dan Ir. A. Pieter Lontoh, M.S. sebagai dosen penguji yang
sudah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi.
3. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc. sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di AGH.
4. Adik penulis (Beny), Yanti, Manahan, Tim Organik (Lisa, Ezta, Ayu, Sidik,
Pak Baso, Kak Risa, Bu Emma), dan teknisi kebun yang sudah membantu
pelaksanaan penelitian.
5. Loretta, Sri Mei, Afryan, Tugu, dan seluruh rekan AGH 44 atas semangat dan
teladan yang diberikan.
6. Seluruh staf pengajar dan staf kebun Departemen Agronomi dan Hortikultura

7. Pak Wasta, Pak Kohar, Bu Puri, dan seluruh petugas Perpustakaan
8. Adik-adik kelompok kecil, teman-teman Permata, Kopelkhu, Perwira 10,
Asistensi Pafos, dan Kopral 44 atas kebersamaan dan sukacita yang diberikan.
9. Seluruh pihak yang sudah membantu penulis selama menjalani perkuliahan dan
penyelesaian tugas akhir.
Tuhan memberkati.
Bogor, September 2011
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

ix


DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................

x

PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang ..................................................................................
Tujuan...............................................................................................
Hipotesis ...........................................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Botani dan Morfologi Kedelai ...........................................................
Syarat Tumbuh Kedelai.....................................................................
Pertanian Organik..............................................................................
Pupuk Organik ..................................................................................
Pupuk Kandang Ayam.......................................................................

Residu Bahan Organik.......................................................................

4
4
5
7
9
10
13

BAHAN DAN METODE .............................................................................
Tempat dan Waktu ............................................................................
Bahan dan Alat..................................................................................
Metode Percobaan.............................................................................
Pelaksanaan.......................................................................................
Persiapan Lahan ...............................................................................
Pemeliharaan....................................................................................
Panen ...............................................................................................
Pengamatan.......................................................................................


14
14
14
15
16
16
19
19
19

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
Kondisi Umum..................................................................................
Hasil..................................................................................................
Pembahasan ......................................................................................

22
22
35
45

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................

52

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

53

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Kombinasi Perlakuan pada Penelitian......................................................

15

2. Peubah yang Diamati pada Penelitian......................................................

20

3. Intensitas Serangan Hama dan Kejadian Penyakit ...................................

21

4. Kandungan Hara Pupuk Organik.............................................................

25

5. Sumbangan Hara Tiga Jenis Pupuk Organik............................................

26

6. Perbandingan Hara MT I dan MT II ........................................................

29

7. Estimasi Ketersediaan dan Serapan Hara.................................................

33

8. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan
Produksi Kedelai pada perlakuan Jenis Pupuk Organik dan Varietas .......

35

9. Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Perlakuan Tiga Jenis
Pupuk Organik ........................................................................................

36

10. Komponen Pertumbuhan Dua Varietas Kedelai.......................................

39

11. Komponen Produksi Kedelai pada Perlakuan Tiga Jenis
Pupuk Organik ........................................................................................

39

12. Komponen Produksi Dua Varietas Kedelai..............................................

40

13. Interaksi Perlakuan Jenis Pupuk Organik dan Varietas ............................

42

14. Korelasi antar Peubah terhadap Beberapa Komponen
Produksi Kedelai.....................................................................................

42

15. Perbandingan Potensi Produksi pada Musim Tanam I dan
Musim Tanam II pada Tiga Jenis Pupuk Organik dan Dua Varietas ........

44

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Centrosema pubescens ............................................................................

17

2. Tithonia diversifolia................................................................................

17

3. Tagetes erecta.........................................................................................

18

4. Serai........................................................................................................

18

5. Mulsa Jerami...........................................................................................

19

6. Serai setelah Dipangkas ..........................................................................

19

7. Kondisi Cuaca pada MT I dan MT II.......................................................

22

8. Ulat Bulu ................................................................................................

30

9.

Spodoptera litura ...................................................................................

30

10. Oxya sp. ................................................................................................

31

11. Nympahea sp..........................................................................................

31

12. Riptortus linearis Fabricius ....................................................................

31

13. Anoplocnemis phasiana..........................................................................

31

14. Karat pada Daun Kedelai .......................................................................

32

15. Mosaik pada Daun Kedelai ....................................................................

32

16. Kedelai Terserang Mosaik Kuning .........................................................

32

17. Penyakit Sapu Setan...............................................................................

32

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Penataan Petak Percobaan .........................................................................

59

2. Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah.....................................................

60

3. Deskripsi Varietas.....................................................................................

61

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia
setelah padi dan jagung. Kedelai mengandung protein yang cukup tinggi.
Kandungan protein kedelai sekitar 35-45% dari total bobotnya. Kebutuhan kedelai
nasional diperkirakan mencapai 2.2 juta ton (Suswono, 2010) dan baru terpenuhi
sebanyak 40% (Siregar, 2010). Produksi kedelai pada tahun 2010 hanya sekitar
908 111 ton dengan produktivitas 1.372 ton/ha (BPS, 2011).
Produksi kedelai yang tidak mencukupi kebutuhan menyebabkan impor
dilakukan. Faktor internal yang dapat meningkatkan volume impor adalah
penurunan areal tanam yang mengakibatkan penurunan produksi, rendahnya
efisiensi usaha tani kedelai sehingga daya saing rendah, serta peningkatan
konsumsi kedelai yang sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan
industri olahan kedelai (Sudaryanto dan Swatika, 2007).
Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan meningkatkan
produktivitas kedelai. Kedelai pada umumnya dibudidayakan secara konvensional
dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetis. Pemberian pupuk dapat
memenuhi kebutuhan hara kedelai sehingga produktivitas diharapkan meningkat
dan pemberian pestisida dapat menekan serangan organisme pengganggu tanaman.
Namun sistem budidaya dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia sintetis
mempunyai kelemahan.
Pupuk kimia sintetis yang digunakan terus menerus dan dalam dosis
tinggi dapat meningkatkan kemasaman tanah, mencemari tanah dan membuat
tanah lebih keras. Tanah yang masam tidak baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang akan mempengaruhi produktivitas tanaman.
Penggunaan pestisida kimia sintetis secara terus menerus juga dapat menyebabkan
resistensi, resurjensi dan dan ledakan hama sekunder sehingga pada pemberian
pestisida berikutnya tidak berpengaruh terhadap hama dan patogen tersebut. Oleh
karena itu budidaya kedelai secara organik dapat dilakukan sebagai salah satu
pilihan budidaya.

2

Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan
terpadu dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem
secara alami sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas,
dan berkelanjutan (Balittanah, 2004). Salah satu ciri pertanian organik adalah
penggunaan pupuk organik. Pupuk organik mempunyai kandungan bahan organik
yang tinggi. Keuntungan penggunaan pupuk organik adalah memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah (Sutanto, 2002).
Pupuk organik mengandung bahan organik yang merupakan sumber energi
organisme tanah sehingga meningkatkan aktivitas organisme tanah yang
bermanfaat dalam penyediaan hara tanaman (Setyarini, 2005). Pupuk organik
dapat diperoleh dari bagian tanaman, kotoran ternak maupun sampah yang
dikomposkan. Contoh pupuk organik yang dapat digunakan adalah pupuk
kandang ayam, pupuk hijau Centrosema pubescens dan Tithonia diversifolia.
Pupuk kandang ayam dan Centrosema pubescens dapat digunakan untuk
produksi kedelai sayur (Barus, 2005; Sinaga, 2005; Kurniasih, 2006; Melati et al.,
2008). Percobaan tersebut untuk produksi kedelai panen muda, belum dicobakan
untuk kedelai panen kering. Oleh karena itu perlu dipelajari juga apakah pupuk
organik ini dapat digunakan untuk kedelai panen kering.
Salah satu sumberdaya lokal yang melimpah jumlahnya di Indonesia
adalah Tithonia diversifolia yang merupakan tumbuhan liar yang belum
termanfaatkan dengan baik. Belum banyak masyarakat yang memanfaatkan gulma
ini. Beberapa penelitian tentang penggunaan Tithonia diversifolia sebagai sumber
hara telah dilakukan pada budidaya jagung, melon, jahe, dan sawi (Sabrina et al.,
2010; Hartatik, W., 2007; Widiwurjani dan Suhardjono, 2006). Tithonia
diversifolia juga telah dicobakan pada penelitian kedelai organik panen kering.
Selain dapat mendukung pertumbuhan tanaman kedelai, penambahan Tithonia
diversifolia juga dapat mengurangi serangan organisme pengganggu tanaman
(Kurniansyah, 2010).
Salah satu kelemahan pupuk organik adalah ketersediaannya unsur hara
yang lambat. Hara yang terdapat dalam pupuk organik masih berbentuk ikatan
kompleks organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman sehingga harus
diubah oleh mikrobia tanah menjadi senyawa organik dan anorganik sederhana

3

yang dapat diserap tanaman (Sutanto, 2002). Ketersediaan hara yang lambat
menunjukkan tidak seluruh hara yang terkandung dalam pupuk organik dapat
diserap oleh tanaman. Setelah satu musim tanam selesai masih terdapat residu
pupuk di dalam tanah yang diduga masih dapat digunakan oleh tanaman pada
musim tanam berikutnya.
Kedelai dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan ukuran bijinya, yaitu
kedelai berbiji besar, berbiji sedang, dan berbiji kecil. Kedelai varietas Wilis
merupakan salah satu kedelai berbiji sedang dan Anjasmoro merupakan salah satu
kedelai berbiji besar. Anjasmoro dapat mewakili kedelai berbiji besar dan Wilis
mewakili kedelai berbiji sedang. Penggunaan dua varietas ini untuk mempelajari
respon dua jenis kedelai terhadap pemupukan organik. Penelitian ini merupakan
penelitian lanjutan dari penelitian tentang penggunaan pupuk organik untuk
kedelai panen kering dan pada musim tanam II digunakan pupuk dengan dosis
100% dari musim tanam I sedangkan dengan dosis 50% dari musim tanam I
dilaksanakan oleh Tatied Elysa Herwanti.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh residu pupuk
organik terhadap kedelai varietas Wilis dan Anjasmoro pada musim tanam II yang
dibudidayakan secara organik.

Hipotesis
1. Terdapat jenis pupuk organik dengan dosis yang sama dengan dosis musim
tanam I yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi kedelai.
2. Terdapat varietas kedelai yang memberikan respon terbaik terhadap pemberian
pupuk organik.
3. Terdapat interaksi jenis pupuk dan varietas yang menyebabkan produksi kedelai
terbaik.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Kedelai
Kedelai bukan tanaman asli Indonesia, diduga berasal dari daratan pusat
dan utara Cina. Kedelai termasuk family leguminosae, subfamili Papilionoideae
dengan nama ilmiah Glycine max. Kedelai di Indonesia merupakan tanaman
semusim, tegak dengan tinggi 40-90 cm, bercabang, memiliki daun tunggal dan
daun bertiga, bulu pada daun dan polong tidak terlalu padat dan umur tanaman
antara 72-90 hari.
Bentuk biji kedelai beragam dari lonjong hingga bulat dan sebagian besar
kedelai yang ada di Indonesia berkriteria lonjong. Kedelai di Indonesia
dikelompokkan berukuran besar (berat > 14 g/100 biji), sedang (berat 10-14 g/100
biji) dan kecil ( 40 cm), struktur tanah gembur, tekstur lempung
berdebu, dan kelembaban cukup. Suhu dan panjang hari yang cukup juga cukup
menentukan namun keragaman genetik kedelai cukup luas untuk penyesuaiam dan
adaptasi terhadap dua komponen agroklimat tersebut.
Kedelai termasuk tanaman hari pendek (cepat berbunga apabila panjang
hari ≤ 12 jam, tidak mampu berbunga jika panjang hari > 16 jam). Kedelai di
indonesia berbunga pada umur 25-40 hari saat mencapai tinggi 40-50 cm. Di
wilayah tropis yang mempunyai panjang hari 14-16 jam, berbunga pada umur 5070 hari saat tinggi mencapai 70-80 cm, dan telah membentuk banyak cabang.
Umur matang kedelai Indonesia sangat genjah yaitu 75-95 hari sedangkan pada
daerah subtropis 150-160 hari.
Lamanya periode gelap menentukan dan mengatur faktor induksi
pembungaan (disebut florigen) yang disintesis pada daun dan ditranslokasikan ke
organ bakal bunga melalui floem. Tanaman kedelai yang tidak melalui periode

6

gelap akan tumbuh secara vegetatif terus menerus dan tidak mampu membentuk
bunga. Secara umum persyaratan panjang hari kedelai 11-16 jam dengan panjang
hari optimal untuk mencapai produktivitas tinggi 15-16 jam.
Kedelai termasuk tanaman yang memerlukan penyinaran penuh, tidak
memerlukan naungan. Adanya naungan yang menahan sinar matahari hingga 20%
pada umumnya masih dapat ditoleransi oleh tanaman tetapi bila lebih dari 20%
tanaman mengalami etiolasi. Interaksi suhu, intensitas radiasi matahari dan
kelembaban tanah sangat menentukan laju pertumbuhan tanaman kedelai. Suhu
tinggi berasosiasi dengan transpirasi yang tinggi, defisit tegangan uap air yang
tinggi, dan cekaman kekeringan pada tanaman. Suhu di dalam tanah dan suhu
atmosfer berpengaruh terhadap pertumbuhan Rhyzobium, akar, dan tanaman
kedelai. Suhu yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 2227oC.
Kelembaban udara tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan perkembangan kedelai tetapi secara langsung berpengaruh terhadap
perkembangan hama dan penyakit tertentu. Kelembaban udara terutama
berpengaruh terhadap proses pematangan biji dan kualitas benih. Curah hujan
yang tinggi selama proses pengeringan polong menurunkan kualitas biji dan mutu
benih karena polong dan biji menyerap kelembaban dari luar. Kelembaban udara
yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara RH 75-90% selama periode
tanaman tumbuh hingga stadia pengisian polong dan RH 60-75% pada waktu
pematangan polong hingga panen.
Curah hujan yang merata 100-150 mm per bulan pada dua bulan sejak
tanam merupakan kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan kedelai. Secara
umum kebutuhan air dengan umur panen 100-190 hari berkisar antara 450-405
mm setara dengan curah hujan 120-135 mm per bulan. Tekstur dan struktur tanah
menentukan kemudahan akar berkembang, kemampuan daya serap dan
permeabilitas terhadap air permukaan, drainase dan aerasi tanah, kemampuan
menyimpan kelembaban tanah, mudah sukarnya penanaman benih dan
pemeliharaan tanaman, perkembangan Rhyzobium, dan kepekaan terhadap
genangan air. Tekstur dan struktur tanah secara langsung menentukan kesuburan
tanaman kedelai.

7

Tanah yang ideal untuk usahatani kedelai adalah yang bertekstur liat
berpasir, liat berdebu-berpasir, debu berpasir, drainase sedang-baik, mampu
manahan kelembaban tanah, dan tidak mudah tergenang. Kandungan bahan
organik tanah sedang-tinggi (3-4%) sangat mendukung pertumbuhan tanaman
apabila hara tanahnya cukup. Kandungan bahan organik yang cukup terutama
berguna untuk mendukung perkembangan Rhyzobium, perbaikan drainase tanah,
peningkatan kapasitas menyimpan kelembaban tanah, dan mempermudah
pertumbuhan akar tanaman. Akar kedelai lebih mudah berkembang pada tanah
gembur yang mengandung liat dengan struktur tidak terlalu ringan.
Kelembaban tanah yang tinggi berkisar antara 80-100% kapasitas lapang
diperlukan pada saat benih ditanam hingga berkecambah dan tanaman berdaun
tunggal muncul (1-12 hari setelah berkecambah) lalu 75-85% untuk pertumbuhan
selanjutnya. Kedelai dapat tumbuh baik pada pH 5.5 – 7.0 dan pH optimum 6.0 –
6.5. Hara makro dan mikro tersedia bagi tanaman kedelai Pada kisaran pH
tersebut. Hara fosfat (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan sulfur
(S) tidak tersedia bagi tanaman kedelai pada tanah yang bereaksi masam (pH
kurang dari 5.5). Unsur hara mikro terutama Fe, Zn, Mn, dan P menjadi tidak
mudah tersedia bagi tanaman pada tanah yang bereaksi basa (Sumarno dan
Mashuri, 2007).

Pertanian Organik
Menurut IFOAM, pertanian organik didasarkan pada prinsip kesehatan,
ekologi,

dan

perlindungan.

Pertanian

organik

harus

melestarikan

dan

meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Kesehatan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari sistem kehidupan, tidak saja sekedar bebas dari penyakit tetapi juga dengan
memelihara kesejahteraan fisik, mental, sosial dan ekologi. Peran pertanian
organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi bertujuan
untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari
yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus,
pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan
bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Pertanian

8

organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip
ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan. Prinsip ini
menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis.
Pertanian organik didasarkan pada pengunaan masukan eksternal yang
minimum, serta menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetis (SNI, 2002).
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan
dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus
biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penggunaan
praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan masukan setempat,
dengan kesadaran bahwa keadaan regional setempat memang memerlukan sistem
adaptasi lokal. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan cara-cara kultural,
biologis dan mekanis, yang merupakan kebalikan dari penggunaan bahan-bahan
sintetis, untuk memenuhi fungsi spesifik dalam sistem. Suatu sistem produksi
pangan organik dirancang untuk :
o mengembangkan keanekaragaman hayati dalam sistem secara keseluruhan
o meningkatkan aktivitas biologis tanah
o menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang
o mendaur ulang limbah yang berasal dari tumbuhan dan hewan untuk
mengembalikan nutrisi ke lahan sehingga meminimalkan penggunaan
sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui
o mengandalkan sumberdaya yang dapat diperbaharui pada sistem pertanian
yang dikelola secara lokal
o mempromosikan penggunaan tanah, air dan udara secara sehat, serta
meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan oleh praktek-praktek
pertanian
o menangani produk pertanian dengan penekanan pada cara pengolahan yang
hati-hati untuk menjaga integritas organik dan mutu produk pada seluruh
tahapan dan bisa diterapkan pada seluruh lahan pertanian yang ada melalui
suatu periode konversi, dimana lama waktunya ditentukan oleh faktor spesifik
lokasi seperti sejarah lahan serta jenis tanaman dan hewan yang akan
diproduksi

9

Pupuk Organik
Menurut Setyorini (2005) pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari
sisa-sisa tanaman dan hewan seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos
baik yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai
jenis bahan, antara lain sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu,
sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur, limbah pasar,
limbah rumah tangga dan limbah pabrik, serta pupuk hijau.
Menurut Simanungkalit (2006) kompos merupakan produk pembusukan
dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan
cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya
bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas
tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak Contoh pupuk hijau adalah
sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Pupuk
kandang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah
potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri yang
digunakan dalam pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula,
limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan
sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang
berasal dari tanaman, setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak
misalnya plastik, kertas, botol, dan kertas.
Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah
yang utama selain itu juga berperan terhadap perbaikan sifat fisika, kimia, dan
biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah
akan menjadi humus atau bahan organik tanah. Bahan organik juga berperan
sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan
aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.
Bahan/pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butir primer
menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap.
Pupuk/bahan organik memiliki fungsi kimia yang penting dalam hal penyediaan
hara makro dan mikro walaupun dalam jumlah yang sedikit. Penggunaan bahan
organik dapat mencegah kahat unsur hara mikro pada tanah marginal atau tanah
yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang,

10

meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan dapat membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman Al, Fe, dan Mn.

Pupuk Kandang Ayam
Pupuk kandang ayam meningkatkan pH tanah. Hal ini karena pupuk
kandang ayam dapat meningkatkan bahan organik tanah yang menghasilkan
asam-asam humat dan fulvat yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan
Al3+ di dalam tanah. Hal ini menyebabkan Al di dalam tanah menjadi berkurang
sehingga pH meningkat. Pupuk kandang ayam juga menyebabkan peningkatan N
total tanah (Syahputra, 2007). N merupakan unsur pembatas yang sangat penting
bagi pertumbuhan banyak tanaman. Pada lahan kering Ultisol di Jambi, pemberian
pupuk kandang ayam 20t/ha meningkatkan permeabilitas, air tersedia, dan kadar
C-organik (Kuntyastuti dan Taufiq, 2008).
Pemberian pupuk kandang pada takaran fosfat alam yang rendah
menghasilkan tinggi tanaman jagung yang semakin tinggi. Selain itu pemberian
pupuk kandang nyata meningkatkan serapan P. Peningkatan kadar P tanah akan
merangsang pertumbuhan akar yang lebih banyak sehingga serapan hara oleh
tanaman juga akan semakin membaik (Purnomo et al., 2002).
Pupuk kandang ayam sebanyak 10 ton/ha dapat meningkatkan efektivitas
pemberian Rhizoplus pada tanaman kedelai di tanah Regosol. Penggunaan pupuk
kandang ayam dengan cara dilarik dan dibenam dapat meningkatkan bobot
tanaman kedelai, jumlah polong isi, dan bobot 100 biji (Suryantini dam
Rahmianna, 2001).
Pupuk kandang ayam berpengaruh positif terhadap karakter vegetatif dan
generatif tanaman pada sistem budidaya kedelai secara organik. Perlakuan pupuk
kandang pada penelitian Asiah (2006) menghasilkan bobot kering bintil akar
tertinggi, kombinasi dengan kompos dan pupuk hijau

meningkatkan N-total

sebesar 44.44%, dan kombinasi dengan kompos menghasilkan tinggi tanaman 7
MST tertinggi. Biji kedelai terbesar dihasilkan oleh kombinasi pupuk kandang
dengan abu sekam padi dan pupuk hijau.

11

Pupuk Hijau
Centrosema pubescens berasal dari Amerika Tengah dan Selatan dan
termasuk jenis legum. Legum ini diintroduksi ke kawasan Asia Tenggara dari
kawasan tropis Amerika sekitar abad ke 19. Centrosema pubescens diperbanyak
dengan menggunakan biji. Legum ini dapat melindungi tanah dari aliran
permukaan dan banyak memproduksi biomassa dan sumber pupuk organik untuk
memperkuat agregat tanah dan menyimpan ketersediaan air (Prosea, 2010).
Legum ini tumbuh pada daerah tropis lembab dengan ketinggian 600-900
m dpl dengan curah hujan 1500 mm/tahun atau lebih. Centrosema pubescens
masih dapat tumbuh pada tanah yang tergenang air dan akan bertahan di musim
kering yang berlangsung 3-4 bulan tetapi tidak dapat bertahan pada masa
kekeringan yang lebih panjang. Legum ini merupakan salah satu tanaman yang
tahan naungan dan dapat tumbuh di bawah naungan sebesar 80% (Prosea, 2010).
Pupuk kandang ayam dan Centrosema pubescens dapat digunakan untuk
produksi kedelai sayur (Sinaga, 2005; Kurniasih, 2006; Melati et al., 2008).
Pupuk hijau dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah dan bobot bintil akar,
bobot kering akar dan tajuk, bobot basah dan bobot kering tajuk dibandingkan
budidaya konvensional serta menurunkan jumlah polong hampa pada kedelai
panen muda (Kurniasih, 2006).
Tithonia diversifolia merupakan gulma yang banyak tumbuh di daerah
tropis, kaya akan unsur hara, mudah diperbanyak. Tithonia diversifolia dapat
diperbanyak secara vegetatif dan juga generatif. Secara vegetatif dapat tumbuh
dari akar dan stek batang atau tunasnya, dan dapat tumbuh cepat setelah dipangkas.
Tanaman ini dapat tumbuh baik pada ketinggian dua meter hingga lebih 1.000
meter dari permukaan laut (Jufri, 2010). Daun Tithonia diversifolia mengandung
unsur hara yang cukup tinggi yaitu 3,5-4,0% N; 0,35-0,38% P; 3,5-4,1% K;
0,59%Ca dan 0,27% Mg sehingga dapat digunakan sebagai sumber hara bagi
tanaman (Hartatik, 2007).
Kandungan unsur N, P, dan K pada Tithonia diversifolia lebih tinggi
dibandingkan sumber hara lain seperti Centrosema pubescens dan Panicum
maximum. Perbandingan C/N Tithonia diversifolia cukup rendah dibandingkan
Centrosema pubescens dan Panicum maximum. Perbandingan ini dapat

12

mengindikasikan bahwa dekomposisi Tithonia diversifolia berlangsung lebih
cepat (Olabode et al., 2007).
Tithonia

diversifolia

dapat

meningkatkan

bobot

tanaman

sawi

dibandingkan dengan pemberian pupuk NPK karena membuat daun sawi lebih
tebal (Widiwurjani dan Suhardjono, 2006). Kompos Tithonia diversifolia
digunakan sebagai pupuk organik pada tanaman jagung (Sabrina et al., 2010).
Tithonia dapat tumbuh cepat dengan hasil biomass kering sekitar antara 2-5
ton/ha/tahun. Tanaman jagung yang dipupuk dengan tithonia setara 60 kg N/ha
menghasilkan pipilan kering 4 ton/ha sedangkan yang dipupuk dengan urea 60 kg
N/ha hanya 3,7 ton/ha (Jufri, 2010).
Tithonia diversifolia juga telah digunakan pada tanaman melon. Bobot
buah serta serapan N dan K tanaman semakin meningkat dengan meningkatnya
dosis Tithonia diversifolia. Pada tanaman jahe pemberian Tithonia diversifolia
mampu memperbaiki sifat kimia tanah dan mensubstitusi N dan K pupuk buatan
sekitar 20-100%. Pemberian 68% NK- Tithonia diversifolia dan 32% NK-pupuk
buatan merupakan kombinasi terbaik untuk meningkatkan hasil rimpang jahe pada
tanah ultisol (Hartatik, 2007).
Pemberian Tithonia diversifolia mampu meningkatkan tinggi tanaman
lebih tinggi dibandingkan pemberian pupuk kandang dan Centrosema pubescens.
Produktivitas kedelai yang diberi pupuk organik Tithonia diversifolia yaitu 1.48
ton/ha lebih tinggi dibandingkan produktivitas kedelai yang diberi pupuk organik
Centrosema pubescens dan pupuk kandang ayam yang masing-masing
produktivitasnya adalah sebesar 1.33 dan 1.16 ton/ha (Kurniansyah, 2010).
Tithonia diversifolia memiliki efek alelopati. Taginin A, taginin C, dan
hispidulin yang diisolasi dari Tithonia diversifolia menghambat perkecambahan
lobak, mentimun, dan bawang merah (Baruah, et al., 1994). Pertumbuhan tunas
dan akar lobak, padi, dan sorgum juga terhambat pada tanah yang sebelumnya
ditanami Tithonia diversifolia dan tanah yang diberi perlakuan air ekstrak
Tithonia diversifolia (Tongma, et al., 1998). Tithonia diversifolia dapat
menghambat atau merangsang perkecambahan dan akumulasi klorofil tanaman
sehingga harus digunakan dengan hati-hati (Otusanya, et al., 2008).

13

Residu Bahan Organik
Ketersediaan

hara

dari

pupuk

organik

umumnya

lebih

lambat

dibandingkan pupuk buatan sehingga terdapat kemungkinan bahwa unsur hara
dari pupuk organik yang diberikan belum diserap oleh tanaman secara optimal
sehingga dapat dimanfaatkan oleh pertanaman berikutnya. Pemberian pupuk hijau
dan pupuk kompos membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dekomposisi
dibandingkan pupuk kandang, maka hara belum banyak diserap oleh tanaman
pada pertanaman pertama dan diduga hara telah tersedia pada pertanaman kedua
sehingga jumlah dan bobot polong isi lebih tinggi. Residu pupuk organik
menyebabkan tinggi kedelai varietas Wilis mampu melampaui tinggi tanaman
menurut deskripsi dan menurunkan bobot kering akar pada 7 MST. Penurunan
bobot kering terjadi karena adanya residu pupuk organik menyebabkan terjadinya
peningkatan ketersediaan hara dalam tanah sehingga tidak diperlukan perakaran
yang intensif untuk menyerap hara dari tanah (Melati et al., 2008).
Residu pupuk organik dapat meningkatkan pH tanah karena bahan organik
menghasilkan asam-aam humat dan fulvat yang dapat membentuk senyawa
kompleks dengan Al3+ di dalam larutan tanah yang menyebabkan Al dalam tanah
menjadi berkurang dan pH meningkat. Kondisi seperti ini mendukung
pertumbuhan tanaman yang optimal. Residu pupuk organik dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara bagi tanaman dan meningkatkan produksi sawi
(Syahputra, 2007).
Perlakuan residu kombinasi pupuk organik berpengaruh sangat nyata
terhadap intensitas serangan hama dan kejadian penyakit pada 7, 8, 9, dan 10
MST. Residu abu sekam memberikan pengaruh sangat nyata dan mampu
menurunkan intensitas serangan hama dan keparahan penyakit karena adanya
unsur silikat yang diduga dapat meningkatkan ketahanan tanaman melalui
pengerasan jaringan (Rianawati, 2007).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang,
Darmaga, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai
Februari 2011. Penimbangan dan pengeringan dilakukan di Laboratorium
Produksi Tanaman Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Analisis tanah dan hara dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan untuk penelitian adalah benih kedelai
varietas Anjasmoro (dosis 41.675 kg/ha) dan Wilis (dosis 27.5 kg/ha), dengan
populasi sebanyak 250 000 tanaman/ha. Benih kedelai yang digunakan berasal
dari hasil panen musim tanam I. Kedelai varietas Anjasmoro merupakan kedelai
berbiji besar sehingga memiliki bobot 100 butir yang lebih besar dibandingkan
kedelai varietas Wilis yang merupakan kedelai berbiji sedang. Oleh karena itu
kebutuhan benih kedelai varietas Anjasmoro lebih banyak dibandingkan Wilis.
Inokulan (dosis 6.25 g/kg benih) digunakan untuk menginokulasi benih kedelai
sebelum tanam.
Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang ayam, Centrocema
pubescens dan Tithonia diversifolia. Dosis pupuk yang digunakan adalah 20 ton
pupuk kandang ayam/ha), 3.5 ton Centrocema pubescens/ha dan 3.5 ton Tithonia
diversifolia/ha). Semua bagian tajuk dan akar Centrocema pubescens digunakan
sebagai pupuk hijau sedangkan pada Tithonia diversifolia hanya digunakan bagian
pucuk sekitar 15 cm dari ujung pucuk. Dosis ini didapat dari hasil penelitian
Kurniansyah (2010). Benih Centrosema pubescens yang ditanam sebanyak 25
kg/ha diharapkan menghasilkan 10 ton bahan segar namun bahan segar yang
dipanen hanya sebesar 3.50 ton bobot basah/ha. Hasil tersebut menjadi dasar
penentuan dosis pupuk hijau yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebanyak

15

3.50 ton Centrosema pubescens /ha dan 3.50 ton Tithonia diversifolia/ha (100%
dari musim tanam 1).
Dolomit dan arang sekam diaplikasikan dengan dosis masing-masing 2
ton/ha. Dolomit berfungsi menetralkan kemasaman tanah sehingga dapat
membantu tanaman mencapai pertumbuhan optimum dan mempercepat
dekomposisi pupuk organik. Arang sekam berfungsi sebagai sumber unsur K.
Pupuk kandang ayam (dosis 10 ton/ha) pada petak tanam pupuk hijau diberikan.
Tagetes dan sereh digunakan sebagai tanaman pengendali organisme pengganggu
tanaman. Pestisida hayati yang digunakan terbuat dari rendaman daun serai dan
Tithonia diversifolia. Jerami padi digunakan sebagai mulsa untuk menghindari
serangan lalat bibit karena tidak dilakukan perlakuan benih secara kimia.
Metode Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak
Terbagi (Split Plot Design) dua faktor, yaitu pupuk organik dan varietas. Pupuk
organik digunakan sebagai petak utama dan varietas sebagai anak petak. Petak
utama terdiri dari tiga jenis perlakuan pupuk organik yaitu 20 ton/ha pupuk
kandang ayam, 10 ton/ha pupuk kandang ayam dengan penambahan 3.5 ton/ha
Centrosema pubescens dan 10 ton/ha pupuk kandang ayam dengan penambahan
3.5 ton/ha Tithonia diversifolia. Anak petak terdiri dari dua jenis varietas yaitu
Anjasmoro dan Wilis. Selanjutnya perlakuan 10 ton pupuk kandang ayam/ha
dengan penambahan Centrosema pubescens hanya disebut sebagai perlakuan
Centrosema pubescens dan perlakuan 10 ton pupuk kandang ayam/ha dengan
penambahan Tithonia diversifolia hanya disebut perlakuan Tithonia diversifolia.
Kombinasi perlakuan yang diberikan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan pada Penelitian
Pupuk Organik
Pupuk kandang ayam (P)

Varietas
Anjasmoro (A)
Wilis (W)
PA
PW

Pupuk Centrocema pubescens (C)

CA

CW

Pupuk Tithonia diversifolia (T)

TA

TW

16

Masing-masing perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 18 satuan
petak percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + αi + βj + δij + τk + (βδ) jk + εijk
Yijk

: respon pengamatan akibat ulangan ke-i, pupuk ke-j dan varietas ke-k

µ

: rataan umum

αi

: pengaruh ulangan ke-i (i = 1, 2, 3)

βj

: pengaruh pupuk ke-j (i = 1, 2, 3)

δij

: galat pada ulangan ke-i dan pupuk ke-j

τk

: pengaruh perlakuan varietas ke-k (k=1, 2)

(βδ) jk : interaksi antara pupuk dan varietas, pada pupuk ke-j dan varietas ke-k
εijk

: galat

pada ulangan ke-i, pupuk ke-j dan varietas ke-k

Untuk mengetahui pengaruh dari seluruh perlakuan, digunakan uji F pada
taraf 1 % atau 5 %. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap parameter yang
diamati maka nilai setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji lanjut
Duncan Multiple Range Test (DMRT). Uji DMRT digunakan untuk
membandingkan rataan yang lebih dari dua.

Pelaksanaan
Persiapan Lahan
Pengolahan tanah dilakukan empat minggu sebelum penanaman kedelai.
Tanah digemburkan dan diratakan dengan menggunakan cangkul. Gulma yang
terdapat di lahan dikendalikan secara manual pada saat menggemburkan tanah dan
dibenamkan ke dalam tanah. Setiap ulangan terdiri dari 3 petak utama setiap petak
utama terdiri dari 2 anak petak sehingga terdapat 18 anak petak. Setiap anak petak
memiliki ukuran 2 m x 4 m. Penataan petak dapat dilihat pada Lampiran 1. Alur
tanam dengan jarak 40 cm dibuat pada setiap anak petak sehingga terdapat 5 alur
tanam. Alur tanam digunakan sebagai tempat dekomposisi pupuk organik dan
penanaman kedelai.

17

Aplikasi Pupuk Organik
1. Perlakuan Pupuk Kandang Ayam
Ayam yang menjadi sumber pupuk organik adalah ayam petelur. Kotoran
ternak dapat digunakan sebagai sumber hara dalam budidaya kedelai secara
organik kecuali yang berasal dari factory farming (SNI, 2002). Pupuk kandang
diaplikasikan dengan cara dibenamkan ke dalam alur tanam. Dolomit dan arang
sekam dengan dosis masing-masing 2 ton/ha diaplikasikan bersamaan dengan
pupuk kandang. Pupuk organik ini diaplikasikan dua minggu sebelum penanaman
kedelai dengan dosis 20 ton/ha.
2. Perlakuan Centrosema pubescens
Centrosema pubescens (Gambar 1) ditanam di petak yang berbeda dengan
petak penanaman kedelai yang tidak jauh jaraknya. Centrosema pubescens
dipanen dengan cara dicabut beserta akarnya. Seluruh bagian Centrosema
pubescens dicacah dengan panjang sekitar 5 cm lalu didekomposisikan dengan
cara dibenamkan ke dalam alur tanam kedelai bersama 10 ton pupuk kandang /ha,
dolomit dan arang sekam dengan dosis masing-masing 2 ton/ha ditambahkan pada
perlakuan ini. Pupuk ini diaplikasikan empat minggu sebelum penanaman kedelai.
3. Perlakuan Tithonia diversifolia
Tithonia diversifolia (Gambar 2) tumbuh di sekitar lahan sebagai
tumbuhan liar, bagian yang digunakan yaitu pucuk dengan panjang sekitar 15 cm
dari ujung pucuk. Pucuk Tithonia diversifolia dicacah dengan panjang sekitar 5
cm dan didekomposisikan dengan cara dibenamkan ke dalam alur tanam bersama
10 ton pupuk kandang /ha, dolomit dan arang sekam dengan dosis masing-masing
2 ton/ha. Pupuk ini diaplikasikan empat minggu sebelum penanaman kedelai.

Gambar 1. Centrosema pubescens

Gambar 2. Tithonia diversifolia

18

Penanaman
1. Penanaman Tanaman Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman
Tanaman yang digunakan sebagai pengendali organisme pengganggu
tanaman adalah Tagetes erecta dan serai. Tagetes erecta yang ditanam sudah
memiliki tinggi batang sekitar 20 cm sehingga pada saat kedelai ditanam Tagetes
erecta sudah berbunga. Tagetes erecta ditanam tiga minggu sebelum penanaman
kedelai. Satu baris Tagetes erecta ditanam di antara anak petak dengan jarak antar
tanaman sebesar 50 cm memisahkan setiap petak utama menjadi anak petak. Serai
sudah terdapat mengelilingi lahan dengan jarak antar tanaman sekitar 50 cm
sehingga penanaman tidak lagi dilakukan.

Gambar 3. Tagetes erecta

Gambar 4. Serai

2. Penanaman Kedelai
Benih kedelai ditanam empat minggu setelah pupuk hijau diaplikasikan
atau 2 minggu setelah aplikasi pupuk kandang ayam, pada saat itu diduga proses
dekomposisi pupuk organik sudah selesai pada saat itu. Benih direndam dengan
air selama beberapa menit. Benih yang mengapung dibuang karena kualitasnya
kurang baik. Sebelum ditanam, benih kedelai diinokulasi dengan dosis inokulan
sebanyak 6.25 g/kg benih. Benih kedelai ditanam dengan jarak tanam 40 cm x 10
cm, 2 benih per lubang, dengan kedalaman tanam sekitar 5 cm lalu dijarangkan.
Setelah ditanam, jerami diberikan sebagai mulsa untuk mencegah serangan lalat
bibit (Gambar 5).

19

Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan, pemangkasan
serai dan pengendalian hama. Pemangkasan dilakukan dengan memotong daun
serai dengan panjang s