Tanggap 3 Varietas Padi Sawah Terhadap Pembenaman Jerami Dan Pengurangan Dosis Pupuk Npk Pada Musim Tanam Ketujuh

TANGGAP 3 VARIETAS PADI SAWAH TERHADAP
PEMBENAMAN JERAMI DAN PENGURANGAN DOSIS PUPUK NPK
PADA MUSIM TANAM KETUJUH

TRI HERDIYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tanggap 3 Varietas Padi
Sawah terhadap Pembenaman Jerami dan Pengurangan Dosis Pupuk NPK pada
Musim Tanam Ketujuh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Tri Herdiyanti
NIM A252120301

RINGKASAN
TRI HERDIYANTI. Tanggap 3 Varietas Padi Sawah terhadap Pembenaman
Jerami dan Pengurangan Dosis Pupuk NPK pada Musim Tanam Ketujuh.
Dibimbing oleh SUGIYANTA dan HAJRIAL ASWIDINNOOR.
Penggunaan varietas unggul baru (VUB) mendorong petani untuk
mengaplikasikan pupuk anorganik dosis tinggi dan tidak mengaplikasikan bahan
organik ke dalam tanah. Kondisi ini menyebabkan kandungan bahan organik
tanah menurun sehingga terjadi degradasi kesuburan lahan yang menjadi faktor
pembatas untuk memperoleh hasil yang tinggi. Saat ini potensi genetik daya hasil
VUB telah mendekati titik maksimum sehingga tidak dapat lagi ditingkatkan.
Pemulia padi mulai mengembangkan varietas padi tipe baru (PTB) yang
diharapkan dapat meningkatkan daya hasil padi sawah. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari tanggap varietas padi sawah (VUB, PTB dan VUL) terkait
serapan hara, pertumbuhan dan hasil padi terhadap pembenaman jerami dan
pengurangan dosis pupuk NPK pada musim tanam ke-7.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Desember 2013 di lahan
petani di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten
Karawang. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) petak
terbagi (Split Plot Randomized Block Design) dengan 3 ulangan. Petak utama
adalah pemupukan, anak petak adalah varietas padi (Ciherang, IPB-3S dan
Mentik Wangi). Kombinasi pemupukan terdiri atas 10 perlakuan yaitu : jerami +
50% dosis NPK (P1), jerami + 50% dosis NPK + POP (P2), jerami + 50% dosis
NPK + POP + POC (P3), jerami + 50% dosis NPK + PH 1 (P4), jerami + 50%
dosis NPK + POP + PH 1 (P5), jerami + 50% dosis NPK + PH 2 (P6), jerami +
50% dosis NPK + POP + PH 2 (P7), tanpa jerami + 50% dosis NPK (P8), tanpa
jerami + 100% dosis NPK (P9), tanpa jerami dan tanpa NPK (P10).
Pembenaman jerami selama 7 musim tanam dapat memperbaiki kesuburan
tanah yang ditandai dengan peningkatan kadar C-organik dan kapasitas tukar
kation (KTK). Pengurangan 50% dosis pupuk NPK dengan pembenaman jerami
saja atau dengan penambahan pupuk organik dan pupuk hayati menghasilkan
pertumbuhan, komponen hasil dan hasil yang tidak berbeda dengan perlakuan
100% dosis pupuk NPK. Pembenaman jerami, aplikasi pupuk organik dan pupuk
hayati selama 7 musim tanam dapat mengurangi dosis pupuk NPK anorganik
hingga 50% tanpa menurunkan serapan hara, pertumbuhan dan hasil tanaman padi
varietas Ciherang, IPB-3S dan Mentik Wangi. Ketiga varietas (varietas unggul

baru, padi tipe baru dan varietas unggul lokal) tidak memberikan tanggap spesifik
terhadap perlakuan pembenaman jerami dengan pengurangan dosis pupuk hingga
50%. Pengurangan dosis NPK hingga 50% dengan pembenaman jerami saja
umumnya masih menyebabkan penurunan hasil, sehingga perlu dilakukan
penambahan pupuk organik padat pupuk hayati untuk meningkatkan ketersediaan
hara.
Kata kunci: Ciherang, IPB-3S, Mentik Wangi, pupuk hayati

SUMMARY
TRI HERDIYANTI. Response of 3 Rice Varieties to Straw Incorporation and
NPK Rates Reduction in 7th Planting Season. Supervised by SUGIYANTA and
HAJRIAL ASWIDINNOOR.
Use of high yielding variety encourage farmers to apply high rates of
inorganic fertilizer so organic materials do not apply into the soil. This condition
causes the reduction of organic matter content so that decline of soil fertility
resulting in degradation of the land that eventually became the limiting factor for
obtaining high yields. Currently genetic potential yield of high yielding variety
has approached the maximum point so that it can no longer be improved. Rice
breeders began to develop a new plant type is expected to increase the yield of
rice. The aims of this research was to study the response of lowland rice varieties

(VUB, PTB and VUL) related in nutrient uptake, growth and yield in straw
incorporation and NPK rates reduction in 7th planting season.
The research was conducted at rice field in Karawang, West Java from
April to December 2013. The research was arranged in split plot randomized
block design with 3 replications. The main plot was fertilization consisted of 10
treatment, i.e.: straw + 50% rate of NPK (1), straw+50% rate of NPK + solid
organic fertilizer (2), straw+50% rate of NPK + solid organic fertilizer + liquid
organic fertilizer (3), straw + 50% rate of NPK + biofertilizer 1 (4), straw + 50%
rate of NPK + solid organic fertilizer + biofertilizer 1 (5), straw + 50% rate of
NPK + biofertilizer 2 (6), straw + 50% rate of NPK + solid organic fertilizer +
biofertilizer 2 (7), without straw + 50% rate of NPK (8), without straw + 100%
rate of NPK (9), without straw and without NPK (P10), while the sub plot was
rice varieties (Ciherang, IPB-3S and Mentik Wangi).
Straw incorporation for seventh (7th) planting season could improve soil
fertility that is characterized by elevated levels of C-organic and cation exchange
capacity (CEC). 50% rates reduction of NPK fertilizer with straw incorporation
only or with the addition of organic and biological fertilizers resulted growth,
yield components and yield did not different with 100% dose of NPK fertilizer.
Application of straw incorporation, organic fertilizers and biofertilizers for
seventh (7th) planting season could reduce the rates of NPK fertilizers up to 50%

without reducing nutrient uptake, growth and yield of Ciherang, IPB-3S and
Mentik Wangi. The three varieties (high yielding variety, new plant type and local
variety) do not give a specific response to application of straw incorporation with
50% reduction in the rate of NPK. Reduction of NPK up to 50% rate with only
straw incorporation generally still reduce yield, so it needs the addition of organic
fertilizer and biofertilizers to increase nutrient availability.
Keywords: biofertilizer, Ciherang, IPB-3S, Mentik Wangi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TANGGAP 3 VARIETAS PADI SAWAH TERHADAP
PEMBENAMAN JERAMI DAN PENGURANGAN DOSIS PUPUK NPK

PADA MUSIM TANAM KETUJUH

TRI HERDIYANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada ujian Tesis: Dr Ir Iskandar Lubis, MS

Judul Tesis : Tanggap 3 Varietas Padi Sawah terhadap Pembenaman Jerami dan
Pengurangan Dosis Pupuk NPK pada Musim Tanam Ketujuh
Nama

: Tri Herdiyanti
NIM
: A252120301

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sugiyanta, MSi
Ketua

Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Desember 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Penelitian ini berjudul “Tanggap 3 Varietas Padi Sawah terhadap
Pembenaman Jerami dan Pengurangan Dosis Pupuk NPK pada Musim Tanam
Ketujuh”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sugiyanta, MSi dan Dr Ir
Hajrial Aswidinnoor, MSc selaku komisi pembimbing atas saran, waktu dan
kesempatan yang telah diberikan dalam membimbing dan mengarahkan penulis
selama penelitian dan penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih penulis
sampaikan juga kepada Dr Ir Iskandar Lubis, MS selaku penguji luar komisi serta
Dr Ani Kurniawati, SP, MSi selaku Wakil Ketua Program Studi Agronomi dan

Hortikultura dan pimpinan sidang ujian atas saran dan koreksiannya untuk
perbaikan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu,
Ika, Dwi dan Daniel Nova Fajar S atas segala doa dan kasih sayangnya. Rekanrekan W7L6, atas bantuan, doa dan dukungannya. Rekan-rekan pascasarjana
program studi Agronomi dan Hortikultura tahun 2012 atas kekeluargaan,
kebersamaan, dan ilmunya.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2015

Tri Herdiyanti

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL


ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2


2 TINJAUAN PUSTAKA
Varietas Unggul Padi
Karakter Morfologi, Agronomi dan Fisiologi Padi Varietas Unggul
Reduksi Pupuk Anorganik
Pupuk Organik
Jerami Padi
Pupuk Hayati

3
3
4
4
5
5
7

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan

9
9
9
9
10
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Rekapitulasi Sidik Ragam
Karakteristik Agronomi, Morfologi dan Fisiologi Padi Varietas Unggul
Baru, Varietas Padi Tipe Baru dan Varietas Unggul Lokal
Peningkatan Hasil
Kadar dan Serapan Hara Tanaman
Ketersediaan Hara Tanaman
Kadar Unsur Hara Tanah

14
14
17
19
34
34
41
41

5 PEMBAHASAN UMUM
Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi
Sawah
Kadar Unsur Hara Tanah

44

6 SIMPULAN

47

DAFTAR PUSTAKA

48

LAMPIRAN

51

RIWAYAT HIDUP

60

44
47

DAFTAR TABEL
1 Rentang optimal dan tingkat kritis unsur NPK pada jaringan tanaman
2 Hubungan ketersediaan hara N, P, dan K dengan hara N, P, dan K
terambil (kg per ton gabah)
3 Rekapitulasi sidik ragam
4 Rekapitulasi sidik ragam (lanjutan)
5 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap tinggi tanaman
6 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap jumlah anakan
7 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap warna daun
tanaman padi sawah
8 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap bobot kering akar
9 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap nisbah tajuk per
akar
10 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap panjang dan lebar
3 daun teratas tanaman padi
11 Sudut daun 3 daun teratas tanaman padi
12 Kadar N daun varietas Ciherang, IPB-3S, dan Mentik Wangi pada
perlakuan kombinasi pemupukan
13 Kadar P daun varietas Ciherang, IPB-3S, dan Mentik Wangi pada
perlakuan kombinasi pemupukan
14 Kadar K daun varietas Ciherang, IPB-3S, dan Mentik Wangi pada
perlakuan kombinasi pemupukan
15 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap laju tumbuh
relatif tanaman padi
16 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap laju asimilasi
bersih tanaman padi
17 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap panjang malai dan
jumlah gabah per malai
18 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap bobot 1000 butir
dan persentase gabah isi
19 Pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap hasil tanaman
padi sawah
20 Peningkatan hasil tanaman padi sawah pada perlakuan kombinasi
pemupukan
21 Kadar N jerami dan gabah varietas Ciherang, IPB-3S, dan Mentik Wangi
pada perlakuan kombinasi pemupukan
22 Serapan hara N varietas Ciherang, IPB-3S, dan Mentik Wangi pada
perlakuan kombinasi pemupukan
23 Kadar P jerami dan gabah varietas Ciherang, IPB-3S, dan Mentik Wangi
pada perlakuan kombinasi pemupukan
24 Serapan hara P varietas Ciherang, IPB-3S, dan Mentik Wangi pada
perlakuan kombinasi pemupukan
25 Kadar K jerami dan gabah varietas Ciherang, IPB-3S, dan Mentik Wangi
pada perlakuan kombinasi pemupukan
26 Serapan hara K varietas Ciherang, IPB-3S, dan Mentik Wangi pada
perlakuan kombinasi pemupukan

13
13
17
18
19
20
21
22
23
24
25
25
26
26
27
28
29
30
31
34
35
36
37
38
39
40

27 Ketersediaan unsur hara dan status kecukupan hara N, P, dan K pada
perlakuan kombinasi pemupukan
28 Hasil analisis pH, C-Organik dan KTK
29 Hasil analisis kadar N, P dan K tanah

41
43
43

DAFTAR GAMBAR
1 Curah hujan rata-rata tahun 2013 di Kabupaten Karawang
2 Pertanaman padi saat bibit padi di persemaian (a) dan saat 4 MST (b)
3 Pertanaman padi saat 9 MST
4 Pertanaman padi saat 13 MST : varietas Ciherang (a), varietas IPB-3S (b),
dan varietas Mentik Wangi (c)
5 Gabah kering giling (GKG) masing-masing perlakuan pemupukan
6 Kadar C-organik tanah musim tanam 1-7

14
15
15
16
32
42

DAFTAR LAMPIRAN
1 Denah percobaan di lapangan
2 Deskripsi karakteristik varietas Ciherang
3 Deskripsi padi varietas IPB-3S
4 Deskripsi padi varietas Mentik Wangi
5 Hasil analisis pupuk organik padat (POP)
6 Hasil analisis pupuk anorganik
7 Kandungan dan komposisi pupuk hayati 1
8 Kandungan dan komposisi pupuk hayati 2
9 Kandungan dan komposisi pupuk organik cair

54
55
56
57
58
58
58
59
59

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tanaman padi memerlukan hara dalam jumlah yang cukup untuk dapat
tumbuh dan berproduksi secara optimal. Peningkatan produksi padi diupayakan
melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi. Penggunaan varietas moderen
atau sering disebut juga varietas unggul baru (VUB) serta pengunaan pupuk
anorganik merupakan program intensifikasi yang dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas padi di Indonesia. Peran pupuk anorganik dan VUB dalam
meningkatkan produktivitas padi sawah telah ditunjukkan oleh keberhasilan
mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Penggunaan VUB yang responsif
terhadap pemupukan mendorong petani untuk mengaplikasikan pupuk anorganik
dosis tinggi serta tidak mengaplikasikan bahan organik kedalam tanah. Kondisi ini
menyebabkan kandungan bahan organik tanah menurun sehingga terjadi degradasi
kesuburan lahan yang menjadi salah satu faktor pembatas untuk memperoleh hasil
yang tinggi. Pelandaian produktivitas padi di Indonesia salah satunya diduga
karena menurunnya kesuburan tanah akibat tidak tepatnya penerapan pupuk. Oleh
karena itu, diperlukan teknologi yang dapat membenahi tanah yang telah
mengalami kemunduran, meningkatkan kemampuan tanah menjerap unsur hara
agar pemupukan menjadi lebih efisien, mampu menyimpan air lebih banyak, serta
memperbaiki kesuburan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi.
Pengembalian bahan organik ke lahan sawah dan aplikasi pupuk hayati
merupakan upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi penggunaan pupuk
NPK anorganik dan memperbaiki kesuburan tanah. Jerami merupakan bahan
organik utama yang paling potensial ketersediaannya di lahan sawah yang dapat
mengikat N pupuk selama dekomposisi dan melepas kembali secara perlahanlahan (Cho dan Kobata 2002). Menurut Sugiyanta et al. (2008) fungsi bahan
organik tanah sangat penting karena sebagai kunci mekanistik untuk suplai hara.
Pupuk organik merupakan sumber bahan organik lainnya selain jerami padi yang
dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) sehingga daya jerap kation
tanah meningkat dan pupuk anorganik yang diberikan ke tanah menjadi lebih
efisien, meningkatkan daya pegang air (water holding capacity), dan dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti
Al, Fe, dan Mn (Balai Penelitian Tanah 2009). Pupuk organik dapat berbentuk
padat atau cair. Pupuk organik padat (POP) selain dapat memperbaiki kesuburan
fisik, kimia dan biologi tanah juga digunakan sebagai media untuk pertumbuhan
mikroba yang membantu proses mineralisasi bahan organik tanah. Pupuk organik
cair (POC) umumnya diaplikasikan secara foliar spray (melalui tajuk tanaman).
Pemberian pupuk organik secara foliar spray diduga dapat menyediakan hara
makro dan mikro lebih cepat dibandingkan aplikasi melalui tanah yang harus
melalui mekanisme jerapan dan proses mineralisasi. Pupuk hayati berperan dalam
mempermudah penyediaan hara bagi tanaman karena mengandung beberapa
mikroorganisme yang bermanfaat, diantaranya Azotobacter, Azospirillum,
Rhizobium yang dapat menambat Nitrogen dan Pseudomonas yang dapat
melarutkan fosfat dan kalium dalam tanah (Puspitasari 2006). Penggunaan jerami,
pupuk organik dan pupuk hayati diharapkan dapat meningkatkan efisiensi

2
pemupukan sehingga dosis pupuk NPK buatan dapat dikurangi dan gangguan
kesehatan tanah dapat diatasi.
Penggunaan VUB terus dikembangkan untuk meningkatkan hasil tanaman
padi sawah. Namun, saat ini potensi genetik daya hasil VUB telah mendekati titik
maksimum sehingga tidak dapat lagi ditingkatkan. Beberapa pemulia tanaman
padi mulai mengembangkan varietas padi tipe baru (PTB) atau padi tipe ideal
yang diharapkan dapat meningkatkan daya hasil padi sawah. Padi tipe baru
merupakan padi unggul yang arsitektur tanamannya dimodifikasi (Susilawati et al.
2010). Sifat yang diharapkan dari pembentukan PTB adalah jumlah anakan sedikit
tetapi semua produktif (8-10 batang), malai yang lebat dan bernas (200-250 gabah
per malai), tinggi tanaman sedang (80-100 cm), umur panen sedang (110-130
hari), daun tegak dan hijau tua, perakaran dalam, dan tahan terhadap hama dan
penyakit (Khush 1995). Varietas PTB yang memiliki sifat-sifat tersebut
diharapkan mampu berproduksi 9-13 ton GKG ha-1. Selain VUB dan PTB
dibeberapa daerah terdapat varietas lainnya yaitu varietas unggul lokal (VUL).
Varietas unggul lokal dengan produktivitas yang rendah tetap berkembang karena
memiliki sifat aromatik, nilai ekonomi tinggi, dan toleran terhadap berbagai
cekaman (Wahyututi et al. 2013)
Hasil penelitian Sugiyanta (2010), Perwita (2011), Riyanti (2011) dan
Herdiyanti (2012) menunjukkan bahwa pengurangan 50% dosis NPK dengan
pembenaman jerami, penambahan pupuk hayati, dan pupuk organik menghasilkan
pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil tanaman padi varietas Ciherang
yang tidak berbeda dengan 100% dosis NPK. Informasi mengenai tanggap
varietas VUB, PTB dan VUL terhadap pemupukan anorganik dan organik belum
banyak dilaporkan. Ketiga tipe varietas tersebut memiliki karakter morfologi,
agronomi maupun fisiologi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan
karakter VUB, PTB, dan VUL serta perbedaan kondisi hara tanah sawah yang
diberi perlakuan jerami dan pupuk organik menimbulkan dugaan bahwa terdapat
perbedaan serapan hara, pertumbuhan, dan hasil tanaman padi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tanggap varietas padi sawah
(VUB, PTB dan VUL) terkait serapan hara, pertumbuhan dan hasil padi terhadap
pembenaman jerami dan pengurangan dosis pupuk NPK pada musim tanam ke-7.
Hipotesis
Penelitian ini disusun dengan hipotesis bahwa pengembalian jerami dan
pupuk organik berulang sampai 6 musim tanam memberikan pengaruh terhadap
serapan hara, pertumbuhan dan hasil padi VUB, VUL dan PTB.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Varietas Unggul Padi
Varietas padi merupakan salah satu teknologi yang mampu meningkatkan
produktivitas padi dan pendapatan petani. Padi varietas unggul yang berkembang
saat ini sangat beragam yang terdiri atas varietas unggul lokal (VUL), varietas
unggul baru (VUB), padi tipe baru (PTB) dan padi hibrida. Saai ini, tersedia
beragam varietas padi sawah yang telah dilepas pemerintah yang dapat
memudahkan petani dalam memilih varietas yang sesuai dengan kondisi
lingkungan setempat, berdaya hasil tinggi dan bernilai jual tinggi.
Varietas unggul baru (VUB) adalah varietas yang memiliki sifat-sifat
unggul seperti hasil yang tinggi, tahan hama dan penyakit, respon terhadap
pemupukan serta memiliki rasa nasi yang enak. Pengembangan varietas unggul
moderen (high yielding variety) dicirikan dengan pembentukan varietas berdaun
tegak, batang agak pendek, anakan banyak, kemampuan intersepsi cahaya dan
efisisiensi energi dan fotosintesis serta responsif terhadap pemupukan. VUB
merupakan varietas yang dikembangkan untuk kondisi lingkungan tumbuh yang
menguntungkan seperti lahan beririgasi dan suplai nitrogen yang cukup. VUB
memiliki daya adaptasi yang rendah, terutama terhadap kekeringan dan
penggunaan pupuk yang rendah. VUB umumnya dihasilkan dari proses pemuliaan
di lingkungan optimum sehingga memiliki daya adaptasi yang rendah terhadap
lingkungan suboptimum.
Padi tipe baru (new plant type) adalah padi hasil persilangan antara jenis
indica, javanica (bulu), japonica atau padi liar dengan karakter tertentu. Padi tipe
baru (PTB) merupakan padi unggul yang arsitektur tanamannya dimodifikasi
(Susilawati et al. 2010). Sifat yang diharapkan dari pembentukan padi tipe ideal
adalah jumlah anakan produktif sedikit (8-10 batang), malai yang lebat dan bernas
(200-250 gabah per malai), tinggi tanaman sedang (80-100 cm), umur panen
sedang (110-130 hari), daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua, perakaran dalam,
dan tahan terhadap hama dan penyakit (Khush 1995). Banyak varietas padi lokal
Indonesia dari subspesies Japonica Tropis digunakan sebagai sumber gen atau
tetua dalam program tersebut, karena padi Japonica Tropis mempunyai batang
kokoh, anakan sedikit, malai panjang, dan jumlah gabah per malai banyak, seperti
Genjah Wangkal, Ketan Lumbu, dan Soponyono (Abdullah et al. 2008).
Pembentukan PTB di Indonesia dimulai sejak tahun 1995. Empat varietas telah
dilepas, yaitu Cimelati (2001), Gilirang (2002), Ciapus (2003), dan Fatmawati
(2003) (Suprihatno et al. 2007). Namun, keempat varietas tersebut memiliki
kekurangan, antara lain kehampaan yang tinggi serta kurang tahan terhadap hama
dan penyakit utama tanaman padi. Hama utama padi pada lahan sawah adalah
wereng batang coklat (WBC), penggerek batang, dan ganjur, sedangkan penyakit
utama adalah hawar daun bakteri (HDB) dan tungro. Oleh karena itu, perlu dirakit
padi tipe baru (PTB) yang mempunyai potensi hasil lebih tinggi dari varietas VUB,
lebih tahan hama dan penyakit utama, serta memiliki mutu beras yang baik.
Sebelum adanya teknologi revolusi hijau, petani disetiap wilayah
menanam padi lokal yang beradaptasi pada agrosistem spesifik. Varietas lokal
telah dibudidayakan secara turun temurun. Setiap musim petani memilih varietas

4
padi dengan rasa nasi enak, sehingga varietas lokal pada umumnya memiliki mutu
yang tinggi. Varietas lokal tersebut telah beradaptasi pada kondisi agroekosistem
dan cekaman biotik maupun abiotik di wilayah setempat. Varietas lokal terutama
yang dikembangkan dari subspesies Japonica Tropis akan dapat beradaptasi pada
kondisi kesuburan tanah yang rendah, kekeringan, lahan masam, lahan tergenang,
keracunan besi, ketidakpastian cuaca dan irigasi, serta resisten terhadap hama,
penyakit dan gulma. Contoh varietas lokal diantaranya Pandan Wangi (Cianjur),
Sarinah (lokal Garut), Midun (lokal Sukabumi), Rojolele (Delanggu Klaten).

Karakter Morfologi, Agronomi dan Fisiologi Padi Varietas Unggul
Morfologi suatu tanaman dapat menggambarkan produktivitasnya.
Berdasarkan hubungan morfologi dan produktivitas tanaman, maka model
arsitektur tanaman digunakan untuk menciptakan suatu tanaman yang ideal.
Karakter morfologi menyangkut bentuk dan struktur tanaman yang merupakan
dasar utama dalam klasifikasi tanaman dan digunakan sebagai alat untuk
mengenal adaptasi tanaman terhadap lingkungan (Makarim dan Suhartatik 2009).
Padi varietas unggul dengan potensi hasil tinggi memiliki kekhasan karakter
morfologi (Wahyututi 2012). Karakter morfologi yang banyak digunakan untuk
perakitan varietas padi unggul dengan kemampuan menghasilkan tinggi adalah
batang pendek, daun tegak, dan jumlah anakan banyak (Yoshida 1981), sedangkan
karakter agronomi yang sering digunakan adalah tinggi tanaman, kerebahan, umur
tanaman, hasil, dan komponen hasil.
Beberapa penelitian menggunakan karakter fisiologi untuk mengetahui
hubungannya dengan potensi hasil pada padi varietas unggul. Fu et al. (2009)
menggunakan karakter fotosintesis seperti laju fotosintesis, konduktansi mesofil
dan kandungan klorofil dan peranan fisiologi daun tetap hijau (stay green) pada
padi varietas unggul. Zhang et al. (2009) menggunakan karakter fisiologi indeks
luas daun (ILD), akumulasi biomassa, laju pertumbuhan tanaman (LPT), dan
kandungan karbohidrat.
Menurut Makarim et al. (2009) untuk mendukung penanaman padi
berdaya hasil di masa depan, diperlukan perbaikan internal tanaman seperti
perbaikan bentuk dan kualitas tajuk, peningkatan pemanfaatan radiasi surya,
perbaikan sifat partisi, penguatan batang tanaman, perbaikan aktivitas perakaran,
dan perbaikan ukuran sink. Perakitan karakter morfologi varietas padi hibrida
super dan PTB menggunakan karakter sifat kanopi daun tegak tinggi, posisi malai
lebih rendah, tinggi tanaman, dan posisi 3 daun bagian atas (Khush 1995).
Reduksi Pupuk Anorganik
Pupuk menurut Direktorat Pupuk dan Pestisida (2011) merupakan bahan
kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan
tanaman secara langsung atau tidak langsung. Penggunaan pupuk pada tanaman
pangan terutama padi, dimulai pada tahun 1960-an bersamaan dengan
dicanangkannya program intensifikasi. Pengembangan varietas unggul berumur
pendek, produktivitas tinggi, dan tanggap terhadap pemupukan telah

5
menempatkan pupuk anorganik sebagai faktor penting dalam upaya peningkatan
produksi padi di Indonesia (Rochayati dan Adiningsih 2002).
Hampir dua dekade terakhir, kenaikan produksi sudah tidak sebanding lagi
dengan penggunaan pupuk. Laju kenaikan produktivitas menurun dan gejala ini
disebut kejenuhan produksi atau levelling off yang merupakan petunjuk
menurunnya efisiensi pupuk. Penurunan efisiensi pupuk berkaitan erat dengan
faktor tanah dimana telah terjadi kemunduran kesehatan tanah baik secara kimia,
fisik maupun biologi sebagai akibat pengelolaan tanah yang kurang tepat
(Adiningsih 2006).
Reduksi pupuk anorganik merupakan salah satu upaya untuk mengurangi
penggunaan pupuk anorganik dengan mengembalikan bahan organik ke dalam
tanah. Hasil penelitian Arafah dan Sirappa (2003) menunjukkan bahwa
penggunaan bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos,
pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik dapat
meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi
kebutuhan pupuk, terutama pupuk K. Sugiyanta et al. (2008) menambahkan
bahwa fungsi bahan organik tanah sangat penting karena sebagai kunci mekanistik
untuk suplai hara tanaman.
Pupuk Organik
Menurut Razak et al. (2005) penggunaan pupuk organik muncul terutama
karena masalah pencemaran lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap produk
pertanian. Aspek penting dari hal tersebut adalah penggunaan pupuk organik
sebagai pengganti sebagian atau seluruh pupuk kimia tanpa mengurangi tingkat
produksi tanaman. Pupuk organik menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia (Permentan) Nomor 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 adalah pupuk
yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau
limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau
cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat
untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu, menurut Suriadikarta dan
Simanungkalit (2006) pupuk organik juga sangat bermanfaat bagi peningkatan
produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan
pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan
dapat mencegah degradasi lahan.
Jerami Padi
Jerami padi adalah semua hijauan padi selain biji dan akar yang dihasilkan
tanaman padi. Dobermann dan Fairhurst (2000) menyatakan bahwa kandungan
hara tertinggi dalam jerami selain Si (4-7%) adalah kalium (1.2-1.7%).
Kandungan hara lainnya adalah N (0.5-0.8%), P (0.07-0.12%), dan S (0.050.10 %). Pengembalian jerami ke tanah dapat memperlambat pemiskinan K dan Si
tanah. Hasil penelitian Adiningsih (1984), dengan membenamkan jerami 5 ton
ha-1 musim-1 selama 4 musim pada tanah sawah kahat K dapat mensubstitusi
keperluan pupuk K dan memperbaiki kesuburan tanah sehingga hasil panen dapat
meningkat. Setelah 4 musim tanam, jerami dapat meningkatkan kadar C-organik

6
1.5%, K-dapat ditukar 0.22 me, Mg-dapat ditukar 0.25 me, Kapasitas tukar kation
tanah 2 me 100 g-1 tanah, serta Si tersedia dan stabilitas agregat tanah. Menurut
Adiningsih (2006) apabila dihitung dalam hektar, sumbangan hara dari jerami
setara dengan 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si, dan 1.7 ton C-organik ha-1 yang
sangat diperlukan bagi aktivitas mikroba tanah. Jerami mengandung hara K yang
cukup tinggi karena 80% K yang diserap tanaman padi berada dalam jerami (Balai
Penelitian Tanah 2009).
Pembakaran jerami sering dilakukan oleh petani di beberapa daerah sentra
produksi padi. Pembakaran jerami merupakan kegiatan yang merugikan karena
pada proses pembakaran tersebut banyak hara yang hilang. Menurut Juliardi dan
Gani (2002), pembakaran jerami akan menyebabkan kehilangan beberapa unsur
hara diantaranya 94% C, 91% N, 55% P, 79% K, 70% S, 30% Ca, dan 20% Mg.
Hasil penelitian Bird et al. (2002) menunjukkan bahwa biomassa C dan N
mikroba tanah (soil microbial biomass/SMB) pada perlakuan pembenaman jerami
lebih besar dibandingkan ketika jerami dibakar. Biomassa mikroba tanah
merupakan sumber utama nitrogen tersedia bagi tanaman, pembenaman jerami
berulang setiap musim tanam dapat meningkatkan pool hara N di dalam tanah
yang dapat meningkatkan ketersediaan hara N bagi tanaman secara bertahap.
Bentuk-bentuk fraksi bahan organik dalam tanah diantaranya fraksi ringan
(light fraction), mobile humic acid (MHA), mobile fulvic acid (MFA), dan humin
(asam humat yang tidak larut dalam alkali). Menurut Bird et al. (2001),
penambahan bahan organik seperti jerami padi akan membentuk pool C dan N
labil. Pool labil tersebut dalam bentuk MHA-C dan MHA-N yang pada akhirnya
akan menyediakan C dan N bagi tanaman. Fraksi humin berasal dari sisa-sisa
tanaman yang belum sempurna proses dekomposisinya. Fraksi humin berfungsi
dalam pembentukan struktur tanah serta mengandung unsur hara N, P, dan K.
Menurut Haynes (2000), bahan organik tanah (soil organic matter/SOM)
seperti jerami padi apabila dikembalikan ke lahan dapat memperbaiki kesuburan
tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Dampak positif pada perbaikan
siklus hara tanah diantaranya : pemberian bahan organik dapat meningkatkan
KTK yang berhubungan dalam kemampuan memegang hara sehingga daya jerap
kation meningkat dan pemupukan menjadi lebih efisien; bahan organik
merupakan pool hara untuk tanaman; mengikat hara untuk mencegah hara tersebut
secara permanen tidak tersedia bagi tanaman ; bahan organik sebagai makanan
bagi mikrorganisme tanah, mikroorganisme tanah menahan hara dan
melepaskannya dalam bentuk tersedia bagi tanaman. Dampak positif aplikasi
bahan organik pada dinamika air diantaranya: memperbaiki infiltrasi air,
menurunkan evaporasi dan meningkatkan kemampuan menahan air terutama
pada tanah berpasir. Dampak positif aplikasi bahan organik pada struktur tanah
diantaranya : menggemburkan tanah dan meningkatkan pori makro dan mikro
tanah; mendorong perkembangan akar; memperbaiki struktur agregat tanah
sehingga mencegah erosi serta mencegah pemadatan tanah. Keuntungan lain dari
pengembalian bahan organik sisa-sisa tanaman diantaranya mendukung
perkembangan musuh alami seperti predator dan organisme bermanfaat laiinya
yang secara alami dapat mengurangi serangan hama tanaman.
Sebelum dapat dimanfaatkan oleh tanaman, bahan organik tanah
mekanisme perubahan bentuk diantaranya :

7
1) Penambahan (additition), adalah ketika akar dan daun mati kemudian menjadi
bagian dari bahan organik tanah.
2) Transformasi (transformations). Organisme tanah menggabungkan bentuk yang
satu dengan yang lainnya. Organisme tanah mengonsumsi sisa tanaman dan bahan
organik lainnya kemudian membentuk produk sampingan, “wastes” dan cell tissue.
3) Mikroba memberi makan tanaman. Beberapa “wastes” yang dilepaskan oleh
mikroba merupakan hara yang dapat digunakan tanaman. Selain itu,
mikroorganisme juga dapat melepaskan senyawa lainnya seperti zat pengatur
tumbuh yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
4) Stabilisasi bahan organik. Secepatnya, bahan organik menjadi stabil dan resisten
terhadap perubahan lebih lanjut. Bentuk stabil dari bahan organik diantaranya :
asam humat, asam fulvat dan humin.
Pupuk Hayati
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia (Permentan)
Nomor 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 pupuk hayati merupakan produk
biologi aktif terdiri atas mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan,
kesuburan, dan kesehatan tanah. Formula pupuk hayati adalah komposisi mikroba
atau mikrofauna dan bahan pembawa penyusun pupuk hayati. Menurut Vessey
(2003) pupuk hayati mengandung mikroorganisme hidup, yang ketika
diaplikasikan kepada benih, pemukaan tanaman, atau tanah dapat memacu
pertumbuhan tanaman. Mikroba tanah sangat penting untuk membantu proses
mineralisasi bahan organik tanah dan membantu tanaman dalam penyerapan unsur
hara. Saraswati et al. (2004) menggolongkan fungsi mikroba secara umum
menjadi 4 fungsi, yaitu: (1) meningkatkan ketersediaan unsur hara tanaman dalam
tanah, (2) sebagai perombak bahan organik dalam tanah dan mineralisasi unsur
organik, (3) bakteri rizosfir-endofitik berfungsi memacu pertumbuhan tanaman
dengan membentuk enzim dan melindungi akar dari mikroba patogenik, dan (4)
sebagai agensia hayati pengendali hama dan penyakit tanaman. Menurut Yasari et
al. (2008), mikrob yang digunakan sebagai pupuk hayati mampu memacu
pertumbuhan tanaman, menambat nitrogen, melarutkan fosfat dan sebagai agen
hayati (bio-control) untuk menghambat serta mengendalikan penyakit tanaman.
Mikroba tanah tersebut diantaranya adalah Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium,
Bacillus yang dapat mengikat Nitrogen serta Pseudomonas
yang dapat
melarutkan fosfat dan kalium (Fadiluddin 2009).
1. Bakteri Penambat Nitrogen
Hara N tersedia melimpah di udara (sekitar 74%). Nitrogen di udara tidak
dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. N harus diikat oleh mikroba dan
diubah bentuknya dalam bentuk tersedia sehingga dapat dimanfaatkan oleh
tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup
bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain: Rhizobium sp. yang hidup di
dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N
simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan
mikroba penambat N nonsimbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman
(Hindersah dan Simarmata 2004). Mikroba penambat N nonsimbiotik misalnya:
Azospirillum sp. dan Azotobacter sp.

8
Azotobacter merupakan bakteri penambat nitrogen aerobik yang mampu
menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi ± 2-15 mg
nitrogen g-1 sumber karbon yang digunakan, meskipun hasil yang lebih tinggi
seringkali dilaporkan (Subba Rao 1982). Azotobacter diketahui pula mampu
mensintesis substansi yang secara biologis aktif dapat meningkatkan
perkecambahan biji, tegakan dan pertumbuhan tanaman seperti vitamin B, asam
indol asetat, giberelin, dan sitokinin. Senyawa-senyawa ini juga diketahui dapat
merangsang proses-proses enzimatik pada akar dan mempercepat sintesis
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen organik. Efek Azotobacter dalam
meningkatkan biomassa akar disebabkan oleh kemampuan menghasilkan asam
indol asetat di daerah perakaran. Hal ini didukung bukti bahwa eksudat akar
mengandung triptofan atau senyawa serupa yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme tanah untuk memproduksi asam indol asetat (Wedhastri 2002).
Azospirillum sp. merupakan bakteri penambat nitrogen dan pemacu
tumbuh tanaman yang hidup bebas mengkolonisasi permukaan luar dan dalam
akar tanaman padi, jagung, tebu dan rumputan lainnya. Azospirillum selain
mampu menambat nitrogen dan menghasilkan hormon pertumbuhan juga mampu
merombak bahan organik di dalam tanah. Bahan organik yang dimaksud adalah
bahan organik yang berasal dari kelompok karbohidrat, seperti selulosa, amilosa,
dan bahan organik yang mengandung sejumlah lemak dan protein (Yasari et al
2008).
2. Bakteri Pelarut Fosfat
Pupuk P memiliki nilai efisiensi yang rendah, hanya 10% sampai 30% dari
pupuk yang diberikan ke tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Marschner
1995). Hal ini terjadi karena adanya proses pengikatan atau fiksasi P yang cukup
tinggi oleh tanah. Pada tanah yang bersifat basa (pH tinggi), fiksasi P dilakukan
oleh kalsium (Ca) dan terbentuk ikatan Ca-P yang bersifat sukar larut, sehingga
bentuk P ini sukar atau tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah yang bersifat
masam (pH rendah), fiksasi P dilakukan oleh besi (Fe) atau aluminium (Al) dan
terbentuk ikatan Fe-P atau Al-P yang juga sukar larut dan tidak tersedia bagi
tanaman. Mikroorganisme tanah seperti bakteri Pseudomonas sp. dan Bacillus sp.
dapat mengeluarkan asam-asam organik seperti asam formiat, asetat, dan laktat
yang bersifat dapat melarutkan bentuk-bentuk fosfat yang sukar larut tersebut
sehingga menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman.
Menurut Subba-Rao (1982) dalam tanah banyak bakteri yang mempunyai
kemampuan melepas P dari ikatan Fe, Al, Ca dan Mg sehingga P yang tidak
tersedia menjadi tersedia bagi tanaman, salah satunya adalah Pseudomonas sp.
Pelarutan P oleh Pseudomonas sp. didahului dengan sekresi asam-asam organik,
diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glikosilat, malat,
fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi sebagai katalisator, pengkhelat dan
memungkinkan asam-asam organik tersebut membentuk senyawa kompleks
dengan kation-kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan l3+ sehingga terjadi pelarutan fosfat
menjadi bentuk tersedia yang dapat diserap oleh tanaman (Subba-Rao 1982).
Menurut Gopi (2006) mikrob ini juga diketahui memproduksi asam amino,
vitamin dan hormon pemacu pertumbuhan seperti indole acetic acid (IAA) dan
giberelin yang dapat membantu pertumbuhan tanaman.

9

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Desa Karawang Wetan,
Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Lahan yang
digunakan untuk penelitian ini berupa lahan sawah irigasi teknis yang telah
mendapat perlakuan pembenaman jerami selama 6 musim tanam. Analisis tanah,
daun, jerami dan gabah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan April–Desember 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi varietas
Ciherang (VUB), IPB-3S (PTB), Mentik Wangi (VUL), pupuk anorganik (NPK
30-6-8), pupuk organik padat (POP), pupuk organik cair (POC), dan pupuk hayati
(PH) serta jerami padi hasil panen musim tanam sebelumnya. Alat-alat yang
digunakan antara lain alat-alat budidaya tanaman, oven, moisture tester,
timbangan digital dan bagan warna daun.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) petak
terbagi (Split Plot Randomized Block Design) dengan 2 faktor perlakuan yaitu
varietas padi sebagai anak petak dan 10 kombinasi pemupukan anorganik dan
organik sebagai petak utama. Masing-masing taraf pemupukan dikombinasikan
dengan varietas sehingga terdapat 30 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan atau
terdapat 90 satuan percobaan dengan luas petakan percobaan 6.5 m x 10 m. Faktor
yang dicobakan dalam penelitian ini, yaitu :
Faktor pertama : Pemupukan (P)
1. P1
: Jerami + 50% dosis NPK
2. P2
: Jerami + 50% dosis NPK + POP
3. P3
: Jerami + 50% dosis NPK + POP + POC
4. P4
: Jerami + 50% dosis NPK + PH 1
5. P5
: Jerami + 50% dosis NPK + POP + PH 1
6. P6
: Jerami + 50% dosis NPK + PH 2
7. P7
: Jerami + 50% dosis NPK + POP + PH 2
8. P8
: Tanpa jerami + 50% dosis NPK
9. P9
: Tanpa jerami + 100% dosis NPK
10. P10
: Tanpa jerami dan tanpa NPK
Faktor kedua : Varietas padi (V)
1. Varietas Ciherang (V1)
2. Varietas IPB-3S (V2)
3. Varietas Mentik Wangi (V3)

10
Model linier aditif yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
Yijk = µ + αi + ik + j + (α )ij + k + ijk
Yijk
µ
αi
ik
j

(α )ij
k
ijk

: Respon pengamatan kombinasi pemupukan ke-i, varietas ke-j, dan
ulangan ke-k
: Rataan umum
: Pengaruh perlakuan kombinasi pemupukan ke-i (i: 1,2, ..., 10)
: Pengaruh galat petak utama (kombinasi pemupukan)
: Pengaruh perlakuan varietas ke-j (j: 1,2, 3)
: Pengaruh interaksi perlakuan kombinasi pemupukan ke-i dengan
varietas ke-j
: Pengaruh ulangan ke-k (k: 1,2,3)
: Pengaruh galat percobaan terhadap kombinasi pemupukan ke-i,
varietas ke-j, dan ulangan ke-k
Pelaksanaan Penelitian

Penelitian diawali dengan menganalisis ketersediaan hara tanah yang
dilakukan untuk mengukur pH, N total, C-organik, P-tersedia, K-total dan
kapasitas tukar kation (KTK). Analisis tanah dilakukan sebelum dan setelah
penelitian dilaksanakan. Pengolahan tanah dilakukan dengan sistem olah tanah
sempurna, yaitu 2 kali pembajakan dengan traktor ditambah dengan rotary dan
penggaruan. Lahan yang digunakan untuk penelitian telah mendapat perlakuan
pembenaman jerami berulang setiap musimnya selama 6 musim tanam (20102013). Jerami dibenamkan ke lahan sawah pada saat pembajakan pertama. Dosis
jerami yang digunakan pada musim tanam ke-7 adalah sekitar 8 ton ha-1.
Benih padi varietas Ciherang, IPB-3S dan Mentik Wangi disemai pada
lahan persemaian yang telah disiapkan. Perlakuan benih sebelum disemai adalah
perendaman dengan air garam 3% (30 g L-1) untuk memisahkan benih yang
bernas dengan benih yang hampa. Setelah itu, benih direndam satu malam di
dalam air agar benih mengalami imbibisi dan diperam dalam karung basah satu
malam. Benih disebar pada bedeng semai setelah melentis (keluar ujung akar
berwarna putih). Bibit padi dipindah tanam pada umur 10-13 hari dengan 1 bibit
per lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah legowo 2:1 (25 cm x 15 cm
x 50 cm). Penyulaman dilakukan 1-2 minggu setelah tanam (MST) dari bibit padi
Ciherang, IPB-3S dan Mentik Wangi dengan umur yang sama.
Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis dan waktu aplikasi yang telah
ditentukan. Pupuk NPK 30-6-8 dengan dosis rekomendasi 400 kg ha-1
diaplikasikan 2 kali, yaitu 50% pada 1 MST dan 50% pada 4 MST sesuai dengan
perlakuan. Aplikasi pupuk dilakukan dengan cara disebar (top dressing). Pupuk
organik padat diaplikasikan saat pengolahan tanah dengan dosis 300 kg ha-1.
Pupuk organik cair diaplikasikan 4 kali yaitu 3 hari sebelum tanam, 1 MST, 3
MST dan 6 MST dengan dosis 2 L ha-1 aplikasi-1. Pupuk hayati diaplikasikan 3
kali yaitu 3 hari sebelum tanam, 2 MST dan 4 MST dengan dosis 2 L ha-1
aplikasi-1. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara menyiangi
lahan pada 2 MST, 4 MST dan 6 MST. Pemanenan dilakukan setelah 30-35 hari
setelah berbunga (anthesis) atau melihat gejala kematangan gabah yang ditandai
dengan 90-95% bulir padi yang telah menguning.

11
Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan vegetatif tanaman dilakukan pada 10 tanaman
contoh yang dipilih secara acak pada setiap petak percobaan pada saat tanaman
berumur 2 MST. Pengamatan mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST,
yang meliputi:
Pengamatan karakter agronomi dan morfologi tanaman
1. Tinggi tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan terhadap 10 tanaman
contoh yang dihitung dari permukaan tanah hingga daun tertinggi dan diamati
saat 3, 5, dan 7 MST.
2. Jumlah anakan. Perhitungan jumlah anakan dilakukan terhadap 10 tanaman
sampel yang yang dihitung dari jumlah anakan per rumpun dan diamati saat 3,
5, dan 7 MST.
3. Panjang, lebar dan sudut daun yang diukur pada 3 daun teratas saat 8 MST.
4. Bobot kering tajuk dan akar yang ditimbang pada 3, 5, dan 7 MST.
5. Jumlah anakan produktif dari setiap rumpun tanaman contoh. Perhitungan
jumlah anakan produktif dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang
menghasilkan malai dalam satu rumpun. Jumlah anakan produktif dihitung
pada 10 tanaman contoh.
6. Panjang malai yang diukur dari 1 malai dari setiap rumpun tanaman contoh.
Pengukuran panjang malai dilakukan dari batas buku daun sampai ujung malai.
7. Jumlah gabah per malai dihitung dari 1 malai dari setiap rumpun tanaman
contoh.
8. Persentase gabah isi dihitung dari 100 g gabah tanaman contoh.
9. Bobot 1000 butir gabah yang ditimbang dari tanaman contoh.
10. Bobot basah dan kering hasil per tanaman yang ditimbang dari tanaman
contoh.
11. Dugaan bobot gabah per hektar dengan mengkonversi hasil ubinan ukuran
2.5 m x 2.5 m.
Dugaan bobot gabah per ha =

10 000 m2
x hasil ubinan (kg)
(2.5 m x 2.5 m)

Pengamatan karakter fisiologi tanaman
1. Skor warna daun yang dihitung menggunakan bagan warna daun (BWD)
terhadap 10 tanaman contoh dan diamati saat 3, 5, dan 7 MST.
2. Analisis kadar N, P, K pada daun yang dianalisis pada 3 daun teratas pada saat
8 MST. Sampel 3 daun teratas tanaman dikeringkan dalam oven dengan suhu
60 ºC selama 2 x 24 jam. Setelah di oven, sampel daun dihaluskan untuk di
analisis kadar hara tanaman.
3. Analisis kadar dan serapan hara N, P, K pada jerami dan gabah yang dianalisis
pada saat panen. Jerami ditimbang bobot segarnya, kemudian dikeringkan
dalam oven dengan suhu 60 0C selama 2 x 24 jam untuk mendapatkan bobot
kering. Setelah dioven kemudian sampel digiling dan dipersiapkan untuk
analisis kadar hara tanaman.

12
4. Laju tumbuh relatif (Relative Growth Rate/LTR) yang dihitung pada 3, 5, dan 7
MST. LTR merupakan kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering per
satuan waktu.
Perhitungan LTR menggunakan rumus berikut (South, 1995).
LTR =

ln w2 − ln w1 mg
(
hari)
t 2 − t1

Keterangan:
LTR
= laju pertumbuhan relatif (mg hari-1)
W1
= bobot kering tanaman pada waktu t1 (mg)
W2
= bobot kering tanaman pada waktu t2 (mg)
t
= waktu (hari)
Pengukuran LTR dilakukan dengan mencabut dua tanaman diluar
tanaman contoh.
5.

Laju asimilasi bersih (Net Assimilation Rate/LAB) yang dihitung pada 3, 5,
dan 7 MST.
LAB merupakan hasil asimilasi bersih dari hasil asimilasi per satuan
luas daun dan waktu. Laju rata-rata laju asimilasi bersih dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
LAB =

W2 − W1 ln A2 − ln A1 mg
X
( 2 /hari)
A2 − A1
t 2 − t1
cm

Keterangan:
LAB
= Laju asimilasi bersih (mg cm-2 hari-1)
W1
= bobot kering tanaman pada waktu t1
W 2
= bobot kering tanaman pada waktu t2
t
= waktu (hari)
A
= luas daun (cm2), dimana:
A=
Wx
Wy
Ay

Wx
Wy

x Ay

= bobot kering total daun tanaman (mg)
= bobot kering potongan daun tanaman (mg)
= luas potongan daun tanaman (cm2)

Waktu penghitungan LAB sama dengan waktu penghitungan LTR.

Pengamatan kesuburan tanah
Analisis kesuburan kimia tanah: pH, C-Organik, kandungan N, P, dan K
tanah, kapasitas tukar kation (KTK) yang dianalisis saat awal percobaan dan akhir
percobaan.

13
Pengamatan ketersediaan hara tanaman
Berdasarkan hasil pengamatan Dobermann dan Fairhurst (2000) pada
tanaman padi varietas modern di Asia, kandungan unsur hara dalam daun dapat
digolongkan menurut batas optimalnya. Batasan optimal kadar N, P,dan K pada
daun oleh Dobermann dan Fairhurst disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rentang optimal dan tingkat kritis unsur NPK pada jaringan tanaman

N

P

K

Tahap
pertumbuhan

Bagian
tanaman

Optimum
(%)

Level
defisiensi
(%)

Anakan hingga
pembentukan
malai
Pembungaan

daun muda

2.9 - 4.2

< 2.5

daun
bendera
jerami
daun muda

2.2 - 3.0

< 2.0

0.6 - 0.8
0.2 - 0.4

< 0.10

daun
bendera
jerami
daun muda

0.2 - 0.3

< 0.18

0.1 – 0.15
1.8 - 2.6

< 0.06
< 1.5

1.4 - 2.0

< 1.2

1.5 – 2.0

< 1.2

Pematangan
Anakan hingga
pembentukan
malai
Pembungaan
Pematangan
Anakan hingga
pembentukan
malai
Pembungaan
Pematangan

daun
bendera
jerami

Level
kelebihan dan
Keracunan
(%)
> 4.5

> 0.5

> 3.0

Pengukuran ketersediaan hara tanaman padi pada penelitian ini
menggunakan model pendekatan Dobermann dan Fairhurst (2000). Asumsi yang
digunakan adalah terdapat hubungan linear antara hasil gabah dengan serapan
unsur hara tanaman. Batasan ketersediaan hara dan hubungannya dengan hara
yang terambil dalam hasil gabah seperti dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hubungan ketersediaan hara N, P, dan K dengan hara N, P, dan K
terambil (kg per ton gabah)
Ketersediaan hara
Hara sangat terbatas
Hara terbatas
Hara optimum
Hara berlebihan
Hara sangat berlebihan

Nitrogen
< 10
11 - 13
14 - 16
17 - 23
> 24

Phosphor
< 1.6
1.7 - 2.3
2.4 - 2.8
2.9 - 4.8
> 4.9

Kalium
28

14
Peningkatan hasil
Peningkatan hasil, dihitung berdasarkan dugaan hasil GKG dengan
menggunakan rumus :
Peningkatan Hasil =
BP
BK

(BP −BK )
BK

x 100%

= dugaan hasil GKG perlakuan
= dugaan hasil GKG perlakuan 100% dosis NPK tanpa pembenaman
jerami
Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program analisis statistik
SAS. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan uji F (analisis ragam).
Apabila hasil uji F nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan
(Duncan Multiple Range Test/DMRT) pada taraf 5% .

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada lahan sawah dengan irigasi teknis
di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Penelitian ini merupakan penelitian
berkelanjutan yang saat ini telah memasuki musim tanam ketujuh. Data BMKG
(2013) menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata bulanan mulai dari April hingga
Agustus 2013 yaitu 136.8 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan April (278
mm) dan terendah pada bulan Agustus (3 mm) dengan rata-rata jumlah hari hujan
yaitu 10 hari (Gambar 1). Persemaian dilakukan pada lahan yang telah disiapkan.
Bibit dipindah tanam saat bibit berumur 10-13 hari (Gambar 2).
300

278

Curah Hujan (mm)

250
200

177
154

150
100

72

50
3

1

Agustus

September

0
April

Mei

Juni

Juli
Bulan

Gambar 1 Curah hujan rata-rata tahun 2013 di Kabupaten Karawang

15

a

b

Gambar 2 Pertanaman padi saat bibit padi di persemaian (a) dan saat 4 MST (