Domestikasi ulat sutera liar (Attacus atlas L.) dengan pakan daun jarak pagar (Jatropha curcas L.) dan sirsak (Annona muricata L.)

ABSTRAK

RIRI DESIANDA. Domestikasi Ulat Sutera Liar (Attacus atlas L.) Dengan Pakan Daun Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) dan Sirsak (Annona muricata L.). Dibimbing oleh DEDY DURYADI
SOLIHIN dan DEDE SETIADI.
Domestikasi ulat sutera liar adalah proses adaptasi ulat menjadi ulat sutera domestik pada
pakan yang diberikan dan lingkungan ruang pemeliharaan. Domestikasi diharapkan dapat
meningkatkan populasi A. atlas untuk pengembangan budidaya A. atlas yang bermanfaat
ekonomis bagi kehidupan manusia. Konsekuensinya memelihara ulat dengan baik, ketersedian
pakan yang cukup dan pengaturan perkembangbiakan A. atlas perlu diperhatikan. Oleh karena
itu, dengan pemberian pakan daun jarak pagar dan sirsak secara terus-menerus diharapkan dapat
diperoleh galur murni dan adaptif untuk mendapatkan fitness serta kualitas kokon dan filamen
yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan domestikasi ulat sutera
liar A. atlas pada pakan daun jarak pagar dan sirsak. Pelaksanaan penelitian meliputi: sex ratio,
perkawinan imago, koleksi telur, pemeliharaan larva, pemanenan kokon dan lamanya siklus hidup
pada pakan berbeda. Hasil pengamatan menunjukkan produktivitas telur berkisar antara 27 - 342
telur/induk. Oviposisi selama 3-7 hari. Inkubasi telur selama 8-10 hari. Stadia larva pada pakan
jarak pagar sekitar 30-40 hari, sedangkan pakan sirsak sekitar 34-47 hari. Stadia pupa dengan
pakan jarak pagar selama 30 hari (jantan), sedangkan pakan sirsak 30-32 hari (jantan) dan 33 hari
(betina). Keberhasilan hidup pada proses domestikasi menggunakan kedua jenis pakan masih
belum optimal karena hambatan lingkungan dan biologis.

Kata kunci: Attacus atlas, domestikasi, daun jarak pagar, daun sirsak.

ABSTRACT

RIRI DESIANDA. Domestication of Wild Silk Moth (Attacus atlas L.) by Feeding of Purging
Nut (Jatropha curcas L.) and soursop (Annona muricata L.) Leaves. Supervised by DEDY
DURYADI SOLIHIN and DEDE SETIADI.
Domestication of the wild silk moth is an adaptation process of caterpillar to become
domesticated silk moth in response to food and culture room environment. It was expected to raise
the population of A. atlas to develop economical sericulture for human life. As consequences, the
moth has to be well maintained by providing food and controlling the reproduction. A pure
strain which is more adaptive with good quality of coccon and filament was envisaged to be
obtained by feeding the moth with purging nut and soursop leaves continuously. The objective of
this research was measuring the success rate of A. atlas domestication on purging nut and
soursop leaves. The parameters observed in this research included: sex ratio, mating moth, egg
collection, larval rearing, cocoon harvesting and the moth life cycle in response to different types
of fed. The egg productivity ranged from 27-342 eggs /female parental. Oviposition was
observed between 3-7 days. Egg incubation was at the range of 8-10 days. The duration of larval
stage feed on purging nut was about 30-40 days, while on soursop was about 34-47 days. The
duration of pupa stage fed by purging nut leaves was about 30 days (males), while on soursop

was about 30-32 days (males), 33 days (female). The survival rate of domestication utilizing
both types of feed was not yet optimum due to the environmental and biological constraints.
Key word: Attacus atlas, domestication, purging nut leaves, soursop leaves.

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sutera liar (Wild Silk) dihasilkan dari
famili Saturniidae yang terbagi dalam genus
Antheraea, Samia, Cricula dan Attacus. Serat
sutera liar sangat porous, lembut, sejuk
dipakai, tahan panas, anti alergi, dan anti
bakteri (Anonim 2003). Attacus atlas L.
merupakan salah satu jenis ulat penghasil
sutera yang saat ini sedang dibudidayakan
karena memiliki beberapa keunggulan seperti
warna benang sutera yang menarik yaitu
coklat keemasan, lebih mengkilat dan harga
jual kokon yang tinggi (Rianto 2009).

Komoditas yang dihasilkan pun tidak terbatas
pada produk tekstil saja, akan tetapi mampu
diaplikasikan pada produk fashion dan
kerajinan tangan (handycraft) (Anonim 2003).
Keindahan sutera menyebabkan permintaan terhadap pakaian berbahan dasar sutera
semakin meningkat sehingga kebutuhan
kokon pun meningkat, namun hal ini tidak
diimbangi dengan upaya memproduksi kokon
dalam jumlah yang cukup banyak. Saat ini
kokon A. atlas banyak diambil dari alam yang
dapat menyebabkan kelangkaan bibit A. atlas
pada beberapa tahun ke depan, jika
pengambilan kokon ini terus diambil dari
alam. Tingkat keberhasilan budidaya A. atlas
di alam masih rendah. Hal ini berkaitan
dengan perubahan lingkungan yang tidak
menentu (anomali cuaca) disamping pengaruh
predator, parasit dan faktor penyebab lainnya
(Rianto 2009).
A. atlas digolongkan sebagai ngengat dan

termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum
Artropoda, sub filum Atelocerata, kelas
Insecta, ordo Lepidoptera, sub ordo Ditrysia,
super famili Bombycoidea, famili Saturniidae,
sub famili Saturniinae, genus Attacus, spesies
A. Atlas (Linnaeus). A. atlas merupakan
serangga dari ordo Lepidoptera yang ukuran
tubuhnya besar, sehingga sering disebut kupukupu gajah (si rama-rama). A. atlas adalah
serangga holometabola yang melewati stadia
telur, larva, pupa dan imago (Triplehorn &
Johnson 2005).
Ngengat A. atlas bersifat polifag dan
polivoltin (Peigler 1989). Kisaran pakan yang
luas merupakan aspek lain yang menguntungkan dalam budidaya ulat sutera liar (sericulture). Strain ulat sutera polivoltin dapat bereproduksi lebih dari tiga kali dalam setahunnya
sehingga produksi serat sutera lebih banyak.
Ngengat A. atlas adalah spesies dalam genus
Attacus yang paling eurytopic (dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan dengan

rentangan geografik yang luas) (Peigler 1989).
A. atlas merupakan serangga yang poikiloterm

dimana suhu tubuhnya berfluktuasi sesuai
dengan suhu lingkungan. Maka, fluktuasi suhu
dan kelembaban sangat menentukan keberhasilan hidup larva selama pemeliharaan.
Kelembaban dan aliran udara juga mempengaruhi suhu tubuhnya. Bila tidak ada aliran
udara diatas tempat pemeliharaan, suhu tubuh
ulat akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu lingkungan. (Mulyani 2008).
Ngengat betina mempunyai banyak
tanaman alternatif untuk meletakkan telurnya.
Larva A. atlas memakan 90 genus tanaman
dari 48 familia (Peigler 1989). Holloway
(1987) mencatat beberapa genus yang
berperan sebagai tanaman inang larva A. atlas
yaitu Anacardium, Spondias (Anacardiaceae),
Artabotrys (Annonaceae), Michelia (Magnoliaceae), Embelia (Myrsinaceae), dan Mussaenda (Rubiaceae). Di daerah Bogor, larva A.
atlas banyak ditemukan pada tanaman sirsak
(Annona muricata), sedangkan di daerah
Purwakarta banyak ditemukan pada perkebunan teh (Camellia sinensis). Namun, di
daerah Yogyakarta dan Bantul banyak
ditemukan pada tanaman keben (Barringtonia
asiatica). Data tersebut menunjukkan bahwa

larva A. atlas mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanaman keras baik di lahan subur,
lahan kritis atau lahan tidur. Perbedaaan
tanaman inang memberikan efek warna
eksotis dan menarik pada masing-masing
kokon (Anonim 2003).
Sirsak (Annona muricata) merupakan
tanaman inang utama bagi larva A. atlas. A.
atlas yang berasal dari tanaman ini lebih
unggul dalam kualitas kokon dan filamen
(Mulyani 2008). Sirsak termasuk ke dalam
kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta,
super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub kelas Magnoliidae, ordo Magnoliales, famili Annonaceae,
genus Annona, spesies A. muricata (Linnaeus)
(Heyne 1987).
Jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat
digunakan sebagai pakan alternatif untuk
sericulture A. atlas. Daun jarak pagar memiliki kandungan air yang sesuai bagi pertumbuhan larva A. atlas (Mulyani 2008). Program
Pemerintah mengenai biodiesel dan biofuel
dari biji jarak pagar telah memberikan
ketersediaan daun yang melimpah sebagai

pakan alternatif bagi larva A. atlas. Tanaman
jarak pagar berasal dari Meksiko, Amerika
Tengah (Weiss 1971) dan termasuk dalam
divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas dicotyledonae, ordo Euphorbiales,

2

famili Euphorbiaceae, genus Jatropha, spesies
J. curcas (Linnaeus) (Heyne 1987). Namun,
tanaman ini memiliki berbagai kendala di
antaranya daun mengandung getah dan
beracun. Posisi daun yang jauh dari ranting
(tangkai daun panjang) menyulitkan ulat
berpindah dari satu daun ke daun lain.
Selama ini inang utama dari A. atlas
adalah tanaman sirsak. Namun pada tanaman
yang bukan inang utama yaitu tanaman teh,
populasi A. atlas telah berkembang baik. Hal
ini membuktikan bahwa tanaman inang yang
lain dapat menghidupi serangga ini (polifag).

Oleh karena itu, domestikasi pada pakan
alternatif seperti jarak pagar diharapkan dapat
meningkatkan populasi A. atlas. Program
penghijauan lahan/hutan gundul, baik yang
dikoordinir pihak Pemerintah maupun swasta
dapat menunjang domestikasi ulat sutera liar
menjadi ulat sutera domestik. Ketersediaan
daun jarak pagar dan sirsak di lahan-lahan
penghijauan dapat dimanfaatkan lebih baik
lagi. Domestikasi ulat sutera liar adalah proses
adaptasi ulat sutera liar menjadi ulat sutera
domestik pada pakan yang diberikan dan
lingkungan sekitar ruang pemeliharaan.
Domestikasi diharapkan dapat meningkatkan
populasi A. atlas untuk pengembangan
sericulture A. atlas yang memberi manfaat
ekonomis bagi kehidupan manusia, sehingga
dengan pemberian pakan jarak pagar dan
sirsak secara terus-menerus, dapat diperoleh
galur yang benar-benar murni dan adaptif

untuk mendapatkan fitness serta kualitas
kokon dan filamen yang baik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
tingkat keberhasilan domestikasi ulat sutera
liar A. atlas melalui adaptasi pakan daun jarak
pagar (J. Curcas L) sebagai pakan alternatif
dan sirsak (A. muricata L) sebagai pakan
utama yang favourable.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan
Desember 2009 hingga Maret 2011. Penelitian
ini meliputi tahapan seleksi kokon, koleksi
telur, pemeliharaan ulat, hingga mengokon
kembali. Dilaksanakan di Laboratorium
Biologi Molekuler, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.


Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri atas: ulat sutera liar A. atlas, daun
jarak pagar, daun sirsak, alkohol 70%,
formalin 4% dan air keran.
Alat
Alat yang digunakan terdiri atas: cawan
petri kecil berdiameter 10 cm dengan tinggi
1,5 cm untuk koleksi telur; cawan petri sedang
berdiameter 15 cm dengan tinggi 2,5 cm
untuk pemeliharaan larva instar I-III; cawan
petri besar berdiameter 20 cm dengan tinggi
5,5 cm untuk pemeliharaan larva instar IV-VI;
termometer, hygrometer, luxmeter, kandang
kasa kecil ukuran 40 x 40 x 50 cm3 dan
kandang kasa besar ukuran 60 x 60 x 75 cm3.
Tahap Persiapan:
Desinfeksi Ruangan dan Alat
Peralatan dan ruang
pemeliharaan

dibersihkan lebih dulu dengan menggunakan
larutan desinfektan (campuran 5 gram kaporit/
liter air dan formalin 4%).
Tahap Pelaksanaan Penelitian:
Sex Ratio
Sinkronisasi keluarnya imago jantan dan
betina untuk mengamati sejauh mana
keberhasilan perkawinan (kopulasi) imago.
Kokon A. atlas asal perkebunan teh Purwakarta diseleksi dengan syarat kualitas kokon
baik yaitu: tidak cacat, bersih, bagian dalam
tidak hancur, kulit kokon keras, tidak berbau
busuk dan tidak basah (Samsijah &
Kusumaputra 1976).
Selanjutnya, kokon
kualitas baik dimasukkan ke dalam kandang
kasa besar ukuran 60 x 60 x 75 cm3 untuk di
amati perkembangan dan kemunculan imago.
Perkawinan Imago
Imago jantan dan betina yang sudah
keluar dipindahkan dan dipasangkan sebanyak
2 jantan dan 1 betina dalam kandang kasa
kecil yang berukuran 40 x 40 x 50 cm3. Imago
yang kawin (kopulasi) ada 38 pasang.
Koleksi Telur
Imago betina yang berhasil kopulasi akan
menghasilkan telur fertil, sedangkan imago
betina yang tidak kawin menghasilkan telur
steril dan tidak akan pernah menetas karena
tidak dibuahi oleh imago jantan. Peletakan
telur (oviposisi) oleh imago betina dilakukan
secara berkelompok atau terpisah pada
permukaan dasar kandang dan dinding kasa.

2

famili Euphorbiaceae, genus Jatropha, spesies
J. curcas (Linnaeus) (Heyne 1987). Namun,
tanaman ini memiliki berbagai kendala di
antaranya daun mengandung getah dan
beracun. Posisi daun yang jauh dari ranting
(tangkai daun panjang) menyulitkan ulat
berpindah dari satu daun ke daun lain.
Selama ini inang utama dari A. atlas
adalah tanaman sirsak. Namun pada tanaman
yang bukan inang utama yaitu tanaman teh,
populasi A. atlas telah berkembang baik. Hal
ini membuktikan bahwa tanaman inang yang
lain dapat menghidupi serangga ini (polifag).
Oleh karena itu, domestikasi pada pakan
alternatif seperti jarak pagar diharapkan dapat
meningkatkan populasi A. atlas. Program
penghijauan lahan/hutan gundul, baik yang
dikoordinir pihak Pemerintah maupun swasta
dapat menunjang domestikasi ulat sutera liar
menjadi ulat sutera domestik. Ketersediaan
daun jarak pagar dan sirsak di lahan-lahan
penghijauan dapat dimanfaatkan lebih baik
lagi. Domestikasi ulat sutera liar adalah proses
adaptasi ulat sutera liar menjadi ulat sutera
domestik pada pakan yang diberikan dan
lingkungan sekitar ruang pemeliharaan.
Domestikasi diharapkan dapat meningkatkan
populasi A. atlas untuk pengembangan
sericulture A. atlas yang memberi manfaat
ekonomis bagi kehidupan manusia, sehingga
dengan pemberian pakan jarak pagar dan
sirsak secara terus-menerus, dapat diperoleh
galur yang benar-benar murni dan adaptif
untuk mendapatkan fitness serta kualitas
kokon dan filamen yang baik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
tingkat keberhasilan domestikasi ulat sutera
liar A. atlas melalui adaptasi pakan daun jarak
pagar (J. Curcas L) sebagai pakan alternatif
dan sirsak (A. muricata L) sebagai pakan
utama yang favourable.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan
Desember 2009 hingga Maret 2011. Penelitian
ini meliputi tahapan seleksi kokon, koleksi
telur, pemeliharaan ulat, hingga mengokon
kembali. Dilaksanakan di Laboratorium
Biologi Molekuler, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri atas: ulat sutera liar A. atlas, daun
jarak pagar, daun sirsak, alkohol 70%,
formalin 4% dan air keran.
Alat
Alat yang digunakan terdiri atas: cawan
petri kecil berdiameter 10 cm dengan tinggi
1,5 cm untuk koleksi telur; cawan petri sedang
berdiameter 15 cm dengan tinggi 2,5 cm
untuk pemeliharaan larva instar I-III; cawan
petri besar berdiameter 20 cm dengan tinggi
5,5 cm untuk pemeliharaan larva instar IV-VI;
termometer, hygrometer, luxmeter, kandang
kasa kecil ukuran 40 x 40 x 50 cm3 dan
kandang kasa besar ukuran 60 x 60 x 75 cm3.
Tahap Persiapan:
Desinfeksi Ruangan dan Alat
Peralatan dan ruang
pemeliharaan
dibersihkan lebih dulu dengan menggunakan
larutan desinfektan (campuran 5 gram kaporit/
liter air dan formalin 4%).
Tahap Pelaksanaan Penelitian:
Sex Ratio
Sinkronisasi keluarnya imago jantan dan
betina untuk mengamati sejauh mana
keberhasilan perkawinan (kopulasi) imago.
Kokon A. atlas asal perkebunan teh Purwakarta diseleksi dengan syarat kualitas kokon
baik yaitu: tidak cacat, bersih, bagian dalam
tidak hancur, kulit kokon keras, tidak berbau
busuk dan tidak basah (Samsijah &
Kusumaputra 1976).
Selanjutnya, kokon
kualitas baik dimasukkan ke dalam kandang
kasa besar ukuran 60 x 60 x 75 cm3 untuk di
amati perkembangan dan kemunculan imago.
Perkawinan Imago
Imago jantan dan betina yang sudah
keluar dipindahkan dan dipasangkan sebanyak
2 jantan dan 1 betina dalam kandang kasa
kecil yang berukuran 40 x 40 x 50 cm3. Imago
yang kawin (kopulasi) ada 38 pasang.
Koleksi Telur
Imago betina yang berhasil kopulasi akan
menghasilkan telur fertil, sedangkan imago
betina yang tidak kawin menghasilkan telur
steril dan tidak akan pernah menetas karena
tidak dibuahi oleh imago jantan. Peletakan
telur (oviposisi) oleh imago betina dilakukan
secara berkelompok atau terpisah pada
permukaan dasar kandang dan dinding kasa.

3

Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari
dalam satu cawan petri kecil yang berbeda
untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi
dihitung sejak peletakan telur hari pertama
hingga hari terakhir bertelur.
Pemeliharaan Larva
Pengamatan terhadap jumlah telur yang
menetas (viabilitas) dilakukan sejak telur
menetas di hari pertama hingga hari terakhir.
Lamanya waktu (periode) sejak telur
diletakkan imago betina hingga telur tersebut
menetas dicatat sebagai “lamanya masa telur”
atau “periode telur”. Setelah telur menetas,
segera diberi pakan sesuai perlakuan yang
telah ditentukan, yaitu daun jarak pagar dan
sirsak. Waktu pengambilan daun di pagi hari
pukul 06.00-07.00 WIB untuk menjaga
kesegaran daun yang masih berembun. Daun
yang baru dipetik cukup dibersihkan bagian
permukaan atas dan bawah daun (tidak perlu
dicuci). Pemberian pakan dilakukan setiap
pagi pukul 07.00-08.00 WIB secara adlibitum
dengan mengganti daun yang lama (sudah
dimakan larva) dengan daun segar yang baru
dipetik langsung dari pohon jarak pagar dan
sirsak. Larva instar I-III diberi daun muda
(bagian pucuk yaitu daun ke 3-6), sedangkan
larva intar IV-VI diberi daun tua dari daun ke
7-12.
Oleh karena penetasan larva tidak
seragam, maka pemeliharaan disesuaikan
dengan hari telur menetas. Larva instar I-III
dipelihara dalam cawan petri sedang berdiameter 15 cm dengan tinggi 2,5 cm
sebanyak 30 buah cawan. Setiap cawan diisi
10 ekor larva. Larva instar IV-VI dipelihara
dalam cawan petri besar berdiameter 20 cm
dengan tinggi 5,5 cm sebanyak 18 buah
cawan. Setiap cawan diisi maksimum 5 ekor
instar IV. Ketika instar V maksimum diisi 3
ekor, saat mengokon (instar VI) hanya cukup
1 ekor dalam 1 cawan.
Pemanenan Kokon
Kokon dipanen seminggu setelah larva
mengokon (setelah pupasi) agar kokon lebih
kuat, kering dan tidak mengganggu proses
organogenesis (pembentukan organ imago:
sayap, kaki, kepala dan struktur reproduksi).
Identifikasi aksesi & analisis proksimat
jarak pagar
Terdapat 3 plot pengambilan daun jarak
yaitu parkiran FKH, rumah kaca Departemen
Biologi dan rumah kaca PAU. Oleh karena
belum terlalu jelas asal usul aksesi dari ketiga
tempat tersebut, maka dilakukan identifikasi

dengan membandingkan karakter daun
terhadap aksesi standar yang terdapat di
Kebun Induk Jarak Pagar, Pakuwon,
Sukabumi.
Analisis proksimat sampel daun jarak
pagar yang berasal dari parkiran FKH dan
rumah kaca Departemen Biologi dilaksanakan
di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.
Parameter yang Diamati:
Suhu, Kelembaban dan Intensitas
Cahaya Ruang Pemeliharaan
Pengukuran dilakukan 3 kali sehari pada
pukul 07.00; 12.00; 16.00 WIB. Suhu diukur
dengan termometer, kelembaban diukur
dengan hygrometer dan intensitas cahaya
diukur dengan luxmeter.
Siklus hidup
Siklus hidup diamati dengan mencatat
waktu yang dibutuhkan mulai dari stadia telur,
larva, pupa dan imago. Jumlah telur fertil
yang dihasilkan per individu betina yang
kawin. Larva yang diberi daun jarak pagar
(n=50) dan sirsak (n=50) mulai dari instar I
hingga instar VI.
Lamanya stadia pupa
dihitung dari hari pertama mengokon hingga
keluar menjadi imago. Lamanya stadia imago
dihitung dari hari pertama keluar kokon
hingga mati.
Keberhasilan Hidup
Keberhasilan hidup (viabilitas) dan tingkat
kematian (mortalitas) larva pada tiap stadia
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
� ��� � =

∑ 0−∑
∑ 0

× 100%

Keterangan
N0 : Populasi awal
Nt : Populasi terhitung

Faktor Penekan Pertumbuhan
Identifikasi spesies parasit pada kokon asal
perkebunan teh Purwakarta, parasit yang
mematikan larva, dan predator pada fase larva
dan pupa selama penelitian berlangsung.
Selain itu, mencari tahu kegagalan pupasi dan
ketidakberhasilan imago keluar dari kokon.
HASIL
Sex Ratio
Sinkronisasi keluarnya imago jantan dan
betina dapat dilihat pada Gambar 1.

3

Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari
dalam satu cawan petri kecil yang berbeda
untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi
dihitung sejak peletakan telur hari pertama
hingga hari terakhir bertelur.
Pemeliharaan Larva
Pengamatan terhadap jumlah telur yang
menetas (viabilitas) dilakukan sejak telur
menetas di hari pertama hingga hari terakhir.
Lamanya waktu (periode) sejak telur
diletakkan imago betina hingga telur tersebut
menetas dicatat sebagai “lamanya masa telur”
atau “periode telur”. Setelah telur menetas,
segera diberi pakan sesuai perlakuan yang
telah ditentukan, yaitu daun jarak pagar dan
sirsak. Waktu pengambilan daun di pagi hari
pukul 06.00-07.00 WIB untuk menjaga
kesegaran daun yang masih berembun. Daun
yang baru dipetik cukup dibersihkan bagian
permukaan atas dan bawah daun (tidak perlu
dicuci). Pemberian pakan dilakukan setiap
pagi pukul 07.00-08.00 WIB secara adlibitum
dengan mengganti daun yang lama (sudah
dimakan larva) dengan daun segar yang baru
dipetik langsung dari pohon jarak pagar dan
sirsak. Larva instar I-III diberi daun muda
(bagian pucuk yaitu daun ke 3-6), sedangkan
larva intar IV-VI diberi daun tua dari daun ke
7-12.
Oleh karena penetasan larva tidak
seragam, maka pemeliharaan disesuaikan
dengan hari telur menetas. Larva instar I-III
dipelihara dalam cawan petri sedang berdiameter 15 cm dengan tinggi 2,5 cm
sebanyak 30 buah cawan. Setiap cawan diisi
10 ekor larva. Larva instar IV-VI dipelihara
dalam cawan petri besar berdiameter 20 cm
dengan tinggi 5,5 cm sebanyak 18 buah
cawan. Setiap cawan diisi maksimum 5 ekor
instar IV. Ketika instar V maksimum diisi 3
ekor, saat mengokon (instar VI) hanya cukup
1 ekor dalam 1 cawan.
Pemanenan Kokon
Kokon dipanen seminggu setelah larva
mengokon (setelah pupasi) agar kokon lebih
kuat, kering dan tidak mengganggu proses
organogenesis (pembentukan organ imago:
sayap, kaki, kepala dan struktur reproduksi).
Identifikasi aksesi & analisis proksimat
jarak pagar
Terdapat 3 plot pengambilan daun jarak
yaitu parkiran FKH, rumah kaca Departemen
Biologi dan rumah kaca PAU. Oleh karena
belum terlalu jelas asal usul aksesi dari ketiga
tempat tersebut, maka dilakukan identifikasi

dengan membandingkan karakter daun
terhadap aksesi standar yang terdapat di
Kebun Induk Jarak Pagar, Pakuwon,
Sukabumi.
Analisis proksimat sampel daun jarak
pagar yang berasal dari parkiran FKH dan
rumah kaca Departemen Biologi dilaksanakan
di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.
Parameter yang Diamati:
Suhu, Kelembaban dan Intensitas
Cahaya Ruang Pemeliharaan
Pengukuran dilakukan 3 kali sehari pada
pukul 07.00; 12.00; 16.00 WIB. Suhu diukur
dengan termometer, kelembaban diukur
dengan hygrometer dan intensitas cahaya
diukur dengan luxmeter.
Siklus hidup
Siklus hidup diamati dengan mencatat
waktu yang dibutuhkan mulai dari stadia telur,
larva, pupa dan imago. Jumlah telur fertil
yang dihasilkan per individu betina yang
kawin. Larva yang diberi daun jarak pagar
(n=50) dan sirsak (n=50) mulai dari instar I
hingga instar VI.
Lamanya stadia pupa
dihitung dari hari pertama mengokon hingga
keluar menjadi imago. Lamanya stadia imago
dihitung dari hari pertama keluar kokon
hingga mati.
Keberhasilan Hidup
Keberhasilan hidup (viabilitas) dan tingkat
kematian (mortalitas) larva pada tiap stadia
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
� ��� � =

∑ 0−∑
∑ 0

× 100%

Keterangan
N0 : Populasi awal
Nt : Populasi terhitung

Faktor Penekan Pertumbuhan
Identifikasi spesies parasit pada kokon asal
perkebunan teh Purwakarta, parasit yang
mematikan larva, dan predator pada fase larva
dan pupa selama penelitian berlangsung.
Selain itu, mencari tahu kegagalan pupasi dan
ketidakberhasilan imago keluar dari kokon.
HASIL
Sex Ratio
Sinkronisasi keluarnya imago jantan dan
betina dapat dilihat pada Gambar 1.

4

40
35
30
25
20
15



10



5
-

Gambar 1 Grafik sex ratio

Grafik di atas menunjukkan bahwa
kemunculan imago jantan lebih banyak
diawal, sedangkan kemunculan imago betina
lebih banyak dipertengahan hingga hari
terakhir keluarnya imago, hingga terjadi
kekosongan dimana terdapat banyak imago
jantan yang tidak memiliki pasangan, karena
imago betina yang keluar baru sedikit. Banyak
ditemukan imago betina tidak memiliki
pasangan dikarenakan imago jantan sudah
mati terlebih dulu (Lampiran 1). Oleh karena
itu sinkronisasi keluarnya imago jantan dan
betina menjadi pembatas bagi keberhasilan
perpasangan serangga A. atlas, dengan
demikian telur yang diperoleh akan sangat
bergantung pada keberhasilan tahap ini.
Sinkronisasi jumlah ngengat jantan dan betina
hampir tercapai pada hari ke-9 hingga hari ke13 yaitu pada tanggal 2 April - 6 April 2010.

Jumlah ngengat yang keluar dikatakan
seimbang pada hari ke-12 yaitu pada tanggal 5
April 2010 dengan jumlah ngengat jantan 12
ekor dan betina 12 ekor.
Produktivitas Telur
Produktivitas telur dari induk betina fertil
berkisar antara 27 - 342 telur/induk. Dari
jumlah ini rata-rata yang menetas menjadi
larva instar I antara 23% - 92 %. Periode
bertelur selama oviposisi berkisar antara 3-7
hari. Sedangkan periode inkubasi telur
berkisar antara 8-10 hari.
Siklus Hidup
Kisaran siklus hidup larva instar I-VI pada
pakan daun jarak pagar dan sirsak dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kisaran siklus hidup larva A. atlas
Stadia

Jarak Pagar (n=50)

Sirsak (n=50)

Instar I
Instar II
Instar III
Instar IV
Instar V
Instar VI

4-5
4-5
4-5
4-5
5-8
9-12

5-8
5-7
4-6
4-6
6-8
10-12

Total

30-40

34-47

Tabel 1 menunjukkan total waktu stadia
larva pada daun jarak pagar lebih singkat
dibandingkan daun sirsak. Stadia pupa pada
daun jarak berlangsung selama 30 hari
(jantan). Sedangkan pada daun sirsak
berlangsung selama 30-32 hari (jantan) dan 33
hari (betina). Total siklus hidup A. atlas pada
pakan jarak pagar berlangsung selama 68-78
hari,
sedangkan
pada
pakan
sirsak

berlangsung selama 72-85 hari. Siklus hidup
A. atlas pada daun jarak pagar divisualisasikan dalam alur siklus hidup (Lampiran 2) dan
sirsak (Lampiran 3).
Keberhasilan Hidup
Tingkat kematian (mortalitas) larva instar
I-VI pada pakan daun jarak pagar dan sirsak
dapat dilihat pada Tabel 2.

5

Tabel 2 Tingkat mortalitas larva A. atlas
Jarak Pagar
Stadia

Mortalitass
Instar I
50
46,00%
Instar II
27
29,63%
Instar III
19
57,89%
Instar IV
8
37,50%
Instar V
5
40,00%
Instar VI
3
66,67%
Pupa
1
Mortalitas larva daun jarak pagar yang
relatif rendah terjadi pada instar II dan IV.
Sedangkan mortalitas relatif besar terjadi pada
instar VI. Sementara mortalitas rendah pada
daun sirsak terjadi pada instar II dan VI, dan
mortalitas tinggi terjadi pada instar III yang
disebabkan oleh faktor abiotik (suhu dan
kelembaban) yang menyebabkan banyak larva
terserang cendawan (mumifikasi).
Terdapat 3 larva instar VI pada daun jarak
pagar yang memasuki tahap mengokon. Larva
pertama gagal mengokon. Hal ini disebabkan
karena luas permukaan daun jarak pagar yang
terlalu lebar menyebabkan larva mengeluarkan banyak energi untuk mengokon sehingga
tidak ada tenaga untuk pupasi. Larva kedua
gagal pupasi dengan struktur dinding kokon
tipis. Larva ketiga berhasil pupasi dan menjadi
seekor ngengat jantan.
Terdapat 4 kokon pada daun sirsak, 3 di
antaranya berhasil keluar menjadi 2 imago
jantan dan 1 imago betina, sedangkan 1 kokon

Sirsak

50
27
24
12
7
4
3

Mortalitass
46,00%
11,11%
50,00%
41,67%
42,86%
25,00%

gagal keluar. Kegagalan ini disebabkan oleh
suhu yang terlalu tinggi dengan kelembaban
yang rendah menyebabkan dormansi (masa
istirahat
pupa,
dimana
organogenesis
mengalami penghentian yang tercermin pada
konsumsi O2 berkurang) sehingga pupa butuh
waktu lebih lama untuk keluar menjadi imago.
Identifikasi Aksesi dan Analisis Proksimat
Jarak Pagar
Berdasarkan hasil identifikasi dan
konsultasi dengan pakar di Kebun Induk Jarak
Pagar Pakuwon, Sukabumi, daun jarak pagar
yang digunakan adalah aksesi IP2P (Improve
Population generasi ke-2 asal Pakuwon,
Sukabumi) yang di tanam di rumah kaca PAU
dan rumah kaca Departemen Biologi.
Sementara daun yang berasal dari parkiran
FKH adalah aksesi Bogor 1.
Hasil analisis proksimat daun jarak pagar
parkiran FKH dan rumah kaca (RK) Departemen Biologi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil analisis proksimat daun jarak pagar dan sirsak
Jarak Pagar (FKH)
Jarak Pagar (RK)
Parameter Analisis
Berat
Berat
Berat
Berat
Segar
Kering
Segar
Kering
Kadar
(%)
81,42
83,12
Air
Abu
(%)
1,49
8,02
1,16
6,87
Lemak
(%)
0,39
2,10
1,25
7,41
Protein
(%)
3,71
19,97
3,37
19,96
(%)
2,29
12,33
2,20
13,03
Serat
BETN
(%)
*) Septi Dewi (2009)

10,70

11,63

Suhu, Kelembaban dan Intensitas Cahaya
Ruang Pemeliharaan
Suhu pagi hari rata-rata sekitar 24,56oC ;
kelembaban 97,91% ; intensitas cahaya 294
lux. Suhu siang hari rata-rata sekitar 29,67oC ;
kelembaban 66,02% ; intensitas cahaya
316,23 lux. Suhu sore hari rata-rata sekitar
26,98oC ; kelembaban 75,88% intensitas
cahaya 279,07 lux.

8,90

9,56

*Sirsak
Berat Segar
Muda
Tua
82,9
69,31
0,95
2,26
0,77
1,98
3,74
3,72
2,81
6,33
8,83

16,4

Faktor Penekan Pertumbuhan
Hasil identifikasi parasitoid pada kokon
asal perkebunan teh Purwakarta didapatkan 3
jenis parasitoid yaitu Xanthopimpla gampsura
(Ichneumonidae), Sarchopaga sp. (Sarcophagidae) dan Chrysis sp. (Chrysididae) dapat
dilihat pada Gambar 2.

6

Gambar 2 Xanthopimpla gampsura (Ichneumonidae) (A) Sarchopaga sp. (Sarcophagidae) (B) Chrysis sp.
(Chrysididae) (C)

Hasil pengamatan terhadap kokon yang
tidak berkembang, diketahui adanya beberapa
faktor lain selain faktor parasitoid, yaitu pupa
dormansi, larva gagal pupasi, ngengat gagal
keluar dan dalam posisi terbalik, serta pupa

gagal organogenesis akibat faktor abiotik
(suhu dan kelembaban) yang tidak sesuai.
Keadaan kokon yang tidak berkembang dapat
dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Keadaan kokon tidak berkembang
Σ Kokon Total

608

100%

Σ Kokon Berkembang Baik

339

56%

Σ Kokon yang Tidak Berkembang

269

44%

Σ Pupa Terparasit

81

30%

Σ Pupa Dormansi

32

12%

Σ Larva Gagal Pupasi (abnormal)

37

14%

Σ Ngengat Gagal Keluar (eklosi)

45

17%

Σ Pupa gagal organogenesis

74

28%

Persentase jumlah kokon yang tidak
berkembang disebabkan oleh kokon dan pupa
yang terparasit sebanyak 81 kokon (30%).
Adanya parasitoid dalam kokon yang
menyebabkan pupa menjadi busuk, kopong
dan berlubang karena parasit ini menjadikan
pupa A. atlas sebagai inang dengan cara
meletakkan telur ketika fase larva. Memasuki
fase dewasa parasit keluar dari kokon yang
sudah dirusak pupanya karena parasit
mendapatkan nutrisi dari tubuh pupa A. atlas.
Data tersebut (Tabel 4) menunjukkan kokon

yang tidak berkembang bukan oleh parasit
jauh lebih besar (70%) dari yang terparasit.
Selain parasitoid terdapat predator yang
memakan pupa A. atlas di ruang penelitian
yaitu tikus rumah (Rattus rattus diardii) yang
berhasil ditangkap sebanyak 3 ekor.
Daun jarak pagar yang telah terinfeksi
cendawan embun tepung Oidium sp. akan
berbahaya bagi kelangsungan hidup larva A.
atlas karena larva akan menjadi sakit. Hasil
identifikasi penyakit tanaman jarak pagar
dapat dilihat pada Gambar 3.

7

Gambar 3 Embun tepung (powdery mildew) Oidium sp. (A) Morfologi daun jarak pagar yang terserang
Oidium sp. (B) Mumifikasi larva A. atlas (C) Kutu putih pada tanaman jarak pagar (D)

PEMBAHASAN
Potensi A. atlas dapat dikembangkan
melalui pemeliharaan (rearing) sangat
bergantung pada faktor-faktor: sex ratio,
sinkronisasi keluarnya imago jantan dan
betina, keberhasilan kopulasi, dan jumlah telur
yang dihasilkan dari setiap induk betina
sebagai bibit yang akan menetaskan larva.
Keberhasilan rearing selanjutnya ditentukan oleh keberhasilan hidup dan pertumbuhan larva A. atlas. Pemeliharaan larva
membutuhkan tempat pemeliharaan (cawan)
yang bersih, lingkungan abiotik yang cocok
(suhu, kelembaban dan intensitas cahaya),
kualitas daun baik, serta densitas jumlah larva
dalam cawan pemeliharaan (Mulyani 2008
dan Dewi 2009).
Suhu dan kelembaban merupakan
faktor lingkungan abiotik yang sangat
mempengaruhi budidaya ulat sutera. A. atlas
dapat hidup pada suhu 25-28oC dengan
kelembaban 46-80% (Mulyani 2008). A. atlas
termasuk hewan poikiloterm sehingga
fluktuasi suhu dan kelembaban sangat
menentukan keberhasilan hidup larva selama
rearing. Suhu pemeliharaan juga mempengaruhi durasi molting (waktu yang dibutuhkan
untuk pergantian kulit). Intensitas cahaya
selama pemeliharaan tidak penting asalkan
tidak melampaui nilai ambang batas. Menurut
Chapman (1998), intensitas terendah kurang
dari 170 lux, namun demikian untuk setiap
spesies nilainya bervariasi.

Suhu dan kelembaban juga berpengaruh
pada serangan patogen terhadap larva
(Listiarani 2009). Jika kelembaban tinggi
maka larva akan lebih rentan terhadap serangan patogen seperti bakteri dan cendawan.
Tubuh larva yang diserang bakteri akan
berlendir dan lunak disertai feses yang cair.
Serangan cendawan dapat dilihat dari tubuh
larva yang ditumbuhi miselium cendawan
(mumifikasi).
Kondisi pakan juga dipengaruhi oleh
fluktuasi suhu dan kelembaban musiman.
Suhu yang lebih tinggi menyebabkan pakan
daun yang disiapkan lebih cepat kering. Jika
suhu lebih dari 30oC menyebabkan pakan
cepat layu dan tidak disukai larva. Sebaliknya
jika suhu lebih rendah dari 20oC kelembaban
menjadi tinggi dan dapat menimbulkan
patogen penyakit meskipun pakan tetap segar.
Mulyani (2008) melaporkan bahwa suhu dan
kelembaban yang tidak sesuai dapat mengakibatkan stress pada larva, sehingga tidak mau
makan, energi menjadi terbuang dan
kecepatan respirasi bertambah. Pakan yang
dicerna semakin sedikit sedangkan proses
metabolisme meningkat, sehingga
pada
akhirnya proses pertumbuhan dan perkembangan larva menjadi terganggu. Pengaturan
sirkulasi udara dan kebersihan lingkungan
pemeliharaaan perlu diperhatikan.
Kualitas daun merupakan salah satu faktor
yang menentukan berhasilnya suatu pemeliharaan ulat sutera dan kualitas kokon yang
dihasilkan di samping faktor-faktor lain
seperti bibit, teknik pemeliharaan dan sarana

8

pemeliharaan (Samsijah dan Kusumaputra
1976). Kualitas daun yang baik dikonsumsi
larva A. atlas harus mengandung berbagai
nutrisi seperti air, lemak, protein, serat kasar
(karbohidrat tak larut), BETN (Karbohidrat
terlarut) dan abu (mineral). Kadar air daun
ditentukan oleh varietas tanaman, lokasi
tumbuh, cara budidaya dan pertumbuhan
tanaman. Protein dibutuhkan oleh ulat sutera
selain untuk pertumbuhan dan perkembangannya, juga digunakan untuk pembentukan serat sutera (Tazima 1978). Lemak
berfungsi sebagai sumber energi, struktur
membran dan komponen kulit pelindung.
Chapman (1998) menyatakan sterol merupakan salah satu bentuk lemak sebagai prekursor
hormon molting ekdison (hormon juvenil).
Menurut Mulyani (2008), kriteria tanaman
inang alternatif yang dapat digunakan sebagai
pakan ulat sutera di antaranya: ketersediaan
melimpah, jumlah daun banyak, kandungan
gizi baik, tanaman mudah dibudidayakan dan
dikembangkan serta sesuai bagi larva. Dalam
industri sericulture, ketersediaan pakan
menjadi salah satu faktor utama yang harus
diperhatikan. Pohon-pohon perdu yang cepat
tumbuh dan daun yang dapat segera dipanen
menjadi prioritas utama yang digunakan
sebagai tanaman pakan alternatif. Tanaman
mudah ditangani dan dikembangbiakkan
diberbagai kondisi tanah seperti tanah kering
(lahan kritis), sehingga sericulture dapat
dilakukan di berbagai tempat. Tanaman jika
dipangkas cepat tumbuh kembali daun dan
jumlahnya bertambah banyak.
Jarak pagar yang digunakan sebagai
tanaman inang (host plant) baru bagi larva A.
atlas memiliki potensi sebagai pakan alternatif
bagi sericulture A. atlas dapat sejalan dengan
program penghijauan (reboisasi) lahan kritis
dengan penanaman pohon jarak pagar yang
tahan terhadap stress cekaman air. Namun,
hasil rearing di laboratorium menunjukkan
bahwa tekstur daun aksesi jarak pagar yang
digunakan sangat menentukan keberhasilan
rearing. Oleh karena belum terbiasa memakan
daun jarak pagar, maka lamanya fase larva
lebih singkat daripada daun sirsak. Lamanya
fase larva pada pakan daun sirsak disebabkan
kandungan air yang lebih rendah dibandingkan daun jarak pagar, sehingga menyebabkan
tertundanya peristiwa ganti kulit (molting)
(Ekastuti 2005).
Tempat mengokon sangat mempengaruhi
jumlah serat-serat penyangga (floss) yang
dikeluarkan larva saat mengokon, sehingga
larva mengeluarkan sedikit atau banyak serat
sutera untuk menempelkan floss pada daun.

Kenyamanan larva yang akan mengokon
dipengaruhi oleh bentuk dan kekakuan daun.
Daun sirsak tua memiliki struktur lebih kaku
dibandingkan daun jarak pagar, sehingga
kualitas kokon pada daun sirsak lebih baik,
lebih kuat, lebih cepat kering dan lebih
banyak menghasilkan filamen sutera karena
kulit kokon lebih tebal. Larva pada daun
sirsak lebih efektif dan efisien saat pembuatan
floss karena larva lebih nyaman pada saat
mengokon, efektif dalam penggunaan energi,
sedangkan pada daun jarak pagar kurang
optimal karena daunnya terlalu lebar, lemas
dan tipis.
Menurut Mulyani (2008) tingginya
produksi serat sutera berkaitan dengan
lamanya siklus hidup larva. Semakin panjang
siklus hidup larva, maka semakin banyak
pakan yang dikonsumsi. Lamanya siklus
hidup juga disebabkan oleh faktor kandungan
air dan protein pada pakan. Pembentukan
cairan sutera dipengaruhi kemampuan larva
dalam mencerna pakan yang diberikan. Daya
cerna larva terhadap pakan daun jarak pagar
masih rendah akibat kandungan getah dan
senyawa flavonoid yaitu vitexin dan isovitexin
yang belum dapat diketahui sejauh mana
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan larva A. atlas (Mahmud et al.
2007; Campa et al.; Vishnu et al. 2010). Hal
ini disebabkan karena larva masih dalam
proses adaptasi dan habituasi terhadap pakan
baru (pakan alternatif) tersebut. Dibutuhkan
waktu yang cukup lama untuk domestikasi
agar larva mampu beradaptasi terhadap pakan
baru, misalnya melalui breeding secara
berkelanjutan, untuk mendapatkan galur
murni yang dapat meningkatkan fitness A.
atlas. Hal ini membuka peluang untuk
melakukan sericulture A. atlas seiring dengan
program Pemerintah, dimana daun jarak pagar
digunakan sebagai pakan larva, sedangkan
bijinya sebagai bahan baku biodisel.

SIMPULAN
Domestikasi pada pakan alternatif daun
jarak pagar skala laboratorium dapat
berkembang, namun untuk skala lapang belum
berhasil karena tangkai daun jarak pagar
terlalu panjang, daun lebar dan tipis.
Demikian pula pada pakan daun sirsak yang
mestinya memiliki tingkat keberhasilan lebih
tinggi, belum menunjukkan hasil yang optimal
pada skala laboratorium. Namun skala lapang
jauh lebih baik daripada daun jarak pagar.

8

pemeliharaan (Samsijah dan Kusumaputra
1976). Kualitas daun yang baik dikonsumsi
larva A. atlas harus mengandung berbagai
nutrisi seperti air, lemak, protein, serat kasar
(karbohidrat tak larut), BETN (Karbohidrat
terlarut) dan abu (mineral). Kadar air daun
ditentukan oleh varietas tanaman, lokasi
tumbuh, cara budidaya dan pertumbuhan
tanaman. Protein dibutuhkan oleh ulat sutera
selain untuk pertumbuhan dan perkembangannya, juga digunakan untuk pembentukan serat sutera (Tazima 1978). Lemak
berfungsi sebagai sumber energi, struktur
membran dan komponen kulit pelindung.
Chapman (1998) menyatakan sterol merupakan salah satu bentuk lemak sebagai prekursor
hormon molting ekdison (hormon juvenil).
Menurut Mulyani (2008), kriteria tanaman
inang alternatif yang dapat digunakan sebagai
pakan ulat sutera di antaranya: ketersediaan
melimpah, jumlah daun banyak, kandungan
gizi baik, tanaman mudah dibudidayakan dan
dikembangkan serta sesuai bagi larva. Dalam
industri sericulture, ketersediaan pakan
menjadi salah satu faktor utama yang harus
diperhatikan. Pohon-pohon perdu yang cepat
tumbuh dan daun yang dapat segera dipanen
menjadi prioritas utama yang digunakan
sebagai tanaman pakan alternatif. Tanaman
mudah ditangani dan dikembangbiakkan
diberbagai kondisi tanah seperti tanah kering
(lahan kritis), sehingga sericulture dapat
dilakukan di berbagai tempat. Tanaman jika
dipangkas cepat tumbuh kembali daun dan
jumlahnya bertambah banyak.
Jarak pagar yang digunakan sebagai
tanaman inang (host plant) baru bagi larva A.
atlas memiliki potensi sebagai pakan alternatif
bagi sericulture A. atlas dapat sejalan dengan
program penghijauan (reboisasi) lahan kritis
dengan penanaman pohon jarak pagar yang
tahan terhadap stress cekaman air. Namun,
hasil rearing di laboratorium menunjukkan
bahwa tekstur daun aksesi jarak pagar yang
digunakan sangat menentukan keberhasilan
rearing. Oleh karena belum terbiasa memakan
daun jarak pagar, maka lamanya fase larva
lebih singkat daripada daun sirsak. Lamanya
fase larva pada pakan daun sirsak disebabkan
kandungan air yang lebih rendah dibandingkan daun jarak pagar, sehingga menyebabkan
tertundanya peristiwa ganti kulit (molting)
(Ekastuti 2005).
Tempat mengokon sangat mempengaruhi
jumlah serat-serat penyangga (floss) yang
dikeluarkan larva saat mengokon, sehingga
larva mengeluarkan sedikit atau banyak serat
sutera untuk menempelkan floss pada daun.

Kenyamanan larva yang akan mengokon
dipengaruhi oleh bentuk dan kekakuan daun.
Daun sirsak tua memiliki struktur lebih kaku
dibandingkan daun jarak pagar, sehingga
kualitas kokon pada daun sirsak lebih baik,
lebih kuat, lebih cepat kering dan lebih
banyak menghasilkan filamen sutera karena
kulit kokon lebih tebal. Larva pada daun
sirsak lebih efektif dan efisien saat pembuatan
floss karena larva lebih nyaman pada saat
mengokon, efektif dalam penggunaan energi,
sedangkan pada daun jarak pagar kurang
optimal karena daunnya terlalu lebar, lemas
dan tipis.
Menurut Mulyani (2008) tingginya
produksi serat sutera berkaitan dengan
lamanya siklus hidup larva. Semakin panjang
siklus hidup larva, maka semakin banyak
pakan yang dikonsumsi. Lamanya siklus
hidup juga disebabkan oleh faktor kandungan
air dan protein pada pakan. Pembentukan
cairan sutera dipengaruhi kemampuan larva
dalam mencerna pakan yang diberikan. Daya
cerna larva terhadap pakan daun jarak pagar
masih rendah akibat kandungan getah dan
senyawa flavonoid yaitu vitexin dan isovitexin
yang belum dapat diketahui sejauh mana
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan larva A. atlas (Mahmud et al.
2007; Campa et al.; Vishnu et al. 2010). Hal
ini disebabkan karena larva masih dalam
proses adaptasi dan habituasi terhadap pakan
baru (pakan alternatif) tersebut. Dibutuhkan
waktu yang cukup lama untuk domestikasi
agar larva mampu beradaptasi terhadap pakan
baru, misalnya melalui breeding secara
berkelanjutan, untuk mendapatkan galur
murni yang dapat meningkatkan fitness A.
atlas. Hal ini membuka peluang untuk
melakukan sericulture A. atlas seiring dengan
program Pemerintah, dimana daun jarak pagar
digunakan sebagai pakan larva, sedangkan
bijinya sebagai bahan baku biodisel.

SIMPULAN
Domestikasi pada pakan alternatif daun
jarak pagar skala laboratorium dapat
berkembang, namun untuk skala lapang belum
berhasil karena tangkai daun jarak pagar
terlalu panjang, daun lebar dan tipis.
Demikian pula pada pakan daun sirsak yang
mestinya memiliki tingkat keberhasilan lebih
tinggi, belum menunjukkan hasil yang optimal
pada skala laboratorium. Namun skala lapang
jauh lebih baik daripada daun jarak pagar.

9

SARAN
Domestikasi pada pakan daun jarak pagar
sebaiknya dilakukan secara kontinyu dan
berkesinambungan melalui breeding hingga
turunan F5, agar diperoleh galur-galur murni
dengan tujuan mendapatkan fitness yang baik,
sehingga kualitas kokon dan filamen sutera
lebih banyak. Mencari tehnik rearing pada
pakan daun jarak pagar yang lebih tepat
sehingga keberhasilan hidup lebih besar dan
kokon yang dipanen lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Pasar Eropa Minta Pasokan
Sutera Liar. Mitra Bisnis edisi 3: 14-20
Juli 2003.
Atmosoedarjo S et al. 2000. Sutera Alam
Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Campa C et al. Taxonomy and Biology of the
Tropical Plant Jatropha curcas L.
Vanatrop Workshop.
Chapman RF. 1998. The Insects Structure and
Function. 4th edition. United Kingdom:
Cambridge Universities Press.
Dewi S. 2009. Pertumbuhan Larva dan
Produktivitas Kokon Attacus atlas L.
pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang
Berbeda [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ekastuti DR. 2005. Pengaruh kadar air pakan
terhadap pertumbuhan dan produktifitas ulat sutera (Bombyx mori).
Jurnal Medis Veteriner Indonesia. 9
(2): 47-53.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna
Indonesia (terjemahan). Jilid II. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Holloway JD. 1987. The Moth of Borneo:
superfamily Bombycoidea: families
Lasiocampidae, Eupterotodae, Bombycidae, Brahmaeidae, Saturniidae, Sphingidae. Southdene Sdn. Bhd. Malaysia:
Kuala Lumpur.
Listiarani I. 2009. Pengaruh Pemberian
Beberapa Jenis Daun Murbei (Morus
spp.) Terhadap Pertumbuhan Ulat
Sutera Attacus atlas L. [skripsi].
Bogor: FMIPA, Institut Pertanian
Bogor.
Mahmud Z et al. 2007. Info Tek Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.). PUSLITBANG
Perkebunan. BALITBANG Pertanian.
2 (9).

Mulyani N. 2008. Biologi Attacus atlas
(Lepidoptera: Saturniidae) Dengan
Pakan Daun Kaliki (Ricinus communis
L.) dan Jarak Papag (Jatropha curcas
L.) di Laboratorium [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Peigler RS. 1989. A Revision of The IndoAustralian Genus Attacus. California:
The Lepidoptera Researc Foundation,
Inc.
Rianto F. 2009. Performa Reproduksi Imago
Attacus atlas L. yang Berasal dari
Perkebunan Teh Purwakarta [skripsi].
Bogor: Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Samsijah, Kusumaputra AS. 1976. Pengaruh
Pemberian Makan Ulat Kecil dan Ulat
Besar dengan Daun yang Berbeda
Jenisnya Terhadap Rendemen Pemeliharaan dan Mutu Kokon [laporan
penelitian]. Bogor: Lembaga Penelitian
Hutan.
Tazima Y. 1978. Tha Silkworm: An Important
Laboratory Tool. Tokyo: Kodansha
Ltd.
Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror
and Delong’s Introduction to the Study
of Insect. Seventh Edition. USA:
Tomson Brooks/Cole.
Vishnu Priya V et al. 2010. A Review of
Hepatoprotective Natural Products.
Recent Research in Science and
Technology, 2(11): 49-52
Weiss EA. 1971. Castor, Sesame and
Safflower. London: Lionard Hill.

DOMESTIKASI ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas L.) DENGAN PAKAN DAUN
JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DAN SIRSAK (Annona muricata L.)

RIRI DESIANDA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

9

SARAN
Domestikasi pada pakan daun jarak pagar
sebaiknya dilakukan secara kontinyu dan
berkesinambungan melalui breeding hingga
turunan F5, agar diperoleh galur-galur murni
dengan tujuan mendapatkan fitness yang baik,
sehingga kualitas kokon dan filamen sutera
lebih banyak. Mencari tehnik rearing pada
pakan daun jarak pagar yang lebih tepat
sehingga keberhasilan hidup lebih besar dan
kokon yang dipanen lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Pasar Eropa Minta Pasokan
Sutera Liar. Mitra Bisnis edisi 3: 14-20
Juli 2003.
Atmosoedarjo S et al. 2000. Sutera Alam
Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Campa C et al. Taxonomy and Biology of the
Tropical Plant Jatropha curcas L.
Vanatrop Workshop.
Chapman RF. 1998. The Insects Structure and
Function. 4th edition. United Kingdom:
Cambridge Universities Press.
Dewi S. 2009. Pertumbuhan Larva dan
Produktivitas Kokon Attacus atlas L.
pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang
Berbeda [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ekastuti DR. 2005. Pengaruh kadar air pakan
terhadap pertumbuhan dan produktifitas ulat sutera (Bombyx mori).
Jurnal Medis Veteriner Indonesia. 9
(2): 47-53.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna
Indonesia (terjemahan). Jilid II. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Holloway JD. 1987. The Moth of Borneo:
superfamily Bombycoidea: families
Lasiocampidae, Eupterotodae, Bombycidae, Brahmaeidae, Saturniidae, Sphingidae. Southdene Sdn. Bhd. Malaysia:
Kuala Lumpur.
Listiarani I. 2009. Pengaruh Pemberian
Beberapa Jenis Daun Murbei (Morus
spp.) Terhadap Pertumbuhan Ulat
Sutera Attacus atlas L. [skripsi].
Bogor: FMIPA, Institut Pertanian
Bogor.
Mahmud Z et al. 2007. Info Tek Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.). PUSLITBANG
Perkebunan. BALITBANG Pertanian.
2 (9).

Mulyani N. 2008. Biologi Attacus atlas
(Lepidoptera: Saturniidae) Dengan
Pakan Daun Kaliki (Ricinus communis
L.) dan Jarak Papag (Jatropha curcas
L.) di Laboratorium [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Peigler RS. 1989. A Revision of The IndoAustralian Genus Attacus. California:
The Lepidoptera Researc Foundation,
Inc.
Rianto F. 2009. Performa Reproduksi Imago
Attacus atlas L. yang Berasal dari
Perkebunan Teh Purwakarta [skripsi].
Bogor: Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Samsijah, Kusumaputra AS. 1976. Pengaruh
Pemberian Makan Ulat Kecil dan Ulat
Besar dengan Daun yang Berbeda
Jenisnya Terhadap Rendemen Pemeliharaan dan Mutu Kokon [laporan
penelitian]. Bogor: Lembaga Penelitian
Hutan.
Tazima Y. 1978. Tha Silkworm: An Important
Laboratory Tool. Tokyo: Kodansha
Ltd.
Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror
and Delong’s Introduction to the Study
of Insect. Seventh Edition. USA:
Tomson Brooks/Cole.
Vishnu Priya V et al. 2010. A Review of
Hepatoprotective Natural Products.
Recent Research in Science and
Technology, 2(11): 49-52
Weiss EA. 1971. Castor, Sesame and
Safflower. London: Lionard Hill.

DOMESTIKASI ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas L.) DENGAN PAKAN DAUN
JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DAN SIRSAK (Annona muricata L.)

RIRI DESIANDA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK

RIRI DESIANDA. Domestikasi Ulat Sutera Liar (Attacus atlas L.) Dengan Pakan Daun Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) dan Sirsak (Annona muricata L.). Dibimbing oleh DEDY DURYADI
SOLIHIN dan DEDE SETIADI.
Domestikasi ulat sutera liar adalah proses adaptasi ulat menjadi ulat sutera domestik pada
pakan yang diberikan dan lingkungan ruang pemeliharaan. Domestikasi diharapkan dapat
meningkatkan populasi A. atlas untuk pengembangan budidaya A. atlas yang bermanfaat
ekonomis bagi kehidupan manusia. Konsekuensinya memelihara ulat dengan baik, ketersedian
pakan yang cukup dan pengaturan perkembangbiakan A. atlas perlu diperhatikan. Oleh karena
itu, dengan pemberian pakan daun jarak pagar dan sirsak secara terus-menerus diharapkan dapat
diperoleh galur murni dan adaptif unt