sejalan dengan pertumbuhan pada sektor transportasi yang diproyeksikan
sekitar 6 – 8 per tahun, maka penggunaan bahan bakar di Indonesia
diproyeksikan bertambah sebesar 2.1 kali konsumsi 1990 pada tahun 1998,
sebesar 4.6 kali pada tahun 2008, dan 9 kali pada tahun 2018. Pada tahun
2020. Selain, itu Medan juga menjadi pusat kegiatan industri yang notabene
menyumbang konsentrasi gas karbon di atmosfer kota Medan. WHO
melaporkan hasil pengamatan untuk beberapa kota di dunia, dan salah satu
kota metropolitan Indonesia yakni Medan terbilang memiliki prestasi
yang buruk, berdasarkan Air Quality Index AQI Medan yang berada di
angka 110
menempatkan Medan
di peringkat
4 kota paling tercemar di dunia setelah Ludhiana India, Lanzhou
China, dan Mecixali Mexico dan paling tercemar di Asia Tenggara. Hal
ini adalah sebuah kondisi kemunduran kualitas lingkungan hidup yang
harus
ditanggungjawabi secara
bersama oleh seluruh masyarakat kota Medan.
Gambar 11: Sektor Penyumbang Polusi Udara di Kota Medan
Sektor transportasi dan industri di kota Medan adalah dua dari sekian
banyak penyumbang
emisi gas
karbon di atas atmosfer kota Medan. Untuk
mereduksi dampak buruk lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya ini, maka dibutuhkan
banyak
tanaman hijau untuk
mengabsorbsi gas-gas polutan yang terkonsentrasi di udara kota Medan.
Namun, dengan luas lahan yang kian menyempit, tidak ada jalan lain selain
memasyarakatkan teknologi tepat guna dan aplikatif yang dapat mengurangi
dampak buruk tersebut.
1.2. Vertikultur
Setiap kota harus memiliki 30 Ruang Terbuka Hijau menurut
Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentangPenataan Ruang Sehingga bagi
kota yang belum memenuhi kriteria tersebut
seyogianya melakukan
penambahan ruang terbuka hijau, dengan mempertimbangkan pemilihan
jenis-jenis tanaman yang mempunyai fungsi ganda, yaitu selain tanaman
dapat memberikan O
2
, juga dapat mereduksi
CO. Namun,
Dinas Pertamanan Kota Medan mengatakan
jika luas ruang terbuka hijau di Kota Medan saat ini adalah 19,88 Km
2
atau 7,5 dari luas Kota Medan yaitu
265,10 Km
2
. Setidaknya dari jumlah yang ada tersebut Pemerintah Kota
Medan mensinergikannya sebagai RTH dan DRA Daerah resapan Air, lalu
mensosialisasikan
penggunaan teknologi vertikultur pada masyarakat
Medan yang sudah terlanjur membangun rumah dengan dinding,
pagar dan semen atau halaman yang di
cor agar memanfaatkan barang-barang sederhana untuk diubah menjadi media
tanam tumbuhan berupa sayur atau bunga yang berfungsi sebagai
pereduksi emisi dan memberi nilai kesehatan.
Vertikultur adalah teknik bertanam atau berkebun dengan
menggunakan media tanam vertikal yang dilakukan di area halaman
rumah. Beberapa media vertikultur yang sudah dikembangkan sejak tahun
2005 diantaranya adalah pipa paralon, vas, dan bambu. Lahan halaman yang
sudah ada
j dicor
dapat dijadikan sebagai wilayah resapan air yang mengurangi genangan
air banjir. Sementara vertikultur dijadikan penambah tanaman dan
menambah nuansa hijau serta keasrian lingkungan agar lebih banyak tanaman
dan lebih membuat lingkungan memiliki nilai plus untuk mereduksi
gas emisi dan memberi nilai kesehatan jika yang ditanam adalah tumbuhan
konsumsi. Berikut adalah media vertikultur yang sudah ada sejak
dekade yang dapat diterapkan di rumah dan di permukiman kota Medan untuk
membuat Medan lebih “berhias”.
Persiapan
Penancapan Media Hasil
Tanam Sayuran
Pipa Paralon adalah media yang baik dalam
pengembangan teknologi
pertanian vertikultur, dan dapat dikembangkan
di kawasan
permukiman dan perkantoran di Medan
meskipun membutuhkan
sedikit biayadalam pengaplikasiannya, namun jasa lingkungan
yang didapatkan sangat
signifikan dan bermanfaat. Bambu, menjadi media tanam untuk vertikultur
selanjutnya. Bambu adalah media tanam yang sangat efesien, selain
memiliki struktur yang mudah dibentuk dan adaptif juga ramah lingkungan.
Namun, untuk kasus Medan,bambu ika belum di semen atau
sepertinya sukar ditemukan atau ketersediaannya tidak terlalu banyak.
2. Analisis Matematik Manfaat Vertikultur