APLIKASI KOMPOS ENCENG GONDOK, BATANG PISANG, JERAMI PADI DAN KOTORAN SAPI DENGAN VERMIKOMPOSTING PADA BUDIDAYA SAWI HIJAU (Brassica juncea L)
APLIKASI KOMPOS ENCENG GONDOK, BATANG PISANG, JERAMI PADI DAN KOTORAN SAPI DENGAN VERMIKOMPOSTING PADA
BUDIDAYA SAWI HIJAU (Brassica juncea L)
SKRIPSI
Oleh:
Raden Ilham Wicaksana RS 20120210107
Program Studi Agroteknologi
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017
(2)
ii
APLIKASI KOMPOS ENCENG GONDOK, BATANG PISANG, JERAMI PADI DAN KOTORAN SAPI DENGAN VERMIKOMPOSTING PADA
BUDIDAYA SAWI HIJAU (Brassica juncea L)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Oleh :
Raden Ilham Wicaksana RS 20120210107
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
(3)
(4)
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Aplikasi kompos Enceng Gondok, Batang Pisang, Jerami Padi dan Kotoran Sapi dengan Vermikomposting pada Budidaya Sawi Hijau ( Brassica juncea L) yang merupakan syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun proposal, pelaksanaan hingga tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, oleh sebab itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ir. Mulyono, M.P., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan kepercayaan, ilmu, saran, nasehat dan arahan dengan penuh kesabaran juga selalu memberikan semangat, motivasi, kepada saya selama penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Sukuriyati Susilo Dewi, M.S., selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang dengan kesabaran memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya hingga tersusunnya skripsi ini.
3. Ir. Hariyono, M.P. selaku dosen Penguji, terima kasih atas kritik, saran dan bimbingannya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
4. Ir. Sarjiyah,M.S., selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Dosen Pembimbing Akademik, yang telah membimbing selama menjalankan perkuliahan.
5. Pak Yuli, Pak Sukir dan semua laboran Agroteknologi UMY, terimakasih banyak atas bantuannya dalam menyediakan sarana dan prasarana penelitian
6. Kepada keluarga dan sahabat-sahabat terbaik saya yang telah membantu mensuport, mendoakan dan membantu baik selama perkuliahan maupun selama penelitian.
(5)
vi
Atas semua bantuan, doa dan dukungan yang telah diberikan semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat yang besar, baik bagi penulis maupun pembaca.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb
Yogyakarta, Januari 2017
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
xi
ABSTRAK
Penelitian yang berjudul Aplikasi Kompos Enceng Gondok, Batang Pisang, Jerami Padi dan Kotoran Sapi dengan Vermikomposting pada Budidaya Sawi Hijau telah dilakukan di Green House dan Laboratorium Tanah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 hingga Juli 2016. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh bahan dasar vermikompos pada pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau dan mendapatkan bahan dasar vermikompos terbaik pada pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen dalam polybag. Menggunakan Rancangan perlakuan faktor tunggal dengan lima perlakuan yaitu : Vermikompos enceng gondok dosis 20 ton/ha, Vermikompos batang pisang dosis 20 ton/ha, Vermikompos jerami padi dosis 20 ton/ha, dan Vermikompos kotoran sapi dosis 20 ton/ha. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga didapat 12 unit percobaan yang masing-masing terdiri atas 5 tanaman, sehingga total keseluruhan adalah 60 polybag. Paramater yang diamati meliputi pengamatan vermikompos (kadar air, C, BO, N, C/N) dan pengamatan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, panjang akar, Bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, dan hasil tanaman).
Hasil penelitian menunjukkan bahan vermikompos enceng gondok, batang pisang, jerami padi dan kotoran sapi memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi. Semua perlakuan vermikompos memberikan hasil yang sama baik dan produksinya diatas potensi hasil >37,5 ton/ha.
(12)
ABSTRACT
This study entitled Application Compost of Water Hyacinth, Banana , Rice Straw and Cow Manure Stem with the Cultivation of Mustard Greens Vermikomposting was conducten in Green House and Soil Laboratory as University of Muhammadiyah Yogyakarta in May 2016 to July 2016. The purpose of this study was to determine the influence of the base material vermicompost on the growth and to get the best basic ingredients vermicompost on the growth and yield of mustard green.
This research was conducted with using single factor treatment design with five treatments, as follows: Vermicompost Water Hyacinth dose of 20 ton / ha, Banana Stem Vermicompost dose of 20 ton / ha, Vermicompost Rice Straw dose of 20 tonnes / ha, and Cow Manure Vermicompost dose of 20 ton / ha. Each treatment was repeated 3 times in order to get 12 experimental units, each consisting of 5 plants, so the total is 60 polybag. The observed parameters include observations of vermicompost (moisture, C, BO, N, C / N) and observations of plants (plant height, leaf number, leaf area, root length, fresh weight of plants, dry plant weight, and yield).
The results showed the material vermicompost water hyacinth, banana stalks, rice straw and cow manure in the same effect on the growth and yield of mustard. Vermicompost treatment give equally good results in improving the results that the yield potential of> 37.5 ton / ha.
(13)
(14)
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sawi hijau merupakan salah satu sayuran yang banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, jenis sayuran yang mudah diolah meski masak dadakan sekalipun. Biasanya sawi dimasak untuk dijadikan bahan campuran makanan seperti pecel, gado-gado, capjay, campuran pelengkap bakso, mie dan dapat digunakan untuk lalapan. Sawi dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi. Persyaratan tumbuh bagi jenis komoditi ini tidak terlalu sulit. Sawi dapat tumbuh dan beradaptasi baik hampir disemua jenis tanah baik pada tanah-tanah mineral yang bertekstur ringan sampai liat bobot maupun tanah organik seperti tanah gambut. pH tanah yang optimal untuk budidaya caisim berkisar antara 6 – 7 dan temperatur yang optimum bagi pertumbuhan caisim 150 - 200 C.
Sawi banyak dibudidayakan oleh petani sebagai tanaman usaha pertanian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Produksi sawi dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada Data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), bahwa produksi pada tahun 2013 sebesar 220 ton/ha, sedangkan pada tahun 2014 produksinya sebesar 83 ton/hektar. Berdasarkan data tersebut, maka perlu dilakukan budidaya tanaman sawi secara baik dan benar untuk meningkatkan produksi sawi. Penurunan produksi sawi ini dapat disebabkan oleh tanah-tanah di Indonesia yang umumnya sudah terdegradasi sehingga kehilangan unsur hara sebagai pertumbuhan perkembangan tanaman.(Anggara,2015).
(15)
Perbaikan sifat tanah adalah salah satu cara untuk meningkatkan produksi sawi dengan penambahan pupuk.
Pupuk merupakan bahan yang bersifat anorganik ataupun organik yang apabila ditambahkan ke dalam tanah dapat menambah unsur hara. Pupuk anorganik atau mineral, yakni semua pupuk buatan, baik pupuk tunggal maupun majemuk. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan (enceng gondok, batang pisang dan jerami padi) dan hewan (kotoran sapi ).
Enceng gondok adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, enceng gondok mempunyai nama lain seperti di Palembang dikenal dengan nama kelipuk. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya (Wikipedia, 2013).
Disebagian wilayah di Indonesia masih kebanyakan petani pisang tidak memanfaatkan batang pisang setelah dipanen, batang pisang biasanya dibiarkan membusuk. Hal tersebut memungkinkan bahwa batang pisang dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku kompos yang dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah.
Jerami padi merupakan limbah yang belum dimanfaatkan, biasanya dibiarkan begitu saja atau dibakar di sawah oleh petani, pemanfaatan jerami masih minim dikalangan petani umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak, belum banyak yang diolah menjadi kompos.
(16)
3
Bahan-bahan organik untuk dapat digunakan menjadi pupuk dapat diolah melalui proses pengomposan. Pengomposan adalah proses penguraian bahan organik secara biologi pada lingkungan yang terkendali. Berdasarkan jasad yang bekerja proses penguraian bahan organik dapat dilakukan oleh mikroorganisme (misalnya :bakteri dan jamur) dan makroorganisme (misalnya: cacing, rayap dan uret), proses pengomposan dengan bantuan cacing disebut dengan vermikomposting.
Vermikompos merupakan pupuk organik yang aman bagi tanah dan tanaman, karena cacing dapat memperbaiki bahan organik dibawah permukaan tanah, meningkatkan jumlah air tersimpan dalam agregat tanah, memperbaiki infiltrasi air, aerasi dan penetrasi akar dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme. Partikel tanah digerakkan ke berbagai posisi oleh akar, cacing tanah, baik melaui siklus kering atau basah dan melalui kekuatan lain sehingga membentuk struktur tanah (Rekhina, 2012).
B. Perumusan Masalah
Eceng gondok, batang pisang dan jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara dengan cara dikomposkan, namun proses pengomposan bahan dasar tersebut mendapatkan kendala yaitu membutuhkan waktu lebih lama sampai 1-3 bulan. Penyebab lama pengomposan pada Eceng gondok, batang pisang dan jerami padi adalah kandungan serat yang tinggi serta C/N ratio yang tinggi sekitar 75,8 %. . Untuk mempercepat proses pengomposan dapat dilakukan dengan vermikompos yang dapat meningkatkan kadar N pada bahan
(17)
vermikompos, selain itu juga belum adanya anjuran dosis yang terbaik sehingga pada penelitian ini akan dikaji berapa kesuburan vermikompos yang terbaik.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh bahan dasar vermikompos pada pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau.
2. Untuk mendapatkan bahan dasar vermikompos terbaik pada pertumbuhan dan hasil tanaman sawi hijau.
(18)
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Sawi Hijau (Brassica juncea L.)
Sawi termasuk tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang mempunyai nilai ekonomi tinggi setelah kubis-krop, kubis bunga dan brokoli. Sawi berkembang pesat di daerah sub tropis maupun tropis. Menurut klasifikasi dalam tatanama (sistematika) tumbuhan sawi termasuk kedalam Divisi: Spermatophyta, kelas: Angiospermae, Sub Kelas: Dicotyledone, Ordo: Papavorales, Famili: Cruciferae atau rassicaceae, Genus: Brassica, Spesies: Brassica Juncea L. (Rukmana, 1994). Sistem perakaran tanaman sawi memiliki akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar yang berbentuk bulat panjang (silindris) menyebar kesemua arah pada kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain menghisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Batang sawi pendek dan beruas-ruas sehingga hampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun. Penyerbukan bunga sawi dapat berlangsung dengan bantuan serangga atau tangan manusia. Hasil penyerbukan ini akan terbentuk buah yang berisi biji. Buah dari sawi termasuk tipe buah polong, yaitu berbentuk panjang dan berongga. Tiap polong berisi 2-8 butir biji. Biji sawi bentuknya bulat kecil berwarna coklat atau coklat kehitam-hitaman (Rukmana,1994).
Tanaman Sawi Hijau umumnya tumbuh dengan baik pada ketinggian 5-2000 mdpl (Bapeluhgresik, 2013). Tanaman sawi Hijau dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah atau di dataran tinggi, sehingga dapat diusahakan
(19)
di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat keasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman sawi yaitu pH 6-7 (Rukmana, 1994).
Varietas sawi yang digunakan yaitu varietas Tosakan yang diproduksi oleh PT. East West Seed Indonesia. Panen dilakukan setelah tanaman berumur 30 hari setelah tanam, bentuk tanaman besar, tegak dan krop padat, memiliki pinggiran yang rata. Untuk potensi hasil per tanaman 150 gram/tanaman atau 37,5 ton/hektar dengan ruang tanam 20 cm x 20 cm memiliki jumlah populasinya 250.000 tanaman per hektar.
B. Pengomposan Enceng Gondok, Batang Pisang dan Jerami Padi
Pengomposan adalah proses humifikasi mikroba alami yang mengubah materi menjadi karbon dan senyawa nitrogen. Proses pengomposan yang merupakan proses aerobik, menciptakan panas dan mengubah limbah padat menjadi kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk. Proses pengomposan sebagian besar biologis di alam, dicapai dengan tindakan organisme yang berbeda. (Hikmat, 2015). Kompos sebagai hasil dari pengomposan dan merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki fungsi penting terutama dalam bidang pertanian antara lain : Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro. Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara, memperbesar daya ikat tanah berpasir. Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah. Membantu proses pelapukan dalam
(20)
7
tanah.Tanaman yang menggunakan pupuk organik lebih tahan terhadap penyakit (Andhika, 2013).
Pengomposan terbagi pengomposan panas dan pengomposan dingin, pengomposan panas terjadi dikarenakan adanya panas yang dihasilkan oleh metabolisme mikroba dan terinsulasi oleh material yang dikomposkan. Panas yang dihasilkan oleh mikroba merupakan hasil dari respirasi. Mikroba tidak benar-benar efisien dalam mengkonversikan dan menggunakan energi kimia di dalam substrat. Oleh karena itu kenaikan temperatur menjadi indikator adanya aktivitas mikroba. Semakin aktif populasi mikroba, semakin tinggi panas yang dihasilkan. Pengomposan dingin adalah proses pengomposan yang tidak menghasilkan energi panas. Proses ini biasanya terjadi jika proses pengomposan dilakukan oleh jasad anaerob atau makroorganisme. Karena pada proses anaerob energi yang dihasilkan rendah. Pengomposan dingin selain dilakukan oleh mikroorganisme yang bersifat anaerob juga dapat dilakukan oleh makroorganisme, seperti : cacing, rayap, uret dan lain-lain. Jasad tersebut melakukan proses penguraian bahan organik dengan cara memakan bahan tersebut dan proses penguraiannya terjadi didalam perutnya.
Enceng gondok termasuk tumbuhan perennial dan merupakan tumbuhan yang dapat mengapung bebas bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Dari ketebalan serat yang dimiliki eceng gondok menurut (Sastroutomo, 2004) menyatakan bahwa serat tanaman eceng gondok dalam pengomposannya mengalami pembusukan yang memakan waktu cukup lama, sehingga dalam pengomposan membutuhkan aktivator seperti kotoran ternak, Em4 dan stardek
(21)
untuk membantu pengomposan. Hasil penelitian yang dilakukan di India menunjukan bahwa enceng gondok yang masih segar mengandung 95,5% air, 3,5% bahan organik, 0,04% nitrogen, 1% abu, 0,06% fosfor sebagai p205 dan 0,20% kalium sebagai k2O. Percobaan analisis kimia mengemukakan bahwa tumbuhan enceng gondok atas dasar bahan kering yang mengahasilkan 75,8% bahan organik, 1,5% nitrogen, dan 24,2% abu. Analisis terhadap abu yang dilakukan menunjukan 7,0% fosfor sebagai P2O5, 28,7% kalium sebagai k2O, 1,8% natrium sebagai Na2O, 12,8% kalsium sebagai CaO dan 21,0% khlorida CCL5 (Wartamadani,2014).
Tanaman pisang dapat tumbuh di alam terbuka yang cukup sinar matahari, cocok tumbuh di dataran rendah sampai pada ketinggian 1000 mdpl (Astawan 2008). Buah pisang dapat dimakan langsung atau diolah terlebih dahulu. Daunnya biasanya digunakan sebagai bungkus makanan, namun disisi lain belum banyak yang memanfaatkan batang pisang, biasanya di tumpuk dan di biarkan di lahan sehingga menumpuk menjadi limbah. Padahal disisi lain batang pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pupuk organik. Batang pisang merupakan bahan organik yang berpotensi sebagai bahan baku kompos. Batang pisang mempunyai unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman seperti Nitrogen (N) sebesar 1,24 %, Fosfor (P) sebesar 1,5 %, dan Kalium (K) sebesar 2,7 %. Pemanfaatan limbah menjadi salah satu alternatif yang berguna untuk menanggulangi dampak negatif limbah, juga memberikan hasil sampingan yang bernilai ekonomis ( Suhirman et al.1993).
(22)
9
Limbah jerami padi belum dimanfaatkan secara optimal, selama ini jerami padi dimanfaatkan oleh petani sebagai pakan ternak sekitar 22 %, pupuk kompos sekitar 20 - 29 % dan sisanya dibakar untuk menghindari penumpukkan (Ikhsan dkk., 2009). Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen (Hanafi, 2008). Menurut Warasfarm (2013). ketika kita memanen padi 5 ton/ha akan dihasilkan jerami 7,5 ton yang mengandung 45 kg N, 10 kg P, 125 kg K. Adapun kandungan bahan segar dari berbagai bahan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan unsur bahan segar
Sumber: Hanafi ,2008
C. Vermikompos
Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah Lumbricus rubellus. Vermikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah.
Cacing tanah dianggap sebagai perekayasa ekosistem tanah yang handal. Hewan ini menggunakan bahan-bahan organik dan tanah sebagai makanannya yang mudah dicerna. Setelah melewati pencernaan, sisa pencernaan diekskresikan sebagai agregat granular yang kaya akan unsur hara bagi tanaman. Aktivitas cacing tanah dalam membuat liang-liang tanah membantu penyerapan air permukaan menjadi lebih efektif dan juga mempermudah pertumbuhan
Unsur Kandungan unsur berbagai bahan segar (%)
Enceng gondok(%) Batang pisang(%) Jerami padi(%)
N 0,04 1,24 0,4
P 0,06 1,5 0,02
(23)
perakaran tanaman dalam menembus lapisan-lapisan tanah. Dampak aktivitas cacing tanah membuat lingkungan mempunyai daya dukung untuk aktivitas organisme yang lain. Cacing tanah hidup pada habitat yang beragam, khususnya di tempat yang gelap dan lembab. Cacing dapat mentolelir suhu berkisar antara 5oC dan 29oC dan kelembaban 60 - 70 % dari yang optimal baik untuk cacing (Sinha et al. 2010).
Pada proses vermikompos, cacing tidak dapat merombak bahan-bahan organik dari limbah-limbah pertanian atau peternakan ini dalam keadaan mentah, kecuali jika bahan-bahan organik tersebut telah dirombak bakteri pengurai sampai taraf tertentu. Cacing tanah hidup pada habitat yang beragam, khususnya di tempat yang gelap dan lembab. Cacing dapat mentolelir suhu berkisar antara 5o C dan 29o C dan kelembaban 60 - 70 % dari yang optimal baik untuk cacing (Sinha et al. 2010). Ada 2 tahap pembuatan vermikompos. Tahap pertama yaitu proses pengomposan bahan-bahan organik dengan bantuan bakteri pengurai untuk pembuatan media pemeliharaan cacing (disebut sebagai media tanam). Tahap kedua yaitu proses vermikompos dengan cara memelihara cacing dalam media tanam sehingga jangka waktu tertentu media akan dipenuhi kotoran cacing, inilah yang akan dijadikan pupuk vermikompos (Widya, 2012). Vermikompos mengandung enzim seperti amilase, lipase, selulase dan kitinase yang terus memecah bahan organik dalam tanah (untuk melepaskan nutrisi dan membuatnya tersedia bagi akar tanaman). Bahkan setelah dikeluarkan dapat juga meningkatkan kadar beberapa enzim penting seperti tanah dehidrogenase, asam dan alkali fosfatase dan urease (Sinha et al. 2010). Kualitas vermikompos tergantung pada
(24)
11
jenis media atau pakan yang digunakan, jenis cacing dan umur vermikompos. Tabel 1 menunjukkan secara umum kandungan 3 unsur bahan segar enceng gondok, batang pisang dan jerami padi. Vermikompos juga mengandung auksin sehingga sangat sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Vermikompos sangat baik untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah (Latupeirissa, 2011).
Tabel 2. Kandungan Kimia Vermikompos Sampah Kota No kandungan Persen (%)
1 Nitrogen 3,32
2 P2O5 0,32
3 K2O 0,39
4 C-organik 5,6
5 C/N rasio <18
6 Cl 0,04
7 Sulfur 0,04
8 Ca 0,03
9 Fe 0,31
10 Zn 0,01
11 Mg 0,14
12 Al 0,19
13 Debu 16,28
Sumber: (Sucofindo Laboratory Makassar Branch, 2000)
Prinsip vermikompos adalah menurunkan nilai C/N rasio bahan organik menjadi sama dengan C/N rasio tanah. C/N rasio adalah nilai hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di suatu bahan. Nilai C/N rasio tanah adalah 10-12. Bahan organik yang mempunyai C/N rasio menyerupai tanah memungkinkan bahan organik tersebut diserap oleh tanaman (Sofian, 2006). Vermikompos yang berkualitas baik ditandai dengan warna hitam kecoklatan hingga hitam, tidak berbau, bertekstur remah dan matang dengan kelembapan sekitar 40-60%. Vermikompos mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur makro dan mikro, yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Vermikompos bersifat netral dengan nilai pH 6,5-7,9 dan rata-ratanya ialah 6,8. Selain itu,
(25)
vermikompos mengandung berbagai bahan atau komponen yang bersifat biologis yang terkandung di dalamnya, diantaranya hormon pertumbuhan seperti Giberelin 2,75 %, Sitokinin 1,05 % dan Auksin 3,80 %. Vermikompos juga mengandung banyak mikroba. Jumlah mikroba yang banyak dan aktifitasnya yang tinggi bisa mempercepat mineralisasi atau pelepasan unsur-unsur hara dari kotoran cacing (Manshur, 2001). Vermikompos mengandung bahan humus yaitu zat-zat humat. Zat-zat humat tersebut berperan terhadap sejumlah reaksi anorganik dalam tanah dan terlibat dalam reaksi yang kompleks baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman. Asam humat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan. Penambahan asam humat mempercepat pertumbuhan Aspergillus niger, Penicilium glaucum, Bacillus mycoides dan Scenedesmus sp., atau mikroorganisme antibiotika bagi tanaman. Jumlah sel azotobacter (bakteri pengikat nitrogen) sehingga jumlah nitrogen yang difiksasi (diikat) juga makin banyak (Cochran, 2007). Vermikompos yang telah terdekomposisi akan menghasilkan humus yang menjadikan ikatan antar partikel bertambah kuat (Fahriani, 2007). Menurut Kartika (2015) Keunggulan vermikompos antara lain : 1. Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman
seperti : N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Al, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan yang digunakan,
2. Vermikompos mampu menahan air sebesar 40 - 60 % sehingga mampu mempertahankan kelembaban.
(26)
13
4. Vermikompos sebagai sumber nutrisi mikroba tanah yang membantu proses penghancuran limbah organik dan menigkatkan kesuburan.
5. Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak terlarut menjadi bentuk terlarut.
D. Hipotesis
Diduga vermikompos batang pisang yang terbaik pada pertumbuhan dan hasil Sawi Hijau.
(27)
14
III.
Tata Cara penelitian
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Lahan Percobaan, Labaratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2016.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cacing Lumbricus rubellus 6 kg, enceng gondok 50 kg, batang pisang 50 kg, jerami padi 50 kg, benih sawi 1 bungkus, EM4 20 ml , tetes tebu 50 ml, bekatul 20 kg.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari timbangan analitik, penggaris, Leaf Area Meter (LAM), cangkul, sekop, polybag ukuran 35x35 dan sungkup
C. Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) dan rancangan perlakuan faktor tunggal yaitu macam dari perlakuan vermikompos enceng gondok, batang pisang dan jerami padi. Sebagai perlakuan yang diberikan adalah vermikompos enceng gondok, vermikompos batang pisang dan vermikompos jerami padi, yaitu :
(28)
15
A : Vermikompos Enceng Gondok dosis 20 ton/ha B : Vermikompos Batang Pisang dosis 20 ton/ha C : Vermikompos Jerami Padi dosis 20 ton/ha D : Vermikompos Kotoran Sapi dosis 20 ton/ha
Terdapat 4 perlakuan, setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 12 unit percobaan. Setiap unit terdiri dari 5 polybag tanaman yaitu 3 tanaman sampel dan 2 tanaman cadangan. Jadi dari 12 unit percobaan terdapat 60 polybag tanaman sawi.
D. Cara penelitian
Dalam penelitian ini ada 2 tahap, yaitu tahap vermikomposting dan tahap aplikasi pada tanaman sawi hijau. Tahapan seperti dibawah ini :
Tahap 1. Proses pembuatan vermikomposting 1. Pengomposan
Pembuatan kompos di awali dengan mencacah bahan dasar (enceng gondok, batang pisang dan jerami padi) dengan berat masing-masing bahan 50 kg, kemudian setiap perlakuan dicampur dengan bekatul 10 kg, sedangkan untuk mollase 12,5 ml dan EM4 5 ml yang telah diencerkan dengan 25 liter air. Kemudian setiap perlakuan dicampur hingga merata dan ditutup menggunakan terpal. Pengomposan dilakukan selama 2 minggu dengan waktu pembalikan kompos hanya 1 kali pada umur kompos 1 minggu.
(29)
2. Pembuatan vermikompos
Setelah kompos berumur 2 minggu, bongkar kompos hingga dingin merata, kemudian kompos dapat digunakan untuk pembuatan vermikompos dengan memberi cacing Lumbricus rubellus pada kompos tersebut dengan perbandingan 1:2, 1 kg cacing dan 2 kg kompos. Pembuatan vermikompos selama 2 minggu yang menggunakan cacing sebagai pengurai.
Tahap 2. Aplikasi pada Tanaman Sawi 1. Pesemaian
Pesemaian dilakukan dengan menyiapkan wadah pesemaian. Masukkan campuran media tanah + pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Benih sawi ditabur dan tutup tipis dengan tanah, setelah tanaman berdaun 2, bibit siap dipindah ke polybag.
2. Persiapan Media Tanam
Media tanam menggunakan tanah kering angin, yang disaring dengan diameter saringan 5 mm. Tanah saringan kemudian ditimbang dengan bobot 7,2 kg per polybag, selanjutnya tanah dicampur vermikompos sesuai dengan perlakuan sebagai berikut :
A : Vermikompos Enceng Gondok dosis 20 ton/ha B : Vermikompos Batang Pisang dosis 20 ton/ha C : Vermikompos Jerami Padi dosis 20 ton/ha D : Vermikompos Kotoran Sapi dosis 20 ton/ha
(30)
17
3. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah bibit sawi berumur 2 minggu (memiliki 2 helai daun), tanaman dapat dipindahkan ke polybag yang telah disiapkan, penanaman dilakukan pada sore hari.
4. Pemeliharaan Tanaman, yang meliputi : a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman yang layu, cacat atau mati dengan tanaman yang berada dipesemaian, batas waktu penyulaman hingga 1 minggu.
b. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari menggunakan gembor yang berisi 5 liter air, penyiraman dilakukan hingga tanah pada polybag basah oleh penyiraman.
c. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada saat pemupukan. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang terdapat disekitar tanaman sawi.
d. Pemupukan
Pemupukan tanaman sawi dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dengan melakukan pemupukan dengan pupuk urea 1,73 g/tanaman. Pemupukan susulan dilakukan dengan cara melubangi tanah pada jarak 10-15 cm dari pangkal akar dengan kedalaman 2-3 cm.
(31)
e. Pengendalian Hama Penyakit
Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan penyemprotan larutan insektisida yang mengandung Imidakloprid yang berfungsi sebagai racun kontak bagi hama yang menggangu seperti belalang dan ulat daun, dengan dosis 1 mg/liter.
5. Panen
Panen dilakukan setelah tanaman berumur 5 minggu, panen dilakukan pada waktu pagi hari dengan cara menyobek polybag dan membersihkan tanah pada akar, ciri- ciri tanaman sawi siap panen yaitu daun tua yang sudah menguning pada pangkal batang.
E. Parameter yang diamati
A. Parameter Vermikompos
1. Kandungan C dan BO total (%)
Kandungan BO dianalisis dengan metode Walkey dan Black, pengujian kadar BO dan C total dilakukan setelah penelitian pada kompos eceng gondok menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar C (%) = �− � ��� �
+ � �� ℎ � � � %
Kadar BO (%) = kadar C x 8 % Keterangan :
A = banyaknya FeSO4 yang digunakan dalam titrasi baku (dengan sampel tongkol jagung)
B = banyaknya FeSO4 yang digunakan dalam titrasi ulangan (dengan sampel tongkol jagung)
(32)
19
8 = kadar rata – rata unsur C dalam bahan organik Angka 3 brasal dari 1 ml K2Cr2O7 IN = 3 gram 2. Kadar N total (%)
Kandungan N total pada kompos eceng gondok dianalisis dengan metode Kjeldhal setelah kompos matang, perhitungan menggunkan rumus sebagai berikut :
Kadar N (%) = �− � � � �
+ � �� � � � � % Keterangan :
A = banyaknya NaOH yang digunakan dalam titrasi baku B = banyaknya NaOH yang digunakan dalam titrasi ulangan KL = kadar lengas bahan yang digunakan
3. Nilai C/N Rasio
Perhitungan rasio C/N dapat diperoleh dengan mengetahui kadar C dan kadar N kemudian dimasukkan dalam rumus :
% C = % N x C/N → C/N = % % � Keterangan :
% C = kadar C kompos % N = kadar N kompos B. Parameter tanaman
1. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan penggaris/mistar. Diukur dari leher akar sampai ujung tajuk. Di mulai dari 1 minggu setelah tanam dengan interval pengukuran 1 minggu sekali.
(33)
2. Jumlah Daun (helai)
Penghitungan jumlah helai daun dihitung pada daun yang telah membuka sempurna, pengamatan dilakukan 1 minggu sekali .
3. Luas Daun (cm2)
Pengamatan luas daun dilakukan satu kali setelah dilakukan pengukuran bobot segar tanaman. Luas daun diukur pada umur 5 minggu setelah tanam dengan menggunakan LAM (Leaf Area Meter).
4. Panjang Akar (cm)
Pengukuran panjang akar dilakukan setelah panen yaitu dengan menggunakan mistar dengan satuan cm.
5. Bobot Segar Akar (g)
Bobot segar akar dilakukan sekali pada saat tanaman berumur 5 minggu atau setelah tanaman dipanen, kemudian tanaman yang telah dipanen bersihkan dari kotoran yang menempel dengan menggunakan air. Setelah itu pisahkan akar dari tanamannya dengan cara dipotong dari pangkal tanaman tersebut. Kemudian timbang dengan menggunakan timbangan analitik dalam keadaan kering (tidak lembab).
6. Bobot Segar Tanaman (g)
Pengamatan Bobot basah pada tanaman dilakukan pada akhir penelitian. Setelah tanaman bersih, kemudian ditimbang semua bagaian tanaman sawi sesuai dengan perlakuan masing-masing. Data
(34)
21
yang diperoleh dari hasil penamatan dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.
7. Bobot kering Tanaman (g)
Bobot kering tanaman merupakan Bobot tanaman yang sudah tidak memiliki kandungan air. Bagian tanaman sawi (akar, daun) dimasukkan kedalam kertas berlubang lalu dioven dengan suhu 65oC sampai bobotnya konstan. Sebelumnya tanaman harus dalam keadaan layu (kadar lengas rendah) sehingga pengeringan lebih cepat. Setelah dioven, tanaman ditimbang menggunakan timbangan analitik.
8. Hasil Tanaman (ton/hektar)
Hasil produksi dilakukan penimbangan setelah panen dan dikonversikan dengan menggunakan satuan ton/hektar.
F. Analisis data
Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk grafik. Setelah panen dianalisis dan dibandingkan hasil dari masing – masing perlakuan dengan menggunakan sidik ragam uji F pada taraf α = 5 %. Apabila terjadi beda nyata antar perlakuan yang diujikan, dilakukan uji lanjut dengan DMRT pada taraf a = 5 %.
(35)
22
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengomposan dengan cacing ( vermikompos )
Hasil analisis vermikompos dengan berbagai bahan disajikan dalam tabel 2. Tabel 1. Hasil analisis vermikompos
Sampel Vermikompos
kadar
lengas kadar C kadar BO N Total C/N Ratio awal akhir awal Akhi
r Awal akhir awal akhir Awal akhir Enceng gondok 95,16 19,25 21,23 13,94 36,69 24,03 O,28 1,69 75,6 8,25 Batang pisang 60 13,01 36,5 14,10 62,78 ]24,67 1,24 1,52 11,37 9,41 Jerami Padi 55 17,87 35,11 11,48 62,78 19,79 1,86 1,50 18,88 7,56 Kotoran sapi 60 14,19 36,5 10,1 62,78 17,26 0,91 1,37 40,02 7,31
Sumber : Analisis di Laboraturium Tanah Fak. Pertanian UMY 1. Kadar lengas
Besarnya kadar lengas pada bahan kompos dinyatakan dalam basis basah dengan rumus sebagai berikut : membandingkan selisih Bobot awal suatu bahan dikalikan 100 % dan dinyatakan dalam persen.
Kadar lengas vermikompos pada tabel 1, menunjukkan semua perlakuan vermikompos mengalami penurunan kadar lengas hal ini membuktikan bahwa perlakuan yang dilakukan sudah mengalami proses pengomposan. Kadar lengas paling tinggi terdapat pada perlakuan vermikompos enceng gondok sebesar 19,25 % dan paling rendah pada perlakuan vermikompos batang pisang sebesar 13,01 %. Hal ini dikarenakan tanaman eceng gondok yang termasuk tanaman air sehingga kandungan air yang tersimpan pada batang masih tinggi sehingga untuk mengurangi kadar lengas tersebut dilakukan penjemuran.
(36)
23
Kadar lengas berpengaruh secara langsung terhadap aktivitas mikroorganisme dikarenakan sebagian besar mikroorganisme tidak dapat hidup apabila dalam keadaan kekurangan air dan tidak dapat memanfaatkan bahan organik jika berada dalam kondisi kadar lengas yang terlalu tinggi. Pada perlakuan vermikompos batang pisang memiliki kandungan kadar lengas rendah hal ini dikarenakan pada saat penyimpanan di Green House terkena tetesan air hujan sehingga dilakukan penjemuran yang menyebabkan turunnya kadar lengas.
2. Kandungan C
Unsur karbon membentuk karbohidrat, lemak, dan protein untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu, selulosa dinding sel yang memperkuat bagian tanaman juga terbentuk karena adanya unsur karbon (Mulyono, 2014). Adapun hasil pengamatan C organik dapat dilihat pada tabel 3, menunjukkan bahwa kandungan C organik pada bahan vermikompos mengalami penurunan setelah proses vermikompos. Kandungan C organik yang paling tinggi pada perlakuan vermikompos batang pisang dan paling rendah pada perlakuan vermikompos kotoran sapi. Hal ini diduga karena dalam proses dekomposisi bahan organik C banyak hilang oleh respirasi mikroba tanah. Berdasarkan kandungan nilai C semakin rendah maka proses dekomposisinya semakin cepat, karena C dalam bahan organik sebagian akan digunakan sebagai sumber energi mikroorganisme sebagian lagi dilepaskan menjadi gas CO2.
(37)
Pada perlakuan vermikompos batang pisang mengandung C-organik yang masih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa kandungan C di dalam kompos belum terurai secara maksimal selain itu dimungkinkan juga karena proses dekomposisi belum selesai sehingga dapat dikatakan bahwa vermikompos ini belum sempurna matang jika dibandingkan dengan vermikompos jerami padi yang mengandung C-organik 10,01 %.
Hasil penelitian menunjukkan kadar C-organik pada semua perlakuan kadar karbon yang terkandung dalam kompos akan mengalami degradasi karbon selama proses pematangan kompos. C-organik merupakan indikator terjadinya proses dekomposisi dalam pengomposan dan kematangan kompos. C-organik merupakan karbon yang digunakan sebagai sumber energi mikroorganisme untuk menyusun sel-sel dengan membebaskan CO2 dan bahan lainnya (Mirwan, 2015).
Menurut Graves et al.2007 mengemukakan bahwa hasil analisis kandungan C organik setelah masa pengomposan atau kompos telah matang terjadi penurunan karbon. Kandungan C organik diakhir pengomposan yaitu terjadinya penurunan kandungan karbon ini menandakan mikroorganisme yang ada di dalam pengomposan menggunakan karbon sebagai sumber energinya atau aktivitas metabolisme. Selain itu kandungan C-organik yang rendah menunjukkan bahwa cacing dan mikroorganisme yang ada di dalam bahan dapat bekerja aktif sehingga mempengaruhi hasil akhir pada pengamatan.
(38)
25
3. BO total (%)
Pengukuran kadar BO pada vermikompos dengan metode Walkey dan Black dilakukan setelah kompos matang yang dicirikan dengan warna yang telah kehitaman dan beraroma seperti tanah. Hal ini juga sesuai pendapat Widyarini (2008) bahwa tanda fisik kompos yang sudah matang adalah berwarna gelap (kehitaman), tidak berbau busuk dan teksturnya remah.
Adapun hasil pengamatan kadar BO dapat dilihat pada tabel 3. Hasil pengamatan menunjukkan kandungan bahan organik pada bahan vermikompos mengalami penurunan dari sebelum proses pengomposan dan setelah pengomposan. Hasil analisa kandungan BO tertinggi pada perlakuan vermikompos batang pisang sebesar 24,67 %, diikuti perlakuan vermikompos enceng gondok sebesar 24,03 % selanjutnya perlakuan vermikompos kotoran sapi sebesar 19,79 % dan yang terendah pada perlakuan vermikompos jerami padi sebesar 17,26 %. Hal ini berhubungan dengan kandungan C organik di atas bahwa pada proses vermikompos batang pisang belum masuk proses pematangan atau masih dalam proses dekompisisi yang menyebabkan kadar BO masih tinggi. Hal ini dikarenakan aktivitas cacing dalam kompos perlakuan ini cepat menyesuaikan lingkungan sehingga dalam mengurai rantai C cenderung lebih cepat dari perlakuan yang lain. Bahan organik ini berfungsi dalam perbaikan tekstur dan struktur tanah, sehingga dalam perlakuan vermikompos yang baik
(39)
apabila digunakan dalam tujuan untuk memperbaiki sifat tanah adalah pada vermikompos batang pisang.
4. Kadar N total (%)
Nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4) dan nitrat (NO3). Nitrogen mengambil peran yang penting dalam merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman. Kekurangan unsur N pada tanaman mengakibatkan pertumbuhan yang kerdil, pertumbuhan akar terhambat dan daun menjadi warna kuning pucat (Afandi, 2002). Hasil pengamatan kandungan N total dapat dilihat pada tabel 3.
Pada tabel 3 diatas menunjukkan bahwa kandungan vermikompos pada semua perlakuan mengalami kenaikan yakni sebesar enceng gondok sebesar 1,69, diikuti perlakuan vermikompos dan batang pisang sebesar 1,52 , diikuti lagi perlakuan vermikompos jerami padi sebesar 1,5 dan yang paling rendah pada vermikompos kotoran sapi sebesar 1,37 . Hal ini disebabkan adanya penambahan unsur N dalam proses dekomposisi pada perlakuan ini yang dilakukan oleh cacing Lumbricus rubellus dalam menghasilkan ammonia dan nitrogen terperangkap di dalam tumpukan kompos, selain itu bahan makanan mengandung kadar N yang cukup tinggi dan enzim-enzim pencernaan dalam cacing Lumbricusrubellus membantu mencerna bahan-bahan tersebut, hal ini sesuai dengan penelitian Tiwari, dkk (1989), bahwa tingginya kandungan nutrisi pada vermikompos tanah dianggap berasal dari
(40)
27
pencernaan dan mineralisasi bahan organik yang mengandung nutrisi dalam konsentrasi tinggi.
Kadar nitrogen yang relatif konstan disebabkan selama proses dekomposisi bahan organik unsur N akan berubah menjadi Nitrit (NO2) dan Nitrat (NO3). Nitrat akan tetap berada didalam tubuh bakteri dan akan dilepaskan jika bakteri tersebut mati. Hal tersebut sesuai pendapat Roesmarkam dan Yuwono (2002), menyatakan bahwa pada akhir proses dekomposisi terjadi kematian mikroorganisme sehingga unsur hara yang banyak digunakan oleh mikroorganisme seperti unsur N pada sebagian jasad renik yang mati terombak kembali menjadi unsur hara. Dari reaksi tersebut maka dapa diketahui bahwa kandungan C akan menurun sedangkan untuk kandungan N akan tetap sehingga C/N rasio setelah pengomposan akan menurun.
5. Nilai C/N Rasio
Nilai C/N merupakan rasio antara C organik dan N total dalam kompos. Organisme pengurai menggunakan karbon sebagai sumber energi dan nitrogen sebagai sumber protein. Nisbah C/N yang diinginkan dari kompos yang dihasilkan adalah menyamai nisbah C/N tanah yaitu 10-12 (Suwardi, 2004). Nisbah C/N merupakan faktor penting pengomposan karena unsur hara terkait pada rantai karbon, sehingga rantai karbon panjang diputus agar nisbah diserap oleh tanaman (Permana, 2010). Adapun hasil pengamatan C/N Ratio dalam perlakuan dapat dilihat pada tabel 3.
(41)
Pengamatan C/N rasio dilakukan setelah vermikompos dinggap telah matang dengan ciri telah berwarna kehitaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kandungan vermikompos mengalami penurunan yakni sebesar enceng gondok sebesar 9,41, diikuti perlakuan vermikompos batang pisang sebesar 8,25, diikuti perlakuan vermikompos jerami padi 7,65 serta yang paling rendah pada vermikompos kotoran sapi 7,31. Penurunan C/N ratio terjadi selama masa pengomposan diakibatkan adanya penggunaan karbon sebagai sumber energi dan hilang dalam bentuk CO2 sedangkan nitrogen digunakan mikroba untuk sintesis protein dan pembentukan sel-sel tubuh sehingga kandungan karbon semakin lama semakin berkurang dan kandungan nitrogen yang tinggi maka rasio C/N menjadi rendah. Menurut Isroi (2008) senyawa karbon dalam kompos akan menurun karena banyak yang digunakan untuk sumber energi bagi organisme dan selanjutnya hilang sebagai CO2
Rasio C/N akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara, C/N rasio berbanding terbalik dengan ketersediaan unsur hara, artinya bila C/N rasio tinggi maka kandungan unsur hara sedikit tersedia untuk tanaman, sedangkan jika C/N rasio rendah maka ketersediaan unsur hara tinggi dan tanaman dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
(42)
29
B. Parameter tanaman
1. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan penggaris. Diukur dari leher akar sampai ujung tajuk. Di mulai dari 1 minggu setelah tanam dengan interval pengukuran 1 minggu sekali. Adapun hasil sidik ragam dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Rerata Tinggi dan jumlah daun tanaman sawi Perlakuan Tinggi tanaman
(cm)
Jumlah daun (helai)
Luas daun (cm2)
V. enceng gondok 43.07 8.00 a 2080.60
V. batang pisang 41,83 7.67 a 1868.70
V. jerami padi 42,60 7.00 b 1980.30
V. kotoran sapi 40,20 7.00 b 2094.20
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom atau baris
menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan’s pada
taraf α = 5 %.
Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian vermikompos dengan berbagai bahan pada pengamatan tinggi tanaman memberikan pengaruh tidak berbeda nyata ( lampiran 4) . Hal tersebut dibuktikan dengan adanya nilai probabilitas yang lebih tinggi (0,2604) dari pada nilai F hitung (01,62), atau nilai probabilitasnya diatas 0,05. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan huruf huruf yang identik (tabel 4). Hal ini diduga kandungan unsur makro khususnya N yang ada didalam vermikompos relatif sama yaitu antara 1 % -1,5 %. (tabel 3). Menurut Sarief (1986) menyataka bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup pada saat pertumbuhan vegetatif, maka proses fotosintesis akan berjalan aktif, sehingga pembelahan, pemanjangan dan
(43)
diferensiasi sel akan berjalan dengan baik. Unsur N merupakan unsur terpenting dalam proses pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti yang diutarakan Novizan (2002) bahwa N merupakan unsur hara utama yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif seperti akar, batang, dan daun. Nitrogen merupakan penyusun utama protoplasma yang berfungsi sebagai pusat proses metabolisme dalam tanaman yang selanjutnya akan memacu pembelahan dan pemanjangan sel tanaman. Seperti halnya juga yang dikemukakan oleh Poerwowidodo (1992), bahwa protein merupakan penyusun utama protoplasma yang berfungsi sebagai pusat proses metabolisme dalam tanaman yang selanjutnya akan memacu pembelahan dan pemanjangan sel.
Setiap pertumbuhan akan menunjukkan perubahan tinggi tanaman. Untuk melihat laju pertumbuhan tinggi tanaman per minggu disajikan pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik laju pertumbuhan tanaman sawi 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0
1 2 3 4 5
ti ng g i ta na m a n (cm )
pengamatan (minggu ke)
v. enceng gondok v. batang pisang v. jerami padi v.kotoran sapi
(44)
31
Hasil pengamatan pada gambar diagram diatas pada minggu ke dua hasil paling baik ada pada perlakuan vermikompos jerami padi diikuti perlakuan vermikompos enceng gondok kemudian perlakuan vermikompos kotoran sapi dan campuran dan paling rendah pada perlakuan vermikompos batang pisang. Hal ini dapat disebabkan karena vermikompos yang bersifat slow release, yaitu hara yang dilepaskan oleh vermikompos lebih lambat tersedia dan sebagian unsur hara tersebut terikat oleh asam organik
,
sehingga hasil yang ditunjukan membutuhkan waktu yang lama
Pada minggu selanjutnya pertumbuhan tinggi tanaman bertambah tinggi seiring bertambahnya umur tanaman pada semua perlakuan tidak terkecuali dan pada umur 5 minggu tanaman sawi telah mecapai tinggi maksimal sebesar rerata 40 cm. Hasil tertinggi pada minggu ke lima pada vermikompos enceng gondok. Hal ini disebabkan karena dilihat dari kandungan nitrogen pada vermikompos enceng gondok paling tinggi sehingga kebutuhan N terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pendapatan Setyamidjaja (2006), yang menyatakan ketersdiaan unsur N yang terpenuhi pada tanaman akan dapat merangsang tinggi tanaman.
2. Jumlah Daun (helai)
Pengamatan jumlah helai daun dihitung pada daun yang telah membuka sempurna, pengamatan dilakukan selama satu minggu sekali, dan hasil pengamatan terakhir dianalisis secara statistika dan disajikan dalam bentuk tabel.( Tabel 3)(lampiran 3)
(45)
Hasil sidik ragam menujukkan bahwa perlakuan yaang diberikan dengan berbagai macam vermikompos memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya nilai probabilitas yang lebih tinggi (0,0001) dari pada nilai F hitung (20,50), atau nilai probabilitasnya diatas 0,05. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan huruf huruf yang berbeda (tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan vermikompos batang pisang dan enceng gondok memberikan pengaruh yang maksimal terhadap jumlah daun dibandingkan dengan perlakuan vermikompos yang lain. Perbedaan jumlah daun tersebut terkait dengan ketersediaan unsur hara yang mudah tersedia dan dapat digunakan tanaman khususnya dalam pembentukan daun. (Suhartini, 2007).
Menurut (Fahriani, 2007) jumlah daun berbanding lurus dengan tinggi tanaman dimana semakin tinggi tanaman maka jumlah daunnya juga akan semakin banyak. Menurut Jumin (1992), pertumbuhan vegetatif tanaman tidak terlepas dari ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Keberadaan daun berperan penting dalam proses fotosintesis yang akan menghasilkan senyawa organik untuk pertumbuhan tanaman. Salah satu yang menyebabkan bertambahnya jumlah daun pada tanaman adalah adanya kecukupan suplay hara kedalam tanaman tersebut (Riandi, dkk., 2009).
Unsur hara nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk peningkatan jumlah daun. Sesuai dengan Lakitan (1996), menambahkan bahwa unsur hara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan daun adalah nitrogen. Untuk melihat
(46)
33
pertumbuhan jumlah daun pada tanaman sawi dari masing- masing perlakuan disajikan dalam gambar dibawah ini:
Gambar 2. Histogram jumlah daun tanaman sawi Keterangan:
A. Perlakuan vermikompos enceng gondok B. Perlakuan vermikompos batang pisang C. Perlakuan vermikompos jerami padi D. Perlakuan kotoran sapi
Hasil pengamatan rerata jumlah daun pada minggu pertama menunjukkan sama rata pada perlakuan vermikompos enceng gondok, batang pisang dan jerami padi sebesar 7 helai dan pada vermikompos kotoran sapi, vermikompos campuran menunjukkan rerata jumlah daun sebesar 6 helai.
Pada minggu kelima hasil jumlah daun menunjukkan perlakuan terbanyak pada perlakuan vermikompos enceng gondok dan vermikompos jerami padi sebanyak rerata 17 helai. Perlakuan vermikompos batang pisang dan vermikompos kotoran sapi menunjukkan rerata jumlah daun sebanyak
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
1 2 3 4 5
ju m la h da un
Pengamatan minggu ke
A B C D
(47)
16 helai dan yang paling rendah pada perlakuan vermikompos campuran dengan rerata hasil jumlah daun sebanyak 15 helai. Hal ini diduga karena unsur makro yaitu N yang dibutuhkan untuk penambahan jumlah daun yang terkandung dalam vermikompos enceng gondok. Nitrogen merupakan komponen utama dari berbagai substrat penting dalam pembentukan daun tanaman. Nitrogen termasuk senyawa penting yang dibutuhkan untuk membentuk klorofil, asam nukleat dan enzim (Novizon, 2007). Sehingga dengan terpenuhinya unsur nitrogen maka proses fotositesis akan terjadi secara cepat dan pertumbuhan akan menjadi pesat dengan penambahan daun dan bertambahnya tinggi tanaman.
3. Luas Daun (cm2)
Peningkatan perkembangan luas daun pada tanaman akan meningkat pula penyerapan cahaya matahari oleh daun sehingga hal tersebut sangat penting pada perkembangan tanaman. Permukaan luas daun yang luas dan datar memungkinkan menangkap cahaya semaksimal mungkin dan meminimalkan hasil CO2 dari permukaan daun kloroplas. Adapun hasil sidik ragam dapat dilihat pada tabel 4.
Hasil sidik ragam menujukkan bahwa perlakuan yaang diberikan dengan berbagai macam vermikompos memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya nilai probabilitas yang lebih tinggi (0,1565) dari pada nilai F hitung (1,01), atau nilai probabilitasnya diatas 0,05. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan huruf huruf yang identik (tabel 4). Hal ini diduga
(48)
35
kareana tersediannya unsur hara dalam jumlah yang cukup pada saat pertumbuhan vegetative, maka proses fotosintesis akan berjalan aktif, sehingga pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel akan berjalan dengan baik. penggunaan kompos sebagai penambah unsur N ini mempunyai pengaruh perluasan daun terutama pada lebar dan luas daun (Novizon, 2007). Nitrogen memiliki manfaat bagi tanaman yaitu memacu pertumbuhan dan pembentukan daun dan anakan, serta terbentuknya akar (Purwanto 2006)
4. Panjang Akar (cm)
Pengamatan panjang akar dilakukan setelah panen yaitu dengan menggunakan mistar dengan satuan centimeter (cm). Adapun hasil rerata panjang akar dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 3. Rerata Panjang Akar, Bobot Segar Tanaman, dan Bobot Kering Tanaman
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom atau baris menunjukkan beda nyata berdasarka uji F pada taraf α = 5%
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan dalam penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap panjang akar (tabel 5). Hal tersebut dibuktikan dengan adanya nilai probabilitas yang lebih tinggi (0,56673) dari pada nilai F hitung (0,69), atau nilai
Perlakuan Panjang akar (cm)
Bobot segar tanaman (g)
Bobot kering tanaman (g)
V. enceng gondok 29.90 203.24 21.63
V. batang pisang 26.81 181.56 17.82
V. jerami padi 30.56 205.22 21.96
(49)
probabilitasnya diatas 0,05. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan huruf huruf yang identik (tabel 4). Hal ini karena peningkatan panjang tersebut dikarenakan semua perlakuan mengandung unsur N yang relatif sama. penambahan N melalui pupuk mampu merangsang pertumbuhan akar dan meningkatkan Bobot akar tanaman. Selain itu pemupukan N akan merangsang pembentukan akar baru dan rambut-rambut akar yang mempunyai kapasitas serap per persatuan bobot sangat tinggi, sehingga semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan, maka semakin banyak pula nitrogen yang diserap oleh akar tanaman.
5. Bobot Segar Tanaman (g)
Pengamatan Bobot basah pada tanaman dilakukan pada akhir penelitian. Setelah tanaman bersih, kemudian ditimbang semua bagian tanaman sawi sesuai dengan perlakuan masing-masing. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.
Hasil sidik ragam pada tabel 5. Menunjukkan rerata bobot segar tanaman pada semua perlakukan yang diberikan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya nilai probabilitas yang lebih tinggi (0,3736) dari pada nilai F hitung (1,25), atau nilai probabilitasnya diatas 0,05. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan huruf huruf yang identik (tabel 4). Hal tersebut dikarenakan Jumlah dan luas daun yang akan mempengaruhi bobot segar
(50)
37
tanaman. Semakin banyak jumlah daun dan semakin tinggi tanaman, maka bobot segar tanaman akan semakin besar
Bobot segar tanaman juga dipengaruhi pengambilan air oleh tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Sebagian bobot basah tumbuhan disebabkan oleh kandungan air, sehingga bobot basah tumbuhan disebabkan oleh kandungan air. Sehingga bobot basah suatu tumbuhan pada umumnya sangat bergantung pada keadaan kelembapan suatu tanaman. Kelembaban tanah yang baik akan meningkatkan metabolisme tanaman yang diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan karena proses penyerapan unsur hara dapat berlangsung baik (Cahyono,2003). 6. Bobot Kering Tanaman (g)
Bobot kering tanaman merupakan bobot tanaman yang sudah tidak memiliki kandungan air. Bagian tanaman sawi (akar, daun) dimasukkan kedalam kertas berlubang lalu dioven dengan suhu 65oC sampai bobotnya konstan. Sebelumnya tanaman harus dalam keadaan layu (kadar lengas rendah) sehingga pengeringan lebih cepat. Setelah dioven, tanaman ditimbang menggunakan timbangan analitik.
Hasil analisis sidik ragam Bobot kering tanaman (lampiran 4.) menunjukkan bahwa perlakuan vermikompos dengan berbagai bahan organik berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tanaman. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya nilai probabilitas yang lebih tinggi (0,5880) dari pada nilai F hitung (0,81), atau nilai probabilitasnya diatas 0,05. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan huruf
(51)
huruf yang identik (tabel 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan pemberian vermikompos dari perlakuan yang diberikan dapat menggantikan pupuk kandang sebagai sumber nutrisi. Untuk melihat hasil bobot segar tanaman sawi hijau dari masing –masing perlakuan tersaji dalam gambar dibawah ini;
Gambar 3. Bobot segar dan kering tanaman
Histogram rerata bobot kering tanaman diatas menunjukkan hasil tertinggi pada perlakuan vermikompos jerami padi. Hal ini diduga selain dipengaruhi bobot basah, jumlah dan luas daun tinggi tanaman juga berpengaruh pada bobot kering tanaman. Pertumbuhan tinggi tanaman yang baik berpengaruh terhadap banyaknya cahaya matahari yang dapat diserap tanaman untuk proses fotosintesis. Adanya peningkatan proses fotosintesis akan meningkatkan pula hasil fotosintesis berupa senyawa- senyawa organik yang akan ditranslokasikan ke seluruh organ tanaman dan berpengaruh terhadap berat kering tanaman (Nurdin dkk., 2009).
0 50 100 150 200 250 v. enceng gondok v. batang pisang v. jerami padi vs kotoran sapi B obot t a na m a n (g ra m ) BS BK
(52)
39
Bobot kering atau biomassa merupakan akumulasi hasil fotosintat yang berupa protein, karbohidrat dan lipida (lemak). Semakin besar biomassa suatu tanaman, maka kandungan hara dalam tanah yang terserap oleh tanaman juga besar. Biomassa akar merupakan akumulasi fotosintat yang berada diakar. Biomassa akar sangat tergantung dari volume dan jumlah akar. Semakin besar jumlah akar menyebabkan volume akar dan biomassa juga meningkat. Hal ini karena volume akar erat hubungannya dengan jumlah akar.
Menurut Jamin (2002), akar yang tipis dan panjang mempunyai luas permukaan yang lebih besar bila dibandingkan dengan akar yang tebal dan pendek, karena dapat menjelajah sejumlah volume yang sama. Selain itu dimungkinkan akumulasi hasil fotosintat lebih banyak terakumulasi pada pada tajuk. Hal ini sesuai dengan Salisbury dan Ross (1992) lebih besarnya biomassa tajuk dibandingkan dengan biomassa akar dapat memungkinkan terjadinya pengendalian penyerapan hara oleh tajuk. Hal ini dimungkinkan terjadi karena akar merupakan organ terakhir yang mendapatkan hasil asimilasi yang terbentuk di daun. Inilah yang menyebabkan pertumbuhan akar tidak seiring dengan petumbuhan vegetatif tanaman (Gardner 1991). 7. Hasil Tanaman ( ton per ha)
Hasil produksi merupakan hasil konversi dari bobot segar tanaman menjadi satuan ton/hektar. Adapun hasil sidik ragam terhadap rerata hasil produksi tersaji pada tabel dibawah ini.
(53)
Tabel 4. Rerata hasil produksi ( ton/ha)
Perlakuan Hasil
n (ton/ha)
Vermikompos enceng gondok 50.81 Vermikompos batang pisang 45.39 Vermikompos jerami padi 51.31 Vermikompos kotoran sapi 51.09
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom atau baris menunjukkan beda nyata berdasarka uji F pada taraf α = 5% Hasil analisis sidik ragam hasil produksi (lampiran.4g) menunjukkan bahwa perlakuan vermikompos dengan berbagai bahan organik berpengaruh tidak nyata terhadap hasil tanaman. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya nilai probabilitas yang lebih tinggi (0,3740) dari pada nilai F hitung (1,25), atau nilai probabilitasnya diatas 0,05. Dengan demikian varians dari berbagai perlakuan menunjukkan huruf huruf yang identik (tabel 4). hal ini dikarenakan Jumlah dan luas daun yang akan mempengaruhi hasil produksi. Semakin banyak jumlah daun dan semakin tinggi tanaman, maka hasil produksi akan semakin besar.(Sitompul dan Guritno, 1995).
Hal diatas didukung juga oleh pernyataan Mashur (2001) yang menyatakan vermikompos mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Penambahan vermikompos pada media tanaman akan mempercepat pertumbuhan, meningkatkan tinggi dan berat tumbuhan. Jumlah optimal vermikompos yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil positif hanya 10-20% dari volume media tanaman. Vermikompos memiliki manfaat bagi daun tanaman, yaitu dapat membuat daun menjadi lebih lebar, tebal dan dapat meningkatkan jumlah klorofil sehingga efektif dalam proses fotosintesis (masnhur,2001). Proses fotosintesis yang baik sangat efektif
(54)
41
dalam pembentukan karbohidrat dan protein sehingga dihasilkan buah yang lebih besar dan lebat. Selain itu pemberian vermikompos juga dapat membuat warna daun menjadi lebih tua, tahan rontok, jumlah daun lebih banyak, serta memacu pertumbuhan daun dan tunas.
(55)
42
V.
Kesimpulan
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Vermikompos enceng gondok, batang pisang, jerami padi dan kotoran sapi
memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi.
2. Perlakuan vermikompos memberikan hasil yang sama baik dan meningkatkan hasil produksi diatas potensi hasil >37,5 ton/ha.
(56)
DAFTAR PUSTAKA
Andhika Cahaya, 2013. Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Limbah Padat
Organik (Sampah Sayuran Dan Ampas Tebu)
Https://Core.Ac.Uk/Download/Files/379/11702793.Pdf . diakses tanggal 26 Januari 2016.
Anggara, A.2015. Laporan Sawi. http://id.scribd.com/doc/145628695/LAPORAN-SAWI#scribd .diakses tanggal 3 April 2015.
Anonim.2015.Jerami.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38744/4/Ch apter%20II.pdf . diakses Mei 2015
Astawan M. 17 Agustus 2008. Pisang Sebagai Buah Kehidupan. Kompas.com. E:/pisang\KOMPAS.com-pisang.sebagai.buah.kehidupan.mht.
[23Desember 2010]
BPS. 2013. http://www. bps. go. Id/. Diakses pada tanggal 8 September 2016. Cochran, S. 2007. Vermicomposting: Composting With Worms. University of
Neskraba – Lincoln Extension In Lancaster Country, Canada.
Fahriani, Y., 2007. Pengaruh Pemberian Vermikompos Sampah Daun Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) Pada Alfisol Jatikerto. Skripsi Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Bogor.
Helga Sugiarti. 2011. Pengaruh Pemberian Kompos Batang Pisang Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus Cadamba Miq.).
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/30391476/e11hsu.pdf
. diakses tanggal 9 Maret 2016
Hanafi, N.D,. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan.
Hikmat. 2105. Pengertian Pengomposan Dan Proses Pengomposan.
http://kliksma.com/2015/03/pengertian-pengomposan-dan-proses-pengomposan.html
Jumin, H. B. 1992. Ekologi Tanaman. CV. Rajawali. Jakarta.
Latupeirissa, E., 2011. Pengaruh Pemberian Fermentasi Urine Ternak Sapi Dan Rizho Starter Terhadap Populasi Dan Biomassa Cacing Tanah Dan Kualitas Vermikompos. Tesis Universitas Hasanuddin. Makassar.
Manshur, 2001. Vermikompos (Kompos Cacing Tanah) dan Pupuk Organik yang Ramah Lingkungan. Instalansi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) Mataram. Mataram.
(57)
44
Novika. 2016. Sawi Caisim Tosakan.
http://novikashop.blogspot.co.id/2013/11/sawi-hijau-caisim-tosakan.html. diakses tanggal 30 maret 2016.
Novizon, L.B. 2007. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agromedia Pustaka Jakarta. Pangaribuan, D. 1998. Peningkatan Produktivitas Bawang Merah melalui
Penambahan Bahan Organik pada Tanah. Jurnal Tanaman Tropika Vol 1(2): 98 – 107.
Riandi, O., Armaini. Edison, A., 2009. Aplikasi Pupuk N,P,K Dan Mineral Zeolit Pada Medium Tumbuh Tanaman Rosella (Hibisccus sabdariffa, L)
Rekhina, O., 2012. Pengaruh Pemberian Vermikompos Dan Kompos Daun Serta Kombinasinya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi
(Barssica juncea ‘Toksakan’). Departemen Biologi. Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta. Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai & Sawi. Kanisius. Yogyakarta
Sastroutomo. 2004. Pengomposan Eceng Gondok. Pustaka Nusantara. Yogyakarta Sinha, R. K., S. Agarwal, K. Chauhan, V. Chandran, B.K. Soni, 2010.
Vermiculture Technology Reviving the Dreams of Sir Charles Darwin for Scientific Use of Earthworms in Sustainable Development Programs. Technology and Investment 155-172.
Suhirman S, Sa’id EG, Tjiptadi W, Basith A. 1993. Potensi Limbah
Cair Agroindustri untuk Produksi Gas Bio. Di dalam: Bintoro HMH,Lumbanbatu DF, editor . Seminar Nasional Penanganan Limbah IndustriTekstil dan Limbah Organik [7 November 1993]. Bogor: Program StudiTeknologi Industri Pertanian, FPS. Institut Pertanian Bogor
Sofian, 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. PT. Agromedia Pustaka. Surabaya.
Sucofindo Laboratory Makassar Branc, 2000. Data Sekunder; Brosur Hasil Pengujian Laboratorium Pupuk Organik Plus (PO Plus) Produk Vermikompos Cap Bulu Dua. C.V. Akmal. Makassar.
Warasfarm. 2013. Manfaat Jerami Bagi Petani dan Ternak.
https://warasfarm.wordpress.com/2013/03/22/manfaat-jerami-padi-bagi-petani-peternak/ . diakses Mei 2015
(58)
Warta Madani. 2014. Eceng Gondok Sebagi Pupuk Kompos. http://www.wartamadani.com/2013/02/eceng-gondok-sebagai-bahan-pupuk-kompos.html . diakses Mei 2015
Widya, I., 2012. Mengenal Vermikompos. http://id.vermikompos/Mengenal Vermikompos.htm. Diakses pada tanggal 08/02/2013, 21:47 p. m.
Widyarini . 2008. Studi Kualitas Hasil Dan Efektifitas Pengomposan Secara Konvensional dan Modern di TPA Tamesi Gianjar. Tesis (Online ) Denpasar : Universitas Udayana. (Diakses 10 Maret 2013).
(59)
(60)
LAMPIRAN LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema penelitian Tahap 1 pengomposan
Tahap 2. Vermikompos
Tahap 3. Pengaplikasian
Persiapan Bahan
Bahan Dasar : - Enceng gondok - Batang pisang - Jerami padi
Starter kompos :
- Em4
- Molase - Dedak
Pengomposan selama 1
minggu -Kompos enceng gondok + cacing
-Kompos batang pisang + cacing -Kompos jerami padi + cacing
Pencampuran bahan dan cacing dengan perbandingan 2:1
Analisis Vermikompos -Kandungan C dan
BO
-Kadar N total -C/N ratio Vermikompos
-Pesemaian
-Persiapan media tanam
A.Vermikompos Enceng Gondok dengan dosis 20 ton/ha
B.Vermikompos Batang Pisang dengan dosis 20 ton/ha
C.Vermikompos Jerami Padi dengan dosis 20 ton/ha D.Vermikompos campuran bahan dasar dengan dosis
20 ton/ha
E.Kompos kotoran sapi dengan dosis 20 ton/ha
- Penanaman - Pemeliharaan - Panen
Pengamatan tanaman sawi - Harian : Tinggi tanaman dan
jumlah helai daun
- Panen : luas daun, panjang akar, Bobot segar akar, Bobot segar tanaman, Bobot kering tanaman dan hasil produksi
(61)
45 Lampiran 2. Kebutuhan pupuk
a. Kebutuhan pupuk pada budidaya sawi secara konvemsional
Urea = 200 kg/hektar
Pupuk kandang = 20 ton/hektar b. Kebutuhan hara per tanaman sawi
Jarak tanam pada budidaya sawi adlah 20x20 cm, sehingga mendapat perhitungan sebagai berikut :
jumlah tanaman/hektar : ℎ� �
� =
8 2
� = 250.000 tanaman - Kadar N = 46%
- Kebutuhan N pada sawi = x � ℎ � ��� ℎ� � ℎ
= x �
=0,00173 kg/tanaman= 1,73 g/tanaman
- Kebutuhan Bahan Organik = 20 ton/hektar
Sehingga kebutuhan bahan organik /tanaman : 6�� : 80 gram/tanaman 1. Perhitungan bobot tanah per polybag
a. Bobot tanah 1 Ha
BI Tanah Regosol = 1,2 gram/cm3 Kedalaman akar sawi = 15 cm
= ( vol. Tanah 1 ha x kedalaman akar ) x BI = ( 10.000 x 10.000 x 15 ) x 1,2 gram/ cm3 = 1.500.000.000 cm3 x 1,2 gram/cm3 = 1.800.000.000 gram
= 1.800.000 kg
(62)
Bobot tanah per polybag = � ℎ ℎ ℎ = .8 .
. = 7,2 kg
Jadi Bobot tanah untuk per polybag adalah 7,2 kg/polybag
Setelah diketahui kebutuhan tanah pada tanaman selada maka dicampurkan dengan bahan organik 80 g, sehingga berta per polybag tanah + kompos menjadi 7,28 kg/polybag.
(63)
47 Lampiran 3. Lay out penelitian
Dari metode diatas diperoleh 5 unit perlakuan, tiap unit perlakuan terdiri atas 3 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 3 unit tanaman sampel dan 2 unit tanaman cadangan, sehingga total keseluruhan unit penelitian adalah 75 unit polybag.Keterangan sebagai berikut :
A1 : Vermikompos Eceng Gondok ulangan 1 = tanaman cadangan A2 : Vermikompos Eceng Gondok ulangan 2 = tanaman sampel A3 : Vermikompos Eceng Gondok ulangan 3
B1 : Vermikompos Batang Pisang ulangan 1 B2 : Vermikompos Batang Pisang ulangan 2 B3 : Vermikompos Batang Pisang ulangan 3 C1 : Vermikompos Jerami Padi ulangan 1 C2 : Vermikompos Jerami Padi ulangan 2 C3 : Vermikompos Jerami Padi ulangan 3
D1 : Vermikompos Kotoran Sapi ( kontrol ) ulangan 1 D2 : Vermikompos Kotoran Sapi ( kontrol ) ulangan 2 D3 : Vermikompos Kotoran Sapi ( kontrol ) ulangan 3
(64)
Lampiran 4. Tabel analisis sidik ragam
a. Tabel hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman
Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F Model 5 22,93866667 4,58773333 1,43 0,3353 ns Perlakuan 3 14,48026667 4,82675556 1,50 0,3066 ns Galat 6 19,27253333 3,21208889
Total 11 42,21120000
Coeff Var : 4,273319
b. Tabel analisis sidik ragam jumlah daun
Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F Model 5 12,50000000 2,50000000 1,48 0,3221 ns Perlakuan 3 11,33333333 3,77777778 2,23 0,1854 ns Galat 6 10,16666667 1,69444444
Total 11 22,66666667
Coeff Var : 8,489402
c. Tabel analisis sidik ragam Bobot segar tanaman
Sumber Db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F Model 5 1835,317783 367,063557 1,31 0,3720 ns Perluan 3 1166,899867 388,966622 1,39 0,3348 ns Galat 6 1684,087283 280,681214
Total 11 3519,405067
Coeff Var : 8,436106
d. Tabel analisis sidik ragam panjang akar
Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F Model 5 38,55530833 7,71106167 2,02 0,2092 ns Perlakuan 3 24,48249167 8,16083056 2,13 0,1971 ns
Galat 6 22,95498333 3,82583056
Total 11 61,51029167
Coeff Var : 6,696436
e. Tabel analisis sidik ragam luas daun
Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F Model 5 177832,0742 35566,4148 0,96 0,5097 ns Perlakuan 6 98541,06250 32847,02083 0,88 0,5014 ns Galat 3 223335,6750 37222,6125
Total 11 401167,7492
Coeff Var : 9,617928
(65)
49
f. Tabel analisis sidik ragam Bobot kering tanaman
Sumber Db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F Model 5 32,54081667 6,50816333 0,62 0,6889 ns Perlakuan 3 32,34036667 10,78012222 1,03 0,4419 ns Galat 6 62,50888333 10,41814722
Total 11 95,04970000
Coeff Var : 15,67233
g. Tabel analisis sidik ragam hasil produksi
Sumber Db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F Model 5 114,7453750 22,9490750 1,31 0,3716 ns Perlakuan 3 72,99042500 24,33014167 1,39 0,3343 ns Galat 6 105,1958500 17,5326417
Total 11 219,9412250
Coeff Var : 8,433858
Keterangan: ns: non signifikan ( tidak berbeda nyata) Lampiran 5. Parameter Pengamatan Tanaman
Parameter v. enceng gondok v. batang pisang v. jerami padi v. kotoran sapi
Tinggi tanaman 43.07 41.83 42.60 40.20
Jumlah daun 8 7.67 7 7
Luas daun 2080.60 1868.70 1980.30 2094.20
Panjang akar 29.90 26.83 30.53 29.57
Bobot segar tanaman
203.24 181.56 205.22 204.35
Bobot kering tanaman
21.63 17.82 21.96 20.97
(66)
Lampiran 6. Dokumentasi penelitian
Bahan enceng gondok Cacing Lumbricus rubellus
Dedak EM4
Pengomposan 2 minggu Aplikasi cacing pada kompos
(67)
51
Tanaman siap panen
Perlakuan di laboratorium Berat kering tajuk
Bobot kering akar Serangan akibat jamur
(68)
(1)
47 Lampiran 3. Lay out penelitian
Dari metode diatas diperoleh 5 unit perlakuan, tiap unit perlakuan terdiri atas 3 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 3 unit tanaman sampel dan 2 unit tanaman cadangan, sehingga total keseluruhan unit penelitian adalah 75 unit polybag.Keterangan sebagai berikut :
A1 : Vermikompos Eceng Gondok ulangan 1 = tanaman cadangan
A2 : Vermikompos Eceng Gondok ulangan 2 = tanaman sampel
A3 : Vermikompos Eceng Gondok ulangan 3
B1 : Vermikompos Batang Pisang ulangan 1
B2 : Vermikompos Batang Pisang ulangan 2
B3 : Vermikompos Batang Pisang ulangan 3
C1 : Vermikompos Jerami Padi ulangan 1
C2 : Vermikompos Jerami Padi ulangan 2
C3 : Vermikompos Jerami Padi ulangan 3
D1 : Vermikompos Kotoran Sapi ( kontrol ) ulangan 1 D2 : Vermikompos Kotoran Sapi ( kontrol ) ulangan 2 D3 : Vermikompos Kotoran Sapi ( kontrol ) ulangan 3
(2)
48 Lampiran 4. Tabel analisis sidik ragam
a. Tabel hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman
Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F
Model 5 22,93866667 4,58773333 1,43 0,3353 ns
Perlakuan 3 14,48026667 4,82675556 1,50 0,3066 ns
Galat 6 19,27253333 3,21208889
Total 11 42,21120000
Coeff Var : 4,273319
b. Tabel analisis sidik ragam jumlah daun
Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F
Model 5 12,50000000 2,50000000 1,48 0,3221 ns
Perlakuan 3 11,33333333 3,77777778 2,23 0,1854 ns
Galat 6 10,16666667 1,69444444
Total 11 22,66666667
Coeff Var : 8,489402
c. Tabel analisis sidik ragam Bobot segar tanaman
Sumber Db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F
Model 5 1835,317783 367,063557 1,31 0,3720 ns
Perluan 3 1166,899867 388,966622 1,39 0,3348 ns
Galat 6 1684,087283 280,681214
Total 11 3519,405067
Coeff Var : 8,436106
d. Tabel analisis sidik ragam panjang akar
Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F
Model 5 38,55530833 7,71106167 2,02 0,2092 ns
Perlakuan 3 24,48249167 8,16083056 2,13 0,1971 ns
Galat 6 22,95498333 3,82583056
Total 11 61,51029167
Coeff Var : 6,696436
e. Tabel analisis sidik ragam luas daun
Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F
Model 5 177832,0742 35566,4148 0,96 0,5097 ns
Perlakuan 6 98541,06250 32847,02083 0,88 0,5014 ns
Galat 3 223335,6750 37222,6125
Total 11 401167,7492
Coeff Var : 9,617928
(3)
49
f. Tabel analisis sidik ragam Bobot kering tanaman
Sumber Db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F
Model 5 32,54081667 6,50816333 0,62 0,6889 ns
Perlakuan 3 32,34036667 10,78012222 1,03 0,4419 ns
Galat 6 62,50888333 10,41814722
Total 11 95,04970000
Coeff Var : 15,67233
g. Tabel analisis sidik ragam hasil produksi
Sumber Db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Prob > F
Model 5 114,7453750 22,9490750 1,31 0,3716 ns
Perlakuan 3 72,99042500 24,33014167 1,39 0,3343 ns
Galat 6 105,1958500 17,5326417
Total 11 219,9412250
Coeff Var : 8,433858
Keterangan: ns: non signifikan ( tidak berbeda nyata) Lampiran 5. Parameter Pengamatan Tanaman
Parameter v. enceng gondok v. batang pisang v. jerami padi v. kotoran sapi
Tinggi tanaman 43.07 41.83 42.60 40.20
Jumlah daun 8 7.67 7 7
Luas daun 2080.60 1868.70 1980.30 2094.20
Panjang akar 29.90 26.83 30.53 29.57
Bobot segar tanaman
203.24 181.56 205.22 204.35
Bobot kering tanaman
21.63 17.82 21.96 20.97
(4)
50 Lampiran 6. Dokumentasi penelitian
Bahan enceng gondok Cacing Lumbricus rubellus
Dedak EM4
Pengomposan 2 minggu Aplikasi cacing pada kompos
(5)
51
Tanaman siap panen
Perlakuan di laboratorium Berat kering tajuk
Bobot kering akar Serangan akibat jamur
(6)
52