METODE PENDIDIKAN SEKS BAGI ANAK USIA DINI (STUDI KASUS DI DUSUN DHURI DESA TIRTOMARTANI KECAMATAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN)

(1)

i

KALASAN KABUPATEN SLEMAN)

SKRIPSI

Oleh:

Dzakia Rifqi Amalia

NPM: 20120720193 FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KALASAN KABUPATEN SLEMAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) Strata Satu Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Oleh:

Dzakia Rifqi Amalia

NPM: 20120720193 FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

Hal : Persetujuan

Kepada Yth

Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Assalamu’alaikum wr. Wb

Setelah menerima dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka saya berpendapat bahwa skripsi saudara:

Nama : Dzakia Rifqi Amalia NPM : 20120720193

Judul : METODE PENDIDIKAN SEKS BAGI ANAK USIA DINI (STUDI

KASUS DI DUSUN DHURI DESA TIRTOMARTANI KECAMATAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN)

telah memenuhi syarat untuk diajukan pada akhir tingkat Sarjana pada Fakultas Agama Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Bersama ini saya sampaikan naskah skripsi tersebut, dengan harapan diterima dan segera dimunaqasyahkan.

Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Pembimbing,

Drs. Yusuf A. Hasan, M.Ag. NIK. 19580226198903 113 00


(4)

iii

METODE PENDIDIKAN SEKS BAGI ANAK USIA DINI

(STUDI KASUS DI DUSUN DHURI DESA TIRTOMARTANI KECAMATAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Dzakia Rifqi Amalia

NPM : 20120720193

telah dimunaqasyahkan di depan Sidang Munaqasyah Program Studi Pendidikan Agama Islam pada tanggal 30 Agustus 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

Sidang Dewan Munaqasyah

Ketua Sidang : : Ratna Sari, M.Psi. (

)

Pembimbing : : Drs. Yusuf A. Hasan, M.Ag. (

)

Penguji : : Drs. Syamsuddin, M. Pd. (

)

Yogyakarta, 06 September 2016 Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dekan,

Dr. Mahli Zainudin Tago, M. Si. NIK 19660717199203113014


(5)

iv

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Dzakia Rifqi Amalia

Nomor Mahasiswa : 20120720193

Program Studi : Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah diulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 20 Juli 2016 Yang Membuat Pernyataan,

Dzakia Rifqi Amalia NPM: 20120720193


(6)

v

Segala sesuatu yang hanya difikirkan dan dikeluhkan akan terasa berat, namun akan menjadi ringan jika dikerjakan dengan hati yang ikhlas. (Dzakia Rifqi Amalia)


(7)

vi

Skripsi ini saya persembahkan untuk Ayah, Ibu dan kedua adik yang selama ini selalu memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Seluruh sahabat dan teman-teman yang selalu mendo’akan meski terpisahkan jarak


(8)

vii

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN NOTA DINAS ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ...iv

HALAMAN MOTTO ...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xii

TRANSLITERASI ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A.LatarBelakang ... 1

B.RumusanMasalah ... 7

C.TujuanPenelitian ... 8

D.KegunaanPenelitian ... 8

E. SistematikaPenulisan ... 9

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A.TinjauanPustaka ... 10

B.KerangkaTeori ... 13

BAB III: METODE PENELITIAN A.JenisPenelitian dan Pendekatan... 40

B. LokasiPenelitian ... 41

C.Data Penelitian ... 41


(9)

viii BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

A.GambaranUmumDusunDhuri, DesaTirtomartani, KecamatanKalasan,

KabupatenSleman

1. Letak Geografis ... 46

2. Jumlah Penduduk ... 46

3. Keadaan Ekonomi... 47

4. Keadaan Sosial dan Keagamaan ... 47

5. Prestasi ... 49

6. Data Informan ... 50

B. HasilPenelitian 1. AnalisisPemahaman Orang Tua di Dusun Dhuri Mengenai Pendidikan Seksbagi Anak Usia Dini ... 53

2. Analisis Metode Pendidikan Seks Yang Dilakukan Oleh Orang Tua di DusunDhuri ... 59

C.PembahasanHasilPenelitian 1. Pemahaman Orang Tua di DusunDhuriMengenai Pendidikan Seks bagi Anak Usia Dini ... 74

2. Metode Pendidikan Seks Yang Dilakukan Oleh Orang Tua di Dusun Dhuri ... 80

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

C.Kata Penutup ... 91

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN CURICULUM VITAE


(10)

ix

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman mengenai pendidikan seks. Selain itu penilitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi metode pendidikan seks yang digunakan oleh orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Lokasi penelitian ini adalah di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman. Subjek penelitian ini adalah orang tua di dusun tersebut yang memiliki anak usia 0-9 tahun dengan kondisi normal (bukan anak berkebutuhan khusus). Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi, observasi serta wawancara, kemudian data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan pemahaman orang tua di dusun tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama adalah orang tua yang memiliki pemahaman yang luas. Delapan dari ketiga belas responden memiliki pemahaman pendidikan seks bagi anak usia dini yang luas. Kelompok yang kedua, yaitu orang tua yang memiliki pemahaman yang lebih sempit. Mereka beranggapan bahwa ruang lingkup pendidikan seks bagi anak usia dini sebatas penjelasan keimanan serta penjelasan kepada anak mengenai bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain. Lima dari tiga belas responden yang memiliki pemahaman yang sempit ini. Oleh karena itu mayoritas orang tua di dusun Dhuri memiliki pemahaman pendidikan seks bagi anak usia dini yang luas.

Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukkan metode pendidikan seks bagi anak usia dini yang cenderung dipilih oleh orang tua didusun tersebut, metode tersebut antara lain: keteladanan, pendidikan dengan adat kebiasaan, pendidikan dengan nasihat, serta pendidikan dengan perhatian/ pengawasan. Metode lain yang juga digunakan adalah pendidikan seks harus berlandaskan nilai agama serta moral, selain itu orang tua juga harus bisa membangun komunikasi dengan baik dengan anak, sedangkan teori ketiga penjelasan yang diberikan harus sesuai dengan tingkat usia dan pemahaman anak.


(11)

(12)

Skripsi yang Berjudul

N{ETODE PENDIDIKAN SEKS BAGI ANAK USIA DINI

(STUDI KASUS DI DUSUN DHURI DESA TIRTOMARTANI KECAMATAN

KALASAN KABUPATEN SLEMAN)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Nama Mahasiswa

NPM

: Dzakia Rifqi Amalia

:2012A720193

telah dimunaqasyahkan di depan Sidang Munaqasyah Program Studi Pendidikan Agama

Islam pada tanggal29 Agustus 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima. Sidang Dewan Munaqasyah

Ketua

Sidang :

Ratna Sari, M.Psi.

Pembimbing :

Drs. YusufA. Hasan, M.Ag.

Penguji

:

Drs. Syamsudin, M. Pd.

yogyakarra. .].9. .Aggrly.t.. zor o

(

Rn/A-

)

1c-4i

r

rloui*""*

T

iii

Fakultas Agarna Islarn

itas Muhammadiyah Yogyakarta


(13)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman mengenai pendidikan seks. Selain itu penilitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi metode pendidikan seks yang digunakan oleh orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Lokasi penelitian ini adalah di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman. Subjek penelitian ini adalah orang tua di dusun tersebut yang memiliki anak usia 0-9 tahun dengan kondisi normal (bukan anak berkebutuhan khusus). Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi, observasi serta wawancara, kemudian data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan pemahaman orang tua di dusun tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama adalah orang tua yang memiliki pemahaman yang luas. Delapan dari ketiga belas responden memiliki pemahaman pendidikan seks bagi anak usia dini yang luas. Kelompok yang kedua, yaitu orang tua yang memiliki pemahaman yang lebih sempit. Mereka beranggapan bahwa ruang lingkup pendidikan seks bagi anak usia dini sebatas penjelasan keimanan serta penjelasan kepada anak mengenai bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh orang lain. Lima dari tiga belas responden yang memiliki pemahaman yang sempit ini. Oleh karena itu mayoritas orang tua di dusun Dhuri memiliki pemahaman pendidikan seks bagi anak usia dini yang luas.

Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukkan metode pendidikan seks bagi anak usia dini yang cenderung dipilih oleh orang tua didusun tersebut, metode tersebut antara lain: keteladanan, pendidikan dengan adat kebiasaan, pendidikan dengan nasihat, serta pendidikan dengan perhatian/ pengawasan. Metode lain yang juga digunakan adalah pendidikan seks harus berlandaskan nilai agama serta moral, selain itu orang tua juga harus bisa membangun komunikasi dengan baik dengan anak, sedangkan teori ketiga penjelasan yang diberikan harus sesuai dengan tingkat usia dan pemahaman anak.


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Anak-anak merupakan amanah yang Allah titipkan. Amanah yang harus dijaga dan dididik dengan penjagaan serta pendidikan terbaik. Titipan yang harus dikembalikan dalam keadaan baik sebagaimana Allah menitipkan dalam keadaan yang baik pula, maka sudah menjadi tugas para orang tua untuk menjaga mereka agar tetap dalam keadaan yang baik.

Anak-anak dapat menjadi penyejuk hati para orang tua, akan tetapi mereka juga dapat menjadi malapeta jika pendidikan yang baik tidak diberikan. Orang tua harus menyadari bahwa baik buruknya anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana orang tua mengarahkan dan mendidik mereka (Mansur, 2014: 7).

Setiap anak dilahirkan dengan fitrah kebaikan, ia dapat menjadi seorang yang sholeh atau dhalim, ustadz atau pencuri semua tergantung pendidikan yang diberikan oleh orang tua. Hal ini senada dengan firman Allah swt dalam Q.S Ruum:30 dan juga sabda Rasulullah saw:

هلا َرَطَف ِِهلا ِهَا َتَرْطِف اًفيَِح ِنيِ دلِل َكَهْجَو ْمِقَأَف

َ يِدْدَ ب َ اَهْ يَلَل َ ا

ِهَا ِقْلَِِ

َكِلَ


(15)

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan

manusia tidak mengetahui.”

ِ صَُ ي ْوَأ ِهِناَدِ وَهُ ي ُاَوَ بَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَل ُدَلوُي ٍدوُلْوَم ُ ُك

ِهِناَر

ْوَأ

َسِجَُُ

ِهِنا

Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam fitrah (kesucian), maka kedua orang

tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

(HR. Bukhari)

Seorang anak bisa diibaratkan seperti kertas kanvas, indah atau tidaknya lukisan yang tergambar tergantung orang tua sebagai tangan-tangan yang melukisnya. Berkualitas atau tidaknya seorang anak akan sangat tergantung dan di pengaruhi oleh

banyak faktor, salah satunya adalah pendidikan.

Pendidikan terbaik adalah pendidikan yang sesuai dengan nafas agama Islam yang telah Rasulullah ajarkan. Pendidikan Islami yang menjadikan al-Qur’an dan

sunnah sebagai pedomannya. Jika al-Qur’an dan sunnah telah menjadi pedoman

dalam pendidikan bagi anak-anak, maka yang akan dilahirkan adalah generasi-generasi Islami. Generasi yang akan menjadi penerus dakwah Rasulullah, generasi-generasi yang akan menjadi cahaya penerang di zaman yang semakin memprihatikan.

Akan tetapi saat ini banyak kita jumpai anak-anak yang menjadi sasaran kejahatan orang-orang tidak bermoral. Banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak yang marak terjadi menjadi salah satu buktinya. Pembicaraan mengenai


(16)

kasus pelecehan seksual ini tidak ada habisnya. Kasus pelecehan seksual yang sempat ramai diberitakan terjadi di JIS (Jakarta International School) beberapa waktu lalu hanya satu dari jutaan kasus yang terjadi di negeri ini. Dalam kasus tersebut sebanyak 6 petugas kebersihan ditetapkan sebagai tersangka kasus yang menjadikan anak-anak TK (Taman Kanak-kanak) sebagai korbannya (www.liputan6.com).

Setiap waktu kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak semakin meningkat. Tak hanya di daerah ibu kota, saat ini DIY tengah berstatus darurat kekerasan seksual terhadap anak. Angka kasus pelecehan seksual tertinggi terjadi di kabupaten Sleman kemudian disusul kabupaten Bantul. Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) DIY, Sari Murti mengungkapkan mulai awal tahun 2015 hingga bulan September telah tercatat sebanyak 70 kasus kekerasan pada anak, sebagian besar merupakan kasus kekerasan seksual (http://jogja.tribunnews.com).

Bahkan sempat pula beredar kabar tentang anak-anak SD yang menjadi korban pelecehan seksual oleh temannya sendiri. Itu artinya anak-anak tidak hanya menjadi korban akan tetapi juga pelaku. Selain itu orang-orang terdekatpun dapat menjadi ancaman bagi anak-anak. Beberapa kasus diberitakan bahwa seorang anak menjadi korban dari ayah, paman, dan juga tetangganya. Pelaku-pelaku ini begitu lihai menutupi indentitasnya, sehingga para orang tua tidak menyadari kehadiran mereka.


(17)

Banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak sebagaimana digambarkan di atas tidak bisa diabaikan begitu saja. Hal ini dikarenakan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh kasus pelecehan seksual tersebut tidaklah sederhana. Khususnya bagi anak-anak yang menjadi korban, mereka akan mengalami trauma, ketakutan, dan stres. Mereka akan cenderung menyendiri dan menjadi pribadi yang kehilangan kepercayaan diri.

Pelecehan seksual sendiri memiliki pengertian yang luas, dalam KBBI pelecehan berasal dari kata leceh yang berarti menghinakan, memandang rendah, sedangkan pelecehan merupakan proses yang dimaksudkan tersebut. Berdasarkan pengertian di atas pelecehan seksual merupakan tindakan penghinaan yang mengarah kepada hal-hal yang berkenaan dengan seks (jenis kelamin). Tindakan tersebut dapat berupa ajakan seksual yang mengarah pada menyentuh, meraba, mencium atau tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban. Dapat juga berupa paksaan kepada korban untuk menonton hal-hal yang berbau pornografi, memperlihatkan alat kelaminnya kepada korban, bahkan hingga paksaan untuk melakukan persetubuhan tanpa persetujuan korban baik dengan kekerasan fisik atau tidak.

Kasus pelecehan seksual semacam ini harus menjadi perhatian semua pihak. Selain pemerintah selaku pemegang tanggung jawab di negara ini, peran orang tua selaku pendidik yang bertanggung jawab mendidik dan membentuk moral bangsa sangatlah penting. Seharusnya pemerintah mampu bekerjasama dengan orang tua


(18)

untuk mencari solusi dari dilema kasus pelecehan seksual yang semakin marak terjadi.

Orang tua harus lebih waspada terhadap kasus-kasus semacam ini. Sebagai pihak terdekat dengan anak-anak tanggung jawab orang tua menjadi sangat besar. Pengawasan terhadap pergaulan dan gerak gerik anak harus lebih diperhatikan. Orang tua tidak boleh menutup mata dan mengalihkan tanggung jawab ini kepada orang lain, sebagai contoh pihak sekolah atau para pengasuh anak. Banyak orang tua yang menyerahkan pengasuhan anak sepenuhnya kepada pihak sekolah dan para pengasuh. Padahal pihak-pihak tersebut hanyalah pelengkap, orang tualah yang bertanggung jawab penuh atas perkembangan dan pendidikan anak-anak.

Anak-anak telah menjadi sasaran yang empuk para predator kejahatan

seksual. Hal ini karena anak-anak dianggap polos dan innocent sehingga mudah

dikelabuhi. Para pelaku pelecehan seksual akan berusaha dengan berbagai cara untuk membungkam mulut anak-anak agar tidak melaporkan perbuatannya. Baik itu dengan cara ancaman atau menjanjikan upah yang anak-anak sukai. Tidak hanya anak-anak perempuan saja yang rawan menjadi sasaran empuk para predator, akan tetapi juga anak laki-laki.

Minimnya pendidikan seks dini terhadap anak disebut-sebut sebagai salah satu faktor meningkatnya kasus pelecehan seksual terhadap anak. Banyak orang tua merasa tabu juga kebingungan untuk menyampaikan tentang pendidikan seks kepada


(19)

anak-anaknya. Mereka beranggapan bahwa pada saatnya nanti anak-anak akan tahu dan memahami permasalahan seksual dengan sendirinya. Padahal pengetahuan seksual yang setengah-setengah justru lebih berbahaya dari pada mereka yang tidak mengetahui sama sekali. Hal ini akan mendorong anak-anak untuk mencari tahu dari berbagai sumber. Jika anak mendapat informasi dari sumber yang tidak tepat hal ini akan memberikan pemahaman yang salah mengenai permasalahan seksual.

Anak-anak merupakan amanah yang dititipkan Sang Maha Pencipta. Amanah yang suatu saat harus dikembalikan kepada pemiliknya, tentunya dalam keadaan yang baik pula. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anaknya agar kelak ketika Allah meminta kembali titipan tersebut dapat kembali dalam keadaan yang baik. Begitu juga pendidikan yang benar mengenai seks.

Namun pada kenyataannya banyak orang tua yang tidak memahami pentingnya pendidikan seks bagi anak-anaknya. Pendidikan seks dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan tidak pantas untuk diberikan kepada anak-anak. Pemahaman kebanyakan orang tua yang salah tentang pendidikan seks kerap kali menjadi penyebab mereka tidak mau memberikan pendidikan seks kepada anak-anak. Banyak yang beranggapan bahwa pendidikan seks selalu berhubungan dengan hubungan badan. Persepsi mayoritas orang tua yang salah inilah yang perlu segera diluruskan.


(20)

Disamping mereka menganggap itu merupakan hal yang tabu, mereka juga minim informasi mengenai pendidikan seksual dini bagi anak-anak. Mereka kebingungan saat dihadapkan pada pertanyaan anak-anak seputar masalah seksualitas. Mereka tidak tahu bagaimana cara yang tepat menyampaikan dan menjelaskan permasalahan tersebut kepada anak-anak.

Oleh karena pentingnya pendidikan seks bagi anak-anak, khususnya anak usia dini maka peneliti tertarik untuk membahas tentang pendidikan seks bagi anak usia dini ini. Dalam penelitian ini akan dibahas metode yang diterapkan oleh para orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman kepada anak-anaknya.

Kabupaten Sleman menempati posisi tertinggi dalam kasus pelecehan seks terhadap anak. Salah satu kasus terdapat di dusun Dhuri, desa Tirtomartani kecamatan Kalasan, di dusun ini terdapat beberapa kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti metode pendidikan seks orang tua di dusun tersebut.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana pemahaman orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani,

kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman mengenai pendidikan seks bagi anak usia dini?


(21)

2. Bagaimana metode pendidikan seks yang dilakukan oleh orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman?

C. Tujuan Penelitian

Pembahasan mengenai Metode Pendidikan Seks bagi Anak Usia Dini (Studi Kasus di di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman) ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pemahaman orang tua di dusun Dhuri, desa

Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman mengenai

pendidikan seks bagi anak usia dini.

2. Untuk mengetahui metode pendidikan seks yang dilakukan oleh orang tua

di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumbangan

pemikiran bagi pengembangan keilmuan dalam bidang psikologi pendidikan.

2. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada para


(22)

serta memberikan wawasan tentang metode pendidikan seks sesuai Islam yang tepat kepada anak.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pengkajian proposal skripsi ini akan disusun suatu sistematika yang berisikan lima bab. Bab pertama berisi latar belakang penelitian ini dilakukan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta kegunaan penelitian. Dalam bab kedua dibahas mengenai tinjauan pustaka dan kerangka teoritik. Bab ketiga memuat metode penelian yang meliputi jenis penelitian dan pendekatan, lokasi penelitian, data penelitian, teknik pengumpulan data, subyek penelitian serta teknik analisis data. Pada bab keempat berisi hasil penelitian serta pembahasan. Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan, saran dan kata penutup.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka

Telah banyak penelitian-penelitian yang membahas tentang pendidikan seks. Akan tetapi hal itu belum banyak memberikan pemahaman yang mendalam kepada para pendidik tentang pentingnya pendidikan seks bagi anak usia dini. Setelah begitu banyak kasus pelecehan seksual yang terjadi di masyarakat dirasa perlu memberikan kembali pemahamn kepada para pendidik mengenai pendidikan seks dan metodenya. Oleh karena itu dianggap penting untuk melakukan tinjauan pustaka untuk menghindari adanya persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Pertama, penelitian yang ditulis oleh Fajar, dkk. Penelitian ini berjudul

Strategi Optimalisasi Peran Pendidikan Seks Usia Dini di PAUD dalam Menanggulangi Pelecehan Seks Terhadap Anak di Pekalongan. Dalam penelitian ini dibahas mengenai upaya pemerintah untuk menanggulangi kasus pelecehan seksual terhadap anak dengan mengoptimalisasikan peran pendidikan seks dini. Dibahas mengenai proses pelaksanaan pendidikan seks di sekolah PAUD bagi anak-anak usia dini.

Hasilnya diketahui bahwa penyelenggaraan pendidikan seks kurang optimal. Sosialisasi mengenai pendidikan seks belum merata, beberapa wilayah yang rawan pelecehan seksual justru belum mendapat sosialisasi pendidikan seks


(24)

ini. Selain itu belum tersedianya perangkat pembelajaran, petunjuk teknis serta evaluasi pembelajarannya. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi pendidikan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik kuesioner.

Kedua, skripsi yang ditulis oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta (UMY) yang berjudul Analisis terhadap Pemahaman Pendidikan

Seks Remaja Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan Orangtua. Penelitian yang dilakukan di dusun Remame, Jumoyo, Salam, Magelang ini disusun oleh Nadzifah Fitriyah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis pemahaman remaja tentang pendidikan seks berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan orang tua, serta metode yang digunakan oleh orang tua dalam menyampaiakan pendidikan seks kepada anak-anaknya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman remaja mengenai pendidikan seks dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua. Pemahaman remaja yang dengan orang tua yang tingkat pendidikannya lebih tinggi memiliki pemahaman yang lebih luas mengenai pendidikan seks. Begitu pula sebaliknya, pemahaman remaja dengan orang tua yang tingkat pendidikannya lebih rendah memiliki pemahaman yang lebih sempit. Hal ini


(25)

dikarenakan peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya, khususnya mengenai pendidikan seks sangatlah penting.

Selain itu terdapat pula skripsi yang disusun oleh Selamet Melasari dari

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang berjudul Pendidikan Seks

pada Anak dalam Islam (telaah tafsir al-Maraghi). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penafsiran Ahmad Mustafa al-Maraghi terhadap ayat-ayat yang berakaitan dengan pendidikan seks anak, serta menganalisis keunggulan dan kekurangan tafsir al-Maraghi dalam menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan seks.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara global, penafsiran al-Maraghi terhadap yang berkaitan dengan pendidikan seks pada anak masih normatif jika diaplikasikan pada saat ini, akan tetapi pada dasarnya tafsir ini memiliki semangat yang solutif terhadap problematika pendidikan seksual.

Ketiga penelitian yang dipaparkan di atas membahas mengenai pendidikan seks, akan tetapi penelitian pertama menitik beratkan pada peran pendidikan seks yang dilakukan di sekolah PAUD. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses pendidikan seks yang dilaksanakan di sekolah PAUD di daerah Pekalongan. Penelitian kedua menitik beratkan pada pemahaman pendidikan seks dikalangan remaja di daerah Magelang. Selain itu untuk mengetahui peran orang tua dalam memberikan pendidikan seks. Penelitian ketiga lebih menjelaskan mengenai penafsiran ayat.


(26)

Sedangkan penelitian yang akan dilakukan kali ini memfokuskan pada pemberian pendidikan seks pada anak usia dini oleh orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman. Pendidikan seks yang diberikan akan ditujukan sebagai upaya preventif tindakan pelecehaan seksual yang tengah marak terjadi.

B. Kerangka Teori

1. Pendidikan Seks

Secara bahasa pengertian seks adalah jenis kelamin, atau bisa diartikan sebagai perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Lebih luas lagi seks dapat digunakan untuk menyebut permasalahan yang berhubungan dengan alat kelamin. Berbeda dengan seksualitas yang dapat dimaknai sebagai keseluruhan ekspresi dan cara berfikir seseorang tentang dirinya sebagai seorang laki-laki dan seorang perempuan. Hal itu yang akan mempengaruhi seseorang untuk menampilkan dirinya dalam bersosialisasi serta berbudaya (Elly, Hilman dan Yuhyina, 2015: 88).

Menurut Mugi Kasim Amin yang dikutip dalam sebuah buku, seks merupakan sumber rangsangan baik dari dalam maupun dari luar yang mempengaruhi tingkah laku syahwat yang bersifat kodrati (Amin, et.al. (1997) dalam Suraji dan Rahmawatie (2008: 56))

J.S Tukan menjelaskan bahwa seksual itu terdiri dari aspek mental, fisik, emosional, dan prikologis dalam bentuk badaniah, dalam artian


(27)

bahwa apa saja yang dilakukan sepanjang hari memiliki corak seks. Pendapat ini lebih menekankan pengertian seks sebagai suatu efek (konsekuensi) dari adanya jenis kelamin. Seks dalam hal ini meliputi perbedaan tingkah laku, atribut, peran dan pekerjaan serta hubungan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Suraji dan Rahmawatie, 2008: 56)

Menurut Abdullah nashih Ulwan yang dimaksud dengan pendidikan

seks adalah “mengajari anak, mengarahkannya, dan menyatakan secara

terus terang kepadanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan seks serta

yang berhubungan dengan tabiat dan pernikahan” (Ulwan, 2007: 1).

Pendidikan seks juga merupakan pendidikan mengenai anatomi dan fisiologi (tentang fungsi organ-organ tubuh).

Pendidikan seks dalam Islam merupakan usaha untuk menyiapkan seorang anak mengenai pemahaman yang berkaitan dengan permasalahan seksual sesuai dengan tuntunan dan ajaran Islam. Pendidikan seks dalam Islam harus dimulai dengan penguatan keimanan kepada sang Maha Esa. Selain itu pendidikan seks dalam Islam juga mengajarkan tentang hal-hal yang halal dan haram yang berkaitan dengan etika, pergaulan, serta aturan-aturan dalam agama (Hassan, 2014: 21).

Selain itu Syamsuddin mendefinisikan pendidikans seks sebagai usaha untuk membimbing seseorang agar dapat mengerti benar-benar tentang arti dan fungsi kehidupan seksnya sehingga dapat mempergunakannya


(28)

dengan baik selama masa hidupnya (Syamsuddin, et.al. (1985) dalam Suraji dan Rahmawatie (2008: 58)). Apabila definisi tersebut ditarik dalam Islam, maka perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan baik dan

benar dalam mempergunakan seks adalah yang sesuai dengan syari’at.

Yaitu aturan-aturan agama yang telah diatur Allah dan RasulNya dalam al-Qur’an dan as-sunnah.

2. Ruang Lingkup Pendidikan Seks bagi Anak Usia Dini

Sebagaimana penjelasan mengenai pendidikan seks secara umum di atas dapat dipahami bahwa pendidikan seks merupakan usaha untuk membimbing serta menyiapkan anak untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas hingga pernikahan. Hal itu juga termasuk penjelasan mengenai hubungan badan suami istri. Dalam hal ini penjelasan pendidikan seks bagi anak usia dini memiliki ruang yang lebih sempit. Oleh karena itu untuk mendapatkan definisi pendidikan seks bagi anak usia dini ruang lingkup pembahasannya sebagai berikut:

a. Pendidikan mengenai penguatan iman.

b. Penjelasan mengenai sesuatu yang halal dan haram tentang

etika serta pergaulan.

c. Penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan


(29)

d. Penjelasan mengenai perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan serta hal-hal yang berhubungan dengan alat kelamin.

e. Penjelasan mengenai cara untuk menjaga alat kelaminnya.

3. Metode Pendidikan Seks

Sebelum mendefinisikan mengenai metode pendidikan serta macamnya, perlu diketahui pengertian dari segi bahasa. Kata metode, ditinjau dari segi kebahasaan, kata metode berasal dari kata Yunani

methodos, yang terdiri dari kata meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi, metode berarti jalan yang dilalui (Haitami, 2013: 28). Dapat pula dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran (Arief, 2002: 40).

Sementara itu, pendidikan merupakan usaha untuk membimbing dan membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan intelektual pribadi anak didik ke arah kedewasaan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Arief, 2002: 40). Secara umum pendidikan merupakan segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta ketrampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melangsungkan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya (Prasetya, 2002: 15).


(30)

Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah sikap serta tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan untuk mendewasakan manusia melalui pengajaran serta proses pembiasaan (Suraji dan Rahmawatie, 2008: 53). Pendidikan merupakan suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan maksud agar anak atau orang yang dihadapi itu akan meningkat pengetahuan, kemampuan, akhlak, bahkan seluruh pribadinya (Suraji dan Rahmawatie, 2008: 53)

Metode pendidikan sendiri merupakan suatu cara atau jalan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Beberapa metode pendidikan menurut Abdullah Nashih Ulwan (Ulwan, 2007: 141) yaitu:

a. Pendidikan dengan keteladanan

Pendidik merupakan figur terbaik dalam pandangan anak. Disadari atau tidak, segala tindak tanduk serta sopan santunnya ditiru oleh mereka. Bahkan perkataan serta sikap dan perbuatanya akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak. Dengan begitu masalah keteladanan menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam pendidikan anak. Jika seorang pendidik adalah orang yang jujur, santun dalam perkataannya serta memiliki sifat-sifat kebaikan yang lainnya, maka anak akan tumbuh dengan kejujuran dan tindak tanduk yang santun. Namun sebaliknya jika yang ada dalam diri seorang pendidik adalah sifat-sifat buruk seperti suka berbohong, pengkhianat dan lain


(31)

nya, maka anakpun akan tumbuh dengan sifat-sifat tersebut (Ulwan, 2007: 142).

Teladan terbaik bagi seluruh umat manusia adalah Rasulullah saw, sebagaimana firman Allah dalam Q.S al-Ahzab: 21

ْنَميل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ يهّا يلوُسَر يِ ْمُكَل َناَك ْدَقَل

َمْوَ يْلاَو َهّا وُجْرَ ي َناَك

اًريثَك َهّا َرَكَذَو َريخآا

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Allah juga telah meletakkan teladan yang sempurna dalam diri Rasulullah sebagai satu metode Islami bagi umat-umat setelahnya. Agar menjadi gambaran bagi kesempurnaan akhlak dan universalitas keagungannya yang akan diikuti oleh umatnya.

b. Pendidikan dengan adat kebiasaan

Seperti telah diketahui bahwa seorang anak dilahirkan dengan fitrah kesucian. Fitrah bertauhid yang murni, agama yang benar serta iman hanya kepada Allah. Disinilah peran pembiasaan, pengajaran, serta pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam mempertahankan fitrah tersebut sangatlah penting.

Anak akan tumbuh dengan iman yang benar, akhlak yang terpuji serta berhiaskan diri dengan etika Islami jika mereka


(32)

mendapatkan pendidikan Islami yang utama dan lingkungan yang baik. Maka tugas serta kewajiban orang tua selain memberikan pendidikan Islami yang baik kepada anak-anaknya adalah memilihkan lingkungan serta teman yang baik pula. Lingkungan dan teman memiliki peran yang besar pula bagi perkembangan anak. Jika orang tua salah memilihkan lingkungan dan teman bagi anak, maka akan buruk akibatnya (Ulwan, 2007: 185).

c. Pendidikan dengan nasehat

Pendidikan dengan petuah dan nasehat-nasehat merupakan salah satu metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional, maupun sosial. Nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak akan kesadaran tentang hakikat sesuatu. Dalam al-Qur’an Allah telah mengulang-ulang dalam menuturkan nasehat dan peringatan. Seperti dalam Q.S Luqman: 13-17:

يرْشُت َِ هََُ ب ََ ُهُظيعَي َوَُو يهينْب يِ ُناَمْقُل َلاَق ْذيإَو

َع ٌمْلُظَل َكْري شلا هنيإ يهّيِ ْك

ٌمييظ

ىَلَع اًنَْو ُهُمُأ ُهْتَلَََ يهْيَديلاَويب َناَسْنيْْا اَنْ يهصَوَو

ينَأ يَْْماَع يِ ُهُلاَصيفَو ٍنَْو

َكْيَديلاَويلَو يِ ْرُكْشا

َأ ىَلَع َكاَدَاَج ْنيإَو ُريصَمْلا هَِيإ

َكَل َسْيَل اَم يِ َكيرْشُت ْن

ًفوُرْعَم اَيْ نُدلا يِ اَمُهْ بيحاَصَو اَمُهْعيطُت َََف ٌمْليع يهيب

يإ َََََأ ْنَم ََييبَس ْْيبهتاَو ا


(33)

َنوُلَمْعَ ت ْمُتْ نُك اَيِ ْمُكُئي بَ نُأَف ْمُكُعيجْرَم هَِيإ

ُ ب ََ

ٍةهبَح َلاَقْ ثيم ُكَت ْنيإ اَهه نيإ هََ

ْنيم

ْرَْْا يِ ْوَأ يتاَواَمهسلا يِ ْوَأ ٍةَرْخَص يِ ْنُكَتَ ف ٍلَدْرَخ

َهّا هنيإ ُهّا اَيِ يتََْ يض

يفوُرْعَمْليِ ْرُمْأَو َة ََهصلا يميقَأ هََُ ب ََ ٌريبَخ ٌفييطَل

َكْنُمْلا ينَع َهْناَو

َع ْيِْصاَو ير

ىَل

يروُمُْْا يمْزَع ْنيم َكيلَذ هنيإ َكَباَصَأ اَم

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya,

di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”

d. Pendidikan dengan perhatian/pengawasan

Yang dimaksud dengan pendidikan dengan perhatian adalah

senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti


(34)

memperhatikan kesiapan mental dan sosial. Selain itu juga memperhatikan pendidikan jasmani serta ilmiahnya (Ulwan, 2007: 275).

Sudah menjadi suatu kewajiban bagi para orang tua untuk memperhatikan, mengawasi, serta mengikuti perkembangan anak-anaknya dari segala aspek kehidupan. Allah berfirman dalam Q.S at-Tahrim: 6,

ُدوُقَو اًرََ ْمُكييلَْأَو ْمُكَسُفْ نَأ اوُق اوُنَمآ َنييذهلا اَهُ يَأ ََ

ََيْْاَو ُُاهنلا اَ

َهْ يَلَع ُةَرا

ا

َم َنوُلَعْفَ يَو ْمَُرَمَأ اَم َهّا َنوُصْعَ ي َِ ٌداَديش ٌظ ََيغ ٌةَكيئ َََم

َنوُرَمُْْ ي ا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

e. Pendidikan dengan hukuman

Syari’at Islam yang lurus dan adil memiliki peran yang penting dalam melindungi kebutuhan primer yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Dalam hal ini para imam mujtahid dan ulama ushul fiqh membatasi pada lima hal yang disebut


(35)

adh-dharuriyyat al-khams (lima keharusan) atau kulliyyat al-khams. Lima hal itu meliputi menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga

kehormatan, menjaga akal, dan menjaga harta benda (Ulwan, 2007: 303).

Semua telah Allah atur dalam syari’at Islam tidak lain adalah

untuk menjaga dan memelihara lima keharusan tersebut. Untuk memelihara kelima masalah tersebut maka Allah telah meletakkan berbagai hukuman yang akan mencegahnya. Setiap pelanggar dan perusak kehormatan juga akan menerima hukumannya.

Hukuman-hukuman dalam syari’at Islam dikenal dengan istilah hudud dan

ta’zir. Hudud merupakan yang telah ditentukan oleh syari’at dan

wajib dilaksanakan karena Allah swt. Sedangkan ta’zir merupakan

hukuman yang tidak ditentukan oleh Allah secara rinci, dan

diserahkan kepada pemimpin yang berkuasa. Baik hukuman hudud

ataupun ta’zir, keduanya memiliki tujuan untuk memberi pelajaran

dan peringatan. Begitu pula dalam pendidikan, ketika anak melakukan kesalahan maka orang tua juga berhak member mereka hukuman. Beberapa metode yang digunakan dalam memberikan hukuman kepada anak (Ulwan, 2007: 312) :

a. Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan


(36)

b. Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman.

c. Dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan hingga

yang paling keras.

Sedangkan beberapa metode yang dapat diterapkan dalam memperbaiki dan meluruskan penyimpangan anak (Ulwan, 2007: 315), antara lain:

a. Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan

b. Menunjukkan kesalahan dengan ramah tamah

c. Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat

d. Menunjukkan kesalahan dengan kecaman

e. Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan

(memboikotnya)

Dari beberapa definisi metode pendidikan serta pendidikan seks yang telah dijelaskan di atas dapat dipahami tentang pengertian metode pendidikan seks. Metode pendidikan seks merupakan suatu cara yang ditempuh untuk memberi pemahaman kepada anak tentang anatomi tubuhnya, perbedaan antar jenis kelamin serta semua hal yang berkaitan dengan seksualitas.

Menurut Chomaria ada pula metode yang perlu diperhatikan dalam menanamkan pendidikan seks bagi anak usia dini, antara lain:


(37)

1. Berlandaskan nilai agama serta moral

Dalam memberikan pemahaman pendidikan seks kepada anak harus berdasarkan nilai agama serta nilai moral, sehingga semua yang berkaitan dengan seksualitas langsung dikaitkan dengan

ajaran agama. Misalnya, anak menanyakan “Mengapa laki-laki

mempunyai penis dan perempuan mempunyai vagina?” orang tua bisa menjawab “Itu semua karena kuasa Allah. Allah menciptakan

makhluk secara berpasangan, seperti menciptakan ayah yang laki-laki dan ibu yang perempuan. Sehingga antara ayah dan ibu bisa

menikah dan mempunyai anak.” (Chomaria, 2012: 16).

2. Membangun komunikasi dengan baik

Selain itu hendaknya orang tua membangun komunikasi yang hangat serta memberikan rasa aman terhadap anak. Dengan hubungan yang hangat antara keduanya, akan memudahkan orang tua dalam mengkomunikasikan masalah seks secara jelas. Anak juga akan merasa aman dan tidak takut bertanya atau mencari sumber yang tidak jelas untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Orang tua harus bisa menjawab serta menjelaskan permasalahan seks dengan tegas dan tidak malu-malu (Chomaria, 2012: 17).

3. Sesuai dengan tingkat usia dan pemahaman anak

Dalam memberikan penjelasan seputar permasalahan seks kepada anak orang tua harus menyesuaikan dengan tingkat usia


(38)

dan pemahamannya. Penjelasan atau jawaban yang diberikanpun tidak perlu panjang lebar. Orang tua cukup menjelaskan serta menjawab sesuai pertanyaan anak, sebab pemahaman anak masih terbatas (Chomaria, 2012: 19)

Pendidikan seks ini sudah sepantasnya diberikan kepada anak sedini mungkin tentunya disesuaikan dengan tingkat usianya serta beberapa poin yang telah disebutkan di atas. Hal ini mengingat banyaknya kasus pelecehan seksual yang juga menimpa anak-anak dibawah umur.

4. Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun (di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Adapun berdasarkan para pakar pendidikan anak, yaitu manusia yang berusia 8-9 tahun.

Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motoric halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat perumbuhan dan perkembangan anak (Mansur, 2014: 87-88).


(39)

Pada masa ini merupakan usia emas atau yang biasa disebut golden

age. Pada usia ini seorang anak akan mengalami perkembangan dan

pertumbuhan yang sangat pesat. Golden age ini hanya terjadi sekali selama

perkembangan anak. Oleh karena itu para pendidik dan orang tua hendaknya menyadari tentang hal ini, sehingga mereka bisa memanfaatkan masa-masa ini dengan optimal.

Masa anak mulai ia lahir sampai usia pendidikan dasar merupakan masa keemasan. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar kemampuan fisik, bahasa, sosial-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama (Mansur, 2014: 18).

Aspek-aspek pengembangan anak usia dini bisa dikategorikan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok pengembangan dasar yang meliputi daya cipta, bahasa, daya pikir, ketrampilan dan jasmani. Sedangkan kelompok kedua adalah pengembangan pembiasaan yang meliputi aspek moral, agama, disiplin, emosi, dan kemampuan bermasyarakat atau bersosial (Mansur, 2014: 19).

Kedua kelompok aspek pengembangan anak usia dini di atas diintegrasikan dalam rencana program pembelajaran anak usia dini di sekolah. Selain itu juga diimplementasikan dalam aktivitas sehari-hari di


(40)

rumah. Oleh karena itu peran orang tua dan anggota keluarga menjadi penting untuk mengontrol perkembangan anak usia dini (Mansur, 2014: 21)

Seorang anak bisa diibaratkan seperti spons pada masa ini, karena mereka akan cenderung menyerap semua hal dan pengajaran yang ia terima. Seperti pepatah arab yang mengatakan bahwa belajar diwaktu kecil ibarat mengukir di atas batu, sedangkan belajar di waktu besar ibarat mengukir di atas air. Maka orang tua hendaknya benar-benar dapat mengoptimalkan masa-masa ini untuk menanamkan keimanan dan akhlak Islami.

5. Materi Pendidikan Seks bagi Anak Usia Dini

Apabila dilihat dari tingkat usia dan perkembangan anak maka perlu dipertimbangkan ketika orang tua akan memberikan pendidikan seks kepada anak. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam memberikan pendidikan seks kepada anak sesuai dengan perkembangan usianya.

Terdapat beberapa materi pendidikan seks yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang bisa diberikan kepada anak pada tahap awal perkembangan, yaitu mulai usia nol sampai menginjak pra remaja (sebelum menstruasi/ mimpi basah). Materi tersebut meliputi:


(41)

a. Memberi nama anak sesuai dengan jenis kelamin

Memberikan nama yang baik kepada anak merupakan salah satu kewajiban orang tua terhadap anaknya. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah terdapat hubungan yang erat antara nama dan yang dinamai. Pemberian nama yang baik akan berpengaruh pada motivasi pemilik nama untuk berbuat baik (Chomaria, 2012: 20).

Selain itu nama merupaka do’a dan harapan orang tua, serta

mewakili jenis kelamin si pemilik nama. Maka hendaknya orang tua memberi nama yang sesuai dengan jenis kelamin anaknya. Sebagaimana sabda Rasulullah:

َنْوَعدُت مك نإ

ف ،مُكئِآ يءامأو مُكيئامِ يةَمايقلا َموي

مكءامأ اوُنيسحا

Artinya: “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kalian akan

dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak-bapak kalian. Oleh karena itu buatlah nama-nama yang baik untuk kalian.” (HR. Abu Dawud)

b. Memberi perlakuan sesuai dengan jenis kelamin anak

Pembiasaan yang dilakukan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari terhadap anak akan mempengaruhi sikap dan karakter seorang anak. Seorang anak laki-laki hendaknya diperlakukan sebagai anak laki-laki begitu juga dengan anak perempuan. Misalnya, memberikan mainan mobil-mobilan untuk anak laki-laki


(42)

dan boneka untuk anak perempuan. Memakaikan sarung untuk anak laki-laki dan mukena untuk anak perempuan, dan lain sebagainya (Chomaria, 2012: 22).

c. Mengenalkan bagian tubuh dan fungsinya

Sejak usia dini, orang tua hendaknya sudah memperkenalkan anak tentang bagian tubuh serta fungsinya. Orang tua tidak boleh malu untuk menyebutkan nama bagian tubuh yang sebenarnya. Misalnya menyebutkan vagina sebagai alat kelamin wanita dan penis sebagai alat kelamin laki-laki. Selain itu juga menjelaskan fungsinya yaitu untuk buang air, bukan untuk mainan. Hal ini agar anak memahami dan dapat menggunakan bagian tubuh mereka sesuai dengan fungsinya (Chomaria, 2012: 25).

d. Mengajari anak cara membersihkan alat kelamin

Sejalan dengan perkembangan anak, hendaknya orang tua mengajarkan kepada anaknya untuk membuang hajat pada tempatnya. Perlu kesabaran serta pengertian dari orang tua, karena penanaman ini bukan suatu hal yang mudah. Dengan mengajarkan anak tentang etika buang hajat yang benar, berarti orang tua telah membiasakan anak untuk hidup mandiri.

Maka, kelak saat anak tumbuh besar ia tidak akan terbiasa meminta bantuan kepada orang lain untuk sekedar membersihkan


(43)

hajatnya. Dengan begitu akan mengurangi celah terjadinya kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak (Chomaria, 2012: 28).

e. Mengkhitan anak laki-laki

Khitan merupakan salah satu bentuk ketaatan seorang muslim terhadap ajaran agamanya. Seperti yang telah disabdakan oleh Nabi saw:

و يَيراهشلا ُصَقو ُدادْحيتسِاو ،ُناَتيخا :ٌسم ُةَرطيفلا

يرافظْا ُميلقت

يطبْا ُفتنو

Artinya: Fitrah itu ada lima perkara: khitan, mencukur bulu

kemaluan, mencukur kumis, menggunting kuku, dan mencukur bulu ketiak. (HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut bahasa, khitan berarti memotong khuluf (kulit) yang menutupi kepala penis. Sedangkan menurut istilah syarak, khitan adalah memotong bulatan di ujung khasafah, yaitu tempat pemotongan penis yang merupakan tempat timbulnya konsekuensi hokum-hukum syarak (Ulwan, 2007: 100).

f. Memberi pemahaman tentang menstruasi atau mimpi basah

Pendidikan seks diawali dengan memperkenalkan bagian tubuh. Seiring bertambahnya usia anak, ia akan mengerti bahwa fungsi vagina dan penis tidak hanya sebagai jalan untuk buang air


(44)

kecil tetapi juga alat reproduksi. Kegiatan reproduksi hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Orang tua perlu menjelaskan kepada anak bahwa suatu saat mereka akan mengalami menstruasi atau juga mimpi basah. Dengan penjelasan yang diberikan orang tua anak tidak akan merasa kaget atau khawatir dan mereka akan mengetahui apa yang harus dilakukan ketika masa itu tiba (Chomaria, 2012: 31).

g. Menanamkan rasa malu sedini mungkin

Menanmkan rasa malu kepada anak bukan berarti mendidik anak untuk tidak percaya diri. Akan tetapi rasa malu disini adalah malu untuk melakukan hal-hal yang melanggar norma agama. Rasulullah telah mengajarkan kepada umatnya untuk memiliki rasa malu, seperti sabdanya:

هوُ بُ نلا يم َََك ْنيم ُُاهنلا َكَرْدَأ اهيِ هنيإ

َْل اَذيإ : ََوُْْا ية

َم َْْنْصاَف ،فْحَتْسَت

ا

َتْئيش

Artinya: “Sesungguhnya dari apa yang diperoleh manusia dari

kalam kenabian yang pertama adalah jika engkau tidak malu maka berbuatlah sekehendakmu.” (HR. Bukhari)


(45)

Sejak dini anak harus diajarkan rasa malu kepada anak-anak, agar mereka selalu merasa diawasi oleh Allah, sehingga tidak berbuat semaunya sendiri.

h. Memberi pemahaman tentang bagian tubuh yang boleh dan tidak

boleh disentuh orang lain

Sejak kecil, anak harus diperkenalkan dengan bagain-bagian serta batasan auratnya. Misalnya, aurat perempuan yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan telapan tangan, serta dijelaskan bahwa antara bahu sampai lutut merupakan arena yang tidak boleh disentuh orang lain. Anak juga harus dibiasakan untuk tidak mengumbar aurat di hadapan orang, meskipun ia masih kecil. Terkadang orang tua membiarkan anak berlarian tanpa menggunakan celana di hadapan orang lain. Orang tua juga harus membiasakan anak membuang hajat ditempat yang tertutup, serta member pemahaman bahwa aurat hanya boleh ditampakkan pada kondisi darurat (Chomaria, 2012: 36-37).

i. Memberi pemahaman tentang sentuhan yang pantas dan tidak

pantas

Orang tua hendaknya menjelaskan kepada anak tentang sentuhan yang bermaksud baik dan buruk. Misalnya orang tua memeluk dan membelai kepada anak ketika sedih. Selain itu juga


(46)

menjelaskan bahwa tidak semua orang boleh memeluk dan membelai anak.

Para orang tua hendaknya tidak meyentuh anak dengan sentuhan yang mengarah ke aktivitas seksual. Misalnya membngunkan anak dengan membalai pahanya, mencium anak di daerah-daerah yang tidak pantas, membersihkan alat kelamin anak setelah buang air sampil dipermainkan, dll. Jika anak terbiasa dengan perlakuan semacam itu, maka akan terbawa hingga ia beranjak dewasa dan menganggap perlakuan tersebut merupakan hal yang wajar. Hal ini akan membuka pintu bagi para pelaku pelecehan untuk memburu mangsa (Chomaria, 2012: 38).

j. Tidak membiasakan anak disentuh lawan jenis

Meski anak masih kecil, hendaknya orang tua tidak membiasakan anak untuk disentuh lawan jenisnya. Bahkan dengan saudara sendiri orang tua harus mengajarkan kepada anak untuk tidak mudah disentuh, karena tidak semua saudara adalah mahram anak. Anak yang tidak terbiasa disentuh orang lain akan menolak ketika akan disentuh orang lain. Hal ini menjadi upaya preventif untuk menjaga anak dari kejahatan seksual (Chomaria, 2012: 39).


(47)

k. Membiasakan anak menutup aurat

Islam telah memerintahkan setiap muslim untuk menutup auratnya dengan baik dan benar. Bahkan telah dengan tegas Allah berfirman dalam Q.S: :

ْظَفََْو هنييراَصْبَأ ْنيم َنْضُضْغَ ي يتاَنيمُْْمْليل َُْقَو

َنييدْبُ ي َِو هنُهَجوُرُ ف َن

َع هنييرُمُيِ َنْبيرْضَيْلَو اَهْ نيم َرَهَظ اَم ِيإ هنُهَ تَ نييز

َنييدْبُ ي َِو هنييِوُيُج ىَل

ُهَ تَ نييز

ُعُ ب يءَِآ ْوَأ هنيهيئَِآ ْوَأ هنيهيتَلوُعُ بيل ِيإ هن

ْ بَأ ْوَأ هنيهيئاَنْ بَأ ْوَأ هنيهيتَلو

يءاَن

يََب ْوَأ هنييِاَوْخيإ يََب ْوَأ هنييِاَوْخيإ ْوَأ هنيهيتَلوُعُ ب

َم ْوَأ هنيهيئاَسين ْوَأ هنييِاَوَخَأ

ا

يباهتلا يوَأ هنُهُ ناََْْأ ْتَكَلَم

يم يةَبْرْا يِوُأ يْرَغ َْيع

َنييذهلا يَْف يطلا يوَأ يلاَج يرلا َن

َْل

يهيلُجْرَيِ َنْبيرْضَي َِو يءاَس ينلا يتاَرْوَع ىَلَع اوُرَهْظَي

ْنيم َْيفُْ اَم َمَلْعُ ييل هن

َنوُنيمُْْمْلا اَهُ يَأ اًعييََ يهّا ََيإ اوُبوُتَو هنيهيتَنييز

ْمُكهلَعَل

َنوُحيلْفُ ت

Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah

mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan


(48)

kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Sejak kecil, meskipun anak-anak belum dikenai kewajiban untuk menutup aurat orang tua tetap harus membiasakannya. Hal ini akan memudahkan orang tua untuk mendidik mereka dalam menutup aurat ketika telah baligh. Bagaimanapun juga orang tua yang memiliki kewajiban mendidik anak-anaknya menutup aurat.

l. Memisahkan tempat tidur anak

Dalam sebuah hadits Rasulullah telah mewasiatkan kepada para orang tua untuk memisahkan tempat tidur anak-anak mereka.


(49)

َو َْينيس يْْبَس ُءاَنْ بَأ ْمَُو يةََهصليِ ْمُكَدَِْوَأ اوُرُم

ْمَُو اَهْ يَلَع ْمُوُبيرْْا

وُقي رَ فَو َْينيس يرْشَع ُءاَنْ بَأ

يْ يجاَضَمْلا ي ْمُهَ نْ يَ ب ا

Artinya: “Suruhlah anak-anak kalian untuk shalat jika sampai umur mereka 7 tahun dan pukullah mereka (jik tidak shalat) seang umurnya sudah 10 tahun dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur kalian.” (H.R Abu Daud dan Tirmidzi).

Pemisahan tempat tidur ini dilakukan antara anak dengan kedua orang tuanya dan antar anak dengan jenis kelamin yang berbeda. Hal ini dilakukan agar aktivitas orang tua yang bersifat pribadi tidak diketahui oleh anak. Sedangkan pemisahan antar anak yang berbeda jenis kelamin dilakukan agar mereka terhindar dari terbiasa kontak fisik antar lawan jenis. Selain itu pada saat tidur biasanya aurat sangat mudah terbuka sehingga dapat menimbulkan syahwat bagi yang melihatnya (Chomaria, 2012: 43).

m. Mengajari izin pada waktu-waktu tertentu

Dalam Q.S an-Nur ayat 58-59 Allah memerintahkan kepada orang- orang yang beriman untuk membiasakan anak-anaknya meminta izin ketika hendak memasuki kamar orang tuanya. Ayat tersebut berbunyi:


(50)

َتْسَييل اوُنَمآ َنييذهلا اَهُ يَأ ََ

ْتَكَلَم َنييذهلا ُمُكْنيذْأ

ْ بَ ي َْل َنييذهلاَو ْمُكُناََْْأ

اوُغُل

يحَو يرََْفْلا ية َََص يَْبَ ق ْنيم ٍتاهرَم َث َََث ْمُكْنيم َمُلُْْا

يم ْمُكَباَييث َنوُعَضَت َْ

َن

ُكَل ٍتاَرْوَع ُث َََث يءاَشيعْلا ية َََص يدْعَ ب ْنيمَو يةَريههظلا

ْيَلَع َسْيَل ْم

ََِو ْمُك

ْمُكُضْعَ ب ْمُكْيَلَع َنوُفاهوَط هنُ َدْعَ ب ٌحاَنُج ْميهْيَلَع

ُي َْ بُ ي َكيلَذَك ٍٍْعَ ب ىَلَع

ُهّا

ٌمييكَح ٌمييلَع ُهّاَو يتََ ْآا ُمُكَل

اوُنيذْأَتْسَيْلَ ف

َمُلُْْا ُمُكْنيم ُلاَفْطَْْا َغَلَ ب اَذيإَو

َنييذهلا َنَذْأَتْسا اَمَك

ُهّا ُي َْ بُ ي َكيلَذَك ْميهيلْبَ ق ْنيم

ييلَع ُهّاَو يهيتََآ ْمُكَل

ٌم

ٌمييكَح

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada


(51)

keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Allah menentukan tiga waktu yang telah disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu sebelum subuh, tengah hari dan setelah shalat isya’. Pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil banyak aurat yang terbuka yang tidak pantas untuk dilihat orang lain, begitu juga anak-anak. Pembiasaan semacam ini sangat penting sebagai upaya untuk menghindarkan anak dari melihat sesuatu yang belum pantas untuk dilihatnya (Chomaria, 2012: 44).

n. Menyeleksi media yang dikonsumsi anak

Perkembangan media teknologi yang sangat pesat membawa dampat positif sekaligus negatif bagi anak-anak. Menurut survey

www.toptenreview.com menunjukkan bahwa Indonesia

menempati rangking ke-10 besar Negara yang mengakses konten-konten yang berbau pornografi. Dan sebagian besar pengakses konten-konten tersebut adalah anak-anak. Hal ini merupakan bencana besar bagi bangsa dan juga agama. Anak-anak masih


(52)

belum memiliki kemampuan untuk menyaring informasi-informasi yang diterimanya (Chomaria, 2012: 45).

Anak-anak adalah peniru yang ulung, sehingga besar kemungkinan apa yang ia lihat dari situs-situs porno tersbut akan ia ikuti dan praktekkan. Hasilnya kejahatan seksual tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa akan tetapi juga anak-anak di bawah umur. Oleh karena itu orang tua hendaknya membatasi anak dalam mengakses media teknologi serta mengawasi mereka dalam penggunaannya.

o. Memberi contoh pergaulan antar lain jenis yang sehat kepada anak

Orang tua merupakan contoh teladan terdekat bagi anak-anaknya. Apa yang dilihat anak dari orang tuanya akan ia tiru. Oleh karena itu orang tua harus memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya. Misalkan orang tua meminta anak untuk menutup aurat, akan tetapi ia justru orang tua sering keluar rumah hanya dengan memakai celana kolor saja. Atau orang tua sering berboncengan dengan teman kerjanya yang bukan mahramnya. Hal-hal semacam itu seharusnya tidak dicontohkan oleh orang tua kepada anak-anaknya (Chomaria, 2012: 47).


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, serta pemikiran individual maupun kelompok (Sukmadinata, 2012: 60).

Menurut Moleong penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain dengan bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong: 2000: 3).

Penelitian kualitatif bersifat induktif. Tujuan utama penelitian

kualitatif yaitu pertama untuk menggambarkan dan mengungkap (to

describe and explore) dan kedua untuk menggambarkan dan menjelaskan

(to describe and explain) (Sukmadinata, 2012: 60). Secara garis besar metode kualitatif dibedakan menjadi dua macam, kualitatif interaktif dan non interaktif. Penelitian ini dapat dikategorikan dalam metode kualitatif interaktif yang merupakan studi yang mendalam menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya (Sukmadinata, 2012: 61).


(54)

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan penyelidikan mendalam mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut (Azwar, 2015: 8).

Dalam penelitian ini pendekatan studi kasus digunakan untuk mengetahui secara langsung metode pendidikan seks bagi anak usia dini oleh orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecematan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY (Daerah Istimwa Yogyakarta).

C. Data Penelitian

1. Jenis Data

Jenis data yang akan diteliti ini bersifat kualitatif dan berwujud gejala sosial yang berupa kecenderungan orang tua dalam pemilihan metode yang mereka gunakan dalam proses pendidikan seks bagi anak. Sedangkan data yang berupa angka atau kuantitatif hanya bersifat pendukung.


(55)

2. Indikator Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan indicator penelitian yang mengacu kepada beberapa teori:

a. Pengertian pendidikan seks secara bahasa dan

istilah

b. Lima metode pendidikan menurut Abdullah Nashih

Ulwan, antara lain:

1) Pendidikan dengan keteladanan

2) Pendidikan dengan adat kebiasaan

3) Pendidikan dengan nasihat

4) Pendidikan dengan perhatian/ pengawasan

5) Pendidikan dengan hukuman

c. Tiga metode pendidikan seks menurut Chomaria

a. Berlandaskan nilai agama serta moral

b. Membangun komunikasi dengan baik

c. Sesuai dengan tingkat usia dan pemahaman

anak

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu bentuk atau cara yang digunakan untuk memperoleh data. Beberapa metode pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini yang akan dijelaskan sebagai berikut:


(56)

1. Metode dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya (Arikunto, 1992: 200).

2. Metode observasi

Metode observasi merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap obyek baik secara langsung maupun tidak. Metode ini digunakan untuk memeroleh data tentang letak geografis, sarana dan prasarana yang ada di dalamnya. Observasi dilakukan untuk mengetahui gambaran umum di lingkungan yang akan diteliti.

Observasi dilakukan tanpa adanya campur tangan sama sekali dari fihak peneliti. Objek observasi adalah fenomena-fenommena yang dibiarkan terjadi secara alamiah (Azwar, 2015: 19)

3. Wawancara

Wawancara (interview) merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan dengan tujuan penyelidikan (Arikunto, 1992: 194). Wawancara dapat dilakukan dengan cara tanya jawab sambil bertatap


(57)

guide atau panduan wawancara. Tanya jawab dalam wawancara ini dimaksudkan untuk memeroleh data untuk keperluan tertentu.

Wawancara ini menggunakan pedoman wawancara tidak terstuktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Kreatifitas pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis ini lebih banyak tergantung dari pewawancara (Arikunto, 2010: 270).

Dari ketiga teknik pengumpulan data di atas, data yang diperoleh dari wawancara merupakan data primer, sedangkan data yang diperoleh dari observasi dan dokumetasi merupakan data sekunder. Selanjutnya semua data yang terkumpul dioleh atau sering disebut analisis data.

E. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah orang tua di desa Tirtomartani, kecematan Kalasan, Kabupaten Sleman yang memiliki anak berusia antara 0-9 tahun serta beragama Islam. Selain itu juga dipertimbangkan dari tingkat pendidikan dan pekerjaan. Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi pendidikan dan semakin mapan pekerjaan, maka pemberian pendidikan seks kepada anak-anaknya akan semakin baik.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan upaya mencari data secara sistematis

berdasarkan catatan-catatan, observasi dan wawancara untuk


(58)

Analisis data dalam hal ini adalah proses penyederhanaan data menjadi bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipahami.

Analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yaitu, setelah semua data yang diperlukan telah terkumpul kemudian

diinterpretasikan dengan kata-kata sedemikian rupa untuk

menggambarkan objek-objek penelitian disaat penelitian dilakukan. Sehingga dapat diambil kesimpulan secara proporsional dan logis.

Dalam melakukan metode analisis di atas digunakan dengan pola berfikir induktif, yaitu metode berfikir yang berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa khusus tersebut kemudian ditarik generalisasi yang memiliki sifat umum. (Sutrisno, 1987: 42). Metode ini digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dari objek lapangan, kemudian dihubungkan dengan teori yang relevan.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum Dusun Dhuri, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman

1. Letak geografis

Secara geografis dusun Dhuri masuk dalam wilayah desa Tirtomartani. Wilayah desa Tirtomartani berbatasan dengan beberapa desa diantaranya: sebelah utara berbatasan dengan desa Selomartani, sebelah selatan berbatasan dengan desa Kalitirto, sebelah timur bebatasan dengan desa Taman Martani, sedang sebelah barat berbatasan dengan desa Purwomartani. Desa Tirtomartani sendiri terdiri dari 17 dusun, salah satu di antaranya adalah dusun Dhuri. Luas wilayah dusun Dhuri sekitar 37 hektar yang berupa pemukiman, sawah serta ladang.

2. Jumlah penduduk

Penduduk dusun Dhuri terdiri dari 270 KK. Jumlah keseluruhan penduduk di dusun ini adalah 1035 jiwa yang terdiri dar 454 laki-laki dan 581 perempuan. Jumlah anak usia dini di dusun ini terbilang banyak. Anak usia 0-4 tahun terdiri dari 67 jiwa, sedang usia 5-9 tahun terdiri dari 44 jiwa.


(60)

3. Keadaan ekonomi

Dari segi ekonomi dusun Dhuri mengalami banyak perubahan. Penduduk yang pada awalanya berprofesi sebagai petani kini banyak beralih menjadi karyawan pabrik. Hal ini dikarenakan sekitar kurang lebih tiga tahun terakhir kawasan dusun Dhuri berubah menjadi kawasan industri. Sekitar 12 pabrik berdiri di atas wilayah dusun Dhuri, oleh karena itu banyak warga sekitar yang menjadi karyawan di pabrik-pabrik tersebut. Selain itu masih banyak penduduk yang berprofesi sebagai petani.

4. Keadaan sosial dan keagamaan

Dusun Dhuri memiliki satu mushala dan satu masjid yang aktif digunakan untuk ibadah shalat. Selain itu masjid tersebut juga digunakan

untuk pengajian dan juga TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) bagi anak

-anak. Kegiatan TPA dilakukan 3 kali dalam satu pekan. Santri TPA sebanyak kurang lebih 30 anak, dan yang aktif mengikuti kegiatan TPA sekitar 20 sampai 25 anak. Mereka terdiri dari anak-anak yang berusia PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga usia 11 tahun. Sedangkan

untuk pembelajaran baca al-Qur’an bagi usia remaja memiliki waktu yang

terpisah.

Disamping Masjid terdapat TK (Taman Kanak-kanak) Bustanul Athfal


(61)

sekitar 84 siswa. Tidak hanya dari dusun Dhuri tetapi juga dari dusun-dusun tetangga, demikian juga para pengajarnya.

Sebagaimana kurikulum yang telah ditetapkan oleh A’isyiyah, di TK

ini juga mengajarkan materi-materi keagamaan bagi para siswanya. Antara lain pengajaran tata cara shalat, wudhu, hafalan do’a sehari-hari, hafalan surat pendek dan lain-lain.

Dusun Dhuri juga memiliki PAUD yang dikelola oleh ibu kader PAUD. Di PAUD Harapan Bunda ini anak-anak sudah mulai diperkenalkan pendidikan seks seperti toilet training, pengenalan diri sebagai laki-laki atau perempuan serta cara melindungi diri dari kejahatan orang lain.

Kegiatan lain seperti pengajian juga rutin diadakan di dusun Dhuri. Baik itu pengajian untuk ibu-ibu, bapak-bapak serta remaja dilakukan dalam waktu terpisah. Kegiatan posyandu untuk balita dan lansia dilaksanakan setiap bulan, sedangkan untuk remaja sedang dalam tahap perencanaan.

Sekitar akhir 2015 warga dusun Dhuri juga sempat diberikan penyuluhan tentang pendidikan seks. Kegiatan yang diadakan oleh kader BKB (Bina Keluarga Balita) ini diikuti sekitar 70 peserta yang sebagian besar adalah ibu-ibu wali siswa PAUD. Antusiasme peserta yang mengikuti penyuluhan ini cukup besar, banyak pertanyaan-pertanyaan diajukan oleh para peserta.


(62)

Materi yang disampaikan dalam penyuluhan pendidikan seks ini mengenai hal-hal yang berkaaitan dengan aturan-aturan menutup aurat yang sopan serta pergaulan anak. Baik itu pergaulan anak dengan orang-orang terdekat atau orang-orang asing yang belum dikenal oleh anak. Selain itu juga berkaitan dengan penanaman rasa malu seperti membiasakan anak untuk mandi serta buang air di kamar mandi.

Materi penyuluhan tersebut disampaikan oleh bu Nurdiati selaku penasihat BKB di dusun Dhuri. Rencananya kegiatan penyuluhan semacam ini tidak hanya diberikan satu kali saja, akan tetapi akan menjadi agenda rutin. Sasarannya tidak hanya warga dusun Dhuri akan tetapi juga para wali SD Dhuri yang merupakan warga luar dusun Dhuri.

5. Prestasi

Prestasi yang pernah diraih oleh dusun Dhuri adalah dalam lomba-lomba BKB (Bina Keluarga Balita). Pada tahun 1996 dusun Dhuri bahkan sudah mulai menjuarai lomba BKB, saat itu Dhuri menyabet juara di tingkat nasional. Tahun 2015 dusun Dhuri kembali menjuarai lomba, kali ini dalam bidang kesenian. Begitu juga tahun 2016 sempat menjuarai lomba BKB tingkat provinsi. Banyak sekali lomba-lomba lain yang juga diikuti oleh warga dusun Dhuri, mereka sangat aktif dalam mengikuti lomba-lomba dan kegiatan lainnya.


(63)

6. Data informan

1. Bu Isnaini Nur Jannah berusia 31 tahun, bu Isnaini memiliki dua anak

perempuan. Anak yang pertama berusia 5 tahun dan bersekolah di TK Dhuri, sedangkan anak yang kedua baru berusia 2 bulan. Bu Isna bekerja sebagai karyawan di sebuah Rumah Sakit di Yogyakarta dan pendidikan terakhir yang ditempuhnya yaitu D3.

2. Bu Oon Hendarsih berusia 42 tahun memiliki empat anak. Anak

pertama dan kedua sudah menginjak usia remaja dan dewassa, sedang anak ketiga perempuan berusia 12 tahun dan yang ke empat juga perempuan masih berusia 5 tahun. Bu Oon termasuk pendatang dari Ciamis, menetap di Dhuri sudah sekitar 5 tahun. Kegiatannya sehari-hari sebagai Ibu rumah tangga. Pendidikan terakhirnya SMA.

3. Bu Ismawati, ibu berusia 29 tahun ini memiliki dua anak laki-laki dan

perempuan. Anak pertamanya laki-laki berusia 10 tahun dan anak keduanya perempuan berusia 5 tahun. Bu Isma juga merupakan pendatang dari NTT, mengikuti suaminya yang bekerja sebagai Polisi. Ia menetap di Dhuri selama kurang lebih 3 tahun. Pekerjaan sehari-harinya sebagai pengajar di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang ada di Dhuri serta sebagai ibu rumah tangga. Ia sempat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA.

4. Bu Maryati memiliki dua anak laki-laki dan perempuan. Ibu dua anak


(64)

rumah tangga. Terkadang bu Maryati membantu menyetrika di rumah tetangga. Ia merupakan warga asli dusun Dhuri dan pendidikan terakhir yang ditempuhnya adalah SMA.

5. Bu Parwati penduduk asli Dhuri ini berusia 25 tahun. Ia memiliki seorang anak uang masih berusia satu tahun. Pendidikan terakhirnya adalah SMA, sedang kegiatan sehari-harinya adalah ibu rumah tangga.

6. Bu Suhartati merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki dua

anak laki-laki. Usianya saat ini 31 tahun, sedangkan usia anak pertamanya 2,5 tahun dan anak keduanya masih 4 bulan. Sebelumnya bu Suhartati adalah seorang karyawan namun saat ini berhenti karena ingin fokus mengasuh anaknya. Pendidikan terakhirnya adalah SMA.

7. Bu Ikah seorang ibu rumah tangga yang berusia 31 tahun. Ia memiliki

dua anak perempuan yang berusia 9 tahun dan 3 tahun. Bu Ikah bekerja di rumah dengan membuka usaha. Pendidikan terakhir yang ditempuhnya yaitu SMA.

8. Pak Bekti merupakan sekretaris desa Tirtomartani, ia berusia 41 tahun

dan memiliki dua anak perempuan. Anak yang pertama berusia 10 tahun, sedang anak keduanya masih berusia 4 tahun. Pendidikan terakhirnya adalah strata 1 (S-1)

9. Bu Tri Setyo Fatonah adalah seorang ibu rumah tangga yang berusia 37 tahun. Ia memiliki dua anak perempuan yang berusia 11 tahun dan


(65)

4 tahun. Kegiatan sehari-harinya sebagai ibu rumah tangga dan pendidikan terakhir yang ditempuhnya adalah SMA.

10.Bu Heni merupakan seorang pedagang yang berusia 33 tahun. Ia

memiliki seorang anak perempuan yang berusia 5 tahun. Ia juga merupakan penduduk asli dusun Dhuri. Pendidikan terakhirnya adalah SMA.

11.Bu Mindarsih seorang ibu rumah tangga yang memiliki dua anak

laki-laki. Usia keduanya adalah 13 tahun dan 4 tahun. Ia merupakan penduduk asli Dhuri dan berusia 39 tahun. Pendidikan terakhirnya adalah SMA.

12.Bu Fefin Dwi Setyawati juga merupakan salah satu pengajar di PAUD

Dhuri. Usianya 28 tahun dan memiliki seorang anak laki-laki yang berusia 4 tahun. Bu Fefin sempat menamatkan pendidikan S-1nya di sebuah universitas di Purwokerto.

13.Pak Eko Wiratno merupakan salah satu pengajar di TK Aisyiyah yang

ada di Dhuri. Usianya 45 tahun dan memiliki dua anak laki-laki yang berusia 13 tahun dan 7 tahun. Pendidikan S-1nya ditempuh di sebuah universitas di Yogyakarta.

B. Hasil Penelitian

Sebagaimana tujuan yang telah dijabarkan pada tujuan penelitian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman


(66)

mengenai pendidikan seks bagi anak usia dini serta metode pendidikan seks yang dilakukan oleh orang tua di dusun tersebut. Berikut ini paparan hasil penelitian dari semua teori dan data yang ditemukan di lapangan dan telah diolah. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Analisis ini akan dibagi menjadi dua sub, yaitu:

1. Analisis pemahaman orang tua di dusun Dhuri, desa Tirtomartani,

kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman mengenai pendidikan seks bagi anak usia dini.

2. Analisis metode pendidikan seks yang dilakukan oleh orang tua di

dusun Dhuri, desa Tirtomartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman.

Selanjutnya permasalahan tersebut dianalisa satu per satu sebagai berikut:

1. Analisis pemahaman orang tua di dusun Dhuri mengenai

pendidikan seks bagi anak usia dini

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah mengenai beberapa kasus pelecehan seksual yang terjadi di dusun Dhuri tersebut. Peneliti ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman orang tua di dusun ini mengenai pendidikan seks bagi anak usia dini. Di dusun tersebut pula ditemukan data bahwa jumlah anak usia dini cukup banyak.


(67)

Pemahaman orang tua mengenai pendidikan seks bagi anak usia dini dianggap penting sebagai salah satu upaya mencegah kasus pelecehan seksual yang terjadi kepada anak-anak. Hal ini dikarenakan pendidikan yang diberikan sejak usia dini akan terekam lebih kuat di memori anak-anak.

Hasil penelitian ditemukan bahwa pemahaman orang tua di dusun Dhuri mengenai pendidikan seks bagi anak sangat bervariasi. Beberapa menganggap pendidikan seks bagi anak penting untuk diajarkan, akan tetapi beberapa lagi beranggapan bahwa pendidikan seks belum perlu diberikan untuk anak-anak.

Untuk mengetahui pemahaman para orang tua lebih jauh peneliti berusaha menggali informasi dengan melakukan

wawancara mendalam (deep interview). Beberapa pertanyaan

diajukan peneliti kepada para responden. Pertanyaan mendasarkan yang diajukan kepada para responden adalah pertanyaan mengenai pengertian pendidikan seks secara umum. Jawaban yang diperoleh dari beberapa respondenpun bermacam-macam. Seperti jawaban yang diberikan oleh ibu Suhartati yang memiliki dua orang anak yang masih berusia balita.

Pendidikan seks itu…Menyeluruh ya mbak,,,soalnya kan itu

global. Ya ada reproduksi, kesehatan reproduksi, ada hubungan seks dalam sah dan tidak sahnya…(Wawancara pada tanggal 19 Mei 2016).


(68)

Jawaban serupa namun singkat diberikan oleh pak Bekti selaku sekretaris desa Tirtomartani yang juga masih memiliki anak usia

balita. Ia mengatakan “Kalau secara umum ya…pengetahuan

tentang reproduksi” (Wawancara pada 20 Mei 2016).

Berbeda dengan jawaban pak Eko, ia mengatakan bahwa pendidikan seks merupakan pengenalan tentang jenis kelamin dan pengenalan terhadap anak yang memasuki akil baligh.

Kalau menurut saya pendidikan seks itu ya pengenalan untuk jenis kelamin, kemudian pengenalan juga kepada anak yang akil baligh bahwa kamu nanti akan mimpi basah, kemudian untuk anak perempuan nanti kamu akan mendapatkan

menstruasi” (Wawancara pada tanggal 25 Mei 2016).

Jawaban lain diberikan oleh bu Fefin, ibu satu anak ini mengatakan bahwa pendidikan seks merupakan pengetahuan bagi anak mengenai bagaimana mereka melindungi diri, juga pengetahuan tentang bagaimana anak-anak mengenali diri mereka. Yang dimaksud mengenali diri di sini adalah mengenali diri mereka sebagai seorang laki-laki atau sebagai seorang perempuan.

Pendidikan seks itu memberikan pengetahuan bagi anak bagaimana mereka melindungi diri terhadap dirinya sendiri,

dan bagaimana mereka menghargai dirinya sendiri

(Wawancara pada tanggal 25 Mei 2016).

Empat dari tiga belas responden menganggap pendidikan seks tak hanya sebatas hubungan badan suami istri. Selebihnya


(1)

Gerbang memasuki dusun Dhuri


(2)

TK Bustanul Athfal A’isyiyah di dusun Dhuri yang terletak dekat dengan masjid


(3)

(4)

Kegiatan pemberangkatan sebelum tadabur di PAUD Harapan Bunda


(5)

Lampiran IV

SUSUNAN PENGURUS KK LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa) PADUKUHAN DHURI PERIODE 2014/2019

Pelindung : Kepala Desa Tirtomartani Penanggung jawab : Dukuh Dhuri

Ketua LPMD : Mulyono Sekretaris : Imam Puspadi Bendahara : Sukardi M Yani

Seksi-seksi

Seksi Pembangunan : Sugeng Wahyudi Seksi Dana : Paryanto

Seksi Konsumsi : Partini Seksi Keamanan : Bambang Himawan Seksi Sosial : Sarno


(6)

CURRICULUM VITAE

Nama : Dzakia Rifqi Amalia

Tempat Tanggal Lahir : Ponorogo, 14 April 1994 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Orang Tua : Muhtar Yusuf-Sita Martanti

Alamat : Jalan Stadion Timur 37 Kertosari, Babadan, Ponorogo, Jawa Timur

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan:

1. SD Muhammadiyah 1 Ponorogo (lulus tahun 2006) 2. SMPIT Al-Mawaddah 3 Ponorogo (lulus tahun 2009)

3. MA Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta (lulus tahun 2012)